Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIDEPRESI


Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Praktikum Farmakologi Toksikologi

Disusun Oleh :
Nama : Nanda Nabila Hikmah Azhari
NIM : 230106089
Dosen Pengampu : Apt. Kartika Sari M.S.farm.
Asisten Praktikum : Reka Seutiawati

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANDUNG
2024
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan mental utama saat ini,
yang mendapatkan perhatian serius. Orang yang mengalami depresi umumnya
mengalami gangguan yang meliputi keadaan emosi, motivasi, fungsional, dan
tingkah laku serta kognisi bercirikan ketidakberdayaan yang berlebihan
(Dundu,2015).
Stres atau depresi merupakan kondisi medis psikiatris dan bukan
sekedar suatu keadaan sedih. Kadang-kadang, kondisi depresi seseorang dapat
menyebabkan gangguan aktivitas sosial sehari-harinya. Depresi bisa
disebabkan oleh faktor organobiologis (ketidak seimbangan neurotransmiter di
otak terutama disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah), faktor
psikologis (tekanan beban psikis, dampak pembelajaran prilaku terhadap suatu
situasi sosial), serta faktor sosio-lingkungan, misalnya kehilangan pasangan
hidup, kehilangan pekerjaan, pasca bencana, atau dampak situasi kehidupan
sehari-hari (Lubis N, 2016).
WHO menyatakan bahwa depresi berada pada urutan keempat penyakit paling
sering di dunia. Depresi sering ditemui dalam kasus gangguan jiwa. Pravalensi
pada wanita diperkirakan 10-25% dan laki-laki 5-12%. Walaupun depresi lebih
sering pada wanita, bunuh diri lebih sering terjadi pada laki-laki terutama usia
muda dan usia tua. Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia
sebesar 1,7 per mil (WHO,2020).
Terapi pada gangguan depresi mampu ditangani secara non-
farmakologis dan farmakologis. Pilihan non-farmakologis yang digunakan
seperti psikoterapi (terapi kognitif, terapi perilaku, atau interpersonal
psikoterapi), terapi elektrokonvulsif, dan stimulasi magnetik transkranial
berulang (Wells et al., 2017).
Antidepresan adalah obat yang digunakan untuk pengobatan depresi.
Kadar neurotransmiter terutama norepinefrin dan serotonin dalam otak sangat
berpengaruh dalam keadaan depresi dan gangguan Sistem Safar Pusat.
Rendahnya kadar norepinefrin dan serotonin didalam otak yang menyebabkan
gangguan depresi, dan apabila kadarnya terlalu tinggi menyebabkan mania.
Oleh karena itu antidepresan adalah obat yang mampu meningkatkan kadar
norepinefrin dan serotonin di dalam otak (Novelni,R.2022).

1.2. Tujuan
1.2.1. Menganalisis aktivitas obat antidepresi pada hewan percobaan.
1.2.2. Merancang rencana eksperimen yang detail untuk menganalisis
pengujian efektivitas obat antidepresi.

1.3. Prinsip
Prinsip kerja dari obat depresan atau antidepresan memiliki efek
mempengaruhi mood dan behaviour, dimana perasaan dan perilaku terlibat.
Obat tersebut bekerja dengan mempengaruhi otak dan sulit untuk didefinisikan
serta diukur kualitas dan kuantitas kerjanya (Lucia,2023).
Prinsip terapi dari antidepresan, mengeliminasi atau mengurangi gejala
depresi, meminimalkan efek samping, memastikan kepatuhan terhadap
pengobatan dan membantu pengembalian ke tingkat fungsi sebelum terjadinya
penyakit. Obat antidepresan efektif pada pengobatan depresi, meringankan
gejala gangguannya termasuk penyakit psikis (Sukandar,2014).
BAB II
TEORI DASAR

