Anda di halaman 1dari 6

Collaborative Governance Dalam Pengembangan UMKM di Era

Revolusi Industri
1Nur Faidati, 2Nur Fitri Muthmainah

12Administrasi Publik, Universitas Aisyiyah Yogyakarta


e-mail : 1nurfaidati18@gmail.com, 2nurfitri.mutmainah@gmail.com

Abstrak
Studi ini bermaksud mengkaji ruang lingkup dari kolaborasi dalam memperkuat posisi pelaku usaha
kecil dan menengah dalam menghadapi revolusi industri 4.0 di wilayah DIY. Dalam konteks
penelitian ini untuk membantu mengembangkan pelaku UMKM di DIY dalam proses adaptasi dan
mempercepat kesiapan pelaku UMKM merespon revolusi industri 4.0 perlu dilakukan secara
bersama-sama antara pemerintah, korporasi maupun civil society. Rumusan masalah dari penelitian
ini adalah Siapa saja aktor yang terlibat dalam kolaborasialam membantu proses adaptasi pelaku
UMKM menghadapi era revolusi industri 4.0 DIY?. Untuk tujuan tersebut, dilakukan penelitian studi
kasus intrinsik dengan pendekatan kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah studi pustaka dan wawancara. Kolaborasi yang terbentuk dalam konteks
ini diwujudkan dengan penyelenggaraan sejumlah kegiatan dari masing-masing stakeholder.
Collaborative Governance Process dalam pengembangan UMKM di DIY pada era revolusi industri 4.0
belum optimal dilaksanakan, karena masih ada tumpang tindih program serta kelompok sasaran.
Kata Kunci : Collaborative Governance, UMKM, Revolusi Industri

Collaborative Governance in the Development of MSMEs in the


Industrial Revolution Era
Abstract
This study intends to examine the scope of collaboration in strengthening the position of small and medium
businesses in facing the 4.0 industrial revolution in the DIY region. In the context of this research to help
develop MSME actors in DIY in the process of adaptation and accelerate the readiness of MSME actors to
respond to the industrial revolution 4.0, it needs to be done jointly between government, corporations and civil
society. The formulation of the problem of this research is Who are the actors involved in collaboration in
assisting the adaptation process of MSME actors facing the DIY industrial revolution era?
To this end, intrinsic case study research is carried out using a qualitative approach. The data collection
techniques used in this study are literature studies and interviews. Collaboration formed in this context is
realized by organizing a number of activities from each stakeholder. The Collaborative Governance Process in the
development of MSMEs in DIY in the era of the industrial revolution 4.0 has not been optimally implemented,
because there are still overlapping programs and target groups.
Keywords : Collaborative Governance, UMKM, Industrial Revolution

A. PENDAHULUAN bahwa kontribusi UMKM terhadap


Studi ini bermaksud mengkaji ruang lingkup perekonomian Yogyakarta mencapai 98,4
dari kolaborasi memperkuat posisi pelaku persen. Sementara itu UMKM mampu
usaha kecil dan menengah (UMKM) dalam menyerap 79 persen dari total lapangan
menghadapi revolusi industri 4.0 di wilayah kerja(Dinas Koperasi dan UKM Provinsi DIY,
DIY. Sampai saat ini UMKM masih menjadi 2018). Capaian ini didukung oleh pelaku usaha
penopang utama dari perekonomian yang berjumlah 248.217 unit usaha. Di era
Yogyakarta. Data tahun 2017 menunjukkan revolusi industri 4.0, UMKM menghadapi

