Anda di halaman 1dari 6

Artefak Bali

Nama Kelompok :

202146500937 Zaidan Syahputra


202146570018 Annisa Dwi Larasati
202146500908 Azhar Rizky Adi
202146500906 Ninas Nur Malitasari
202146501117 M Kaisar Sabil
Motif Sekar Jagad Bali

Motif Sekar Jagad Bali ini terinspirasi dari motif Sekar Jagad di Jawa. Komposisi motif Sekar
Jagad di Jawa terdiri dari berbagai motif bunga-bunga (sekar) dan flora lainnya yang ada di
dunia (jagad), sehingga motif ini dipahami mengandung makna kecantikan dan keindahan.
Ada pula yang beranggapan bahwa motif Sekar Jagad sebenarnya berasal dari kata "kar
jagad" yang diambil dari bahasa Jawa kar berarti peta; jagad berarti dunia, sehingga motif ini
juga melambangkan keragaman di seluruh dunia (Makna dari Batik Sekar Jagad, 2010).
Motif tersebut kemudian dikreasikan ulang menjadi motif baru sebagai batik yang
mempunyai ciri khas Bali, sehingga isi dan gaya motif-motifnya diganti dengan unsurunsur
seni dan budaya Bali. Konsep penciptaan motif ini adalah menggambarkan keindahan dan
kecantikan alam dan seni budaya serta kearifan lokal dari Bali. Motif ini bermakna keindahan
dan kecantikan yang mempesona dari “Pulau Dewata” Bali. Pemakai motif ini akan tampak
cantik atau tampan, pintar, berwawasan luas dan arif bijaksana sehingga orang lain yang
melihat akan terpesona, terkagum tidak hanya karena tampilan fisik tetapi juga
kepintarannya, kebijaksanaannya serta budi luhurnya.
Kain Kamen

kain kamen adalah kain yang digunakan untuk menutupi bagian bawah tubuh pria di Bali.
Kamen memiliki bentuk yang mirip dengan sarung, namun kamen memiliki corak yang
menonjol dan motif persegi. Bahan yang digunakan untuk membuat kain kamen adalah kain
halus yang tipis. Kain kamen ini tidak hanya digunakan oleh pria di Bali, perempuan di Bali
juga sering mengenakan kain kamen. kain ini digunakan menutupi pinggang sampai mata
kaki. Kain kamen dililit dari kiri ke kanan. Hal ini melambangkan bahwa pria harus bisa
memegang dharma atau kebenaran. Kain yang dikenakan juga harus memiliki jarak sejengkal
di atas telapak kaki. Hal ini melambangkan bahwa pria harus bisa melangkah lebih jauh,
karena mereka mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan perempuan.
Kain kamen dililit dari kiri ke kanan dengan meninggalkan lelencingan di bagian bawahnya.
Lelencingan adalah ujung kain yang menyentuh tanah. Dengan membiarkan sebagian kain
menyentuh tanah melambangkan kejantanan dari pria Bali. Selain itu, hal ini juga
melambangkan bahwa mereka akan tetap terus berbakti kepada ibu pertiwi. Perempuan Bali
yang memakai kain kamen harus dililit dari kanan ke kiri. Pemakaiannya harus berlawanan
arah dengan cara pemakaian pria Bali. Melilitkan kain dari kanan ke kiri merupakan sebuah
makna atau simbol sakti sebagai kekuatan penyeimbang laki-laki. Hal ini juga bermakna
bahwa perempuan Bali harus menjaga pria Bali dalam menjalankan tanggung jawabnya atau
dharma. Penggunaan kain kamen pada perempuan juga disertai dengan bulang atau stagen.
Bulang atau stagen ini terlihat mirip seperti korset. Bulang atau stagen merupakan simbol dari
rahim. Pemakaian bulang atau stagen dilambangkan sebagai pengontrol emosi.
Alat Musik RINDIK

Rindik merupakan alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul dan bernada selendro.
Alat musik yang sekilas bentuknya menyerupai gambang ini memiliki 11 bidang pukul dari
bambu dengan ukuran berbeda yang dirangkai dalam satu bingkai kayu. Rindik memiliki alat
pemukul khusus yang batang panggulnya terbuat dari fiber ataupun dari bambu. Alat musik
khas Bali ini memiliki beberapa jenis diantaranya adalah tingklik dan granting.
Rindik biasa dimainkan oleh 2-4 orang pemain yang terdiri dari 2 orang untuk menabuh
rindik dan sisanya untuk seruling dan gong pulu. Selain dimainkan pada saat resepsi, alat
musik ini biasa digunakan untuk mengiringi tari-tarian seperti tari pergaulan yang biasa
disebut jogged atau gandrung.
Patung Titi Banda

Patung itu mengambil epic cerita Mahabarata dimana Rama berupaya menyelamatkan Sinta
dari cengkeraman penculikan Rahwana. Karena tempatnya sangat sulit dipisahkan oleh
lautan, Rama lalu meminta bantuan Anoman atau Hanoma penguasa kerajaan Alengka yang
kemudian mengerahkan para prajurit keranya mengnagkat dan menimbun bebatuan menjadi
sebuah jembatan dimana akhirnya Rama berhasil mendapatkan Sinta kembali.

Etos yang diambil dari kisah ini adalah tentang kegigihan dan kesetian serta kerjasama yang
membuahkan hasil. Selain itu ada sisi spiritual lain tentang Titi Bande ini.Konon, Titi bande
adalah suatu jembatan keadilan .Barangsiapa mempunyai hati yang suci ,dia akan mampu
melewati jembatan menuju surga, dan sebaliknya jika gagal, akan masuk ke alam bawah
keabadian yang memyeramkan.
Bangunan Angkul-Angkul

Angkul-angkul adalah bangunan tradisional khas Bali yang memiliki fungsi utama sebagai
pintu gerbang. Ketika berkunjung ke Bali, Anda akan menemukan deretan rumah tradisional
yang masih menggunakan keberadaan angkul-angkul.

Desain angkul-angkul memiliki bentuk yang beda dibandingkan dengan pintu gerbang yang
menjadi ciri khas daerah lain. Pintu gerbang tradisional khas Bali ini selalu disertai dengan
atap yang disebut dengan kori. Biasanya, angkul-angkul memiliki ukuran yang tidak terlalu
besar, biasa digunakan pada rumah yang sejak awal tidak menggunakan delman ataupun jenis
kendaraan tradisional di zaman dulu. Namun, saat ini ukuran angkul-angkul terkadang
disesuaikan dengan jenis kendaraan yang dimiliki.

Pembangunan angkul-angkul di Bali tidak dilakukan secara serampangan. Pendiriannya


dilakukan dengan memperhitungkan asta bumi serta asta kosala kosali. Berdasarkan konsep
ini, masyarakat Bali melakukan penataan angkul-angkul dengan memperhatikan arah mata
angin. Di waktu yang sama, masyarakat Bali percaya kalau angkul-angkul ibaratnya adalah
mulut dari rumah. Ketika mulut dalam kondisi tertutup, maka tidak ada benda apapun yang
bisa masuk, termasuk segala sesuatu yang berbau gaib.

Anda mungkin juga menyukai