Anda di halaman 1dari 28

TUGAS

KEPARIWISATAAN

Du susun oleh :

1. Catur Wulandari (06)


2. Lidia Nur Karisma (14)
3. Firda Bunga M (11)
4. Novita lailatul p (27)
5. Mita Puji Rahayu (20)
6. Siti Sulaiman (36)

SMK Negeri 1 karanganyar


Tahun Ajaran 2020 / 2021
KEPARIWISATAAN
BAB I
INDUSTRI PARIWISATA

Pengertian Industri Pariwisata


Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam
rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan
dalam penyelenggaraan pariwisata ( Undang-Undang Pariwisata no 10 tahun 2009)

Industri Pariwisata dapat diartikan sebagai


sehimpunan bidang usaha yang
menghasilkan berbagai jasa dan barang
yang dibutuhkan oleh mereka yang
melakukan perjalanan wisata. Menurut S.
Medlik, setiap produk, baik yang nyata
maupun maya yang disajikan untuk
memenuhi kebutuhan tertentu manusia, hendaknya dinilai sebagai produk industri.
Jika sejemput kesatuan produk hadir di antara berbagai perusahaan dan organisasi
sedemikian sehingga memberi ciri pada keseluruhan fungsi mereka serta
menentukan tempatnya dalam kehidupan ekonomi, hendaknya dinilai sebuah
industri.
Sebagaimana yang dikemukakan UNWTO (United Nations World Tourism
Organiation) dalam the International Recommendations for Tourism Statistics 2008,
Industri Pariwisata meliputi; Akomodasi untuk pengunjung, Kegiatan layanan
makanan dan minuman, Angkutan penumpang, Agen Perjalanan Wisata dan
Kegiatan reservasi lainnya, Kegiatan Budaya, Kegiatan olahraga dan hiburan.
UNWTO merupakan Badan Kepariwistaan Dunia dibawah naungan PBB.
Menurut Undang-Undang Pariwisata no 10 tahun 2009, Industri Pariwisata adalah
kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang
dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan
pariwisata.
A. SEJARAH PARIWISATA DI DUNIA

1. Sebelum Jaman Modern (Sebelum Tahun 1920) :


Adanya perjalanan pertama kali dilakukan oleh bangsa–bangsa primitif dari satu
tempat ke tempat lain dengan tujuan untuk kelangsungan hidup.
Tahun 400 sebelum masehi mulai dianggap modern karena sudah mulai ada
muhibah oleh bangsa Sumeria dimana saat itu juga mulai ditemukan huruf, roda,
dan fungsi uang dalam perdangangan. Muhibah wisata pertama kali dilakukan
oleh bangsa Phoenesia dan Polynesia untuk tujuan perdagangan.
Kemudian Muhibah wisata untuk bersenang–senang pertama kali dilakukan oleh
Bangsa Romawi pada abad I sampai abad V yang umumnya tujuan mereka
bukan untuk kegiatan rekreasi seperti pengertian wisata dewasa ini, tetapi
kegiatan mereka lebih ditujukan untuk menambah pengetahuan cara hidup,
sistem politik, dan ekonomi.
Tahun 1760–1850 terjadinya revolusi industri sehingga mengakibatkan
perubahan dalam kehidupan masyarakat, antara lain :
1. Dalam struktur masyarakat dan ekonomi Eropa terjadi pertambahan penduduk,
urbanisasi, timbulnya usaha–usaha yang berkaitan dengan pariwisata di kota–
kota industri, lapangan kerja meluas ke bidang industri, pergeseran
penanaman modal dari sektor pertanian ke usaha perantara seperti bank,
termasuk perdangan internasional. Hal–hal inilah yang menciptakan pasar
wisata.
2. Meningkatnya tehnologi transportasi/sarana angkutan.
3. Munculnya agen perjalanan. Biro perjalanan pertama kali di dunia adalah
Thomas Cook & Son Ltd. Tahun 1840 (Inggris) & American Express Company
Tahun 1841 (Amerika Serikat).
4. Bangkitnya industri perhotelan. Perkembangan sistem transportasi juga
mendorong munculnya akomodasi (hotel) baik di stasiun–stasiun kereta api
maupun di daerah tujuan wisata. Disamping akomodasi, banyak pula restoran
dan bar serta sejenisnya, seperti kedai kopi dan teh yang timbul akibat
urbanisasi.
5. Munculnya literatur–literatur mengenai usaha kepariwisataan, antara lain :
“Guide du Hotels to France” oleh Michelui ( 1900) dan “Guide to Hotels“ oleh
Automobile Association (1901).
6. Berkembangnya daerah–daerah wisata di negara Mesir, Italia, Yunani, dan
Amerika. Perjalanan tersebut diatur dan dikoordinasikan oleh Thomas Cook &
Son Ltd. pada sekitar permulaan abad ke 19, yaitu tahun 1861.

2. Pariwisata Di Dunia Modern


Yang dimaksud dengan dunia modern adalah sesudah tahun 1919. Dimana hal
ini ditandai dengan pemakaian angkutan mobil untuk kepentingan perjalanan
pribadi sesudah perang dunia I (1914– 1918).
Perang dunia I ini memberi pengalaman kepada orang untuk mengenal negara
lain sehingga membangkitkan minat berwisata ke negara lain.
Sehingga dengan adanya kesempatan berwisata ke negara lain maka
berkembang pula arti pariwisata internasional sebagai salah satu alat untuk
mencapai perdamaian dunia, dan berkembangnya penggunaan sarana angkutan
dari penggunaan mobil pribadi ke penggunaan pesawat terbang berkecepatan
suara.
Pada tahun 1914, perusahaan kereta api di Inggris mengalami keruntuhan dalam
keuangan sehingga diambillah kebijaksanaan sebagai berikut ini : “Kereta api
yang bermesin uap diganti menjadi mesin diesel dan mesin bertenaga listrik serta
Pengurangan jalur kererta api yang kurang menguntungkan”.
Pada masa ini pula timbul sarana angkutan bertehnologi tinggi, seperti mobil dan
pesawat sebagai sarana transportasi wisata yang lebih nyaman serta lebih cepat.

