Dongkrek adalah kesenian daerah asli dari Desa Mejayan, Kecamatan Mejayan,
Kawedanan Caruban, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Indonesia. Kesenian ini berupa tarian
dan iringan musik yang mengkisahkan upaya Raden Ngabei Lo Prawirodipuro dalam
mengatasi pageblug mayangkoro, dimana saat itu masyarakat Mejayan terkena wabah
penyakit dikisahkan pagi harinya sakit sore harinya meninggal, begitu pun saat sore sakit
maka paginya meninggal. Kronologis upaya Raden Ngabei Lo Prawirodipuro dalam
mengusir pageblug mayangkoro inilah yang menjadi inti cerita dari kesenian dongkrek ini.
Asal muasal seni dongkrek lahir sekitar tahun 1867 di Onderdistrik (Kecamatan)
Mejayan, Kawedanan Caruban, Kabupaten Madiun. Kesenian itu lahir pada masa
kepemimpinan Raden Ngabehi Lo Prawiradipura yang menjadi Palang (jabatan setingkat
kepala desa) yang membawahi lima desa. Sementara itu di Distrik Caruban pada waktu itu
dipimpin oleh seorang Wedana, yang bernama Raden Ngabei Prawiradipura II putra dari
Raden Tumenggung Prawiradipura I, besan dari Raden Tumenggung Wignya Subrata (Bupati
Caruban) karena putra ke-4 menikah dengan Raden Ngabhei Prawiradipura II. Pada tahun
1867, Caruban sudah menjadi Distrik dengan Wedananya, Raden Ngabei Prawiradipura II.
Sebelumnya Distrik Caruban itu merupakan wilayah kabupaten, Kabupaten Caruban yang
sudah ada sejak ratusan tahun. Raden Tumenggung Natasari, Raden Tumenggung Jayengrana
II, Raden Tumenggung Wignya Subrata, dan Bupati Terakhir Raden Tumenggung
Martanagera adalah bupati dari trah Raden Adipati Harya Metahun Suranegara dari Jipang.
Raden Lo Prawiradipura (Palang Mejayan) itu putra dari Raden Ngabehi Prawiradipura II
(Wedana Caruban) dari garwa (isteri) ke-2. Sedangkan saudara tunggal bapak dari garwa ke-1
adalah Raden Ngabehi Prawirapraja (Asisten Wedana Ringinanom) Panaraga. Kesenian
dongkrek yang berasal dari Palang Mejayan itu pada akhirnya berkembang di seluruh wilayah
Distrik Caruban atau bekas Kabupaten Caruban dan selanjutnya keseluruh wilayah Kabupaten
Madiun.
Suku mayoritas di kota Madiun adalah suku jawa dan masyarakat disana mayoritas
menganut agama islam, distribusi penduduk berdasarkan kelompok mata pencaharian yang
ada di Kabupaten Madiun mayoritas didominasi penduduk pada mata pencaharian di
bidang Pertanian, Kehutanan, perburuan dan Perikanan sebesar 182.422 jiwa.
Ciri - ciri seni pertunjukan Dongkrek
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk topeng Dongkrek sanggar Krido Sakti
kecamatan Mejayan kabupaten Madiun memiliki keunikan dari topeng dari daerah lain mulai
dari mata, alis, hidung ,mulut, kumis, dan jenggot yang tergolong lebih sederhana namun
memiliki sifat dan makna khusus yang dapat menjadi panutan bagi pembaca dan masyarakat
Mejayan pada khususnya.
Tokoh topeng Dongkrek yang dimiliki sanggar Krido Sakti meliputi topeng Lo
Prawirodipuro, Roro Tumpi, Roro Perot dan 5 genderuwo yang masing-masing memiliki
warna dan sifat yang berbeda. Topeng berfungsi sebagai penutup wajah bagi seniman suatu
pertunjukan dan benda yang di sakralkan, pada kebudayaan dan kepercayaan tertentu topeng
bisa menjadi alat penghubung antara 2 dunia yaitu dunia nyata dan dunia gaib, dengan tujuan
topeng tersebut sebagai tempat singgah untuk para leluhur mereka. Awalnya pada bahan
pembuatan topeng Dongkrek menggunakan kayu dadap curing, namun seiring dengan
keberadaan kayu dadap yang semakin sedikit sehingga pembuatan topeng beralih
menggunakan kayu Mangga sebagai pengganti yang mudah didapat disekitar lingkungan
daerah kecamatan Mejayan sendiri.
