Disusun Oleh :
Nama : Nanda Nabila Hikmah Azhari
NIM : 230106089
Dosen Pengampu : Apt. Kartika Sari M.S.farm.
Asisten Praktikum : Reka Seutiawati
1.2. Tujuan
1.2.1. Menganalisis aktivitas obat antidepresi pada hewan percobaan.
1.2.2. Merancang rencana eksperimen yang detail untuk menganalisis
pengujian efektivitas obat antidepresi.
1.3. Prinsip
Prinsip kerja dari obat depresan atau antidepresan memiliki efek
mempengaruhi mood dan behaviour, dimana perasaan dan perilaku terlibat.
Obat tersebut bekerja dengan mempengaruhi otak dan sulit untuk didefinisikan
serta diukur kualitas dan kuantitas kerjanya (Lucia,2023).
Prinsip terapi dari antidepresan, mengeliminasi atau mengurangi gejala
depresi, meminimalkan efek samping, memastikan kepatuhan terhadap
pengobatan dan membantu pengembalian ke tingkat fungsi sebelum terjadinya
penyakit. Obat antidepresan efektif pada pengobatan depresi, meringankan
gejala gangguannya termasuk penyakit psikis (Sukandar,2014).
BAB II
TEORI DASAR
Depresi adalah salah satu penyakit gangguan mental yang ditandai dengan
perasaan yang tertekan secara terus-menerus hal ini dapat mempengaruhi suasana
hati, perilaku ataupun kesehatan fisiknya (Zhao et al., 2014).
Depresi adalah gangguan mental yang umumnya ditandai dengan perasaan
depresi, kehilangan minat atau kesenangan, penurunan energi, perasaan bersalah
atau rendah diri, sulit tidur atau nafsu makan berkurang, perasaan kelelahan dan
kurang konsentrasi. Kondisi tersebut dapat menjadi kronis dan berulang, dan secara
substansial dapat mengganggu kemampuan individu dalam menjalankan tanggung
jawab sehari-hari. Di tingkat yang paling parah, depresi dapat menyebabkan bunuh
diri (WHO, 2014).
Depresi adalah gangguan emosional atau suasana hati yang buruk yang
ditandai dengan kesedihan yang berkepanjangan, putus harapan, perasaan bersalah
dan tidak berarti, sehingga seluruh proses mental (berpikir, berperasaan,
berperilaku) tersebut dapat mempengaruhi motivasi untuk beraktivitas dalam
kehidupan sehari-hari maupun pada hubungan interpersonal (Dirgayunita, 2016).
Pengobatan untuk gangguan cemas dan gangguan depresi perlu meliputi
ketiga aspek yang mempengaruhi kejiwaan seseorang. Pendekatan biologis,
psikologis dan sosial (termasuk spiritual) adalah hal yang tidak bisa dilepaskan pada
pengobatan pasien-pasien tersebut. Dalam tujuan terapinya adalah untuk
mengeliminasi atau mengurangi gejala depresi, meminimalkan efek
samping,memastikan kepatuhan terhadap pengobatan dan membantu pengembalian
ke tingkat fungsi sebelum sakit (Sukandar, 2014).
1. Faktor biologis
Banyak penelitian menjelaskan adanya abnormalitas biologis pada pasien-
pasien dengan gangguan mood. Pada penelitian akhir-akhir ini, monoamine
neurotransmitter seperti norephinefrin, dopamin, serotonin, dan histamin
merupakan teori utama yang menyebabkan gangguan mood (Kaplan, et al,
2010).
2. Biogenic amines
Norephinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmitter yang paling
berperan dalam patofisiologi gangguan mood (Kaplan, et al, 2010).
3. Gangguan neurotransmitter lainnya
Ach ditemukan pada neuron-neuron yang terdistribusi secara menyebar pada
korteks cerebrum. Pada neuron-neuron yang bersifat kolinergik terdapat
hubungan yang interaktif terhadap semua sistem yang mengatur monoamine
neurotransmitter. Kadar choline yang abnormal yang dimana merupakan
prekursor untuk pembentukan Ach ditemukan abnormal pada pasien-pasien
yang menderita gangguan depresi (Kaplan, et al, 2010).
4. Faktor neuroendokrin
Hormon telah lama diperkirakan mempunyai peranan penting dalam gangguan
mood, terutama gangguan depresi. Sistem neuroendokrin meregulasi hormon-
hormon penting yang berperan dalam gangguan mood, yang akan
mempengaruhi fungsi dasar, seperti : gangguan tidur, makan, seksual, dan
ketidakmampuan dalam mengungkapkan perasaan senang (Kaplan, et al,
2010).