3. Perkembangan Sarana Angkutan Di Abad XX


Pada abad ini, sejarah perkembangan pariwisata banyak dipengaruhi oleh
perkembangan sarana angkutan, yakni :
1. Motorisasi, Merupakan sarana angkutan yang berkekuatan motor tenaga listrik
sebagai pengganti mesin bertenaga uap.
Akibat dari motorisasi ini adalah galaknya wisata domestik, tumbuhnya
penginapan–penginapan di sepanjang jalan raya, munculnya pengusaha–
pengusaha bus wisata (coach) tahun 1920, dan munculnya undang–undang
lalu lintas di Inggris tahun 1924– 1930.
2. Pesawat udara, Sebelum perang dunia II pesawat udara dipakai hanya untuk
kepentingan komersial, seperti pengangkutan surat–surat pos, paket-paket,
dan lain–lain.
Tetapi sejak tahun 1963 mulai diperkenalkan paket perjalanan wisata dengan
menggunkan pesawat terbang, seperti pesawat supersonik dan concorde
dimana perjalanan dapat ditempuh dengan nyaman dan waktu yang relatif
singkat.
3. Timbulnya agen perjalanan, agen perjalanan umum, dan industri akomodasi.
Hal ini banyak disebabkan karena meningkatnya pendapatan per kapita
penduduk terutama di negara–negara maju, seperti Eropa, Amerika, Jepang,
dan negara lainnya; dan naiknya tingkat pendidikan masyarakat yang
mempengaruhi rasa ingin tahu terhadap negara–negara luar.

B. Sejarah pariwisata Indonesia


Siapa sangka, ternyata sejarah pariwisata di Indonesia dimulai sejak masa
kolonial. Kegiatan wisata pertama kali diadakan pada masa kolonial.

Saat itu pariwisata di Indonesia mulai menunjukan aktivitasnya sejak tahun 1910-
1920. Pada tahun tersebut seiring dengan dikeluarkannya keputusan Gubernur
Jenderal Belanda bernama VTV (Vereneiging Touristen Verker) dibukalah
kegiatan berwisata ke Hindia Belanda (Indonesia-sekarang).

Pada awalnya kebijakan VTV ini dibentuk dari meningkatnya perdagangan antara
dunia Eropa dengan negara-negara di Asia termasuk Indonesia.

Mereka menggunakan lautan Hindia menjadi jalur yang sering dilewati oleh
orang-orang asing yang pergi dengan berbagai alasan yang berbeda-beda atau
sesuai dengan keperluan masing-masing, misalnya perdagangan.

Akan tetapi seiring dengan berkembangnya zaman, banyak di antara orang-orang


Eropa berkunjung ke Indonesia terlepas hanyak untuk melakukan transaksi
perdagangan. Mereka ingin berwisata ke beberapa tempat yang ada di Indonesia
C. Mamahami Pariwisata
Pengertian Pariwisata dan Kepariwisataan

Untuk memahami menganai Pemasaran Kepariwisataan (Tourism Marketing),


alangkah baiknya kita memahami terlebih dahulu apa itu pengertian pariwisata dan
kepariwisataan itu sendiri. Dan untuk memahami mengenai kepariwisataan saya
akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian kegiatan wisata, dan
pengertian pariwisata, karena berbicara mengenai kepariwisataan, kita tidak akan
lepas dari pembahasan mengenai ke-dua hal tersebut.

Pengertian Kegiatan Wisata (Tour)


Kegiatan wisata merupakan suatu kegiatan perjalanan baik individu maupun grup
dari tempat tinggal menuju suatu tempat tertentu untuk mendapatkan pengalaman
diluar aktivitas kesehariannya (seperti: bekerja, sekolah, mengurus rumah tangga dll)
dalam waktu yang sementara. Dari pengertian mengenai kegiatan wisata tersebut
terlihat beberapa komponen penting yang menjadikan proses tersebut terjadi.
Komponen-komponen tersebut adalah: tempat tinggal, perjalanan, pelaku perjalanan
wisata, dan tempat tujuan. Gambar berikut merupakan suatu model yang dapat
memperlihatkan keterkaitan antar komponen tersebut.

Gambar: Model Kegiatan Wisata

Dari gambar tersebut dapat diartikan bahwa kegiatan wisata dilakukan bukan di
rumah atau di kediaman si pelaku kegiatan melainkan di suatu tempat tujuan
tertentu, sehingga kegiatan tersebut memerlukan proses perjalanan, baik
menggunakan media (transportasi darat/laut/udara) maupun tidak. Oleh karena itu
terdapat keterkaitan antara kegiatan wisata dengan kegiatan perjalanan (travel).
Keterkaitannya adalah bahwa kegiatan wisata termasuk dalam kegiatan perjalanan,
tetapi tidak semua kegiatan perjalanan merupakan kegiatan wisata. Kalau dilihat dari
sisi ekonomi, kegiatan wisata merupakan kegiatan proses konsumsi terhadap suatu
produk yang dilakukan oleh pelaku wisata dimulai dari tempat tinggalnya,
diperjalanan dan ditempat tujuannya. Produk yang dikonsumsi tersebut merupakan
suatu pengalaman total (total experiences) yang diperoleh oleh pelaku perjalanan
wisata dalam proses konsumsinya tersebut. Sementara itu, pengalaman berwisata
dapat dibagi menjadi dua yaitu pengalaman yang bersifat explisit dan dan
pengalaman yang bersifat implisit.

 Pengalaman eksplisit yaitu pengalaman yang diperoleh oleh pelaku wisata dari


sensoriknya atau dari proses penginderaannya seperti yang terlihat oleh mata, yang
terdengar oleh telinga, yang tercium oleh hidung, yang terasa oleh lidah dan badan.
 Pengalaman implisit yaitu pengalaman yang diperoleh oleh pelaku wisata dari
psikisnya, seperti yang terekam oleh otaknya (kognitif), yang terasa oleh
perasaannya (afektif) atau hasil dari proses keduanya, yaitu yang dapat
mengakibatkan kecenderungan bertindak atau berperilaku (psikomotor).