1
tantangan berat berupa kemampuannya Kolaborasi diartikan sebagai bentuk kerja
beradaptasi atau setidaknya bertahan. sama, interaksi, kompromi beberapa elemen
Berbicara mengenai penggunaan teknologi terkait baik individu, lembaga atau pihak-pihak
robot yang menggantikan tenaga manusia, di yang terlibat secara langsung dan tidak
Indonesia dirasa sedikit yang langsung yang menerima akibat dan manfaat.
menggunakannya. Survei Asosiasi (Haryono, N., 2012:48). Dalam konteks tersebut
Penyelenggara Jasa Intenet Indonesia (APJII) proses menyiapkan pelaku UMKM untuk
yang diselenggarakan tahun 2016 mampu bersaing di era revolusi industri 4.0 ini
menunjukkan, data pengguna internet di dapat dilakukan secara bersama-sama antara
Indonesia diketahui mencapai 13,27 jiwa dari pemerintah, korporasi maupun asosiasi-
total penduduk Indonesia yang mencapai 256,2 asosiasi terkait, seperti komunitas digital
juta orang. Dari 57,9 juta UKM di Indonesia marketer dan asosiasi bisnis. Konsep kolaborasi
baru 9 persen yang menggunakan internet antara pemerintah, swasta dan masyarakat
secara serius untuk menjual produknya, 37 % dalam pengelolaan urusan publik ini lebih
menggunakan internet tingkat dasar dan 36 % dikenal dengan istilah collaborative
sama sekali belum menyentuh internet governance. Berdasarkan latar belakang
(Kementrian Perindustrian, 2017). tersebut, maka studi ini akan difokuskan pada
pada peran yang dijalankan oleh para
Gambaran penggunaan internet di Yogyakarta kolaborator (Pemerintah, masyarakat dan
secara umum kurang lebih sama dengan potret swasta) untuk membantu proses adaptasi
nasional. Data yang dirilis oleh Dinas Koperasi pelaku UMKM menghadapi era revolusi
dan UKM menunjukkan bahwa 30% dari total industri 4.0, khususnya di Provinsi DIY.
pelaku UMKM di Yogyakarta pada tahun 2017 Studi yang mengkaji secara spesifik terkait
sudah memanfaatkan teknologi digital untuk kolaboratif governance dalam menyelesaikan
memasarkan produknya. Namun demikian, permasalahan publik telah banyak dilakukan.
masih ada pekerjaan rumah yang cukup berat Diantara studi tersebut adalah Dimas Denny
untuk membantu sisa pelaku UMKM yang 70% Irawan (2017). Denny Irawan telah melakukan
tersebut untuk dapat memanfaatkan teknologi kajian terkait kolaboratif governance dalam
digital dalam memasarkan produknya. Inilah pengendalian pencemaran udara di Kota
pokok penting permasalahan yang harus Surabaya, Jawa Timur. Penelitian ini berusaha
dituntaskan agar pelaku UMKM di Yogyakarta mengeksplorasi penyebab gagalnya kolaborasi
setidaknya bisa memanfaatkan teknologi antar stakeholder di Kota Surabaya dalam
internet maupun ponsel pintar untuk berbisnis. mengendalikan pencemaran udara yang terjadi.
UKM dan pemerintah perlu bersinergi di mana Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa
nantinya UKM ini dapat mengaplikasikan proses pemerintahan kolaboratif dalam
teknologi yang dikembangkan pemerintah atau pengendalian pencemaran udara di Kota
stakeholder lain agar minimal agar pelaku Surabaya yang dilakukan melalui tiga tahapan
UMKM memiliki pengetahuan dan sarana yaitu identifying obstacles and opportunities,
dalam penggunaan internet dan ponsel pintar debating strategies for influence, dan planning
dalam pengembangan usahanya. collaborative actions belum berjalan. Hal ini
terlihat dari kriteria pemerintahan kolaboratif
Lalu bagaimana peran stakeholder, baik itu yang masih belum terpenuhi terutama kriteria
lembaga pemerintah maupun non pemerintah distributive accountability dan access to
dalam memberikan pencerdasan atau fasilitas resources pada tahap debating strategies for
berbasis kemajuan teknologi bagi UKM dalami influence. Kriteria tersebut menunjukkan
menghadapi revolusi industri generasi ke kurangnya keterlibatan stakeholders lain di
empat ini?. Bagaimana peluang dilakukannya dalam forum kolaborasi. Secara keseluruhan,
kolaborasi antara pemerintah dengan sektor pada ketiga tahapan dari proses pemerintahan
swasta dan masyarakat dalam membantu kolaboratif dalam pengendalian pencemaran
proses adaptasi dan percepatan kesiapan udara di Kota Surabaya hanya satu kriteria
pelaku UMKM ini dalam merespon revolusi yang telah terpenuhi yaitu trust among the
industri 4.0?. participants.