Depresi adalah salah satu penyakit gangguan mental yang ditandai dengan
perasaan yang tertekan secara terus-menerus hal ini dapat mempengaruhi suasana
hati, perilaku ataupun kesehatan fisiknya (Zhao et al., 2014).
Depresi adalah gangguan mental yang umumnya ditandai dengan perasaan
depresi, kehilangan minat atau kesenangan, penurunan energi, perasaan bersalah
atau rendah diri, sulit tidur atau nafsu makan berkurang, perasaan kelelahan dan
kurang konsentrasi. Kondisi tersebut dapat menjadi kronis dan berulang, dan secara
substansial dapat mengganggu kemampuan individu dalam menjalankan tanggung
jawab sehari-hari. Di tingkat yang paling parah, depresi dapat menyebabkan bunuh
diri (WHO, 2014).
Depresi adalah gangguan emosional atau suasana hati yang buruk yang
ditandai dengan kesedihan yang berkepanjangan, putus harapan, perasaan bersalah
dan tidak berarti, sehingga seluruh proses mental (berpikir, berperasaan,
berperilaku) tersebut dapat mempengaruhi motivasi untuk beraktivitas dalam
kehidupan sehari-hari maupun pada hubungan interpersonal (Dirgayunita, 2016).
Pengobatan untuk gangguan cemas dan gangguan depresi perlu meliputi
ketiga aspek yang mempengaruhi kejiwaan seseorang. Pendekatan biologis,
psikologis dan sosial (termasuk spiritual) adalah hal yang tidak bisa dilepaskan pada
pengobatan pasien-pasien tersebut. Dalam tujuan terapinya adalah untuk
mengeliminasi atau mengurangi gejala depresi, meminimalkan efek
samping,memastikan kepatuhan terhadap pengobatan dan membantu pengembalian
ke tingkat fungsi sebelum sakit (Sukandar, 2014).
1. Faktor biologis
Banyak penelitian menjelaskan adanya abnormalitas biologis pada pasien-
pasien dengan gangguan mood. Pada penelitian akhir-akhir ini, monoamine
neurotransmitter seperti norephinefrin, dopamin, serotonin, dan histamin
merupakan teori utama yang menyebabkan gangguan mood (Kaplan, et al,
2010).
2. Biogenic amines
Norephinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmitter yang paling
berperan dalam patofisiologi gangguan mood (Kaplan, et al, 2010).
3. Gangguan neurotransmitter lainnya
Ach ditemukan pada neuron-neuron yang terdistribusi secara menyebar pada
korteks cerebrum. Pada neuron-neuron yang bersifat kolinergik terdapat
hubungan yang interaktif terhadap semua sistem yang mengatur monoamine
neurotransmitter. Kadar choline yang abnormal yang dimana merupakan
prekursor untuk pembentukan Ach ditemukan abnormal pada pasien-pasien
yang menderita gangguan depresi (Kaplan, et al, 2010).
4. Faktor neuroendokrin
Hormon telah lama diperkirakan mempunyai peranan penting dalam gangguan
mood, terutama gangguan depresi. Sistem neuroendokrin meregulasi hormon-
hormon penting yang berperan dalam gangguan mood, yang akan
mempengaruhi fungsi dasar, seperti : gangguan tidur, makan, seksual, dan
ketidakmampuan dalam mengungkapkan perasaan senang (Kaplan, et al,
2010).
5. Abnormalitas otak
Studi neuroimaging, menggunakan computerized tomography (CT) scan,
positron-emission tomography (PET), dan magnetic resonance imaging (MRI)
telah menemukan abnormalitas pada 4 area otak pada individu dengan
gangguan mood. Area-area tersebut adalah korteks prefrontal, hippocampus,
korteks cingulate anterior, dan amygdala. Adanya reduksi dari aktivitas
metabolik dan reduksi volume dari gray matter pada korteks prefrontal, secara
partikular pada bagian kiri, ditemukan pada individu dengan depresi berat atau
gangguan bipolar (Kaplan, et al, 2010).
Depresi dan gangguan mood melibatkan berbagai faktor yang saling
mempengaruhi. Konsisten dengan model diatesis-stres, depresi dapat
merefleksikan antara faktor-faktor biologis (seperti faktor genetis, ketidakteraturan
neurotransmitter, atau abnormalitas otak), faktor psikologis (seperti distorsi
kognitif atau ketidakberdayaan yang dipelajari), serta stressor sosial dan lingkungan
(sepreti perceraian atau kehilangan pekerjaan).
