Anda di halaman 1dari 14

PELAKSAAN HUKUM Dan HAM DI INDONESIA

Di susun oleh:
Riyandi Ramadana (2100006048)
Sekar Arum Hayasi (2100006057)
Dea Apriani (2100006058)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN


YOGYAKARTA
2022
Pelaksanaan Hukum di Indonesia
1. Upaya Meningkatkan Peran Penegak Hukum untuk Menumbuhkan Kesadaran
Hukum Anggota Masyarakat.
Pelaksanaan hukum di dalam masyarakat selain tergantung pada kesadaran hukum
masyarakat juga sangat banyak ditentukan oleh aparat penegak hukum, oleh karena sering
terjadi beberapa peraturan hukum tidak dapat terlaksana dengan baik oleh karena ada
beberapa oknum penegak hukum yang tidak melaksanakan suatu ketentuan hukum sebagai
mana mestinya. Hal tersebut disebabkan pelaksanaan oleh penegak hukum itu sendiri yang
tidak sesuai dan merupakan contoh buruk dan dapat menurunkan citra .Selain itu teladan
baik dan integritas dan moralitas aparat penegak hukum mutlak harus baik, karena mereka
sangat rentan dan terbuka peluang bagi praktik suap dan penyelahgunaan wewenang. Uang
dapat mempengaruhi proses penyidikan, proses penuntutan dan putusan yang dijatuhkan.
Dalam struktur kenegaraan modern, maka tugas penegak hukum itu dijalankan oleh
komponen yudikatif dan dilaksanakan oleh birokrasi, sehingga sering disebut juga birokrasi
penegakan hukum. Eksekutif dengan birokrasinya merupakan bagian dari bagian dari mata
rantai untuk mewujudkan rencana yang tercantum dalam (peraturan) hukum. Kebebasan
peradilan merupakan essensilia daripada suatu negara hukum saat ini sudah terwujud
dimana kekuasaan Kehakiman adalah merdeka yang bebas dari pengaruh unsur eksekutif,
legislatif serta kebebasan peradilan ikut menentukan kehidupan bernegara dan tegak
tidaknya prinsip Rule of Law.
2. Proses Penegakkan Hukum di Lingkungan Peradilan.
Peradilan sebagai salah satu institusi penegak hukum, oleh karenanya aktivitasnya
tidak terlepas dari hukum yang telah dibuat dan disediakan oleh badan pembuat hukum itu.
Dalam hal ini ada perbedaan peradilan dan pengadilan, peradilan menunjukan kepada
proses mengadili, sedangkan pengadilan adalah merupakan salah satu lembaga dalam
proses tersebut, lembaga-lembaga lain yang terlibat dalam proses mengadili adalah
kepolisian, kejaksaan dan advokat.
Berjalannya proses peradilan tersebut berhubungan erat dengan substansi yang
diadili yaitu berupa perkara perdata atau pidana, keterlibatan lembaga-lembaga dalam
proses peradilan secara penuh hanya terjadi pada saat mengadili perkara pidana. Dalam
perkembangannya terbentuklah beberapa badan peradilan dalam lingkup Peradilan Umum,
Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara, Pengadilan perpajakan
dimana masing-masing mempunyai kewenangan untuk mengadili perkara sesuai dengan
kewenangan masing-masing peradilan tersebut.
Menurut hemat penulis peranan lembaga peradilan dalam mewujudkan pengadilan
yang mandiri, tidak dipengaruhi oleh pihak manapun, bersih dan profesional belum
berfungsi sebagaimana yang diharapkan.
Hal tersebut tidak hanya disebabkan oleh:
a. Adanya intervensi dari pemerintah dan pengaruh dari pihak lain terhadap putusan
pengadilan, tetapi juga karena kualitas profesionalisme, moral dan akhlak aparat
penegak hukum yang masih rendah. Akibatnya kepercayaan masyarakat terhadap
lembaga peradilan sebagai benteng terakhir untuk mendapatkan keadilan semakin
menurun.
b. Lemahnya penegakan hukum juga disebabkan oleh kinerja aparat penegak hukum
lainnya seperti Hakim, Polisian, Jaksa, Advokat dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS) yang belum menunjukan sikap yang profesional dan integritas moral yang
tinggi. Kondisi sarana dan prasarana hukum yang sangat diperlukan oleh aparat
penegak hukum juga masih jauh dari memadai sehingga sangat mempengaruhi
pelaksanaan penegakan hukum untuk berperan secara optimal dan sesuai dengan rasa
keadilan di dalam masyarakat.
Sebagai upaya untuk meningkatkan pemberdayaan terhadap lembaga peradilan dan
lembaga penegak hukum lainnya langkahlangkah yang perlu dilakukan yaitu:
a. Peningkatan kualitas dan kemampuan aparat penegak hukum yang lebih profesioanal,
berintegritas, berkepribadian, dan bermoral tinggi.
b. Perlu dilakukan perbaikan–perbaikan sistem perekrutan dan promosi aparat penegak