2
Penelitian yang lain dilakukan oleh Ratna administrative network yang sinergis dan luas
Trisuma Dewi (2012). Ratna Trisuma Dewi antar berbagai stakeholders. Berdasarkan
melakukan penelitian terkait faktor-faktor yang kondisi tersebut. penelitian ini menghasilkan
mempengaruhi kolaboratif governance dalam model bagi penguatan kelembagaan melalui
pengembangan industri kecil di Kabupaten pendekatan collaborative governance.
Ponorogo. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui kolaborasi yang dilakukan Berdasarkan literatur reviu tersebut, maka
pemerintah daerah Kabupaten Ponorogo dalam studi ini akan dilakukan untuk menambah
pengembangan industri kecil kerajinan reyog khasanah kajian terkait dengan kolaboratif
dan pertujukkan reyog dan menganalisis governance dalam menyelesaikan
faktor-faktor yang mendukung dan permasalahan publik. Dalam konteks penelitian
menghambat collaborative governance dalam ini adalah peran yang dijalankan oleh para
pengembangan industri kecil kerajinan reyog kolaborator (Pemerintah, masyarakat dan
dan pertunjukan reyog. swasta) untuk membantu proses adaptasi
pelaku UMKM menghadapi era revolusi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa industri 4.0, khususnya di Provinsi DIY. Hal
kolaborasi yang dilakukan antara Pemerintah tersebut bisa dilakukan dengan
Kabupaten Ponorogo dengan Bank Jatim, menggambarkan peta aktor/kolaborator yang
Yayasan Reyog, pengrajin, seniman dan terlibat dalam proses adaptasi pelaku UMKM
pemasok dilakukan dalam hal penyediaan menghadapi era revolusi industri 4.0 di
modal usaha. Namun sayangnya penyediaan Provinsi DIY. Lebih lanjut dari aktor
modal usaha tersebut tidak berjalan baik. governance yang terlibat tersebut dapat
Penyebabnya antara lain adalah kurangnya dipetakan peran masing-masing
komitmen dari pemerintah dan keterbatasan aktor/kolaborator dalam proses adaptasi
informasi yang diperoleh pengrajin. Pengrajin pelaku UMKM menghadapi era revolusi
tidak memperoleh informasi mengenai bahan industri 4.0 di Provinsi DIY serta dapat
baku pembuatan reyog. diketahui sejauhmana collaborative governance
berdampak pada proses percepatan adaptasi
Studi lain terkait kolaboratif governance UMKM terhadap revolusi industri 4.0.
dilakukan juga oleh Denok Kurniasih, Paulus
Israwan Setyoko dan Moh. Imron (2017). Untuk tujuan tersebut, dilakukan penelitian
Kurniasih, Setyoko dan Imron meneliti tentang studi kasus dengan pendekatan kualitatif.
collaborative governance dalam penguatan Secara definisi studi kasus dapat dipahami
kelembagaan program sanitasi lingkungan sebagai sebuah pendekatan untuk mempelajari,
masyarkat (SLBM) di Kabupaten Banyumas. menerangkan atau menginterpretasi (Salim,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 2001). Dalam bukunya yang berjudul Case
implementasi Program Sanitasi Lingkungan Study Research: Design and Methods, Yin
Berbasis Masyarakat (SLBM) di Kabupaten menyebutkan bahwa studi kasus merupakan
Banyumas belum mampu mencapai tujuan sebuah pendekatan yang menginvestigasi
kebijakan. Indikasinya adalah aksesibilitas fenomena kontemporer yang ada di dalam
masyarakat terhadap program yang belum konteks kehidupan nyata, dimana batasan
merata serta tata kelola kelembagaan yang antara fenomena dan konteks yang nyata
belum efektif. Hal tersebut disebabkan sistem tersebut belum nyata terbukti dan untuk itu
kelembagaan program belum mampu dibutuhkan pembuktian yang dapat dilakukan
mengelola interaksi sosial diantara berbagai dengan memanfaatkan beberapa sumber (Yin,
pihak yang terlibat. Akibatnya mulai dari 1981). Lebih lanjut dalam penelitian digunakan
perencanaan sampai dengan pengelolaan dua teknik pengumpulan data, yaitu desk
program belum dilakukan berdasarkan study dan wawancara. Wawancara dilakukan
kebutuhan masyarakat. Oleh sebab itu kepada stakeholder yang melakukan kolaborasi
dibutuhkan sistem kelembagaan yang mampu untuk mempersiapkan komunitas UMKM
mengelola interaksi sosial diantara berbagai dalam menghadapi revolusi industri 4.0.
pihak. Model yang tepat bagi penguatan
kelembagaan program SLBM adalah model
sistem kelembagaan yang mampu membangun

