01
KELOMPOK 2 - KELAS 2A
1. DELA JANIARTI
2. DENNY EMIRSADIQ
3. DETIA VANOZA
4. EDO BISRI APRIANSYAH
5. ELFINA TRI TASYA
6. FRISKA OKTAVIA
7. HANIKA FEBTI
8. HANISYAH HERTI DWI SARI
KEGAWATDARURATAN PSIKIATRIK
● Berdasarkan konsensus yang dikembangkan oleh American Psychiatric
Association (APA) menyebutkan bahwa kedaruratan psikiatri adalah
gangguan yang bersifat akut, baik pada pikiran, perilaku, atau hubungan sosial
yang membutuhkan intervensi segera yang didefinisikan oleh pasien, keluarga
pasien, atau masyarakat. (Trent, 2013)
● Kegawatdaruratan psikiatrik adalah suatu keadaan gangguan dan/atau
perubahan tingkah laku, alam pikiran atau alam perasaan yang dapat dicegah
(preventable) atau dapat diatasi (treatable) yang membuat pasien sendiri,
teman, keluarga, lingkungan, masyarakat atau petugas profesional merasa
perlu meminta pertolongan medik.
TUJUAN PELAYANAN KEGAWATDARURATAN PSIKIATRIK
1. Halusinogen, seperti lysergic acid diethylamide (LSD), phencyclidine dan ecstasy (inex). Efek
yang dapat timbul dari penyalahgunaan obat halusinogen beragam, di antaranya adalah halusinasi,
tremor, dan mudah berganti emosi.
2. Depresan, seperti diazepam, alprazolam, clonazepam, dan ganja. Efek yang ditimbulkan dari
penyalahgunaan obat depresan adalah sensasi rileks dan mengalihkan stres akibat suatu pikiran.
Stimulan, seperti dextroamphetamin, kokain, methamphetamine (sabu), dan amphetamin. Efek
yang dicari atas penyalahgunaan obat stimulan adalah bertambahnya energi, membuat
penggunanya menjadi fokus.
3. Opioid, seperti morfin dan heroin yang sebenarnya adalah obat penahan rasa sakit, namun
digunakan untuk menciptakan rasa kesenangan.
PENYEBAB PENYALAHGUNAAN NAPZA
Penyalahgunaan narkoba atau NAPZA umumnya terjadi karena adanya rasa ingin tahu yang
tinggi. Di sisi lain, kondisi ini juga dapat dialami oleh penderita gangguan mental, misalnya
gangguan bipolar atau skizofrenia. Seseorang yang menderita gangguan mental dapat lebih
mudah menyalahgunakan NAPZA yang awalnya bertujuan untuk meredakan gejala yang
dirasa.
rasa ingin tahu yang tinggi dan menderita gangguan mental, terdapat pula beberapa faktor
lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang melakukan penyalahgunaan NAPZA, antara
lain:
1. Memiliki teman yang seorang pecandu NAPZA.
2. Mengalami masalah ekonomi.
3. Pernah mengalami kekerasan fisik, emosi, atau seksual.
4. Memiliki masalah hubungan dengan pasangan, kerabat, atau keluarga.
FASE DAN GEJALA PENYALAHGUNAAN NAPZA
Ketika penyalahgunaan NAPZA tidak dihentikan dan terjadi terus-menerus, hal itu dapat
menyebabkan kecanduan. Pada fase ini, gejala yang dirasakan dapat berupa:
Keinginan untuk menggunakan obat terus-menerus, setiap hari atau bahkan beberapa kali dalam
sehari.
1. Muncul dorongan kuat untuk menggunakan NAPZA, yang bahkan mampu mengaburkan
pikiran lain.
2. Seiringnya berjalannya waktu, dosis yang digunakan akan dirasa kurang dan muncul keinginan
untuk meningkatkannya.
3. Muncul kebiasaan untuk selalu memastikan bahwa NAPZA masih tersedia.
4. Melakukan apa pun untuk mendapatkan atau membeli NAPZA, bahkan hingga menjual barang
pribadi.
5.Tanggung jawab dalam bekerja tidak terpenuhi, dan cenderung mengurangi aktivitas sosial.
6. Tetap menggunakan NAPZA meski sadar bahwa penggunaan NAPZA tersebut memberikan
dampak buruk pada kehidupan sosial maupun psikologis.
DIAGNOSIS PENYALAHGUNAAN NAPZA
Diagnosis penyalahgunaan NAPZA atau narkoba, terutama jika sudah mencapai fase
kecanduan, akan melibatkan psikiater. Kriteria yang ada pada Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-5) digunakan psikiater sebagai salah satu
dasar diagnosis.
Diagnosis juga dapat menggunakan serangkaian tes, seperti tes urine atau darah.
Selain untuk mendeteksi zat yang terkandung di tubuh, tes-tes tersebut juga
digunakan untuk memeriksa kondisi kesehatan pasien secara menyeluruh.
PENATALAKSANAAN
Di Indonesia, rehabilitasi memiliki tiga tahap, yakni:
• Detoksifikasi. Detoksifikasi adalah tahap di mana dokter memberikan obat tertentu yang
bertujuan untuk mengurangi gejala putus obat (sakau) yang muncul. Sebelum pasien diberikan
obat pereda gejala, dokter terlebih dahulu akan memeriksa kondisinya secara menyeluruh.
• Terapi perilaku kognitif. Pada tahap ini, pasien akan dibantu psikolog atau pskiater
berpengalaman. Terapis terlebih dahulu akan melakukan pemeriksaan kondisi guna menentukan
tipe terapi yang sesuai. Beberapa tujuan dilakukannya terapi perilaku kognitif, antara lain adalah
untuk mencari cara mengatasi keinginan menggunakan obat disaat kambuh, dan membuat strategi
untuk menghindari dan mencegah kambuhnya keinginan menggunakan obat.
• Bina lanjut. Tahap ini memungkinkan pasien ikut serta dalam kegiatan yang sesuai dengan
minat. Pasien bahkan dapat kembali ke sekolah atau tempat kerja, namun tetap dalam pengawasan
terapis.
TERIMAKASIH