Sementara itu, terdapat tiga komponen penting yang membuat proses konsumsi
terhadap suatu pengalaman berwisata itu terjadi, yaitu:

 Daya tarik wisata: segala sesuatu yang menarik dan menghasilkan pengalaman
kepada pelaku perjalanan wisata, baik secara pasif maupun aktif, contoh: keindahan
pantai, suasana pegunungan, gerhana, pentas seni, event olahraga, karnaval,
menunggangi kuda, mendaki gunung, berselancar, bercengkrama dengan
masyarakat, dll.
 Sarana penunjang wisata: segala
sesuatu yang dapat memfasilitasi
kegiatan wisata baik yang dapat diindera
(tangible) maupun yang tidak dapat
diindera (intangible), contoh: jasa
transportasi, akomodasi, makan/minum,
toilet, pramuwisata (guide), informasi dll.
 Infrastruktur/prasarana: segala
sesuatu yang merupakan penunjang
utama terselenggaranya proses kegiatan wisata dan kegiatan non wisata, contoh:
jaringan jalan, bandara, terminal, pelabuhan, air bersih, listrik, telekomunikasi, dll

D. Memahami industri Pariwisata

Pengertian Industri Pariwisata

Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam


rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan
wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata ( Undang-Undang Pariwisata no
10 tahun 2009)

 Elemen Industri Pariwisata

Sumberdaya Pariwisata
 Sumberdaya alam
 Sumberdaya Manusia
 Sumberdaya ciptaan manusia

Fasilitas Hiburan dan Olahraga


 Fasilitas rekreasi dan kebudayaan
 Fasilitas olahraga

Prasarana umum dan Pariwisata


 Alat komnunikasi dan perjalanan
 Instalasi sosial
 Instalasi dasar
 Telekonunikasi

Pelayanan Penerimaan Pariwisata


 Agen dan biro perjalanan
 Kantor promosi dan kontor perwakilan
 Pelayanan informasi pengunjung
Penyewaan kendaraan
 Pramuwisata dan petugas interpretasi
Fasililitas Penerimaan
 Hotel, wisma tamu, desa dan kota
Kondomonium
 Tempat pemukiman lainnya
 Pemukiman untuk kebutuhan perorangan
 Isntalasi untuk pelayanan makan dan minum

E. Ciri-ciri industri pariwisata


Menurut Oka A.Yoeti (2008) pariwisata memiliki enam ciri-ciri antara lain:

a. Service Industry 
Perusahaan yang membentuk industri pariwisata adalah perusahaan jasa (service
industry) yang masing-masing bekerja sama menghasilkan produk (good and
services) yang dibutuhkan wisatawan selama dalam perjalanan wisata pada daerah
tujuan wisata.
Pengertian-pengertian yang terkandung dalam services industry antara lain:

 Penyediaan jasa-jasa pariwisata (tourist supply) berlaku pula hukum ekonomi


dan tidak terlepas dari permasalahan permintaan (demand) dan penawaran
(supply). 
 Penawaran (supply) dalam industri pariwisata tidak tersedia bebas akan tetapi
diperlukan pengolahan dan pengorbanan (biaya) untuk memperolehnya. 

b. Labor Intensive 
Yang dimaksud dengan labor intensive pariwisata sebagai suatu industri adalah
banyak menyerap tenaga kerja. Dalam suatu penelitian mengatakan beberapa
persen dari belanja wisatawan pada suatu daerah wisata digunakan untuk
membayar upah dan gaji (wages and salaries).

c. Capital Intensive 
Industri pariwisata sebagai capital intensive adalah untuk membangun sarana dan
prasarana industri pariwisata diperlukan modal yang besar untuk investasi, akan
tetapi dilain pihak pengembalian modal yang diinvestasikan itu relatif lama
dibandingkan dengan industri manufaktur lainnya.

d. Sensitive 
Industri pariwisata sangat peka terhadap keamanan (security) dan kenyamanan
(comfortably). Dalam melakukan perjalanan wisata tidak seorang pun wisatawan
yang mau mengambil resiko dalam perjalanan yang dilakukan. Sebagai contoh
ketika terjadi ledakan bom di Bali kunjungan wisatawan mancanegara ke Bai turun
merosot hingga hotel, restoran dan toko cenderamata menutup usahanya.

e. Seasonal 
Industri pariwisata sangat dipengaruhi oleh musim, bila pada masa musim liburan
(peak season) semua kapasitas akan terjual habis dan sebaliknya pada masa
musim libur selesai (off-season) semua kapasitas terbengkalai (idle) karena sepi
pengunjung.

f. Quick Yielding Industry 


Dengan mengembangkan pariwisata sebagai suatu industri, devisa (foreign
exchange) akan lebih cepat jika dibandingkan dengan kegiatan ekspor yang
dilakukan secara konvensional. Devisa yang diperoleh langsung pada saat
wisatawan melakukan perjalanan wisata, karena wisatawan harus membayar semua
kebutuhannya mulai dari akomodasi hotel, makanan dan minuman, transportasi
lokal, oleh-oleh atau cenderamata, hiburan city sightseeing dan tours. Semuanya
dibayar dengan valuta asing yang tentunya ditukarkan di money changer atau bank
BAB II
WISATAWAN

Pengertian Wisatawan

Wisatawan memiliki beragam motif, minat, ekspektasi, karakteristik sosial, ekonomi,


budaya, dan sebagainya (Heher: 2003). Dengan motif dan latar belakang yang
berbeda-beda itu mereka menjadi pihak yang menciptakan permintaan produk dan
jasa wisata. Peran ini sangat menetukan dan sering diposisikan sebagai jantung
kegiatan pariwisata itu sendiri.