5. Abnormalitas otak
Studi neuroimaging, menggunakan computerized tomography (CT) scan,
positron-emission tomography (PET), dan magnetic resonance imaging (MRI)
telah menemukan abnormalitas pada 4 area otak pada individu dengan
gangguan mood. Area-area tersebut adalah korteks prefrontal, hippocampus,
korteks cingulate anterior, dan amygdala. Adanya reduksi dari aktivitas
metabolik dan reduksi volume dari gray matter pada korteks prefrontal, secara
partikular pada bagian kiri, ditemukan pada individu dengan depresi berat atau
gangguan bipolar (Kaplan, et al, 2010).
Depresi dan gangguan mood melibatkan berbagai faktor yang saling
mempengaruhi. Konsisten dengan model diatesis-stres, depresi dapat
merefleksikan antara faktor-faktor biologis (seperti faktor genetis, ketidakteraturan
neurotransmitter, atau abnormalitas otak), faktor psikologis (seperti distorsi
kognitif atau ketidakberdayaan yang dipelajari), serta stressor sosial dan lingkungan
(sepreti perceraian atau kehilangan pekerjaan).
Depresi dapat diobati dengan mengkonsumsi obat antidepresan. Antidepresan
adalah obat-obatan dengan efek positif memperbaiki mood. Namun, efek samping
dari penggunaan obat antidepresan yaitu ketergantungan karena obat yang banyak
beredar adalah golongan psikotropika (Nuryati, 2017).
Pengobatan depresi biasanya menggunakan obat antidepresan. Pembagian
obat antidepresan dibedakan berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu Selective
Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI), Serotonine Norepinephrine Reuptake
Inhibitor (SNRI), Inhibitor Monoamin Oksidase, Trisiklik (Ningtyas, 2018).
1. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)
Mekanisme kerja dari SSRI adalah menghambat pengambilan 5-HT ke dalam
neuron presinaptik. Sering digunakan sebagai lini pertama karena efek samping
yang cenderung aman. Obat jenis ini memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor
monoamine tetapi tidak memiliki afinitas terhadap adrenoreseptor α, histamin,
muskarinik atau asetilkolin yang terdapat juga pada obat antidepresan trisiklik.
Beberapa contoh obat yang termasuk ke dalam golongan SSRI adalah
citalopram, fluvoxamine, paroxetine, fluoxetine, sertraline. Efek samping dari
SSRI adalah sakit kepala, insomnia, kelelahan, kecemasan, disfungsi seksual,
peningkatan berat badan (Santarsieri and Schwartz, 2015).
2. Serotonine Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI)
SNRI bekerja dengan melakukan pengangkutan serotonin dan norepinedrin.
Pengangkutan norepinefrin secara struktur mirip dengan pengangkutan
serotonin. Pengangkutan norepinefrin memiliki afinitas ringan terhadap
dopamine. Afinitas sebagaian besar SNRI cenderung lebih besar untuk
pengangkut serotonin daripada norepinedrin. Beberapa contoh obat yang
termasuk ke dalam golongan SNRI adalah venlafaxine, duloxetine,
desvenlafaxine, milnacipran, levomilnacipran (Sansone, 2014).
3. Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs)
Bekerja dengan mekanisme meningkatkan konsentrasi norepinefrin, 5-HT, dan
dopamine dalam neuron sinaps melalui penghambatan sistem enzim
monoamine oxidase (MAO) (Wells et al, 2017).
Monoamin oksidase dalam tubuh memiliki fungsi deaminasi oksidatif
katekolamin dimitokondria. Proses ini dihambat oleh MAOI karena
terbentuknya suatu kompleks antara MAOI dan MAO sehingga mengakibatkan
peningkatan kadar epinefrin, norepinefrin, dan serotonin. MAOI tidak hanya
menghambat MAO, tetapi menghambat juga enzim lain yang mengakibatkan
terganggunya metabolisme obat di hati (Tjay & Rahardja, 2010). Penggunaan
obat golongan MAOI sudah sangat jarang dikarenakan efek toksik. Efek
samping yang sering terjadi adalah hipotensi dan hipertensi. Contoh obat
MAOI adalah isocarboxazid, phenelzine, tranylcypromine, selegiline
(Santarsieri and Schawrtz, 2015).
4. Trisiklik (TCA)
Obat golongan trisiklik efektif untuk penyakit depresi, tetapi penggunaanya
telah berkurang karena telah tersedia obat yang mempunyai efektivitas terapi
yang sama tetapi mempunyai dosis yang lebih aman dan lebih toleransi.
Mekanisme obat golongan trisklik ini bekerja adalah dengan mennghambat
ambilan dari norephinefrin dan 5-HT, menghambat adrenergik, kolinergik, dan
reseptor histaminergik (Wells., et al., 2017).
5. Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
Elektrokonvulsif adalah salah satu pengobatan yang efektif untuk mengobati
depresi mayor. Pengobatan ini efektif karena repson relative tinggi
dibandingkan dengan pengobatan menggunakan antidepresan (Lisanby, 2015).