Depresi dapat diobati dengan mengkonsumsi obat antidepresan. Antidepresan
adalah obat-obatan dengan efek positif memperbaiki mood. Namun, efek samping
dari penggunaan obat antidepresan yaitu ketergantungan karena obat yang banyak
beredar adalah golongan psikotropika (Nuryati, 2017).
Pengobatan depresi biasanya menggunakan obat antidepresan. Pembagian
obat antidepresan dibedakan berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu Selective
Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI), Serotonine Norepinephrine Reuptake
Inhibitor (SNRI), Inhibitor Monoamin Oksidase, Trisiklik (Ningtyas, 2018).
1. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)
Mekanisme kerja dari SSRI adalah menghambat pengambilan 5-HT ke dalam
neuron presinaptik. Sering digunakan sebagai lini pertama karena efek samping
yang cenderung aman. Obat jenis ini memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor
monoamine tetapi tidak memiliki afinitas terhadap adrenoreseptor α, histamin,
muskarinik atau asetilkolin yang terdapat juga pada obat antidepresan trisiklik.
Beberapa contoh obat yang termasuk ke dalam golongan SSRI adalah
citalopram, fluvoxamine, paroxetine, fluoxetine, sertraline. Efek samping dari
SSRI adalah sakit kepala, insomnia, kelelahan, kecemasan, disfungsi seksual,
peningkatan berat badan (Santarsieri and Schwartz, 2015).
2. Serotonine Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI)
SNRI bekerja dengan melakukan pengangkutan serotonin dan norepinedrin.
Pengangkutan norepinefrin secara struktur mirip dengan pengangkutan
serotonin. Pengangkutan norepinefrin memiliki afinitas ringan terhadap
dopamine. Afinitas sebagaian besar SNRI cenderung lebih besar untuk
pengangkut serotonin daripada norepinedrin. Beberapa contoh obat yang
termasuk ke dalam golongan SNRI adalah venlafaxine, duloxetine,
desvenlafaxine, milnacipran, levomilnacipran (Sansone, 2014).
3. Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs)
Bekerja dengan mekanisme meningkatkan konsentrasi norepinefrin, 5-HT, dan
dopamine dalam neuron sinaps melalui penghambatan sistem enzim
monoamine oxidase (MAO) (Wells et al, 2017).
Monoamin oksidase dalam tubuh memiliki fungsi deaminasi oksidatif
katekolamin dimitokondria. Proses ini dihambat oleh MAOI karena
terbentuknya suatu kompleks antara MAOI dan MAO sehingga mengakibatkan
peningkatan kadar epinefrin, norepinefrin, dan serotonin. MAOI tidak hanya
menghambat MAO, tetapi menghambat juga enzim lain yang mengakibatkan
terganggunya metabolisme obat di hati (Tjay & Rahardja, 2010). Penggunaan
obat golongan MAOI sudah sangat jarang dikarenakan efek toksik. Efek
samping yang sering terjadi adalah hipotensi dan hipertensi. Contoh obat
MAOI adalah isocarboxazid, phenelzine, tranylcypromine, selegiline
(Santarsieri and Schawrtz, 2015).
4. Trisiklik (TCA)
Obat golongan trisiklik efektif untuk penyakit depresi, tetapi penggunaanya
telah berkurang karena telah tersedia obat yang mempunyai efektivitas terapi
yang sama tetapi mempunyai dosis yang lebih aman dan lebih toleransi.
Mekanisme obat golongan trisklik ini bekerja adalah dengan mennghambat
ambilan dari norephinefrin dan 5-HT, menghambat adrenergik, kolinergik, dan
reseptor histaminergik (Wells., et al., 2017).
5. Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
Elektrokonvulsif adalah salah satu pengobatan yang efektif untuk mengobati
depresi mayor. Pengobatan ini efektif karena repson relative tinggi
dibandingkan dengan pengobatan menggunakan antidepresan (Lisanby, 2015).
Walaupun memiliki efikasi yang tinggi, kambuh depresi juga tinggi. Untuk
melindungi dari kambuhnya depresi, terdapat 2 strategi yaitu augmentasi ECT
dengan farmakoterapi pada saat fase akut, atau melanjutkan terapi dengan salah
satu dari terapi (McClintock, 2016).
BAB III
METODELOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan bahan