Wisatawan adalah orang yang mengadakan perjalanan dari tempat kediamannya


tanpa menetap di tempat yang didatanginya atau hanya untuk sementara waktu
tinggal di tempat yang didatanginya. Organisasi Wisata Dunia (WTO), menyebut
wisatawan sebagai pelancong yang melakukan perjalanan pendek. Menurut
organisasi ini, wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan ke sebuah
daerah atau negara asing dan menginap minimal 24 jam atau maksimal enam bulan
di tempat tersebut (Soekadijo: 1997).

Wisatawan adalah konsumen atau pengguna produk dan layanan. Perubahan-


perubahan yang terjadi dalam kehidupan mereka berdampak langsung pada
kebutuhan wisata, yang dalam hal ini permintaan wisata.

Ciri-ciri wisatawan adalah :

 Melakukan suatu perjalanan di luar tempat tinggal, sehubungan dengan


berbagai keperluan seperti rekreasi, liburan, kesehatan, pendidikan, tugas-
tugas, pekerjaan, usaha bisnis, kesenian, ilmu pengetahuan, ibadah, olahraga
dan pameran.
 Melakukan perjalanan dan persinggahan di tempat lain untuk sementara waktu
tanpa bermaksud untuk memperoleh pengasilan tetap ditempat yang
dikunjungi.
Pengertian wisatawan menurut Pendit (2002) yaitu :

 Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan untuk bersenang-senang,


untuk keperluan pribadi, untuk keperluan kesehatan dan sebagainya.
 Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan untuk maksud menghadiri
pertemuan, konferensi, musyawarah, atau di dalam hubungan sebagai utusan
berbagai badan/organisasi (ilmu pengetahuan, administrasi, diplomatik,
olahraga, keagamaan, dan sebagainya).
 Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan dengan maksud bisnis.
 Pejabat pemerintah dan orang-orang militer beserta keluarganya yang
mengadakan perjalanan ke negeri lain.

Wisatawan dapat diklasifikasikan dengan menggunakan berbagai dasar, yaitu atas


dasar interaksi dan atas dasar kognitif normatif (Murphy: 1985). Pada tipologi atas
dasar interaksi, penekanannya adalah sifat-sifat interaksi antara wisatawan dengan
masyarakat lokal. Sedangkan tipologi atas dasar konitif-normatif lebih menekankan
pada motivasi yang melatarbelakangi perjalanan.

Cohen (1972) mengklasifikasikan wisatawan atas tingkat familiarisasi dari daerah


yang akan dikunjungi, serta tingkat pengorganisasian perjalanan wisatanya. Atas
dasar ini, Cohen menggolongkan wisatawan menjadi empat, yaitu :

 Drifter, adalah wisatawan yang ingin mengunjungi daerah yang sama sekali


belum diketahuinya, yang berpergian dalam jumlah kecil.
 Explorer, adalah wisatawan yang melakukan perjalanan dengan mengatur
perjalanannya sendiri, tidak mau mengikuti jalan-jalan wisata yang sudah
umum melainkan mencari hal yang tidak umum.
 Individual mass tourist, adalah wisatawan yang menyerahkan pengaturan
perjalanannya kepada agen perjalanan, dan mengunjungi daerah tujuan wisata
yang sudah terkenal.
 Organized mass tourist, adalah wisatawan yang hanya mau mengunjungi
daerah tujuan wisata yang sudah terkenal, dengan fasilitas seperti yang dapat
ditemuinya di tempat tinggalnya, dan dalam perjalanan selalu dipandu oleh
pemandu wisata.
A. Memahami Wisatawan
Motivasi Orang Melakukan Perjalanan Wisata : Motif Pendorong (Push
Motives)
Keinginan untuk melarikan/ melepaskan diri dari di lingkungan rumah muncul
sebagai dorongan motif terkuat pertama bagi pengunjung wisata. Mengacu pada
fenomena dorongan ini merupakan gagasan seseorang melakukan
perjalanan untuk menjauh dari lingkungan semula. Orang yang melarikan/
melepaskan diri itu bervariasi, pada sebagian besar orang ingin melakukan
perjalanan untuk menjauh dari situasi dan kondisi kehidupan sehari-
hari yang membosankan. Ketika paket perjalanan yang disediakan oleh
perusahaan dengan layanan pariwisata yang cepat, nyaman dan relatif murah ini
menjadi kesempatan untuk melakukan perjalanan wisata – dalam konteks ini
ada perbedaan yang signifikan antara motif travel dan motif liburan:

Berwisata Alam

B. Motivasi Perjalanan
 Pertama; banyak orang yang menggunakan traveler sebagai jeda dari
tekanan kehidupan sehari-hari yang membosankan: Kedua, pariwisata
sebagai kebutuhan dan atau keinginan individu atau kelompok
atau masyarakat untuk melakukan perjalanan bersama  keluarga atau
komitmen tahunan untuk melakukan hal-hal tertentu di destinasi (tempat
tujuan wisata), misalnya merayakan ulang tahun, atau sekedar jalan-jalan,
mengunjungi pub dan klub, menghadiri acara-acara,
dan menyaksikan atraksi lainnya – mereka ini lebih menekankan
pada releksasi atau bersenang-senang
 Motif yang paling populer kedua untuk melakukan perjalanan
adalah keinginan untuk memenuhi kebutuhan sosial. Ini adalah motif
dorongan umum dalam banyak literatur motivasi. Motif sosial dibedakan
menjadi dua kategori utama: peningkatan hubungan kekerabatan dan
fasilitasi interaksi sosial. Keinginan untuk meningkatkan atau memperkaya
hubungan keluarga, sedangkan yang kedua merupakan kebutuhan untuk
"bertemu orang baru di lokasi wisata yang berbeda."kedua motif ini
diklasifikasikan sebagai sosialisasi internal dalam komunitas,
dan sosialisasi eksternal di luar komunitas.
Dalam perjalanan wisata, keinginan untuk meningkatkan hubungan dalam
konteks mitra, pasangan atau orang dewasa lainnya, berbeda dengan liburan di
mana peningkatan hubungan sebagian besar melibatkan unit keluarga yang
lebih luas termasuk anak-anak. kesempatan untuk berkumpul bersama dan
menghabiskan "waktu yang berkualitas" sebagai sebuah keluarga. Demikian
pula, perbedaan antara jenis liburan dalam kaitannya dengan sosialisasi
eksternal. Pariwisata menawarkan kesempatan untuk bertemu dan berinteraksi
dengan penduduk setempat (hosting),  bersosialisasi eksternal seperti itu jelas
merupakan fitur penting dari sebuah liburan.
1. Karakteristik Wisatawan
Berbagi bujet untuk mengurangi pos pengeluaran Sebanyak 42 persen milenial
mengaku menggunakan aplikasi
sharing economy, biasanya untuk
transportasi dan akomodasi. Milenial
yang banyak melakukan sharing
economy lewat digital saat berwisata
kebanyakan berasal dari India dan
paling terendah dari Jepang. Sedangkan wisatawan generasi milenial dari
Indonesia paling tertarik dengan rekomendasi yang bisa membuat perjalanan
mereka lebih nyaman (35 persen), diikuti oleh rekomendasi yang dapat
memberikan pengalaman baru bagi mereka (30 persen). Mayoritas milenial
Indonesia memilih dihubungi lewat media sosial (34 persen) untuk informasi
wisata, ketimbang lewat email (19 persen).
2. Keluarga dan teman memberi pengaruh
untuk berwisata Sebagian besar milenial
Indonesia menjawab keluarga dan teman,
diikuti oleh situs-situs booking online atau
perjalanan, dan kanal-kanal media sosial.
Hal yang cukup mengejutkan adalah milenial menempatkan selebriti dan
influencer di posisi paling bawah, bahkan lebih rendah dibandingkan brosur
dan petunjuk perjalanan.
3. Wisatawan yang berani Dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya,
milenial memiliki kecenderungan kecil untuk menghindari destinasi yang
menjadi tempat serangan teror, politis atau demonstrasi sosial, atau destinasi
yang mungkin akan terkena bencana alam seperti gempa bumi. Sementara 59
persen generasi baby boomer akan menghindari destinasi yang mungkin akan
terkena bencana alam. Hanya 51 persen milenial yang berpendapat sama.
4. Milenial tak selalu terbuka dengan
informasi baru Riset ini menemukan
bahwa milenial Taiwan (76 persen) dan
Indonesia (75 persen) adalah yang
paling terbuka terhadap informasi
penyedia perjalanan. Sementara milenial dari Jepang (33 persen) dan
Selandia Baru (45 persen) adalah yang paling tertutup dengan informasi
penyedia perjalanan.

C. Profil Wisatawan
Profil wisatawan mengacu pada sifat tertentu dari tipe wisatawan yang berbeda,
yang khususnya dihubungkan dengan kebiasaan perjalanan, tuntutan, dan
kebutuhannya. Beberapa kategori wisatawan telah disebutkan pada bagian
sebelumnya, dan dalam bagian ini kita akan mempetimbangkan ke dalam lima hal
penting mengenai kelompok wisatawan secara lebih mendetail.

1. Perancis
 Sangat tertarik pada kebudayaan meliputi gaya hidup tradisional, tari – tarian,
drama, musik, kesenian, upacara keagamaan, dan desa tradisional yang
belum terjamah.
 Sangat tertarik mengunjungi dan mempelajari tentang atarksi wisata yang
khusus seperti tempat arkheologi, pura – pura tua, dan lebih menyenangi
tempat – tempat tepencil dan kurang komersiil.
• Diantara barang – barang yang dibeli, khususnya menyenangi kerajinan
tangan dan barang antik.
• Sangat aneh dan lambat memilih segala sesuatu yang akan ibeli, dan teliti
memilih restoran.
• Ramah, disiplin, tahu tingkah laku yang baik, dan tunduk kepada aturan
lokal.
• Suka berbicara dengan bahasanya sendiri dan lebuh suka pemandu wisata
berbahasa Prancis meskipun ia bisa
berbahasa Inggris.
• Cenderung berpakaian yang
mencerminkan keindividuan, kadang –
kadang berpakaian yang agak aneh.
• Agak suka mencari kesalahan dan
sukar untuk ditangani.

2. Jerman
• Tertarik pada kebudayaan, upacara keagamaan, tari – tarian , tempat bersejarah,
pemandangan indah, dan suka membandingkan tradisi dari tempat- tempat yang
berbeda.
• Sangat tertarik mendengarkan penjelasan guide dan ingin mengetahui segala
sesuatu secara detail.
• Diantara barang – barang belanja, sangat menyukai ukiran kayu dan batu.
• Dapat menerima berbagai fasilita dan jasa.
• Memiliki tingkah laku yang sopan dan hati – hati, memberi komentar yang jujur dan
langsung terhadap pengalaman.
• Pada umumnya suka tour dengan group yang berasal dari negaranya, kadang –
kadang menjadi masalah bila digabung dengan yang lain.
3. Inggris

 • Tertarik dengan kekhasan kebudayaan


tradisional dan keindahan pantaai.
• Bertingkah laku baik, sopan, dan
cukup ramah namun tidak terbuka sperti
orang Eropa lainnya yang memiliki
kebebasan yang tinggi.
• Individualistis dan bebas, serta tidak
suka tour bergroup, mereka lebih suka travel sendiri.
• Sangat berhati – hati dalam pengeluaran uang bisanya mereka tidak tinggal
di hotel – hotel mewah.
• Pada umumnya orang Inggris adalh orang yang berdisiplin, tinggi hati, terlalu
individualistis, secara psikologis mereka angat peraya diri, dan memiliki siifat
pendiam.