Persamaan Perbedaan
Memiliki taring Mata topeng Bali lebih besar
Dipentaskan dengan tarian dan musik Topeng dongkrek terlihat lebih sederhana .
karena topeng Bali lebih banyak
menggunkan hiasan
Memiliki nilai mistis dan religius Dongkrek merupakan tarian dengan iringan
musik yang ceria dan jenaka
Tidak diperlukan orang khusus untuk Topeng Bali dibuat menggunakan kayu
pembuatan topeng kenangan sedangkan Dongkrek dibuat
dengan kayu mangga.
Topeng Bali Topeng Dongkrek
DAFTAR PUSTAKA
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Dongkrek ,
https://ppid.madiunkota.go.id/letak-geografis-kota-
madiun/#:~:text=Kota%20Madiun%20merupakan%20sebuah%20kota,km%20bentang%20ar
ah%20ke%20selatan ,
https://jatim.bpk.go.id/kota-
madiun/#:~:text=Sebelah%20Selatan%20%3A%20Kecamatan%20Geger,Sebelah%20Timur
%20%3A%20Kecamatan%20Wungu ,
11561-Article%20Text-15069-1-10-20150525.pdf ,
https://eprints.umm.ac.id/37496/4/jiptummpp-gdl-yashintagi-51352-4-babiii.pdf ,
https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fmycity.co.id%2Fkesenian-
dongkrek-ritual-tolak-pagebluk-khas-
madiun%2F&psig=AOvVaw1WQeej__GplH7yLwpc3B5N&ust=1677418019825000&sourc
e=images&cd=vfe&ved=0CBAQjRxqFwoTCOCJ8vT0q_0CFQAAAAAdAAAAABAw ,
https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2F1.bp.blogspot.com%2F-
Up0ibI8Q0FY%2FV ,
KESENIAN JARAN KENCAK dan PENCAK LUMAJANG
Kelompok 2
Nama Anggota :
Lumajang merupakan salah satu kabupaten yang terletak di pesisir selatan bagian
timur Provinsi Jawa Timur. Yakni berbatasan dengan Kabupaten Malang dan Kabupaten
Probolinggo, terdapat rangkaian Pegunungan Bromo-TenggerSemeru, dengan puncaknya
Gunung Bromo (2.392 m) dan Gunung Semeru (3.676 m). Gunung Semeru adalah gunung
tertinggi di Pulau Jawa. Bagian Timur yang ber-relief rendah menjadikan Lumajang memiliki
banyak wisata Pantai seperti Pantai Bambang, Watu Pecak, Watu Godeg dan Watu Gedeg. Di
lingkaran pegunungan semeru terdapat daerah piket nol yang menjadi puncak tertinggi di
lintas perbukitan selatan berdekatan dengan Goa Tetes yang eksotis. Di Daerah Sumber Mujur
juga terdapat Kawasan Hutan Bambu di sekitar mata air Sumber Deling yang merupakan
kawasan pemuliaan dan pelestarian aneka jenis tanaman bambu yang menjadi habibat bagi
kawanan kera dan ribuan kelelawar.