3.1.1 Alat

No. Nama Alat Gambar Kegunaan


1. Alat suntik 1 ml Untuk menyuntikkan /
memberikan obat pada
hewan percobaan

2. Sonde oral Alat untuk memasukkan


obat / cairan ke dalam
mulut hewan percobaan

3. Tabung gelas silinder Untuk tempat perendaman


hewan percobaan yang
diuji

4. Timbangan mencit Untuk menimbang hewan


percobaan

3.1.2 Bahan
No. Nama Bahan Kegunaan Precaution
1. Aquadest Sebagai pelarut Bukan bahan
berbahaya
No. Nama Bahan Kegunaan Precaution
2. amithriptilin Sebagai obat Toxic
antidepresan yang akut,menyebabkan
diberikan kepada iritasi mata.
hewan uji
3. diazepam Sebagai obat Toxic jika terkena
antidepresan yang kulit
diberikan kepada
hewan uji
4. Mencit putih Sebagai hewan Tidak berbahaya
percobaan
5. Nacl fisiologis Sebagai larutan /zat Tidak berbahaya
yang diberikan pada
hewan uji
6. Swiss webster Sebagai hewan Tidak berbahaya
percobaan

3.2. Prosedur
3.2.1. Mencit
Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian aktivitas obat antidepresi pada
mencit sebagai hewan percobaan. Hal pertama yang dilakukan ialah Diisi
tabung silinder gelas dengan air pada ketinggian sekitar 8 cm dengan suhu 25°,
kemudian dimasukkan setiap mencit ke dalam tabung silinder selama 5 menit
sehari sebelum Percobaan dan dibiarkan berenang. Mencit dibagi ke dalam
kelompok kontrol dan kelompok uji pada hari berikutnya. Lalu diberikan
larutan Nacl fisiologis pada mencit untuk kelompok kontrol dan bahan uji pada
kelompok uji secara per oral. Selanjutnya mencit dimasukkan ke dalam tabung
silinder yang berisi air setelah 1 jam lalu dicatat setiap 5 menit selama waktu
pengamatan 15 menit ketika mencit tidak bergerak kemudian dianalisis data
analisis varians dan data analisis dengan students t-test lalu disajikan data
dalam bentuk tabel atau grafik dan dihitung persentase aktivitas
antidepresi,dibandingkan dengan kelompok control.

3.2.2. Praktikkan
Diminta masing-masing praktikkan untuk mengisi kuisioner mengenai sifat
psikis secara pribadi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1 Pengamatan Aktivitas Antidepresan

Kelompok 5 10 15 total
Diam Gerak Diam Gerak Diam Gerak Diam Gerak
(detik) (detik) (detik) (detik) (detik) (detik) (detik) (detik)

Kontrol 44 256 165 135 213 87 422 478

Amitriptilin 25
0 300 2 298 43 257 45 855
mg/100 mL
Diazepam 5
6 294 18 282 24 276 48 852
mg/100 mL
Amitriptilin 25
183 117 153 147 292 8 628 272
mg/50 mL

4.1.2 Grafik Immobility Time (detik) dengan Metode FST

Pengujian Aktivitas Antidepresi


Metode FST
350
292
300

250 213
200
183 165 153
150

100 44 43
24
50 0 6 2 18
0
5' 10' 15'