4. Italia

 • Menyukai pola – pola budaya tradisional dan tempat yang romantis, seperti
pantai dan lambaian pohon palmnya.
• Terbuka, suka bicara, romantis, ekspresif, dan agak cerewet.
• Tidak begitu disiplin, kadang-kadang susah diatur namun mereka cepat
menyesuaikan diri dengan situasi setempat.
• Menyenangi hotel dan tempat – tempat mewah serta dangat hati – hati
dalam hal menggunakan uang.
• Memerlukan pemandu wisat ayang mengerti bahasa Italia.
• Pada umumnya orang Itaalia sangat terbuka, romantis, ramah, namun
kurang disiplin dengan tradisi historis yang kuat dalam hal apresiasi terhadap
karya seni.
5. Belanda
• Memiliki hubungan historis yang erat dengan Indonesia,senang mengunjungi
• tempat dimana mereka bekerja dan tinggal, dan daerah yang telah mereka
dengar
• dari teman/famili atau yang pernah dipelajari dari sekolah.
• Sangat tertarik akan pola – pola kebudayaan dan keindahan pantai serta
• pemandangan, termasuk gaya pengembangan masa kini.
• Cenderung menginginkan informasi yang jelas dan tepat , sebaliknya
mereka akan kecewa bila informasinya tidak jelas.
• Ramah dan suka humor, tetapi biasanya mereka tidak jujur dan terbuka
dalam komentar da menanggapi sesuatu.
• Memperhatikan kesehatandan kebersihan, terutama dalam hal makanan dan
minuman.
• Secara keseluruhan orang Belanda adalah orang yang berdisiplin, mudah
diatur dengan informasi mengenai tempat – tempat wisata yang khusu
mengingat hubungan historis Belanda dengan Indonesia.
 6. Orang amerika utara (usa dan canada)
 • Senang dengan aspek – aspek yang mendetail dari suatu kebudayaan
speerti tari –tarian, upacara – upacara, sebaliknya tidak begitu tertarik kapada
pola – pola kkebudayaan. Suka akan pemandangan alam yang indah juga
kepada pola – pola perkembangan masa kini.
• Sennag dengan hotel mewah dan pelayanan yang baik serta transportasi
yang nyaman .
• Sangat memperhatikan kebersihan dan kesehatan terutama makanan dan
minuman.
• Tidak suka perjalanan yang lama, mereka lebih menyukai perjalanan yang
singkat, dan bergerak cepat dan tepat.
• Terbuka, jujur, dan langsung dalam berkomentar serta tanggap terhadap
pelayanan, dan fasilitas yang diperoleh.
• Sopan santun dan bertingkah laku baik dan formal, tapi pada umumnya
mereka ramah.
• Mudah diatur jika mereka menerima pelayanan dan fasilitas yang
menyenangkan.
• Secara keseluruhan orang Amerika kurang mendalami apresiasi budaya
dibandingka dengan orang Eropa. Mereka jujur, terbuka, ramah, namun
sangat menginginkan pelayanan dan fasilitas yang berkwalitas serta
menyenangkan.

7. Australia
 • Suka dengan kebudayaan tradisional dan kegiatan di pedesaan, di pantai
(terutama anak muda), tetapi tidak tertarik mendalami kebudayaan karena
sudah tahu banyak tentang Indonesia.
• Ramah, tidak bertele – tele, suka humor, dan mudah bergaul dengan
penduduk setempat
• Lebih suka melakukan perjalanan sendiri, tetapi jika tour mereka tanggap
akan semua informasi yang diberikan oleh pemanud wisata. Suka dengan tour
yang harganya murah.
• Menerima dan suka dengan pelayanan serta fasilitas yang sederhana.
• Secara keseluruhan mereka terbuka, ramah, tidak bertele – tele, dan
individualistis. Kadang – kadang mereka berbicara agak keras namun mudah
beradaptasi dan toleran terhadap berbagai situasi.

8. Jepang

 • Tidak begitu tertarik terhadap pola – pola kebudayaan dan pertunjukan untuk
wisatawan. Mereka ikut tour untuk melihat tempat sepintas saja, oleh karena
itu tour dan lama tinggal mereka sangat singkat.
• Mereka senang tour bergroup, selalu mengikuti jadeal tour dan jarang
membatalkan perjanjian yang telah dibuat.
• Mereka mudah diatur dan disiplin, tetapi ribut/cerewet dan kasar terhadap
orang lain selain groupnya.
• Lebih suka makanan Jepang, tetapi juga senang dengan makanan Eropa.
• Suka membeli dengan barang – barang prosuksi lokal dan tidak suka
menawar.
• Suka hotel mewah dan pelayanan yang memuaskan, akan tetapi mereka
akan menerima hotel dan pelayanan yang murah jika mereka telah
diinformasikan sebelumnya.
• Perlu pemandu wisata yang berbahasa Jepang, dan tidak perlu informasi
yang rinci.
• Suka akan kehidupan malam dan perempuan
• Suka fotografi dan perlu wakktu khusus untuk itu dalam tour.
• Tidak menuntut secara langsung (selalu bilang “ya) elama perjalanan, tetapi
akan komplin setelah tiba di negaraanya.
• Secara keseluruhan orang Jepang disiplin, suka tour bergroup,
berkepribadian terttutup, tidak suka basa – basi, tetapi mudah diatur dalam
group mereka sendiri. Disamping itu mereka menginginkan pelayanan dan
fasilitas yang bermutu tinggi.

9. Singapura

 • Tertarik terutama terhadap atraksi alam dan pola perkembangan masa kini,
da minatnya sedikit terhadap kebudayaan.
• Beberapa orang Singapura suka dengan perjudian dan kehidupan malam.
• Suka membeli bermacam – macam produk lokaltermsuk makanan.
• Menerimaa pelayanan dan akomodasi yang sederhana, tidak begitu
memperhatikan maslah kesehatan dan kebersihan.
• Sangat mudah diatur dalam perjalanan tour bergroup.
• Mereka umumya sudah tahu tentang Indonesia.
• Secara keseluruhan orang Singapura memiliki latar belakang etika China
juga pengaruh kuat dari Eropa, tidak terlalu menuntut masalah kwalitas
pelayanan, di samping itu wisatawan Singapura sangat suka berbelanja.