hukum, pendidikan dan pelatihan, serta mekanisme pengawasan yang lebih
memberikan peran serta yang besar kepada masyarakat terhadap perilaku aparat
penegak hukum.
c. Mengupayakan peningkatan kesejahteraan aparat penegak hukum yang sesuai dengan
pemenuhan kebutuhan hidup.
Krisis kepercayaan masyarakat terhadap hukum disebabkan antara lain karena
masih banyaknya kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan pelanggaran hak asasi
manusia (HAM) yang belum tuntas penyelesaiannya secara hukum.
Dalam rangka memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap hukum,
upaya yang harus dilakukan adalah :
a. Menginventarisasi dan menindak lanjuti secara hukum berbagai kasus KKN dan HAM.
b. Melakukan pemberdayaan terhadap aparat penegak hukum, khususnya aparat
kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan masyarakat.
c. Pemberian bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu.
Adanya kekerasan horizontal dan vertikal pada dasarnya disebabkan melemahnya
penerapan nilai-nilai budaya dan kesadaran hukum masyarakat yang mengakibatkan
rendahnya kepatuhan masyarakat terhadap hukum dan timbulnya berbagai tindakan
penyalahgunaan wewenang. Demikian juga kurangnya sosialisasi peraturan perundang-
undangan baik sebelum maupun sesudah diterapkan baik kepada masyarakat umum
maupun kepada penyelenggara negara termasuk aparat penegak hukum. Upaya yang akan
dilakukan adalah dengan meningkatkan pemahaman dan kesadaran hukum di semua lapisan
masyarakat terhadap pentingnya hak-hak dan kewajiban masing-masing individu yang pada
akhirnya diharapkan akan membentuk budaya hukum yang baik.
Penegakan hukum sangat dipengaruhi oleh keadaan dan interaksi sosial yang terjadi
dalam masyarakat, dapat dicantumkan dalam masyarakat yang memelihara atau
mengembangkan sistem hak-hak berdasarkan atas status, atau suatu masyarakat dengan
perbedaan yang tajam antara “ the have “ dan “the have not “, atau suatu masyarakat yang
berada dalam lingkungan kekuasaann otoriter, akan menempatkan sistem penegakan
hukum yang berbeda dengan masyarakat yang terbuka dan egaliter. Dengan kata lain
penegakan hukum yang benar dan adil ditentukan oleh kehendak dan partisipasi anggota
masyarakat, bukan semata-mata keinginan pelaku penegak hukum.
3. Upaya Pemberdayaan Lembaga Peradilan dan Penegak Hukum Lainnya.
Pemberdayaan peradilan dan lembaga penegak hukum bertujuan untuk
meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap peran dan citra lembaga peradilan
dan lembaga penegak hukum seperti; Pengadilan, Kejaksaan, Kepolisian dan Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Lainnya (PPNS) sebagai bagian dari upaya mewujudkan upaya
supremasi hukum dengan dukungan hakim dan aparat penegak hukum lainnya yang
profesional, berintegritas dan bermoral tinggi.
Dalam rangka mewujudkan Penegakan Hukum dilingkungan peradilan demi
terciptanya lembaga peradilan yang bebas dari pengaruh penguasa maupun pihak lain
dengan tetap mempertahankan prinsip cepat, sederhana dan biaya ringan hal-hal yang perlu
dilakukan adalah:
a. Meningkatkan pengawasan dalam proses peradilan secara transparan untuk
memudahkan partisipasi masyarakat dalam rangka pengawasan dan pembenahan
terhadap sistem manajemen dan administrasi peradilan secara terpadu.
b. Menyususn sistem rekruitmen dan promosi yang lebih ketat dan pengawasan terhadap
proses rekruitmen dan promosi dengan memegang asas kompetensi, transparansi, dan
partisipasi baik bagi hakim maupun bagi aparat penegak hukum lainnya.
c. Meningkatkan kesejahteraan hakim dan aparat penegak hukum lainnya seperti jaksa,
Polisi dan PNS melalui peningkatan gaji dan tunjangan-tunjangan lainnya sampai
dengan tingkat pemenuhan kebutuhan hidup yang disesuaikan dengan tugas,
wewenang dan tanggung jawab kerja yang dibebankan.
d. Menunjang terciptanya sistem peradilan pidana yang terpadu melalui sinkronisasi
peraturan perundang-undangan yang mengatur tugas dan wewenang hakim dan
aparat penegak hukum lainnya.
e. Meningkatkan peran Advokat dan Notaris melalui optimalisasi standar kode etik di
lingkungan masing-masing.
f. Menyempurnakan kurikulum dibidang pendidikan hukum guna menghasilkan aparatur
hukum yang profesional, berintegrasi dan bermoral tinggi.