Walaupun memiliki efikasi yang tinggi, kambuh depresi juga tinggi. Untuk
melindungi dari kambuhnya depresi, terdapat 2 strategi yaitu augmentasi ECT
dengan farmakoterapi pada saat fase akut, atau melanjutkan terapi dengan salah
satu dari terapi (McClintock, 2016).
BAB III
METODELOGI PERCOBAAN
3.1.2 Bahan
No. Nama Bahan Kegunaan Precaution
1. Aquadest Sebagai pelarut Bukan bahan
berbahaya
No. Nama Bahan Kegunaan Precaution
2. amithriptilin Sebagai obat Toxic
antidepresan yang akut,menyebabkan
diberikan kepada iritasi mata.
hewan uji
3. diazepam Sebagai obat Toxic jika terkena
antidepresan yang kulit
diberikan kepada
hewan uji
4. Mencit putih Sebagai hewan Tidak berbahaya
percobaan
5. Nacl fisiologis Sebagai larutan /zat Tidak berbahaya
yang diberikan pada
hewan uji
6. Swiss webster Sebagai hewan Tidak berbahaya
percobaan
3.2. Prosedur
3.2.1. Mencit
Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian aktivitas obat antidepresi pada
mencit sebagai hewan percobaan. Hal pertama yang dilakukan ialah Diisi
tabung silinder gelas dengan air pada ketinggian sekitar 8 cm dengan suhu 25°,
kemudian dimasukkan setiap mencit ke dalam tabung silinder selama 5 menit
sehari sebelum Percobaan dan dibiarkan berenang. Mencit dibagi ke dalam
kelompok kontrol dan kelompok uji pada hari berikutnya. Lalu diberikan
larutan Nacl fisiologis pada mencit untuk kelompok kontrol dan bahan uji pada
kelompok uji secara per oral. Selanjutnya mencit dimasukkan ke dalam tabung
silinder yang berisi air setelah 1 jam lalu dicatat setiap 5 menit selama waktu
pengamatan 15 menit ketika mencit tidak bergerak kemudian dianalisis data
analisis varians dan data analisis dengan students t-test lalu disajikan data
dalam bentuk tabel atau grafik dan dihitung persentase aktivitas
antidepresi,dibandingkan dengan kelompok control.
3.2.2. Praktikkan
Diminta masing-masing praktikkan untuk mengisi kuisioner mengenai sifat
psikis secara pribadi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1 Pengamatan Aktivitas Antidepresan
Kelompok 5 10 15 total
Diam Gerak Diam Gerak Diam Gerak Diam Gerak
(detik) (detik) (detik) (detik) (detik) (detik) (detik) (detik)
Amitriptilin 25
0 300 2 298 43 257 45 855
mg/100 mL
Diazepam 5
6 294 18 282 24 276 48 852
mg/100 mL
Amitriptilin 25
183 117 153 147 292 8 628 272
mg/50 mL
250 213
200
183 165 153
150
100 44 43
24
50 0 6 2 18
0
5' 10' 15'
5.1. Kesimpulan
5.1.1. Pada kelompok kontrol menunjukkan peningkatan immobility time
(waktu ketidakaktifan) pada hewan uji, yang mengindikasikan adanya
depresi. Semakin besar immobility time, semakin depresi hewan uji,
dan sebaliknya, semakin kecil immobility time, semakin tidak depresi
hewan uji.
5.1.2. Menggunakan pengujian Forced swimming test pada mencit karena
peka terhadap berbagai antidepresan, termasuk sebagian besar
trisiklik, monoamine oksidase inhibitor dan antidepresan atipikal,
tetapi bervariasi dalam menanggapi SSRI.
DAFTAR PUSTAKA
Ansori,dkk. (2023). UJI AKTIVITAS ANTIDEPRESAN ISOMIRISTISIN
TERHADAP IMMOBILITY TIME MENCIT PUTIH JANTAN (MUS
MUSCULUS). Jurnal Insan Farmasi Indonesia. Vol.6 (1) : 123-134.
Dillasamola, D. (2021). Buku Ajar : Teknik Evaluasi Bioaktivitas. Padang : LPPM-
Universitas Andalas
Dirgayunita, A., (2016). Depresi: ciri, penyebab dan penanganannya. Probolinggo:
Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah.
Dundu. (2015). GAMBARAN TINGKAT DEPRESI PADA WARGA KORBAN
BANJIRBANDANG DI KELURAHAN TIKALA ARES KOTA
MANADO.Jurnal e-Clinic. Vol.3 (3) : 858-870.
Kaplan, H.I & Saddock, B.J. (2010). Sinopsis Psikiatri. 10th ed. Jakarta: Bina Rupa
Aksara.