Pertunjukan Kuda Kencak ini pada awalnya merupakan suatu tradisi yang dilakukan
masyarakat Lumajang ketika mengadakan hajatan di pedesaan. Ketika anaknya melakukan
khitanan, dimana setelah melakukan khitanan sang anak di naikan ke kuda kemudian di arak
keliling. Kesenian ini di awali dengan ritual yang dinamakan Ludrukan atau sambutan
pembukaan yang dilakukan oleh si pemilik Paguyuban Kuda Kencak, Kuda Kencak itu
didandani seperti halnya kudanya raja jaman dahulu, indah sekali begitu juga dengan anak
yang akan menungganginya didandani layaknya pangeran, Ludrukan itu dimulai dengan
ditiupnya seruling yang memang khusus dibuat untuk gamelannya Kuda Kencak, suaranyapun
khas sekali. Sambutan ini ditembangkan atau dilagukan seperti halnya tembang-tembang
Jawa biasanya. Setelah itu anak-anak penunggang kuda kencak dinaikkan keatas pelana
kudanya masing-masing. Terhitung ada 6 kuda dan enam penunggang di antraksi itu, pawang
kuda mulai membaca mantra, dan aneh kuda itu menari-nari mengikuti irama gamelan yang
ditabuh oleh para kru, istilah jawanya kuda itu mulai kencak, karena itulah dinamakan Kuda
Kencak. Kuda itupun menari dengan cara manggut-manggut dan menggoyangkan pinggulnya,
sangat bagus sekali tariannya dan terkesan seksi. Setelah itu kuda kencak itu pun diarak
kerumah saudara dan teman yang sudah ditunjuk oleh tuan rumah.
Untuk bisa tampil atraktrif, kuda–kuda kencak ini dilatih khusus untuk melakukan
gerakan tarian, berputar–putar sambil mengangkat kedua kakinya. Tinggal menunggu perintah
saja, jaran–jaran ini sudah berkencak–kencak. Pertunjukan Jaran Kencak ini, biasanya juga
berfungsi sebagai tradisi pelepasan nadzar bagi seseorang dengan tata cara dan perilaku secara
turun-menurun.
Sedangkan, alat musik yang digunakan diklasifikasikan menjadi dua yaitu seperangkat
gamelan Jawa yang digunakan saat berada di arena dan seperangkat Gamelan.
Walaupun kesenian jaran kencak merupakan potensi karya seni budaya yang paling
menonjol di Kabupaten Lumajang pada masanya. Dan merupakan suatu tradisi yang
dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Lumajang terdahulu. Namun, kesenian ini juga
mengalami masa redup pada jaman modern saat ini, ketika tidak ada perhatian sedikitpun
untuk mengembangkannya dari generasi saat ini. Dan juga karena perkembangan jaman,
dimana masuknya kebudayaan asing yang masuk Indonesia dan mempengaruhi masyarakat
Indonesia. Akibatnya, kesenian ini sempat mulai ditinggalkan dan berganti dengan kesenian
temporer seperti orkes dangdut dan lainnya. Dan jika kesenian Jaran Kencak ini tidak ada
peminatnya, maka para penari Jaran Kencak dan para pemain akan kehilangan pekerjaannya.
Modernitas telah membutakan mata generasi muda saat ini dari kebudayaan traditional
dan primitif, seperti yang penulis kutip dari santidwihapsari.blogspot yang menyatakan bahwa
“faktanya dari waktu ke waktu minat rakyat, salah satunya adalah pemuda semakin berkurang
terhadap budaya Indonesia, terutama dalam seni tradisional. Saat ini, generasi muda lebih
suka mempelajari dance dibandingkan tarian daerah, mendengarkan musik barat atau lagu
korea dibandingkan mendengarkan musik yang memiliki unsur tradisional, dan mempelajari
alat musik moderen dibandingkan belajar alat musik tradisional.” Demikian juga dengan
kesenian Jaran Kencak yang belum begitu dikenal oleh kebanyakan kalangan anak muda di
Lumajang, berdasarkan survey awal yang penulis lakukan terhadap kalangan anak SMP dan
SMA kota Lumajang. Namun, sejalan dengan perkembangan jaman pada saat ini, dimana
kesenian traditional menjadi primadona kesenian daerah, maka pemerintahan setempat juga
mulai melestarikan Jaran Kencak ini dengan mulai menampilkan Jaran Kencak ini pada acara
atau even-even terhormat seperti acara penyambutan tamu kehormatan, acara kirab budaya,
dan sebagainya, dan mengangkat Jaran Kencak sebagai ikon kota.