Kontrol Amitriptilin 25 mg/100 Ml Diazepam 5mg/100mL Amitriptilin 25 mg/ 50 Ml


4.2. Pembahasan
Praktikum kali ini bertujuan untuk memahami aktivitas obat antidepresi
pada hewan percobaan melalui rancangan eksperimen yang sesuai untuk
mengujinya. Obat-obat antidepresan memiliki efek menurunkan perasaan tertekan
secara psikis yang dimanifestaskan dengan meningkatnya aktivitas motorik dan
perbaikan mood. Terdapat beberapa percobaan yang bisa dilakukan untuk menguji
aktivitas obat-obat antidepresan, antara lain yakni uji renang. Prinsip pada metode
uji ini adalah dengan pemberian obat antidepresan dengan interval waktu yang
diperlukan oleh hewan uji untuk melakukan pergerakan ketika pengujian renang
berlangsung menjadi semakin panjang dibandingkan terhadap kontrol atau dengan
kata lain aktivitas motorik hewan uji menjadi lebih tinggi dibandingkan control
(Rahma,2024).
Pada percobaan dilakukan pengujian antidepresan menggunakan hewan uji
mencit dengan memberikan sediaan obat antidepresan yaitu amitriptilin dan
diazepam. Pada pengujian ini dilakukan dengan cara metode berenang Forced
Swimming Test, Prinsip percobaan kali ini adalah diamati dari lamanya hewan uji
menunjukkan sifat pasif tidak bergerak pada waktu tertentu setelah pemberian obat
antidepresi. Forced swimming test adalah suatu metode dalam mendeteksi efek
suatu obat antidepresi pada hewan uji. Hal ini bertujuan untuk melihat aktifitas
motorik dari hewan uji mencit setelah dilakukan pemberian sediaan uji.
Pengamatan yang dilakukan pada metode Forced Swimming Test adalah
immobility time, efek antidepresan diukur melalui lama immobility time yang lebih
singkat dibandingkan dengan kelompok uji yang tidak diberikan obat antidepresan.
Pengukuran immobility time dinilai ketika hewan uji tidak bergerak di dalam air
yang menandakan hewan tersebut depresi (Lucia,2023).
Forced swimming test sering digunakan untuk menentukan apakah suatu
senyawa dapat menunjukkan aktivitas antidepresan. Mencit ditempatkan ke dalam
wadah yang berisi air dalam waktu yang lama, sehingga mencit menampilkan
serangkaian perilaku yang biasanya menjadi tidak bergerak dalam beberapa menit
saat pengujian. Hal tersebut bisa terjadi dikarenakan oleh paparan stres sebelumnya.
Pengobatan dengan antidepresan menghasilkan durasi imobilitas yang lebih
pendek. Forced swimming test pada mencit peka terhadap berbagai antidepresan,
termasuk sebagian besar trisiklik, monoamine oksidase inhibitor dan antidepresan
atipikal, tetapi bervariasi dalam menanggapi SSRI (Dillasamola,2021).
Bahan uji obat yang diberikan pada mencit ada obat amitriptilin dosis 1 dan
amitriptilin dosis 2. Amitriptilin diberikan pada mencit dengan 2 dosis, hal ini
dilakukan untuk melihat efek yang dihasilkan apakah sesuai atau tidak dengan
literatur. Obat uji masing-masing diberikan kepada mencit sesuai dengan dosisnya
dan diberikan secara oral menggunakan sonde oral. Setelah itu mencit dibiarkan
selama 30 menit, hal ini dimaksudkan agar obat yang diberikan dapat diabsorpsi
oleh tubuh mencit, sehingga akan memberikan efek yang diharapkan.