g. Meningkatkan kualitas hakim dalam melakukan penemuan hukum baru melalui
putusanputusan pengadilan (yurisprudensi) yang digunakan sebagai dasar
pertimbangan hukum, yang dapat digunakan oleh aparat penegak hukum dilingkungan
peradilan.
h. Meningkatkan pembinaan terhadap integritas moral, sikap perilaku dan pemberdayaan
kemampuan dan kerterampilan aparat penegak hukum.
i. Mengembangkan mekanisme penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan atau
Alternative Dispute Resolution (ADR) dan dengan memperbaiki upaya perdamaian di
Pengadilan.
j. Meningkatkan mekanisme pertanggungjawaban lembaga pengadilan kepada publik,
kemudahan akses masyarakat untuk memperoleh putusan pengadilan dan publikasi
mengenai ada tidaknya perbedaan pendapat di antara majelis hakim terhadap setiap
pengambilan keputusan.
k. Melakukan pembinaan pemasyarakatan baik pembinaan di dalam maupun di luar
lembaga pemasyarakatan, agar bekas warga binaan dapat kembali hidup normal di
dalam masyarakat.
Negara Indonesia sebagai negara hukum tentang adanya kebebasan peradilan telah
di jamin sebagimana tersebut dalam Undang-undang Dasar 1945 hasil Amandemen dan
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Kekuasaan Kehakiman
menurut UUD 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh Mahkamah
Agung dan Badan Peradilan dibawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan. Perubahan UUD Dasar
RI 1945 telah membawa perubahan penting terhadap penyelenggaraan kekuasaan
kehakiman Undangundang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman telah diubah dengan UU Nomor 35 Tahun 1999 dan kemudian
dirubah lagi menjadi UU Nomor 4 Tahun 2006.
Dalam Pasal 1 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 Tahun 2004
menyebutkan bahwa:
“Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”.
Kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam ketentuan tersebut di atas adalah
bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari segala campur tangan pihak eksternal yudisial
kecuali dalam hal sebagaimana diatur dalam UUD Negara RI Tahun 1945. Kebebasan dalam
melaksanakan wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila sehingga putusannya
mencerminkan keadilan rakyat Indonesia.
Aparat penegak hukum yang turut membantu dalam penyelenggaraan pelaksanaan
peradilan untuk menciptakan kepastian hukum selain lembaga kehakiman meliputi:
a. Kejaksaan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor. 16 Tahun 2005 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia.
Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan
kekuasaan negera di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan
Undangundang yang dilaksanakan secara merdeka. Kejaksaan mempunyai tugas:
1) Melakukan penuntutan;
2) Melaksakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,
putusan pidana pengawasan dan keputusan lepas bersyarat.
4) Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undang-
undang
5) Melengkapi berkas perkara tertentu, melakukan pemeriksaan tambahan
sebelum dilimpahkan kepengadilan.
6) Di bidang perdata dan tata usaha negara kejaksaan dengan kuasa khusus dapat
bertindak baik di dalam maupun diluar pengadilan untuk dan atau atas nama
pemerintah.
7) Di bidang ketertiban dan ketentraman melaksanakan kegiatan peningkatan
kesadaran hukum masyarakat, pengamanan kebijakan penegak hukum,
pengawasan peredaran barang cetakan, pengawasan kepercayaan yang dapat
membahayakan negara, pencegah penyelahgunaan dan penodaan negara.
b. Kepolisian sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Kepolisian Negara RI mempunyai tugas dan fungsi untuk memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelanan
kepada masyarakat.
Dalam rangka peningkatan upaya pelaksanaan dan penegakan hukum baik bagi
masyarakat maupun aparat penegak hukum itu sendiri, maka pemerintah Negara RI
telah melakukan pembaharuan terhadap beberapa peraturan untuk memperbaiki sistem
hukum yang ada demi tercapainya masyarakat yang adil dan tentram, dengan adanya
perbaikan peraturan bagi para aparat penegak hukum maka masing-masing pihak
diharapkan dapat melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya masing-masing secara
bertanggung jawab, pelaksanaan tersebut tidak lepas dari pengawasan pemerintah dan