Namun generasi mudanya masih ada yang belum tahu tentang seni Jaran Kencak ini
dan belum tergerak untuk ikut berpartisipasi melestarikan kesenian ini. Maka dari itu, ada
beberapa pilihan media yang bisa mendukung pelestarikan kesenian Jaran Kencak ini, salah
satunya adalah dengan fotografi, untuk memperkenalkan seni Jaran Kencak ini dan mengajak
masyarakat muda Universitas Kristen Petra 4 Lumajang untuk bersama-sama melestarikan
kesenian ini, agar tidak punah. Hingga menjadi salah satu kesenian asli Indonesia, dan
menjadi ikon kota Lumajang sendiri dan tetap menjadi tradisi yang di lakukan oleh
masyarakat Lumajang. Hingga selain kesenian jaran ini tetap eksis dan berkembang, tetapi
juga meningkatkan pendapatan kota Lumajang sebagai kota kesenian dan kota pariwisata
lewat kesenian jaran kencak ini.
Maka dipililah esai fotografi, agar foto yang di ambil dapat bercerita. Penggunaan esai
fotografi sebagai salah satu sarana media penyampaian pesan yang ingin disampaikan, yang
dapat menceritakan kehidupan sehari-hari dan segala aktivitas dari kesenian Jaran Kencak
tersebut. Sehingga dengan esai fotografi Jaran Kencak bisa mendukung pelestarian seni Jaran
Kencak ini.
Secara geografis Lumajang berada pada posisi 112o -53' - 113o -23' Bujur Timur dan
7o -54' -8o -23' Lintang Selatan. Lumajang beriklim tropis, yang berdasarkan klasifikasi
Schmid dan Ferguson, termaksud iklim tipe C dan sebagian kecamatan lainnya beriklim D.
Jumlah curah hujan tahunan berkisar antara 1.500-2.500 ml.
Penduduk Kabupaten Lumajang umumnya adalah Suku Jawa dan Suku Madura,
dan agama mayoritas adalah Islam. Di Pegunungan Tengger Kecamatan Senduro (terutama di
daerah Ranupane, Argosari, dan sekitarnya), terdapat masyarakat Tengger yang memiliki
bahasa khas dan beragama Hindu. Hasil utama daerah Lumajang adalah pertanian dan
perkebunan,selain itu juga memanfaatkan hasil hutan yang ada. Padi dan palawija merupakan
hasil andalan,demikian juga tebu dan pabrik gula Jatiroto sebagai pusat pengolahannya dapat
diandalkan sebagai penghasil utama bagi daerah Lumajang.
Paraga Utama (Nama-nama tokoh dalam seni pertunjukan Jaran Kencak dan Pencak)
Biasanya gamelan Jharan Kencak terdiri dari 2 orang penabuh Kendang, 3 orang
penabuh Kenong / Bonang, 1 orang penabuh Gong beserta 2 orang yang membantu
memikul Gong-nya, dan yang terakhir adalah 1 orang peniup Saronen (terompet khas
Madura yang terbuat dari kayu). Mereka menabuh sambil berjalan kaki mengelilingi
kampung dan terakhir menabuh dalam kondisi parkir di lokasi hajatan.
Kesenian yang menyerupai jaran kencak yaitu jaran jenggo dari sunda
Perbedaan Persamaan
Kegunaan jaran kencak untuk menghibur Sama-sama menggunakan alat musik
para tamu saat hajatan sedangkan jaran gendang
jenggo untuk upacara adat sebagai
pertanda perayaan untuk anak laki-laki
yang beranjak dewasa
.