Hasil pengamatan pada kelompok kontrol menunjukkan meningkatnya
immobility time, maka hewan uji tersebut dinilai depresi. Karena, Hewan uji yang
memiliki immobility time yang tinggi menggambarkan tingkat depresi dari hewan
coba, sebaliknya immobility time yang rendah menggambarkan hewan uji dalam
keadaan normal (Ansori dkk, 2023).
Pada grafik uji yang memiliki total immobility time yang kecil adalah
kelompok kedua yang diberikan amitriptilin 25 mg/100 ml dengan nilai sebesar 45
detik. Amitriptilin merupakan antidepresi trisiklik. Amitriptilin bekerja dengan
menghambat re-uptake neurontransmiter aminergik dan menghambat pemecahan
neurotransmiter oleh enzim monoamin oksidase. Amitriptilin memiliki dua gugus
metal, termasuk amin tersier sehingga lebih responsif terhadap depresi akibat
kekurangan serotonin. Senyawa ini juga memiliki aktivitas sedatif dan
antikolinergik yang cukup kuat. Efek samping dari pemberian obat ini adalah
sedasi, efek anti-kolinergik, efek anti-adrenergik alfa, dan efek neurotoksis
(Lampi., et al., 2023).
Efek antidepresi kelompok 2 lebih besar dibandingkan dengan kelompok uji
3 dan 4. Hal ini berbeda dengan teori, karena kelompok uji keempat merupakan
amitriptilin dengan dosis yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok uji 2
namun efek antidepresannya lebih rendah dibanding zat uji lainnya ditandai dengan
immobility timenya adalah 628 detik. Hal ini dikarenakan kemungkinan salah
pengamatan atau pengerjaannya. Diurutan kedua nilai immobilitynya yang kecil
pada kelompok ketiga (diazepam) sebesar 48 detik.
Diazepam merupakan obat ansietas golongan benzodiazepin yang paling
banyak digunakan. Obat ini bekerja untuk meningkatkan aktivitas asam gamma–
aminobutirat (GABA), yaitu senyawa kimia di otak yang bertugas menghambat
kerja zat kimia penghantar sinyal saraf (neurotransmitter) di otak. Ikatan diazepam
pada reseptor GABA di sistem limbik dan hipotalamus akan meningkatkan laju ion
klorida ke dalam neuron. Kemudian menimbulkan hiperpolarisasi dari membran
sehingga menurunkan eksitabilitas saraf. Sehingga memiliki Indikasi: Mengatasi
gangguan kecemasan (antiansietas), meredakan kejang (antikonvulsan), atau
sebagai obat pelemas otot (muscle relaxan) (Dillasamola, 2021).
Obat antidepresan diberikan pada mencit agar mencit yang awalnya depresi
akan menjadi lebih tenang setelah diberikan obat antidepresan, dengan cara
menunjukkan sikap mobilitas. Antidepresan akan melakukan rangsangan sehingga
serotonin akan meningkat, maka yang terjadi meningkatnya mood. Tetapi pada
kasus ini mood mencit dapat dilihat dengan parameter imobilitas (Rini,dkk.2023).
Obat antidepresan Amitriptyline menghambat pengambilan kembali
norepinefrin dan, yang lebih kuat, serotonin pada membran saraf prasinaps,
sehingga meningkatkan konsentrasi di SSP. Ia memiliki afinitas tinggi terhadap
reseptor histamin H1 dan muskarinik M1 (Lucia, 2023).
Amitriptilin termasuk golongan Trisiklik antidepresan (TCA), Pada
pengujian jika melihat pada cara kerja amitriptilin yaitu menghambat pengambilan
kembali pada prasinaps saraf maka seharusnya waktu mobilitas kontrol lebih lama
