Anda di halaman 1dari 9

A.

Paten Sebagai Benda Immaterial


Paten adalah bagian dari hak kekayaan intelektual,yang dalam kerangka ini
termasuk dalam kategori hak kekayaan perindustrian (Industrial Property Right). Hak
kekayaan intelektual itu sendiri merupakan bagian dari benda, yaitu benda tidak berwujud
(benda Immateril). Pengertian benda secara juridis ialah segala sesuatu yang dapat menjadi
objek hak. Sedangkan yang dapat menjadi objek hak itu tidak hanya benda berwujud tetapi
juga benda tidak berwujud.
Dalam Undang-Undang/Hukum Perdata Jerman (1900) digunakan istilah sache
untuk menyebutkan barang atau benda berwujud. Sedangkan Undang-Undang Perdata
Austria (1811) kata sache digunakan dalam arti yang sangat luas yaitu segala sesuatu yang
bukan “personal” dan dipergunakan oleh manusia.
Dipergunakan istilah zaak dalam KUH Perdata Indonesia, dan dipakai tidak hanya
untuk menyebutkan barang yang berwujud saja, (misalnya Pasal 580), tetapi juga
dipergunakan untuk benda tidak berwujud yang sering pula diterjemahkan menjadi hak.
Pasal 511 KUH Perdata menyebutkan beberapa benda tak berwujud yaitu: bunga uang,
perutangan dan penagihan sebagai benda bergerak. Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi
Masjchoen Sofwan:

“Dalam sistem Hukum Perdata, KUH Perdata menggunakan kata zaak dalam dua arti.
Pertama dalam arti barang yang berwujud, kedua dalam arti selain dari barang yang
berwujud,yaitu beberapa hak tertentu sebagai barang yang tak berwujud. Jadi, pengertian
dalam KUH Perdata ini lebih luas daripada pengertian sache dalam undang-undang perdata
Jerman. Tetapi lebih sempit daripada zaak dalam undang-undang perdata Austria. Sebab
menurut KUH Perdata Austria tidak semua hak dimasukkan dalam pengertian zaak. Hak-
hak atas barang immaterial (rechten op immateriale goederen) tidak termasuk zaak,
misalnya hak octori (octroirecbt), hak cap dagang (merkentrecbt), hak atas karangan
(auteursrecbt)”.

Dalam KUH Perdata Indonesia hak-hak yang disebutkan terakhir oleh Prof. Sri
Soedewi itu adalah zaak namun tidak ditempatkan pengaturannya dalam KUH Perdata
Indonesia. Hak-hak itu diatur di luar KUH Perdata sekalipun demikian rumusan benda
menurut pasal 499 KUH Perdata, yaitu “tiap-tiap hak dan tiap-tiap barang yang dapat
menjadi objek hak milik”, sudah cukup alasan untuk menenmpatkan bahwa HAKI ke
dalam sistem hukum. Di negeri asal KUH Perdata Indonesia yaitu Belanda dalam KUH
perdatanya yang baru hak-hak tesebut ditempatkan dalam satu buku pada bab hukum
benda.

Dalam kaitan dengan uraian diatas, Prof. Mahadi mengemukakan pandangannya.


“Bahwa buah pikiran, hasil otak manusia (menslijke idean, voortbrengselen van de
menselijke geest) dapat pula menjadi objek hak absolut”.

Walaupun buah pikiran bukan merupakan benda material (stoffelijk voorwerp). Ia


juga bukan hak subjektif dalam bidang hukum kekayaan (nocheen subyektief
vermogensrecht). Jadi ia tidak termasuk kedalam rumusan benda dalam Pasal 499 KUH
Perdata dan oleh sebab itu pula ia tidak temasuk kedalam rumusan hak benda (zakelijk
recht). Akan tetapi jika buah pikiran itu dapat diwujudkan dalam bentuk benda nyata, maka
buah pikiran itu dapat dilindungi sebagai hak kekayaan intelektual, dan dengan demikian
tercakup ke dalam pengertian benda menurut pasal 499 KUH Perdata. Sekalipun Prof.
Mahadi mempertanyakan, mengapa digunakan istilah Intellectual, pada benda immateril
itu ? sehingga kemudian dijumpai istilah Intellectual Property Right. Prof. Mahadi
mengakui tidak mendapatkan keterangan lebih rinci mengenai asal-usul, kata atau istilah
ini.