3
B. PEMBAHASAN Bukalapak, Belanja.com, HP (Hewlet Packard),
Collaborative governance dalam konteks Telkom dan beberapa perusahaan atau
pengembangan UMKM di era revolusi industri organisasi yang lain. Adapun topik-topik kelas
4.0 di DIY dianalisis dengan menggunakan berbagi, pelatihan, seminar maupun diskusi
konsep collaborative governance menurut Ansell yang direncanakan akan diselenggarakan oleh
dan Gash (2007: 550-561). Menurut Ansell dan stakeholder tersebut antara lain tentang
Gash tahapan pada proses kolaboratif meliputi Pelatihan pengembangan bisnis usaha,
dialog face-to-face, membangun kepercayaan, Pelatihan berniaga secara online, Smartphone
komitmen terhadap proses, memahami Photography + Videography, Pelatihan google
bersama dan hasil sementara. Secara lebih detil friendly, Workshop Digital Marketing di Sosial
masng-masing tahapan tersebut akan diuraikan Media, Pelatihan daar Web, Tips Menyusun
di bawah ini. Pitchdeck untuk Pengusaha Pemula, Workshop
internet marketing, dll.
Face to face dialogue (dialog tatap muka)
Menurut Ansell and Gash, Collaborative Trust Building (Membangun Kepercayaan)
Governance dibangun melalui dialog atau Berikutnya, setelah proses dialog tatap muka
komunikasi secara tatap muka antar pemangku dilakukan, maka komunikasi yang baik
kepentingan (stakeholders). Proses dari diantara kolaborator akan dapat dilakukan.
Collaborative Governance berorientasi pada Impactnya kemudian adalah terbangunnya
konsensus atau kesepakatan, maka komunikasi kepercayaan. Poin penting dari mekanisme
dengan tatap muka merupakan tahap yang collaborative governance adalah pada aspek ini.
sangat penting pada proses kolaborasi. Proses Karena kinerja kolaborator menjadi tidak ada
tatap muka ini adalah inti dari proses artinya tanpa adanya mutual trust diantara
membangun kepercayaan, saling menghormati, stakeholder yang berkolaborasi.
pemahaman bersama, dan komitmen terhadap
proses. Dalam konteks collaborative governance dalam
pengembangan UMKM di DIY di era revolusi
Dalam konteks pengembangan UMKM di era industri 4.0 ini trust building ini terbentuk
revolusi industri 4.0 di DIY ini, proses dialog melalui proses interaksi yang dilakukan secara
tatap muka dilakukan dengan pertemuan- intens melalui diskusi, koordinasi, pelatihan,
pertemuan dalam bentuk rapat dan diskusi sosialisasi antara pelaku UMKM sendiri,
bersama para stakeholder yang terkait untuk Pemerintah (dinas-dinas), organisasi swasta
membahas tentang apa saja yang bisa (Perusahaan) dan aktor-aktor yang berasal dari
dilakukan oleh para stakeholder untuk masyarakat (asosiasi-asosiasi). Trust building
mengembangkan UMKM di era revolusi ini semakin menguat setelah rencana kegiatan
industri ini. Diantara hasil dari pertemuan dan yang dirumuskan oleh para stakeholder dapat
diskusi tersebut adalah lahirnya rencana- direalisasikan dan memberikan dampak yang
rencana kegiatan dalam bentuk kelas berbagi, besar bagi UMKM dalam memanfaatkan
pelatihan, diskusi dan seminar yang teknologi untuk pengembangan pemasaran
diselenggarakan secara bersama-sama maupun produknya.
secara mandiri oleh stakeholder terkait
pemanfaatan teknologi bagi pengembangan Commitment to the process (komitment
UMKM. Stakeholder yang tergabung dalam terhadap proses)
kerja-kerja kolaboratif ini antara lain; Dinas Dari beberapa literatur yang menjadi rujukan,
Koperasi dan UMKM baik di level Provinsi, diketahui bahwa tingkat komitmen antar
Kabupaten atau Kota, Dinas Perdagangan stakeholder merupakan penentu dari
Kabupaten, asosiasi-asosiasi pengusaha di keberhasilan dan kegagalan Collaborative
tingkat Kecamatan, Kabupaten/Kota, BUMN Governance. Dalam sebuah survey pada
yang dalam hal ini direpresentasikan oleh American and Australian collaborative groups,
rumah kreatif yang ada di setiap Kabupaten Margerum tahun dalam Ansell dan Gash
dan Kota serta sejumlah organisasi seperti (2007:559) menemukan bahwa komitmen
Gapura Digital (Google), Women Will (Google), anggota merupakan faktor paling penting
Ayo Belajar, Pelatih Indonesia, Sedekah Ilmu, dalam memperlancar collaborative process.
Mata Hati Jogja, Shopee, Tokopedia, Komitmen juga berkaitan dengan motivasi bagi