dibandingkan pada dosis II Karena pada dosis II terdapat efek farmakologi
antidepresan (Nurfa,2022).
Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh jumlah Amitriptilin yang diberikan kurang
sehingga efek yang diinginkan kurang terlihat, proses penanganan yaitu saat
pemberian obat amitriptilin atau menyerap pada mencit tersebut membutuhkan
waktu yang cukup lama untuk melihat efek yang diinginkan. Dengan mengacu pada
mekanisme amitripilin yaitu menghambat pengambilan kembali amin biogenik
misalnya norepinerin (NE), Serotonin (5-HT) dan dopamin di dalam otak
(Nurfa,2022).
Karena menghambat pengambilan kembali neurotransmitter yang tidak
pencahayaan sehingga terjadi efek anti depresi yaitu gerak imobilitas yang di
hasilkan jauh lebih tinggi di bandingkan dengan membangkitkan semangat yang di
beri larutan eme 1%. Amitriptilin juga memiliki fungsi sebagai sedatif,
antikolinergik, dan antihistamin yang kuat sehingga cocok untuk pasien yang
agresif. Amitriptilin memiliki persentase paling tinggi pada penurunan immobility
time. Pada hewan uji, perbaikan suasana hati juga disertai dengan bertambahnya
aktivitas pada hewan uji ketika dilakukan forced swimming test (Nopiyanti,dkk.
2023).
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
5.1.1. Pada kelompok kontrol menunjukkan peningkatan immobility time
(waktu ketidakaktifan) pada hewan uji, yang mengindikasikan adanya
depresi. Semakin besar immobility time, semakin depresi hewan uji,
dan sebaliknya, semakin kecil immobility time, semakin tidak depresi
hewan uji.
5.1.2. Menggunakan pengujian Forced swimming test pada mencit karena
peka terhadap berbagai antidepresan, termasuk sebagian besar
trisiklik, monoamine oksidase inhibitor dan antidepresan atipikal,
tetapi bervariasi dalam menanggapi SSRI.
DAFTAR PUSTAKA
Ansori,dkk. (2023). UJI AKTIVITAS ANTIDEPRESAN ISOMIRISTISIN
TERHADAP IMMOBILITY TIME MENCIT PUTIH JANTAN (MUS
MUSCULUS). Jurnal Insan Farmasi Indonesia. Vol.6 (1) : 123-134.
Dillasamola, D. (2021). Buku Ajar : Teknik Evaluasi Bioaktivitas. Padang : LPPM-
Universitas Andalas
Dirgayunita, A., (2016). Depresi: ciri, penyebab dan penanganannya. Probolinggo:
Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah.
Dundu. (2015). GAMBARAN TINGKAT DEPRESI PADA WARGA KORBAN
BANJIRBANDANG DI KELURAHAN TIKALA ARES KOTA
MANADO.Jurnal e-Clinic. Vol.3 (3) : 858-870.
Kaplan, H.I & Saddock, B.J. (2010). Sinopsis Psikiatri. 10th ed. Jakarta: Bina Rupa
Aksara.
Lampi, C., Versijpt., Amin, M., et al. (2023). European Headache Federation (EHF)
critical re-appraisal and meta-analysis of oral drugs in migraine
prevention—part 1: amitriptyline. The Journal of Headache and Pain.
Vol.24 (39) : 2-12.
Lisanby SH., Sampson S, Husain MM, et al. (2015). Toward Individualized post-
electroconvulsive therapy care: piloting the symptom-titrated, algorithm-
based longitudinal (STABLE) intervention. Journal ECT. Vol.24 (3): 179-
182.
Lubis, N, (2016). Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta : Kencana Prenada Media
Group.
Lucia, E.W. (2023). Dinamika dan Interaksi Obat. Surabaya : Sandira Surabaya.