10. Malaysia

 • Amat tertarik dengan keindahan alam termasuk pantai – pantai dan pola
perkembangan masa kini. Tidak begitu berminat terhadap kebudayaan dan
kesenian.
• Beberapa orang Malaysia memiliki hubungan keluarga dan suku dengan
orang Indonesia terutama Sumatra. Mereka datang untuk mengunjungi teman,
keluarga, serta tempat tinggal aslinya.
BAB III

DAMPAK INDUSTRI PARIWISATA

Dampak ini dapat dilihat dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yang dihasilkan dari
kegiatan yang secara langsung terkait dengan kegiatan pariwisata seperti hotel,
agen perjalanan, maskapai penerbangan dan tur operator atau restoran dan kegiatan
lainnya yang diperuntukkan untuk memfasilitasi pengunjung dalam melakukan
kegiatan wisata. Steck (2010) mengungkapkan enam saluran yang dapat
menciptakan dampak ekonomi dari kegiatan pariwisata:

1. Penjualan Langsung Barang & Jasa: pengecer (ritel) di destinasi wisata dapat
menjual produk dan layanan mereka langsung ke wisatawan (seperti: suvenir atau
makanan), langsung dapat mengambil keuntungan secara moneter dari kegiatan
wisata tersebut.
2. Pendirian Bisnis Pariwisata: tingkat kegiatan pariwisata yang tinggi (atau meningkat)
dapat mengarah pada pembentukan bisnis pariwisata baru, menciptakan peluang
kerja baru, dll.

Tidak langsung:

1. Modal Investasi Pariwisata: Termasuk investasi modal dalam semua sektor yang
terlibat langsung dalam industri pariwisata serta pengeluaran oleh bisnis di sektor
lain pada aset pariwisata seperti transportasi atau akomodasi.
2. Pengeluaran Pemerintah untuk Pariwisata: Pengeluaran pemerintah untuk
mendukung sektor pariwisata yang dapat mencakup belanja nasional dan lokal.
Kegiatan ini meliputi promosi pariwisata, layanan pengunjung, administrasi dll.
3. Efek Rantai Pasokan: Ini mewakili pembelian barang dan jasa domestik, sebagai
input untuk produksi output akhir mereka oleh bisnis dalam sektor pariwisata.

A. Terhadap Perekonomian

 Memberikan kesempatan kerja/memperkecil pengangguran


 Peningkatan penerimaan pajak dan retribusi daerah
 Meningkatkan Pendapatan Nasional (National Income)
 Memperkuat Posisi Neraca Pembayaran (Net Balance Payment)
 Memberikan efek multiplier dalam perekonomian DTW (daerah tujuan wisata)

B. Terhadap Lingkungan
 Lingkungan adalah semua benda dan kondisi termasuk manusia dan kegiatan
mereka (Darsono, 1995). Dan semua benda dan kondisi termasuk didalamnya
manusia dan aktifitasnya, yang terdapat dalam ruang dimana manusia berada
dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan hidup dan jasad
renik lainnya (Siti Munajat, 1995).
 Dalam pariwisata lingkungan yaitu segala sesuatu yang dapat mempengaruhi
perubahan dari suatu bentuk fisik alam, budaya, maupun sosial yang telah
terjadi dan yang akan terjadi baik dampak positif maupun negatif disuatu
wilayah akibat adanya pembangunan atau aktivitas pariwisata (Darsono,
1995).
C. Terhadap Kebudayaan

 Dampak terhadap keterkaitan dan keterlibatan antara masyarakat setempat


dengan masyarakat yang lebih luas, termasuk tingkat otonomi atau
ketergantungannya;
 Dampak terhadap hubungan interpersonal antara anggota masyarakat;
 Dampak terhadap dasar-dasar organisasi/kelembagaan sosial;
 Dampak terhadap migrasi dari dan kedaerah pariwisata;

C. Terhadap Sosial

 Dampak terhadap ritme kehidupan sosial masyarakat;


 Dampak terhadap pola pembagian kerja;
 Dampak terhadap stratifikasi dan mobilitas sosial;
 Dampak terhadap distribusi pengaruh dan kekuasaan;
 Dampak terhadap meningkatnya penyimpangan-penyimpangan sosial;
 Dampak terhadap bidang kesenian dan adat istiadat.
C. Terhadap Politik

 Sumber Pajak & Pungutan: bisnis pariwisata berkontribusi terhadap


pendapatan nasional melalui pajak, sementara pengunjung dapat dikenakan
pajak secara langsung, seperti melalui visa atau pajak penambahan nilai
(PPN), dll.
 Investasi dalam Infrastruktur: karena sektor pariwisata dapat meningkatkan
kebutuhan pada infrastruktur yang pada gilirannya mendorong investasi dalam
infrastruktur baik oleh pelaku swasta maupun oleh sektor publik.
BAB IV

MODEL DASAR PENGEMBANGAN PARIWISATA

PENGEMBANGAN PARIWISATA

Perencanaan dan pengembangan pariwisata merupakan suatu proses yang


dinamis dan berkelanjutan menuju ketataran nilai yang lebih tinggi dengan cara
melakukan penyesuaian dan koreksi berdasar pada hasil monitoring dan evaluasi
serta umpan balik implementasi rencana sebelumnya yang merupakan dasar
kebijaksanaan dan merupakan misi yang harus dikembangkan. Perencanaan dan
pengembangan pariwisata bukanlah system yang berdiri sendiri, melainkan terkait
erat dengan sistem perencanaan pembangunan yang lain secara inter sektoral dan
inter regional.

