PEMBAHASAN
Tabel 6. 1 Perbandingan nilai dimensi serat, turunan dimensi serat, dan berat jenis
kayu akasia hibrida dengan induknya
Padatan total merupakan jumlah total padatan yang terdapat di dalam lindi
hitam yang terdiri dari padatan tersuspensi dan padatan terlarurt. Padatan tersebut
berisi senyawa organik seperti lignin, selulosa, hemiselulosa, lignin, dan senyawa
kimia lainya yang terlarut selama proses pemasakan pulp. Sedangkan padatan
tersuspensi terdiri dari serat-serat pendek, bahan pengisi, dan bahan aditif
(Lukmandaru, 2017). Padatan total dan padatan tersuspensi yang diperoleh dalam
penelitian ini berkisar antara 4219–4552 mg/L dan 60–330 mg/L. Jika
dibandingkan dengan penelitian Lukmandaru (2017) yang menghasilkan padatan
total dan tersuspensi sebesar 1600–8500 mg/L dan 160–600 mg/L, nilai yang
dihasilkan pada penelitian ini memasuki kisaran tersebut. Berdasarkan grafik pada
Gambar 5.3 dan Gambar 5.4 menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi alkali
aktif meningkatkan nilai padatan total dan padatan tersuspensi. Peningkatan
padatan tersuspensi meningkat cukup tinggi pada konsentrasi alkali aktif 19% dan
21%. Hal tersebut diduga karena semakin banyak serat-serat yang terlarut ketika
terjadi penambahan konsentrasi alkali aktif tersebut. Hal ini dibuktikan dengan
rendemen tersaring pada konsentrasi alkali aktif 19% dan 21% yang menurun,
sementara nilai reject pun turut menurun.
Menurut MacLeod (2007), target nilai bilangan kappa pulp yang dapat
diputihkan berkisar antara 12–18. Nilai bilangan kappa pada penelitian ini berada
di bawah target tersebut. Hal ini diduga terjadi karena konsentrasi alkali aktif yang
digunakan menyebabkan proses delignifikasi yang berlangsung terlalu tinggi. Pada
penelitian ini hanya konsentrasi 15% yang paling mendekati target bilangan kappa
yang disampaikan oleh MacLeod (2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Yamada et al. (1990), akasia hibrida
dengan konsentrasi 13% secara menghasilkan bilangan kappa sebesar 16,2. Pada
penelitian ini dengan konsentrasi 15% sudah mencapai bilangan kappa 11,19%.
Jika dibandingkan dengan penelitian oleh Wan Rosli et al., (2009) menggunakan
A. mangium konsentrasi alkali aktif 13%, 18%, dan 23% menghasilkan bilangan
kappa 21,7, 20,2, dan 15,7. Nilai tersebut masih jauh lebih tinggi dibandingkan pada
penelitian ini. Hal tersebut diduga karena kandungan lignin pada akasia hibrida
relatif rendah. Sebagai catatan, akasia hibrida umur 9 tahun memiliki kandungan
lignin sebesar 26,6% Yamada et al. (1990). Pada umur 3 tahun, dimungkinkan
akasia hibrida memiliki kandungan lignin yang lebih rendah.
Tabel 6. 2 Pengaruh derajat giling terhadap sifat fisik dan opasitas pulp akasia
hibrida
Tabel 6. 3 Perbandingan sifat fisik dan optis lembaran kertas akasia hibrida pada
konsentrasi alkal aktif yang berbeda
6.10. Optimasi Penggunaan Alkali Aktif dan Derajat Giling pada Pulp
Akasia Hibrida
Nilai derajat giling yang menghasilkan sifat fisik lembaran kertas tertinggi
yaitu pada 180-195 mL CSF. Pada derajat giling tersebut, konsentrasi alkali aktif
yang memiliki nilai sifat fisik tertinggi yaitu pada konsentrasi alkali aktif 15%. Jika
dibandingkan dengan SNI, hanya indeks retak saja yang memenuhi standar
tersebut. Sedangkan nilai indeks sobek dan indeks tarik masih berada di bawah
standar tersebut. Dengan kecenderungan meningkat seiring dengan penurunan nilai
derajat giling atau peningkatan waktu penggilingan. Sehingga dimungkinkan untuk
meningkatkan waktu penggilingan agar menghasilkan lembaran kertas dengan
kekuatan yang lebih baik. Konsentrasi alkali aktif pada derajat giling 250 mL CSF
yang menghasilkan sifat fisik lembaran kertas tertinggi untuk indeks retak pada
konsentrasi alkali 15%, sedangkan indeks sobek dan tarik pada konsentrasi alkali
17%. Jika dibandingkan dengan SNI, hanya indeks retak saja yang memenuhi
standar tersebut. Rendahnya nilai indeks sobek dan indeks tarik diduga dipengaruhi
oleh dimensi seratnya. Nilai daya tenun pada penelitian ini cukup rendah (kelas III)
sehingga dapat mempengaruhi nilai kekuatan sobeknya (Hartoyo, 1989). Selain itu,
nilai panang serat pada penelitian ini >900 dan termasuk dalam kelas IV sehingga
akan mempengaruhi kekuatan tariknya. Panjang serat mempengaruhi kekuatan
lembaran dan menentukan kemampuan ikatan antarserat (Casey, 1960).
Secara keseluruhan, nilai sifat fisik lembaran kertas pada peneltian ini pun
masih lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Yamada et al. (1990). Hal ini
diduga karena perbedaan umur dan tempat tumbuh sampel yang digunakan. Sampel
pada penelitian Yamada et al. (1990) berumur 9 tahun sedangkan pada penelitian
ini berumur 3 tahun, diduga terdapat perbedaan pada struktur anatomi dan
kandungan komponen kimianya sehingga berpengaruh terhadap sifat fisik
kertasnya.