Lucia, E.W. (2023). Eksperimen Farmakologi Preklinik. Surabaya : Sandira
Surabaya.
McClintock. (2016). A Systematic Review of the Combined Use of
Electroconvulsive Therapy and Psychotherapy for Depression. Journal
ECT. Vol.27 (3): 236-243.
Ningtyas, R. A. (2018). FARMAKOTERAPI DEPRESI DAN PENGARUH JENIS
KELAMIN TERHADAP EFIKASI ANTIDEPRESAN. Jurnal FARMAKA.
Vol.16 (2) : 186-195.
Nopiyanti, dkk. (2023). UJI AKTIVITAS ANTIDEPRESAN EKSTRAK
ETANOL DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) PADA MENCIT PUTIH
JANTAN (Mus musculus L.). Jurnal Ilmiah Kefarmasian. Vol.8 (2) : 567-
577.
Novelni, R. (2020). UJI AKTIVITAS ANTIDEPRESAN EKSTRAK ETANOL
DAUN GEDI HIJAU (Abelmoschus manihot (L.) Medik) PADA MENCIT
PUTIH JANTAN (Mus mussculus). Jurnal Katalisator. Vol.7 (1) : 82-90.
Nurfa, R. (2022). GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT ANTIDEPRESAN
PADA PASIEN DEPRESI DI RSUD EMBUNG FATIMAH KOTA
BATAM PERIODE JANUARI - DESEMBER 2020 Jurnal Health Sains.
Vol.3 (3) : 475-486.
Nuryati. (2017). Farmakologi. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Rahma, P. S. (2024). Uji Aktivitas Antidepresan Minyak Atsiri Daun Kemangi
(Ocimum basilicum L) Dengan Metode Open Field Test (OFT). Jurnal
Farmasi dan Farmako Informatika, Vol.2 (1) : 9-16.
Rini,dkk. (2023). UJI EFEKTIVITAS ANTIDEPRESAN OBAT HERBAL
KAPSUL EKSTRAK DAUN PEGAGAN (Centella asiatica L.) PADA
MENCIT DENGAN METODE FORCED SWIMMING TEST. Jurnal
Ilmiah Biologi. Vol.3 (1) : 23-32.
Sansone ,S.(2014). Serotonin Norepinephrine Reuptake inhibitor: A
Pharmacological Comparison. Journal Innov Clin Neurosci. Vol.11(3-4):
37-42.
Santarsieri and Schwartz. (2014). Antidepressant efficacy and side-effect burden: a
quick guide for clinicians. Drugs Context. 4:212290.
Sukandar, N. H. (2014). Iso Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan.
Tjay, T. H. & Rahardja, K., (2010). Obat Obat Penting. Jakarta: Elex Media
Komputindo
Wells B, Dipiro J, Matzke G, Posey L, Schwinghammer T.(2017).
Pharmacotherapy Handbook. 7th ed. New York, USA: McGraw-Hill
Professional Publishing.
World Health Organization. (2014). Depression top cause of illness in world's
teens. Switzerland : World Health Organisation reports.
World Health Organization. (2020). Mental health action plan 2013-2020.
Switzerland: World Health Organization.
Zhao, X., Chen, Q., Liu, Y., Xia, C., Shi, J., & Zheng, M. (2014). Effect of xanthone
derivatives on animal models of depression. Current Therapeutic Research
-Clinical and Experimental, 76 : 45–50.
LAMPIRAN

Perhitungan Dosis
● Kontrol
BB mencit : 25,41 gram
● Amitriptilin 1:
25 mg x 0,0026 = 0,065 mg
0,065 𝑚𝑔
x 100 ml = 0,26 ml = 0,3 ml
25 𝑚𝑔

BB mencit : 25,49 gram


25,49 𝑚𝑔
Dosis x 0,3 ml = 0,328 ml = 0,4 ml
20 𝑚𝑔

● Diazepam :
5 mg x 0,0026 = 0,013 mg
0,013 𝑚𝑔
x 100 ml = 0,26 ml = 0,3 ml
5 𝑚𝑔

BB mencit: 28,32 gram


28,32 𝑔
x 0,3 ml = 0,4255 = 0,4 ml
20 𝑔

● Amitriptilin II:
25 mg x 0,0026 = 0,065 mg
0,065 𝑚𝑔
x 50 ml = 0,13 ml
25 𝑚𝑔

BB mencit: 23,67 gram


23,67 𝑔
Dosis Amitriptilin x 0.13 ml = 0,15 ml
20 𝑔

Anda mungkin juga menyukai