Lampi, C., Versijpt., Amin, M., et al. (2023). European Headache Federation (EHF)
critical re-appraisal and meta-analysis of oral drugs in migraine
prevention—part 1: amitriptyline. The Journal of Headache and Pain.
Vol.24 (39) : 2-12.
Lisanby SH., Sampson S, Husain MM, et al. (2015). Toward Individualized post-
electroconvulsive therapy care: piloting the symptom-titrated, algorithm-
based longitudinal (STABLE) intervention. Journal ECT. Vol.24 (3): 179-
182.
Lubis, N, (2016). Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta : Kencana Prenada Media
Group.
Lucia, E.W. (2023). Dinamika dan Interaksi Obat. Surabaya : Sandira Surabaya.
Lucia, E.W. (2023). Eksperimen Farmakologi Preklinik. Surabaya : Sandira
Surabaya.
McClintock. (2016). A Systematic Review of the Combined Use of
Electroconvulsive Therapy and Psychotherapy for Depression. Journal
ECT. Vol.27 (3): 236-243.
Ningtyas, R. A. (2018). FARMAKOTERAPI DEPRESI DAN PENGARUH JENIS
KELAMIN TERHADAP EFIKASI ANTIDEPRESAN. Jurnal FARMAKA.
Vol.16 (2) : 186-195.
Nopiyanti, dkk. (2023). UJI AKTIVITAS ANTIDEPRESAN EKSTRAK
ETANOL DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) PADA MENCIT PUTIH
JANTAN (Mus musculus L.). Jurnal Ilmiah Kefarmasian. Vol.8 (2) : 567-
577.
Novelni, R. (2020). UJI AKTIVITAS ANTIDEPRESAN EKSTRAK ETANOL
DAUN GEDI HIJAU (Abelmoschus manihot (L.) Medik) PADA MENCIT
PUTIH JANTAN (Mus mussculus). Jurnal Katalisator. Vol.7 (1) : 82-90.
Nurfa, R. (2022). GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT ANTIDEPRESAN
PADA PASIEN DEPRESI DI RSUD EMBUNG FATIMAH KOTA
BATAM PERIODE JANUARI - DESEMBER 2020 Jurnal Health Sains.
Vol.3 (3) : 475-486.
Nuryati. (2017). Farmakologi. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Rahma, P. S. (2024). Uji Aktivitas Antidepresan Minyak Atsiri Daun Kemangi
(Ocimum basilicum L) Dengan Metode Open Field Test (OFT). Jurnal
Farmasi dan Farmako Informatika, Vol.2 (1) : 9-16.
Rini,dkk. (2023). UJI EFEKTIVITAS ANTIDEPRESAN OBAT HERBAL
KAPSUL EKSTRAK DAUN PEGAGAN (Centella asiatica L.) PADA
MENCIT DENGAN METODE FORCED SWIMMING TEST. Jurnal
Ilmiah Biologi. Vol.3 (1) : 23-32.
Sansone ,S.(2014). Serotonin Norepinephrine Reuptake inhibitor: A
Pharmacological Comparison. Journal Innov Clin Neurosci. Vol.11(3-4):
37-42.
Santarsieri and Schwartz. (2014). Antidepressant efficacy and side-effect burden: a
quick guide for clinicians. Drugs Context. 4:212290.
Sukandar, N. H. (2014). Iso Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan.
Tjay, T. H. & Rahardja, K., (2010). Obat Obat Penting. Jakarta: Elex Media
Komputindo
Wells B, Dipiro J, Matzke G, Posey L, Schwinghammer T.(2017).
Pharmacotherapy Handbook. 7th ed. New York, USA: McGraw-Hill
Professional Publishing.
World Health Organization. (2014). Depression top cause of illness in world's
teens. Switzerland : World Health Organisation reports.
World Health Organization. (2020). Mental health action plan 2013-2020.
Switzerland: World Health Organization.
Zhao, X., Chen, Q., Liu, Y., Xia, C., Shi, J., & Zheng, M. (2014). Effect of xanthone
derivatives on animal models of depression. Current Therapeutic Research
-Clinical and Experimental, 76 : 45–50.
LAMPIRAN
Perhitungan Dosis
● Kontrol
BB mencit : 25,41 gram
● Amitriptilin 1:
25 mg x 0,0026 = 0,065 mg
0,065 𝑚𝑔
x 100 ml = 0,26 ml = 0,3 ml
25 𝑚𝑔
● Diazepam :
5 mg x 0,0026 = 0,013 mg
0,013 𝑚𝑔
x 100 ml = 0,26 ml = 0,3 ml
5 𝑚𝑔
● Amitriptilin II:
25 mg x 0,0026 = 0,065 mg
0,065 𝑚𝑔
x 50 ml = 0,13 ml
25 𝑚𝑔