masyarakat.
Pembicaraan Penegakan hukum dalam kenyataan sehari-hari tampak bahwa
hubungan antara penegakan hukum dan struktur masyarakat memberikan pengaruh
yang kuat terhadap cara-cara penegakan hukum suatu Negara. 4 Indonesia sebagai
Negara modern tampak dari ciri-cirinya sebagai berikut :
1. Adanya UUD dalam bentuk yang tertulis.
2. Hukum itu berlaku untuk wilayah Negara.
3. Hukum merupakan sarana yang dipakai secara sadar untuk mewujudkan
keputusankeputusan politik masyarakatnya.
4. Menurut Max Weber cara penegakan hukum pada suatu masa berbeda dengan
masa yang sebelumnya yang tentunya tidak terlepas dari dominasi yang
disebabkan karena keadaan masyarakatnya yang berbeda, dimana tatanan
kehidupan masyarakatnya menurut Hart dalam Satjipto Rahardjo didasarkan
Secondary Rules Obligation di mana masyarakatnya mempunyai kehidupan yang
terbuka, luas, dan komplek seperti saat ini maka terdapat diferensiasi dan
institusionalisasi pekerjaan hukum berupa :
 Rules of Recognition.
 Rules of Change
 Rules of adjudication.
Salah satu yang menonjol yang dirasakan di Indonesia saat ini adalah sifat
birokratisnya penegakan hukum yang sesuai dengan kewenangan masing-masing
institusi atau lembaga hukum yang bertugas menegakkan hukum sesuai dengan
kewenangan yang telah diberikan undang-undang
PELAKSANAAN DAN PENEGAKKAN HAK ASASI MANUSIA DAN
DEMOKRASI DI INDONESIA
A. Pengakuan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Pengakuan Hak Asasi Manusia di Indonesia telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 yang sebenarnya telah lebih dahulu ada dibandingkan dengan
Deklarasi PBB (Universal Declaration of Human Rights) tanggal 10 Desember 1948. Pengakuan
hak Hak Asasi Manusia di Indonesia tampak pada:
1) Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 .
Pada alinea pertama dinyatakan: “...Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa...”,
alinea ini menunjukkan pengakuan hak asasi manusia berupa hak kebebasan atau
kemerdekaan dari segala bentuk penjajahan atau penindasan.
Pada alinea kedua dinyatakan: ”...mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur. Alinea ini menunjukkan adanya pengakuan atas hak asasi di bidang politik berupa
kedaulatan dan ekonomi.
Pada alinea ketiga dinyatakan: “Atas berkat rahmat Alloh yang maha Kuasa dan
dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas...”.
Alinea ini menunjukkan adanya pengakuan bahwa kemerdekaan itu berkat anugerah Tuhan
Yang Maha kuasa. Pada alinea keempat dinyatakan: “... melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia..”. Alinea
ini menunjukkan pengakuan akan hak-hak asasi manusia.
2) Dalam Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 Pasal-pasal di dalam Undang-Undang Dasar
1945 ini menegaskan tentang Hak Asasi Manusia dalam bidang politik, ekonomi, social, dan
budaya. Pasal-pasal tersebut adalah:
1. Pasal 27
1) Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya.
2) Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. (3) Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan Negara.
2. Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.
3. Pasal 28B
1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah.
2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
4. Pasal 28C
1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya
secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.
5. Pasal 28D
1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja.
3) Setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.
4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
6. Pasal 28E
1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan,
memilih tempat tinggal diwilayah Negara dan meninggalkannya serta berhak
kembali.
2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran
dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.
3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat.
7. Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
8. Pasal 28G
1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik
dari Negara lain.
9. Pasal 28H
1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan.
3) Setiap orang berhak atas jaminan social yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak
boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.