DAFTAR PUSTAKA
https://dewey.petra.ac.id/repository/jiunkpe/jiunkpe/s1/jdkv/2013/jiunkpe-is-s1-2013-
42409227-30876-jaran_kencak-chapter1.pdf
https://lumajangkab.go.id/main/gambaran
https://lumajangkab.go.id/main/gambaran
https://jatim.bpk.go.id/kabupaten-lumajang/
https://lumajangkab.go.id/main/gambaran
KESENIAN TARI TOPENG IRENG
NAMA KELOMPOK 4 :
Asal mula kesenian Topeng Ireng di Jawa ini berasal dari desa Tuk Songo
Borobudur sekitar tahun 1930-an. Ialah Pak Lurah Timpal sebagai inisiatornya dan
mbah Sujak sebagai pembuat topeng "ndas-ndasan" untuk kesenian yang sering juga
dikenal sebagai Dayakan. Mereka membentuk group Topeng Kawedar yang menjadi
group kesenian Topeng Ireng tertua sekaligus menjadi soko guru bagi beberapa group
kesenian ini di kawasan karesidenan Kedu Jawa Tengah. Tujuan dari kesenian ini
dibuat ialah untuk sarana berdakwah. Di zaman penjajahan Belanda, pemerintah pada
masa lalu melarang masyarakat berlatih silat sehingga warga mengembangkan
berbagai gerakan silat itu menjadi tarian rakyat untuk upaya kamuflase.Tarian itu
diiringi dengan musik sederhana dan tembang jawa yang mengandung berbagai
nasihat tentang kebaikan hidup dan penyebaran agama Islam. Perkembangan Seni
Pertunjukan Topeng Ireng berkembang salah satunya ketika dulu umat Islam
membangun masjid, sebelum mustaka (kubah) dipasang maka mustaka tersebut akan
diarak keliling desa. Kirab tersebut akan diikuti seluruh masyarakat disekitar masjid
dengan tarian yang diiringi rebana dan syair puji-pujian. Nama Topeng Ireng sendiri
berasal dari kata Toto Lempeng Irama Kenceng. Toto artinya menata, lempeng berarti
lurus, irama berarti nada, dan kenceng berarti keras.
Oleh karena itu, dalam pertunjukan Topeng Ireng para penarinya berbaris lurus
dan diiringi musik berirama keras dan penuh semangat. Tarian ini sebagai wujud
pertunjukan seni tradisional yang memadukan syiar agama Islam dan ilmu beladiri
atau pencaksilat. Tak heran, Topeng Ireng selalu diiringi dengan musik yang rancak
dan lagu dengan syair Islami.
Hal ini bukan tanpa alasan, nama Dayakan ini didasarkan pada kostum yang
digunakan oleh para penari. Busana bagian bawah yang digunakan oleh para penari
menyerupai pakaian adat suku Dayak. Sekitar tahun 1995, kata Dayakan dinilai
mengandung unsur SARA, kemudian kesenian ini diubah menjadi kesenian Topeng
Ireng. Namun, sejak tahun 2005 nama Dayakan dipopulerkan lagi. sehingga
menjadikan kesenian ini dikenal dengan dua nama, Topeng Ireng dan Dayakan.
⮚ Garis Lintang
Secara geografis Kabupaten Magelang terletak pada posisi 110001’51” dan
110026’58” Bujur Timur dan antara 7019’13” dan 7042’16” Lintang Selatan.
Secara administratif, Kabupaten Magelang di bagi menjadi 21 kecamatan dan
terdiri dari 372 desa/kelurahan.
⮚ Batas Wilayah
Kabupaten Magelang sebagai suatu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah
terletak di antara beberapa kabupaten dan kota, yaitu:
• Sebelah Utara : KabupatenTemanggung dan Kabupaten Semarang,
• Sebelah Timur : Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali,
• Sebelah Selatan : Kabupaten Purworejo dan Provinsi DIY,
• Sebelah Barat : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo,
• sedangkan di tengahnya terdapat Kota Magelang.
⮚ Suku Mayoritas & Agama
Suku yang mendiami kabupaten Magelang adalah suku Jawa.
Agama yang dianut masyarakat kabupaten Magelang :
Islam 95,87%
Kristen 4,04%
Katolik 2,7%
Protestan 1,34%
Buddha 0,07%
Hindu 0,02%
⮚ Mata Pencaharian
Masyarakat kabupaten Magelang mayoritas bermata pencaharian sebagai
Petani dan Pedagang, dan lainnya bermata pencaharian sebagai Pegawai,
Buruh, dan Wiraswasta.