4
para aktor untuk mengimplementasikan stakeholderyang tumpang tindih dan
collaborative governance. Tetapi, menurut cenderung kurang singkron. Stakeholder yang
Ansell dan Gash, stakeholder tidak ingin terkait dalam melakukan program maupun
kepentingan mereka diabaikan atau hanya kegiatannya tidak memperhatikan program
sekedar mengamankan posisi mereka. Namun, dari stakeholder lain. Bahkan masing – masing
sebaliknya, sesungguhnya komitmen adalah stakeholder tidak mengetahui program yang
sebuah keyakinan bahwa dengan collaborative dilakukan oleh stakeholder yang lain dalam
process akan menciptakan keuntungan untuk pengembangan UMKM di DIY di era revolusi
masing-masing pihak dan kepentingan publik. industri 4.0.

Proses kolaborasi dalam pengembangan Intermediate outcomes (hasil sementara)


UMKM di era revolusi industri 4.0 ini dalam Sejumlah studi kasus menunjukkan bahwa
aspek komitmen terhadap proses yang kolaborasi sangat fisibel dilakukan ketika
dilakukan oleh pemerintah, swasta, maupun tujuan dan keuntungan dari kolaborasi relatif
masyarakat memiliki tujuan yang sama yaitu konkret. Meskipun intermediate outcomes
agar pelaku UMKM memperluar jejaring dapat mewakili output nyata dari hal tersebut,
pasarnya dengan memanfaatkan telnologi di tetapi dalam proses ini intermediate outcomes
era revolusi industri ini dan dapat diartikan sebagai hasil proses yang penting
meningkatkan pendapatannya. Namun, dalam untuk membangun momentum yang dapat
kerjasama antar stakeholder masih belum menyebabkan keberhasilan kolaborasi.
optimal, hal ini dibuktikan masih terdapat Keberhasilan ini dapat memberikan feedback
tumpang tindih kepentingan, maupun ego ke dalam proses kolaboratif, mendorong siklus
sektoral. Dari internal pemerintah, stakeholder yang baik untuk membangun kepercayaan dan
yang ada masih fokus pada kepentingannya komitmen. Keberhasilan kolaboratif
masing-masing dan belum ada pembagian governance dapat memberikan feedback ke
yang tegas terkait fokus dan lokus kerjanya. dalam proses kolaboratif, mendorong siklus
Demikian halnya dengan pihak swasta. yang baik untuk membangun kepercayaan dan
Namun demikian tetap dapat dikatakan bahwa komitmen.
dalam pengembangan UMKM di era revolusi
industri ini, komitmen dari para pihak yang C. PENUTUP DAN REKOMENDASI
terlibat dari masing-masing sudah berjalan Collaborative governance dalam
baik, masing-masing pihaknya secara sadar pengembangan UMKM di DIY pada era
dalam menjalankan tugas maupun revolusi industri 4.0 adalah sebuah strategi
tanggungjawabnya tetap mengedepankan yang disepakati bersama untuk meningkatkan
terwujudnya UMKM di DIY yang unggul dan daya saing UMKM yang ada di DIY. Kolaborasi
mampu bersaing di era revolusi induatri 4.0. yang terbentuk dalam konteks ini diwujudkan
dengan penyelenggaraan sejumlah kegiatan
Shared Understanding (saling memahami) dari masing-masing stakeholder. Collaborative
Dalam Collaborative Governance, para aktor governance dalam konteks ini dilakukan
harus menyamakan pemahaman atau persepsi dengan melibatkan sejumlah stakeholder
akan tujuan yang akan mereka capai secara diantaranya adalah Dinas Koperasi dan UMKM
bersama. Konsep ini oleh Ansell dan Gash baik di level Provinsi, Kabupaten atau Kota,
disebut sebagai shared understanding. Lebih Dinas Perdagangan Kabupaten, asosiasi-
lanjut Shared understanding didefinisikan juga asosiasi pengusaha di tingkat Kecamatan,
sebagai kesepakatan tentang pengetahuan yang Kabupaten/Kota, BUMN yang dalam hal ini
relevan yang diperlukan untuk mengatasi direpresentasikan oleh rumah kreatif yang ada
masalah. Pemahaman bersama idealnya di setiap Kabupaten dan Kota serta sejumlah
dimiliki masing-masing instansi untuk organisasi seperti Gapura Digital (Google),
mencapai tujuan bersama, tidak berjalan Women Will (Google), Ayo Belajar, Pelatih
semestinya. Shared understanding dalam Indonesia, Sedekah Ilmu, Mata Hati Jogja,
pengembangan UMKM di era revolusi industri Shopee, Tokopedia, Bukalapak, Belanja.com,
4.0 di DIY belum optimal. Hal tersebut HP (Hewlet Packard), Telkom dan beberapa
setidaknya dapat dilihat dari banyaknya perusahaan atau organisasi yang lain.
program yang dilakukan oleh masing-masing Collaborative Governance Process dalam

