ANTI DEPRESSAN
Oleh :
La Ode Naufal Arrouf Syahnasti, S.Ked
K1B1 22 044
Pembimbing:
dr. Wa Ode Harniana, M.Kes., Sp.KJ
A. Latar Belakang
Gangguan mental adalah salah satu penyebab utama dari beban terkait
kesehatan global. Berdasarkan studi Global Burden of Disease (GBD) pada tahun
2019 memperkirakan bahwa dua gangguan mental yang paling melumpuhkan
adalah gangguan depresi dan kecemasan dimana keduanya menduduki peringkat
25 besar penyebab utama beban kesehatan di seluruh dunia. 1
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas)
pada tahun 2018, gangguan mental menduduki peringkat kelima dari total beban
penyakit di Indonesia, dibawah penyakit kardiovaskuler, neoplasma, maternal
dan neonatal, infeksi pernapasan. Setelah dilakukan perbandingan antara 10 besar
penyakit mental di Indonesia, depressive disorder tetap menduduki peringkat
pertama, disusul oleh gangguan kecemasan, dan skizofrenia. Gangguan depresi
sangatlah berbahaya dan dapat dialami oleh semua kelompok usia. Hasil
Riskesdas 2018 juga menunjukkan bahwa gangguan depresi sudah mulai terjadi
sejak rentang usia remaja (15-24 tahun) dengan prevalensi 6.2 %. Nilai prevalensi
tersebut cukup bervariasi dan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya
usia, tertinggi pada umur > 75 tahun yaitu sebesar 8.9%, 65-74 tahun sebesar
8.0%, dan 56-64 tahun sebesar 6.5%. 2
Untuk nilai prevalensi Depresi berdasarkan provinsi pada penduduk dengan
usia > 15 tahun, provinsi dengan nilai tertinggi diberikan kepada Sulawesi
Tengah dengan angka 12.3%, dan provinsi dengan angka terendah diberikan
kepada Jambi dengan angka 1.8%. Untuk Sulawesi Tenggara sendiri menduduki
peringkat 15 dengan angka prevalensi sebesar 6.3%. 2
Gangguan depresi, berdasarkan PPDGJ III merupakan bagian dari
gangguan afektif atau suasana perasaan. Gejala utama dari gangguan ini adalah
adanya suasana hati atau mood depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan
berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas. Selain itu,
gangguan depresi dapat menyebabkan sejumlah gejala lainnya, diantaranya
penurunan konsentrasi, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan
tentang rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan suram dan
pesimis, gagasan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu, nafsu
makan berkurang. Gejala-gejala berikut baru dapat dikategorikan sebagai
gangguan afektif episode depresif jika onset gejala sekurang-kurangnya terjadi
selama 2 minggu. 3
Gangguan depresi dapat sangat berbahaya bagi nyawa pasien serta dapat
mempengaruhi kualitas hidup pasien dikarenakan dapat menyebabkan gangguan
di tempat kerja akibat berkurangnya produktivitas dan tanggung jawab atas
pekerjaan. Maka dari itu, diperlukan penanganan yang tepat baik berupa adanya
dukungan dari support system terdekat maupun pemberian tata laksana
farmakologi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tata Laksana
Pemberian obat-obatan sebagai terapi dapat membantu pasien agar tetap
terkendali saat menerima psikoterapi. Obat utama yang digunakan untuk
gangguan depresi adalah antidepressan. Berikut beberapa pilihan obat yang
direkomendasikan untuk pengobatan gangguan depresi :
1. Selective serotonin re-uptake inhibitors (SSRI)
Pemberian SSRI didasarkan pada peningkatan defisiensi serotonin yang
menurut para peneliti sebagai penyebab depresi dalam hipotesis monoamin.
SSRI bekerja dengan menghambat reuptake serotonin, sehingga meningkatkan
aktivitas serotonin dalam tubuh. SSRI menghambat transporter serotonin
(SERT) di terminal akson presinaptik. Dengan adanya penghambatan SERT,
peningkatan jumlah serotonin (5-hydroxytryptamine atau 5HT) tetap berada di
celah sinaptik dan dapat merangsang reseptor postsinaptik untuk waktu yang
lebih lama. 4
5. Serotonin Modulators
Modulator serotonin seperti vilazodone menghambat reuptake presinaptik
serotonin. Ini juga merupakan agonis parsial pada reseptor serotonin 5-HT1A
postsinaptik. Selain itu, obat lainnya seperti Trazodone bekerja pada reseptor
serotonin 5-HT2A dan 5-HT2C pascasinaptik dan secara lemah menghambat
reuptake serotonin prasinaptik. Trazodone juga memiliki reseptor alfa-
adrenergik postsinaptik tambahan dan aktivitas penghambat reseptor histamin.
Nefazodone antagonis terhadap reseptor serotonin 5-HT2A pascasinaptik
dan menghambat reuptake serotonin dan norepinefrin presinaptik; tindakan ini
meningkatkan transmisi serotonergik pada reseptor 5-HT1A.12