Setiap pertunjukan Topeng Ireng akan riuh rendah diiringi berbagai bunyi-
bunyian dan suara. Mulai dari suara hentakan kaki yang menimbulkan bunyi
gemerincing berkepanjangan, suara teriakan para penari, suara musik yang mengiringi,
hingga suara penyanyi dan para penonton. Musik yang biasa digunakan untuk
mengiringi pertunjukan Topeng Ireng adalah alat musik sederhana seperti gamelan,
kendang, terbang, bende, seruling, dan rebana. Alunan musik ritmis yang tercipta akan
menyatu dengan gerak dan teriakan para penari sehingga pertunjukan Topeng Ireng
terlihat atraktif, penuh dengan kedinamisan dan religiusitas. Biasanya penarinya terdiri
dari 10 orang atau lebih dan membentuk formasi persegi atau melingkar dengan gerak
tari tubuh yang tidak terlalu kompleks. Para penari juga terlihat sangat ekspresif dalam
membawakan tariannya.
Pertunjukan Topeng Ireng sendiri terbagi menjadi dua jenis tarian. Yang
pertama adalah Rodat yang berarti dua kalimat syahadat. Tarian ini ditampilan dengan
gerakan pencak silat sederhana serta diiringi lagu-lagu syiar Islami. Jenis tarian
lainnya adalah Monolan yang melibatkan penari dengan kostum hewan. Tarian ini
melibatkan unsur mistik serta gerak pencak silat tingkat tinggi. Durasi pertunjukan
Topeng Ireng sangat fleksibel, tidak ada peraturan khusus mengenai lamanya tarian.
Penampilan para penari bisa dibuat 15 menit, 10 menit, bahkan 5 menit saja.
⮚ SUMBER :
https://magelangkab.go.id/image/dokumen/gambaran.pdf
https://distanpangan.magelangkab.go.id/home/detail/statistik....data-
membangun-
bangsa/236#:~:text=Contoh%3ANilai%20Penduduk%20Kabupaten%20Magel
ang,%2C%20pegawai%2C%20buruh%20dan%20wiraswasta
https://inibaru.id/tradisinesia/kesenian-topeng-ireng-gerakan-silat-yang-
diubah-menjadi-tarian-nan-rancak
https://metrum.co.id/tari-topeng-ireng-perpaduan-antara-bela-diri-dan-syiar-
islam/
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/22675
https://youtu.be/JQibr6zokaM
TUGAS KELOMPOK BAHASA JAWA
Disusun oleh :
1. Garis Lintang
2. Batas Kota
Ana lima suku/etnis ing kabupaten Bondowoso. Mayoritas saka Medhura. Minoritas
liyane yaiku minoritas nonpribumi, yaiku suku india, arab, lan cina kang ana ing ibu
kutha kabupaten. Lumrahe dheweke kabeh migunakake basa jawa (dhialek surabaya)
kacampur basa medhura. Meh kabehing pandhudhuke beragama islam, dene pandhudhuk
nasrani, tionghoa, lan konghucu manggon ing ibu kuthane.
4. Mata Pencaharian
Pandhudhuk lokal kang ana ing wilayah kabupaten Bondowoso kang mayoritas suku
jawa lan medhura nduweni mata pencaharian ing bidang pertanian utawa dadi petani.
http://p2k.unkris.ac.id/id3/1-3065-2962/Bondowoso-Jawa-Timur_13050_p2k-unkris.html
https://www.indonesia-tourism.com/east-
java/tourism/bondowoso/ina/about.html#:~:text=Penduduk%20lokal%20yang%20mendiami
%20wilayah,dengan%20mata%20pencaharian%20sebagai%20petani
https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-5195140/menguak-legenda-ronteg-singo-ulung-
tokoh-bondowoso-berwujud-singa-putih
https://www.liputan6.com/amp/4073336/6-fakta-menarik-tari-singo-ulung-tarian-tradisional-
khas-bondowoso
https://m.timurasa.com/journey/read/1036/Tari-Singo-Ulung-Tari-Unik-Indonesia-Yang-
Mirip-Dengan-
Barongsai#:~:text=Tari%20Singo%20Ulung%20adalah%20seni,dan%20juga%20temanya%2
0yang%20berbeda
https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fbondowosotourism.com%2F2019
%2F11%2F17%2Fpadepokan-seni-gema-
buana%2F&psig=AOvVaw1a9xg7WfeCQjIgo2UTgpPM&ust=1677590374859000&source=
images&cd=vfe&ved=0CBEQjhxqFwoTCMCC06Xltf0CFQAAAAAdAAAAABAE