Menurut Robert (Toety, 1990). Kelincahan dalam berusaha harus dilakukan


agar pendapatan selama musim kedatangan wisatawan bisa menjadi penyeimbang
bagi musim sepi wisatawan. Pengaruh yang ditimbulkan oleh pariwisata terhadap
ekonomi ada dua ciri, pertama produk pariwisata tidak dapat disimpan, kedua
permintaanya sangat tergantung pada musim, berarti pada bulan tertentu ada
aktivitas yang tinggi, sementara pada bulan-bulan yang lain hanya ada sedikit
kegiatan.
 A. Konsep Pengambangan Pariwisata

 Perencanaan pariwisata haruslah di dasarkan pada kondisi dan daya dukung


dengan maksud menciptakan interaksi jangka panjang yang saling
menguntungkan diantara pencapaian tujuan pembangunan pariwisata,
peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat, dan berkelanjutan daya
dukung lingkungan di masa mendatang (Fandeli,1995). Indonesia sebagai
negara yang sedang berkembang dalam tahap pembangunannya, berusaha
membangun industri pariwisata sebagai salah satu cara untuk mencapai
neraca perdagangan luar negeri yang berimbang. Pengembangan
kepariwisataan saat ini tidak hanya untuk menambah devisa negara maupun
pendapatan pemerintah daerah. Akan tetapi juga diharapkan dapat
memperluas kesempatan berusaha disamping memberikan lapangan
pekerjaan baru untuk mengurangi pengangguran. Pariwisata dapat menaikkan
taraf hidup masyarakat yang tinggal di kawasan tujuan wisata tersebut melalui
keuntungan secara ekonomi, dengan cara mengembangkan fasilitas yang
mendukung dan menyediakan fasilitas rekreasi, wisatawan dan penduduk
setempat saling diuntungkan. Pengembangan daerah wisata hendaknya
memperlihatkan tingkatnya budaya, sejarah dan ekonomi dari tujuan wisata.

B. Model dasar Pengembangan Pariwisata


 Pariwisata bukan saja sebagai sumber devisa, tetapi juga merupakan faktor
dalam menentukan lokasi industri dalam perkembangan daerah-daerah yang
miskin sumber-sumber alam sehingga perkembangan pariwisata adalah salah
satu cara untuk memajukan ekonomi di daerah-daerah yang kurang
berkembang tersebut sebagai akibat kurangnya sumber-sumber alam (Yoeti,
1997). Gunn (1988), mendefinisikan pariwisata sebagai aktivitas ekonomi
yang harus dilihat dari dua sisi yakni sisi permintaan (demand side) dan sisi
pasokan (supply side). Lebih lanjut dia mengemukakan bahwa keberhasilan
dalam pengembangan pariwisata di suatu daerah sangat tergantung kepada
kemampuan perencana dalam mengintegrasikan kedua sisi tersebut secara
berimbang ke dalam sebuah rencana pengembangan pariwisata.

C. Peran pemerintah dalam pengembangan pariwisata
 Dalam melaksanakan pembangunan prasarana wisata diperlakukan
koordinasi yang mantang antara instansi terkait bersama dengan instalasi
pariwisata di berbagai tingkatan. Dukungan instansi terkait dalam membangun
prasarana wisata sangat diperlukan bagi pengembangan pariwisata di daerah.
Koordinasi di tingkat perencanaan yang dilanjutkan dengan koordinasi di
tingkat pelaksanaan merupakan modal utama suksesnya pembangunan
periwisata.
 Dalam pembangunan prasarana pariwisata pemerintah lebih dominan karena
pemerintah dapat mengambil manfaat ganda dari pembangunan tersebut,
seperti untuk meningkatkan arus informasi, arus lalu lintas ekonomi, arus
mobilitas manusia antara daerah dan sebagainya yang tentu saja dapat
meningkatkan kesempatan berusaha dan bekerja.
 Yang dimaksud dengan prasarana adalah semua fasilitas yang
memungkinkan proses perekonomian, dalam hal ini adalah sektor pariwisata
dapat berjalan dengan lancar sedemikian rupa, sehingga dapat memudahkan
manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Jadi fungsinya adalah melengkapi
sarana kepariwisataan sehingga dapat memberikan pelayanan sebagaimana
mestinya.
 Prasarana pariwisata adalah semua fasilitas utama atau dasar yang
memungkinkan sarana kepariwisataan dapat hidup dan berkembang dalam
rangka memberikan pelayanan kepada para wisatawan.

D. Pesan masyarakat dalam pengembangan pariwisata

MASYARAKAT / LINGKUNGAN

Daerah dan tujuan wisata yang memiliki berbagai Objek dan Daya Tarik Wisata akan
mengundang kehadiran wisatawan yang berkunjung. Adapun yang ikut berperan
dalam pengembangan suatu objek dan daya tarik wisata adalah sebagai berikut
menurut Suwantoro dalam bukunya Dasar-dasar Pariwisata (1997: 23-24) :
1. Masyarakat
Masyarakat di sekitar objek wisatalah yang akan menyambut kehadiran
wisatawan tersebut dan sekaligus akan memberikan layanan yang diperlukan
oleh para wisatawan. Untuk ini masyarakat di sekitar objek wisata perlu
mengetahui berbagai jenis dan kualitas layanan yang dibutuhkan oleh para
wisatawan. Dalam hal ini pemerintah melalui instansi-instansi terkait telah
menyelenggarakan berbagai penyuluhan kepada masyarakat. Salah satunya
adalah dalam bentuk bina masyarakat sadar wisata. Dengan terbinanya
masyarakat yang sadar wisata akan berdampak positif karena mereka akan
memperoleh keuntungan dari wisatawan yang membelanjakan uangnya. Para
wisatawan akan untung karena mendapat pelayanan yang memadai dan juga
mendapatkan berbagai kemudahan dalam memenuhi kebutuhannya.

2. Lingkungan
Di samping masyarakat di sekitar objek wisata, lingkungan sekitar objek
wisatapun perlu diperhatikan dengan seksama agar tak rusak dan tercemar.
Lalu lalang manusia yang terus meningkat dari tahun ke tahun dapat
mengakibatkan rusaknya ekosistem dari fauna dan flora di sekitar objek
wisata. Oleh sebab itu perlu ada upaya menjaga kelestarian lingkungan
melalui penegakan berbagai aturan dan persyaratan dalam pengelolaan suatu
objek wisata.

Anda mungkin juga menyukai