10. Pasal 28I


1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun.
2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar
apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan bersifat
diskriminatif itu.
3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan jaman dan peradaban.
4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggungjawab Negara, terutama pemerintah.
5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip
Negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin,
diatur, dan dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
11. Pasal 28J
1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

B. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia


Kurang lebih ada 7 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang berhasil ditetapkan
dalam bentuk Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang harus dijalankan oleh Presiden.
Walaupun dirasa dalam GBHN dari tahun 1973 sampai GBHN 1988 dirasa belun menyentuh
hokum dan hak asasi manusia secara mendalam namun unsur-unsur pelaksanaan dan
perlindungan hak asasi manusia sudah ada dalam tujuan pembangunan nasional yakni:
“Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur
materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara kesatuan Republik Indonesia
yang merdeka, berdaulat, dan bersatu dalam suasana perikehidupan Bangsa yang aman,
tenteram, tertib dan dinamis, serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka,
bersahabat, tertib dan damai” (Komisi Hukum Nasional, 2005).
Ketetapan MPR 1998 menugaskan pada pemerintah agar disusunnya undang-undang
tentang hak asasi manusia. Berdasarkan ketetapan MPR tersebut maka dibentuklah undang-
undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang nomor 26 tahun
2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Hak asasi manusia yang terkandung dalam
keketatapan MPR tersebut antara lain:
a) hak untuk hidup,
b) hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan,
c) hak keadilan, hak kemerdekaan,
d) hak atas kebebasan informasi,
e) hak keamanan,
f) hak kesejahteraan,
g) hak perlindungan dan pemajuan.

C. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-undang yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia di Indonesia adalah
UndangUndang Nomor 39 tahun 1999. Dalam pasal 12 UU nomor 39 tahun 1999 disebutkan
bahwa: Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk
memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar
menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggungjawab, berakhlak mulia, bahagia, dan
sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia.
Secara umum tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan pada Undang-undang ini adalah:
a) Hak untuk hidup; hak untuk berkeluarga;
b) Hak untuk mengembangkan diri;
c) Hak untuk memperoleh keadilan;
d) Hak atas kebebasan pribadi;
e) Hak atas rasa aman;
f) Hak atas kesejahteraan;
g) Hak turut serta dalam pemerintahan;
h) Hak wanita;
i) Hak anak, orang tua dan usia lanjut.

D. Penegakkan Hak Asasi Manusia di Indonesia


Pelaksanaan Hak Asasi Manusia di Indonesia dianggap kurang terlaksana dengan baik.
Kasuskasus yang terjadi di Indonesia seperti penanganan Aceh, Timor Timur, Maluku, Poso,
Papua, Semanggi dan Tanjung Priok dianggap sebagai pelaksanaan perlindungan Hak Asasi
Manusia yang belum berjalan.
Dalam rangka memberikan jaminan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia dan
menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan penegakkan Hak Asasi Manusia,
pemerintah telah melakukan langkah-langkah antara lain:
1. Pembentukan Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berdasarkan Keputusan
Presiden nomor 5 tahun 1993 pada tanggal 7 Juni 1993, yang kemudian dikukuhkan lagi
melalui undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
2. Penetapan Undang-Undang nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia;
3. Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc dengan Keputusan Presiden, untuk
memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum
diundangkannya UndangUndang nomor 26 tahun 2000;
4. Pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliaasi sebagai alternative penyelesaian
pelanggaran Ham diluar Pengadilan HAM sebagaimana diisyaratkan oleh Undang-
Undang tentang HAM;
5. Meratifikasi berbagai konvensi internasional tentang Hak Asasi Manusia.
Sementara itu, konvensi yang telah diratifikasi berkaitan dengan penegakkan Hak
Asasi Manusia di Indonesia adalah:
a) Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949 (diratifikasi dengan Undang-Undang
nomor 59 tahun 1958);
b) Konvensi tentang Hak Politik Kaum Perempuan (diratifikasi dengan Undang-
Undang nomor 68 tahun 1958);
c) Konvensi tentang Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap
Perempuan (diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 1984);
d) Konvensi tentang Hak Anak ( diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 36
tahun 1990);
e) Konvensi tentang Pelarangan, Pengembangan, Produksi, dan Penyimpanan
senjata biologis dan beracun serta Pemusnahannya (diratifikasi dengan
Keppres nomor 58 tahun 1991);
f) Konvensi Internasional terhadap Apartheid dalam Olahraga (diratifikasi dengan
Undang-Undang nomor 48 tahun 1993);
g) Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang
kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia (diratifikasi
dengan Undang-Undang nomor 5 tahun 1998);
h) Konvensi Organisasi Buruh Internasional nomor 87 tahun 1998 tentang
kebebasan berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi (diratifikasi
dengan Undang-Undang nomor 83 tahun 1998);
i) Konvensi tentang Penghapusan semua bentuk Diskriminasi Rasial (diratifikasi
dengan Undang-Undang nomor 29 tahun 1999);
j) Konvensi tentang Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap
perempuan (diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan kekerasan dalam rumah Tangga).

E. Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia


Upaya pendekatan keamanan dengan mengedepankan upaya represif menghasilkan
stabilitas keamanan yang sangat stabil namun dianggap banyak sekali menimbulkan terjadinya
pelanggaran hak asasi manusia, hal ini tidak boleh terulang kembali, untuk itu supremasi hukum
dan demokrasi harus ditegakkan, pendekatan hukum dan dialogis harus dikemukakan dalam
rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perlunya
lebih memberikan Desentralisasi melalui otonomi daerah dengan penyerahan berbagai
kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Perubahan paradigma dari
penguasa yang menguasai dan ingin dilayani menjadi penguasa yang menjadi pelayan
masyarakat dengan cara mengadakan perubahan bidang struktural, dan kultural dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan public untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk
pelanggaran hak asasi manusia. Perlakuan yang sama terhadap kaum perempuan untuk
menikmati dan mendapatkan hak yang sama di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil, dan
bidang lainnya, mematuhi Konvensi Perempuan sebagaimana yang telah diratifikasi dalam
Undang undang No.7 Tahun 1984.
Supremasi hukum harus ditegakkan, sistem peradilan harus berjalan dengan baik dan adil,
para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban tugas yang dibebankan kepadanya
dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat pencari keadilan,
memberikan perlindungan kepada semua orang menghindari tindakan kekerasan yang melawan
hukum dalam rangka menegakkan hukum. Perlunya social control dan lembaga politik terhadap
dalam upaya penegakan hak asasi manusia yang dilakukan oleh pemerintah.

F. Hambatan-hambatan dalam Upaya Penegakkan Hak Asasi Manusia Hambatan dalam


upaya penegakkan Hak Asasi Manusia yang antara lain adalah:
1. Kondisi poleksosbud hankam;
2. Faktor komunikasi dan informasi yang belum digunakan secara maksimal Pelaksanaan
dan Penegakkan;
3. Faktor kebijakan pemerintah;
4. Faktor perangkat perundangan;
5. Faktor aparat dan penindakannya.

Dalam kondisi poleksosbudhankam, kondisi perpolitikan di Indonesia yang masih belum


menuju ke arah demokratis yang sebenarnya mempunyai andil yang besar terhadap
pelanggaran hakhak asasi manusia. Perekonomian yang belum mendukung dan belum sampai
pada tingkat masyarakat yang sejahtera, pengangguran dari yang terdidik sampai pengangguran
yang tidak terdidik, perbedaan peta berfikir yang ekstrim yang berdasarkan pada suku, agama,
ras dan antar golongan, serta faktor keamanan dianggap sebagai pemicu atau penyebab
terjadinya pelanggaran hak asasi manusia atau sebagai penghambat utama upaya penegakkan
hak asasi manusia.

Dalam faktor komunikasi dan informasi yang belum digunakan secara maksimal dan secara
benar, komunikasi dan informasi yang akurat sangat penting, untuk mengambil dan
menghasilkan suatu kebijakan yang berkaitan dengan permasalahan hak-hak warga negara
termasuk hak asasi manusia. Sementara itu, dalam faktor kebijakan pemerintah, tidak semua
penguasa mempunyai kebijakan yang sama tentang pentingnya hak asasi manusia. Sering kali
mereka lupa atau bahkan tidak menghiraukan masalah tentang hak-hak masyarakatdalam
menentukan kebijakan.

Dalam faktor perangkat perundangan, peraturan perundang-undangan tentang hak asasi


manusia di indonesia sudah banyak, namun dirasa masih belum cukup, termasuk yang
tercantum di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dengan amandemen. Sebagai contoh adalah
masalah interpretasi antara pasal 28 J dengan pasal 28 I tentang hak hidup yang tidak boleh
dikurangi.

Dalam faktor aparat dan penindakannya (law enforcement), masih banyaknya permasalahan
pada birokrasi pemerintahan Indonesia, tingkat pendidikan dan kesejahteraan sebagian aparat
yang dinilai masih belum layak, aparat penegak hukum yang mengabaikan prosedur kerja sering
membuka peluang terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia.

