Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari limbah peternakan,


pertanian, dan limbah sayuran yang kurang dimanfaatkan dan telah mengalami
proses pengomposan oleh mikroorganisme. Proses pengomposan merupakan
proses dimana bahan organik mengalami proses penguraian secara biologis oleh
mikroorganisme serta memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi dalam
kondisi yang terkontrol sehingga menghasilkan kompos yang bermutu. Kompos
yang berkualitas memiliki pH 6,80-7,49 secara fisik kompos yang telah matang
memiliki warna coklat kehitaman, tekstur remah dan tidak berbau (Trivana et al.,
2017). Bahan yang bisa digunakan untuk pembuatan kompos adalah feses
kambing, ampas tebu dan limbah kubis.
Feses kambing cukup banyak tersedia di Indonesia, karena ternak kambing
merupakan salah satu ternak ruminansia yang banyak dipelihara oleh masyarakat
dan menghasilkan limbah peternakan berupa feses, urin dan sisa pakan. Jika feses
kambing dibiarkan akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Setiap tahunnya
populasi kambing di Indonesia terus mengalami peningkatan tercatat pada tahun
2019 ada 18.975.955 ekor (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan,
2019). Rata-rata produksi feses kambing dewasa 1,13 kg/hari, maka potensi
kompos dengan bahan feses kambing mencapai 21,44 ton/hari (Syarif dan
Adriani, 2014).
Kandungan nutrisi feses kambing relatif tinggi dilihat secara fisik feses
kambing berbentuk butiran-butiran yang secara alami sulit teruraikan. Untuk itu
perlu proses pengomposan terlebih dahulu. Sesuai hasil penelitian Trivana et al.
(2017) bahwa feses kambing memiliki nilai rasio C/N besar dari 30 yaitu 32,65.
oleh karena itu, perlu dilakukan proses pengomposan agar C/N ratio yang
dihasilkan sama dengan C/N ratio tanah yaitu kecil dari 20. Berdasarkan hasil
penelitian Irawan (2014) kadar air feses kambing 15,5%, kadar karbon (C) 39,5%
dan nitrogen (N) 2%. Hasil penelitian Hartatik et al. (2006) bahwa dalam feses

1
kambing mengandung unsur hara seperti nitrogen (N) sebesar 1,41%, fospor (P)
sebesar 0,54%, kalium (K) sebesar 0,75%
Limbah hasil pertanian yang tersedia dalam jumlah banyak salah satunya
ampas tebu. Ampas tebu dihasilkan dari proses penggilingan atau ekstraksi batang
tebu. Limbah dari penggilingan tebu adalah ampas tebu (baggase) biasanya
dibuang begitu saja tanpa pengolahan. Penumpukan ampas tebu menimbulkan bau
yang tidak sedap dan sumber permasalah lingkungan. Untuk mengatasi masalah
tersebut dapat dilakukan pengolahan menjadi kompos. Pemanfaatan ampas tebu
sebagai bahan baku kompos menjadi alternatif agar dapat meminimalkan limbah
padat dilingkungan masyarakat. Dalam satu kali proses pemerahan batang tebu
menghasilkan ampas tebu sekitar 35- 40% dari berat tebu yang diperah secara
keseluruhan (Rahimah et al., 2015).
Pada tahun 2018 luas lahan perkebunan tebu di Indonesia sebesar 317,46
hektar dengan produksi tebu sebesar 2.174.440 ton (Badan Pusat Statistik
Nasional, 2018). Sehingga berpotensi menghasilkan ampas tebu rata-rata sekitar
761- 870 ton/tahun. Sedangkan di Provinsi Jambi memiliki lahan perkebunan tebu
seluas 1863 hektar dengan produksi tebu sebesar 9.655 ton (Badan Statistik
Provinsi Jambi, 2018). Oleh karna itu berpotensi menghasilkan ampas tebu 3.379-
3.862 ton/tahun. Menurut Iskandar et al. (2013) bahwa ampas tebu mengandung
karbon 23,7%. Pada ampas tebu kering mengandung kadar air 15,86%, karbon
13,324%, nitrogen 0,422%, C/N 31, 57 dan pH 7 (Guntoro et al., 2003). Ampas
tebu memiliki kandungan Posfor 0,15% dan K 0,53% (Mentari et al., 2021)
Limbah pasar seperti limbah kubis bisa dimanfaatkan sebagai bahan dasar
pembuatan kompos karena tersedia dalam jumlah banyak dan hanya dibiarkan
menumpuk tanpa pengolahan. Limbah kubis diperoleh dari daun kubis yang
sudah layu dan sedikit membusuk yang tidak layak dikonsumsi. Kubis (Brassica
Oleracea L) merupakan sayuran yang cukup terkenal di Indonesia dan banyak
dikonsumsi masyarakat. Kubis banyak tumbuh didataran tinggi, khususnya
diprovinsi Jambi kubis tumbuh subur dengan jumlah produksi 255.182 Kuintal
(Badan Statistik Provinsi Jambi, 2018). Kubis memiliki ciri khas berbentuk
bulatan (krop) dan memiliki warna hijau pucat dan ungu. Limbah kubis memiliki
kadar nitrogen (N) 2,74% dan karbon 25,38% (Ruhnayat et al., 2014). Kubis juga

2
mengandung posfor 0,35% (Bewick, 1980). Kekurangan dari limbah kubis yaitu
memiliki kadar air yang tinggi sebesar lebih dari 90% (Saenab, 2010), oleh karena
itu limbah kubis memiliki sifat mudah busuk.
Untuk mempercepat penguraian digunakan Trichoderma harzianum.
Trichoderma harzianum adalah jamur akar hijau yang bersifat antagonis terhadap
jenis jamur dan serangga lainnya dan bisa digunakan sebagai stater dalam
pembuatan kompos. Berdasarkan penelitian Syarif dan Adriani (2014) bahwa
kompos dengan bahan feses sapi dan feses kambing yang ditambah Trichoderma
harzianum level 2,5% menghasilkan kualitas kompos yang baik. Kelebihan
Trichoderma harzianum dapat menghasilkan enzim, dapat merombak selulosa
menjadi glukosa, juga sebagai biofungisida yang mengandalikan mikroorganisme
patogen pemicu penyakit pada tanaman yang bersifat ramah lingkungan, yang
tidak menimbulkan pencemaran lingkungan tetapi dapat mengembalikan
keseimbangan alamiah dan kesuburan tanah (Soesanto, 2004). Selain sebagai
mikroba pengurai Trichoderma harzianum juga sebagai agen hayati dan
stimulator pertumbuhan tanaman juga berdampak positif terhadap perakaran
tanaman dan hasil produksi.
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang
peningkatan kualitas kompos dari feses kambing, ampas tebu, dan limbah kubis
sebagai respon pemberian Trichoderma harzianum.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui level terbaik pemberian stater


Trichoderma harzianum terhadap kualitas kompos dari feses kambing, ampas
tebu, dan limbah kubis.

1.3. Manfaat

Memberikan informasi kepada peternak dan masyarakat tentang cara


pembuatan kompos yang baik dan ciri kompos matang yang siap diberikan ke
tanaman. Meminimalisir banyaknya limbah peternakan (feses kambing), limbah
pertanian (ampas tebu) dan limbah pasar (kubis).

Anda mungkin juga menyukai