5
pengembangan UMKM di DIY pada era Village Government Business Management
revolusi industri 4.0 belum optimal (Study on Village Business Enterprises in
dilaksanakan, karena masih ada tumpang Banyumas, Indonesia). Journal of Public
tindih program serta kelompk sasaran. Hal ini Administration and Governance, 7(4), 147-
salah satunya sebagai dampak dari ketiadaan 164.
data yang memadai baik yang dikelola oleh
Gash, C. A. A. (2007). Collaborative governance
masing-masing stakeholder ataupun oleh
in theory and practice. Journal of Public
pemerintah sendiri. Sehingga ada komunitas
Administration Research and Theory, 18.
UMKM yang memperoleh banyak program
dan kegiatan dari stakeholder tertentu namun Disertasi
ada pula komunita sUMKM yang belum
Dewi, R. T. (2012). Faktor-Faktor Yang
tersentuh perogram dan kegiatan terkait Mempengaruhi Collaborative Governance
pemanfaatan teknologi.
Dalam Pengembangan Industri Kecil
(Studi Kasus Tentang Kerajinan Reyog
Penyebab berikutnya dari belum optimalnya
Dan Pertunjukan Reyog Di Kabupaten
collaborative governance ini salah satunya
Ponorogo) (Doctoral dissertation, UNS
disebebkan oleh belum adanya forum
(Sebelas Maret University)).
koordinasi antar stakeholder yang sebagai
wadah koordinasi dari masing-masing Buku
stakeholder yang memiliki concern yang sama. Afful-Koomson, T., & Owusu Asubonteng, K.
Dalam hal komitmen, komitmen para pihak (Eds.). (2015). Collaborative Governance in
yang terlibat dari masing-masing sudah Extractive Industries in Africa. United
berjalan baik, masing-masing stakeholder telah Nations University Institute for Natural
secara sadar menjalankan tugas maupun Resourc
tanggungjawabnya, tetapi, dalam proses
kerjasama antar stakeholder belum berjalan Salim, Agus. (2001). Teori dan Paradigma
dengan baik. Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti Stake, R.E. (1978). The Case Study Method of
memberikan rekomendasi sebagai berikut: Social Inquiry. Dalam Educational
1. Pembentukan database stakeholder yang Researcher. No 7 (2), hal. 5-8
menjalankan peran dan fungsi
pemberdayaan terhadap UMKM Yin, R.K. (2009). Case Study Research: Design
2. Pendataan terkait program dan kegiatan and Methods (Fourth Edition). Beverly Hills,
yang dilakukan oleh stakeholder untuk CA: Sage.
kelompok UMKM Schwab, K. (2017). The fourth industrial
3. Pembentukan wadah forum komunikasi revolution. Crown Business.
dan koordinasi antar stakeholder
Website
REFERENSI http://bappeda.jogjaprov.go.id/dataku/data_
Haryono, N. (2012). Jejaring untuk membangun dasar/index/107-ukm?id_skpd=44
kolaborasi sektor publik. Jurnal Jejaring
Administrasi Publik, 4(1), 47-53. http://www.kemenperin.go.id/artikel/17565/
Empat-Strategi-Indonesia-Masuk-Revolusi-
Irawan, D. (2017). Collaborative Governance Industri-Keempat
(Studi Deskriptif Proses Pemerintahan
Kolaboratif Dalam Pengendalian http://www.kemenperin.go.id/artikel/18967/
Pencemaran Udara Di Kota Making-Indonesia-4.0:-Strategi-RI-Masuki-
Surabaya). Kebijakan dan Manajemen Revolusi-Industri-Ke-4
Publik, 5(3), 1-12.
Kurniasih, D., Setyoko, P. I., & Imron, M.
(2017). Problems of Public Accountability in

Anda mungkin juga menyukai