Untuk membedakannya dengan barang material Pasal 499 KUH Perdata, maka:

“Buah pikiran yang menjadi objek hak absolut dan juga ha katas buah pikiran dinamakan:
barang immaterial”, demikian Prof. Mahadi

Nama-nama lain, yang pernah dipakai orang adalah:

a. hak milik intelektual


b. hak milik industrial

“Yang tercakup kedalamnya adalah antara lain:

1. hak oktroi
2. hak merek
3. ha katas nama dagang (=recht op de bendelsnaam)
4. hak cipta (auteursrecht)”.
Hak-hak ini, menurut Prof. Mahadi, bukan hak benda dan oleh sebab itu tidak ada
aturannya dalam Buku II KUH Perdata, begitupun untuk pernyataan ini Prof. Mahadi
mengajak kita untuk membaca uraian berikut ini sebagai alasan yang perlu dipahami.
Tetapi ada satu hal yang perlu diingat demikian kata Prof. Mahadi, Pitlo menulis tentang itu
sebagai berikut:

“…offschoon zij evenmin als bet vorderingsrecht enn “zaak” toot voorwerp bebben,
beboren zij wederom net als de voordering tot de in art 555 vermelde “rechten” enkunen
zij dus zelf tot voorwerp van een zakelijrecht dienen. Een idee is geen zaak, bet rech op een
idee well, een uitvinding kan men niet verpander, well bet octrooirecht. Zoo kan men ook
aandelen in enn N.V. en enn B.V. tot object van vruchtgebruik maken art 2:88en 2.197
ofvan pandrecht (art 2:89 en 2:198). De regelsvorr deoverdracht, de verpanding en van de
rechtem op immateriele ofschoon grotendells in de genoemde bijzondere wet zwijgt, wij de
voor zaken in bet algemeen gegeven be palingen toepassen”.

Maksudnya (demikian terjemahan Prof. Mahadi):

“Serupa seperti hak tagih, hak immaterial tidak mempunyai benda sebagai objek. Juga
serupa seperti hak tagih, hak immaterial termasuk kedalaman “hak-hak” yang disebut Pasal
499 KUH Perdata. Oleh sebab itu, hak immaterial itu sendiri bukan benda, tapi hak atas
buah pikiran adalah benda, sesuatu penemuan tak dapat kita gadaikan, tapi hak oktroi dapat
sero-sero dalam sesuatu Perseroan Terbatas dapat kita gadaikan. Aturan-aturan tentang
penyerahan,tentang penggadaian dan lain-lain hak-hak immaterial, meskipun terbatas
dalam undang-undang khusus, adalah bagian dari hukum benda. Untuk hal-hal yang tidak
diatur oleh undang-undang khusus itu, harus kita pergunakan aturan-aturan yang dibuat
untuk benda”.

Jadi semakin jelas bahwa jika mengacu kepada pendapat Pitlo, hak milik intelektual
termasuk dalam cakupan Pasal 499 KUH Perdata, jadi ia termasuk benda, tepatnya benda
tidak berwujud. Kalaupun ternyata hal tersebut tidak diatur dalam peraturan khusus, maka
peraturan yang dibuat untuk hukum benda dapat diterapkan terhadapnya.
B. Paten Sebagai Bagian Hak Kekayaan Perindustrian

Di depan telah dijelaskan hak kekayaan perindustrian (industrial property right) merupakan
dari Hak Atas Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right). Termasuk ke dalam hak
atas kekayaan industrial ini adalah paten, merek, desain produk dan lain-lain (lihat skema
HAKI, pada bagian awal buku ini.

Paten merupakan suatu hak khusus berdasarkan undang-undang diberikan kepada si


pendapat/si penemu (uitvinder) atau menurut hukum pihak yang berhak memperolehnya,
atas permintaan yang diajukan kepada pihak penguasa, bagi temuan baru di bidang
teknologi, perbaikan atas temuan yang sudah ada, cara kerja baru, atau menemukan suatu
perbaikan baru dalam cara kerja untuk selama jangka waktu tertentu yang dapat diterapkan
dalam bidang industri.

Hak itu bersifat eksklusif, sebab hanya inventor yang hanya menghasilkan invensi yang
dapat diberikan hak, namun ia dapat melaksanakan sendiri atau memberi persetujuan
kepada pihak lain untuk melaksanakannya, misalnya melalui lisensi.

Temuan baru, perbaikan atas temuan yang sudah ada, cara kerja baru atau menemukan
suatu perbaikan baru cara kerja, yang kesemuanya disebut invensi harus mengandung
langkah inventif (inventive step), yaitu langkah pemikiran kreatif yang lebih maju dari hasil
penemuan sebelumnya.

Kelemahan inventor Indonesia itu terletak pada ketidakmampuannya untuk melakukan


langkah inventif terhadap invensi yang sudah ada sebelumnya. Di AS dan Jepang di kantor
paten setiap hari dipenuhi oleh tenaga-tenaga ahli peneliti untuk mempelajari formula paten
yang sudah ada dan mereka mencari langkah inventif untuk dapat dilindungi menjadi paten
baru. Jadi tidak mengherankan, jiks dalam satu tahun ratusan bahkan ribuan paten baru
terdaftar di kantor paten mereka. Gambaran ini penulis saksikan sendiri di Japan Patent
Office di Tokyo dalam satu kesempatan mengikuti Training tentang IPR yang
diselenggarakan oleh JPO bekerja sama dengan AOTS dan APEC pada bulan februari
2002.