G. Hak Asasi Manusia harus berdampingan dengan Kewajiban Asasi Manusia


Hak Asasi Manusia harus senantiasa berdampingan dengan Kewajiban Asasi Manusia,
keduanya seperti dua sisi dari mata uang yang sama. Kewajiban Asasi manusia adalah
kewajibankewajiban dasar yang pokok yang harus dijalankan oleh manusia dalam kehidupan
bermasyarakat, seperti kewajiban untuk tunduk pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku, kewajiban untuk membangun dan mengembangkan kehidupan, kewajiban untuk saling
membantu, kewajiban untuk hidup rukun, kewajiban untuk bekerja sehubungan dengan
kelangsungan hidupnya (Kartasapoetra, 1978). Dalam pasal 28 J disebutkan: Setiap orang wajib
menghormati hak asasi manusia dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara (ayat 1). Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis (ayat 2).
Dari pasal 28 J tersebut jelas bahwa disamping hak asasi manusia, juga setiap orang wajib
menghormati hak asasi orang lain, yang mengandung arti bahwa setiap orang wajib memenuhi
kewajiban asasinya. Karena setiap hak asasi melekat kewajiban asasi.

H. Hak Asasi Manusia dan Demokrasi


Hak Asasi Manusia dan Demokrasi tidak dapat dipisahkan. Demokrasi yang memperjuangkan
hak atas kebebasan menyatakan pendapat, berserikat dan berpartisipasi aktif dalam
menentukan penyelenggaraan Negara merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia juga. Salah
satu ciri pokok Negara yang menghormati Hak Asasi Manusia adalah Negara yang demokratis.
Sebaliknya sebuah Negara yang demokratis adalah Negara yang menghormati Hak Asasi
Manusia. Pelaksanaan supremasi hukum dan demokrasi, pendekatan hukum dan dialogis harus
dikedepankan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara menuju masyarakat yang demokratis (Muqoddas, Luthan & Miftahudin, 1992).
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan upaya untuk mencapai ketertiban
dan keadilan dalam penegakan hukum telah ada perubahan dan perbaikan dari sistem peradilan
itu sendiri, serta upaya meningkatkan sumber daya manasia dan pemberdayaan lembaga
peradilan dan lembaga penegak hukum lainnya (Kepolisian dan Kejaksaan) serta adanya
partisipasi masyarakat demi mewujudkan hukum yang berkeadilan dan mengayomi masyarakat.
Dengan banyaknya kejadian yang mengarah kepada pelanggaran terhadap hak asasi
manusia, menunjukkan bahwa manusia Indonesia (masyarakat, penyelenggara negara dan
penegak hukum) belum memahami apa arti sebenarnya hak-hak asasinya (termasuk kewajiban-
kewajiban asasinya). Selengkap dan sebaik apapun peraturan perundang-undangan yang
mengatur Hak Asasi Manusia hanya akan bernilai bila dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Adanya peraturan perundangundangan sudah seharusnya dan sewajarnya untuk dilaksanakan
dan ditegakkan. Sistem peradilan yang tidak memihak dan menjatuhkan hukuman kepada yang
bersalah berdasarkan atas hukum yang benar dan dijalankan sesuai dengan prosedur hukum
yang benar. Hak asasi manusia akan bisa berjalan dengan baik kalau setiap warga negara atau
setiap manusia menjalankan haknya dengan mengingat kewajiban-kewajibannya. Hak asasi
manusia akan berjalan dengan baik apabila setiap manusia menyadari bahwa ada orang lain
yang mempunyai hak yang sama dengan dirinya dengan kata lain bahwa hak asasi manusia akan
berjalan dengan baik apabila hak asasinya itu dibatasi oleh hak asasi orang lain. Peraturan
perundang-undangan adalah sebagai tools of law enforcement bagi penegakkan Hak Asasi
Manusia di Indonesia. Hak asasi manusia akan lebih berjalan atau bisa dijalankan dengan lebih
baik dalam suasana perikehidupan bangsa yang demokratis, karena negara yang demokratis
senantiasa mendasarkan hukum dalam praktek kenegaraannya, senantiasa menghormati hak-
hak warga negaranya dan adanya partisipasi warga negara dalam hal pengambilan kebijakan-
kebijakan publik.

Anda mungkin juga menyukai