Unsur teknologi dan industri mendapat tempat yang penting disini. Invensi itu haruslah
dalam bidang teknologi dan dapat diterapkan dalam aktivitas industry. Apakah itu industry
otomotif, industry tekstil atau industry pariwisata.

Sebelum melihat lebih jauh tentang paten ini, ada baiknya kita lihat dulu rumusan paten
dalam hukum positif Indonesia.

Paten dalam Undang-Undangg Paten No. 14 Tahun 2001dirumuskan sebagai berikut:

1. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan negara kepada inventor atas “hasil
invensinya” dibidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan
sendiri invensi nya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain
untuk melaksanakannya.
2. Invensi adalah inventor yang dituangkan kedalam suatu kegiatan pemecahan
masalah yang spesifik dibidang teknologi dapat berupa produk atau proses atau
penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.

Yang dimaksudkan oleh pembuat UU adalah haknya, yaitu berupa ide yang lahir dalam
penemuan tersebut. Jadi bukan hasil dalam bentuk produk materi, bukan bendanya. Oleh
karena itu, jika yang dimaksudkan itu adalah ide nya. Maka pelaksanaan dari itu yang
kemudian membuahkan hasil dalam bentuk benda materil. Ide itu sendiri adalah benda
immaterial yang lahir dari proses intelektualitas manusia.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa paten diberikan bagi invensi dalam bidang
teknologi dan teknologi yang pada dasarnya adalah berupa ide (immateril) yang dapat
diterapkan dalam proses industri.

Teknologi pada dasarnya lahir dari karsa intelektual, sebagai karya intelektual manusia.
Karena kelahirannya telah melibatkan tenaga, waktu dan biaya (berapapun besarnya
misalnya dalam kegiatan penelitian), maka teknologi memiliki nilai atau sesuatu yang
bernilai ekonomi, yang dapat menjadi objek harta kekayaan (property). Dalam ilmu hukum,
yang secara luas dianut oleh bangsa-bangsa lain, ha katas daya pikir intelektual dalam
bidang teknologi tersebut diakui sebagai hak kekayaan yang sifatnya tidak berwujud. Hak
seperti inilah yang dikenal sebagai hak “Paten”.

C. Sejarah dan Pengertian Paten

Paten dan oktroi telah ada sejak abad XIV dan XV, contohnya dinegara Italia dan Inggris.
Tetapi sifat pemberian hak ini pada waktu itu bukan ditujukan atas suatu temuan atau
invensi (uitvinding) namun diutamakan untuk menarik para ahli dari luar negeri.
Maksudnya agar para ahli itu menetap dinegara negara yang mengundangnya agar mereka
ini dapat mengembangkan ke ahliannya masing masing di negara si pengundang.

D. Sistem Pendaftaran Paten

Ada dua sistem pendaftaran paten yang dikenal dunia yaitu: sistem registrasi dan sistem
ujian.

Menurut sistem registrasi setiap permohonan pendaftaran paten diberi paten oleh kantor
paten secara otomatis. Spesifikasi dari permohonan tersebut hanya memuat uraian dan
monopoli yang diminta dan tidak diberi penjelasan secara rinci. Karena nya batas-batas
monopoli tidak dapat diketahui sampai pada saat timbul sengketa yang dikemukakan di
siding pengadilan yang untuk pertama kali akan menetapkan luasnya monopoli yang
diperbolehkan. Itu pula sebabnya paten-paten yang terdaftar menurut sistem registrasi tanpa
penyelidikan dan pemeriksaan lebih dulu dianggap bernilai rendah atau paten-paten yang
memiliki status lemah.

Jumlah negara-negara yang menganut sistem tersebut sedikit sekali, antara lain belgia,
Afrika Selatan dan Perancis.

Pada mulanya sistem pendaftaran paten yang banyak dipakai adalah sistem registrasi,
namun karena jumlah permohonan semakin bertambah, maka beberapa sistem registrasi
lambat laun berubah menjadi sistem ujian (examining system). Dengan pertimbangan
bahwa paten seharusnya lebih jelas menyatakan monopoli yang dituntut dan selayaknya
sejauh mungkin monopoli-monopoli yang tidak dapat dipertanggungjawabkan tidak akan
diberi paten. Sebuah syarat telah ditetapkan bahwa semua spesifikasi paten harus meliputi
“klaim-klaim” yang dengan jelas menerangkan monopoli yang akan dipertahankan,
sehingga pihak lain secara mudah dapat mengetahui yang mana yang dilarang oleh
monopoli dan yang mana yang tidak dilarang.

Fungsi kantor-kantor paten dalam suatu negara dengan sistem ujian adalah lebih luas
daripada dalam negara-negara yang menganut sistem registrasi. Dengan sistem ujian,
seluruh instansi yang terkait diwajibkan untuk menguji setiap permohonan pendaftaran dan
bila perlu mendesak pemohon agar mengadakan perubahan (amendement) sebelum hak atas
paten tersebut diberikan. Pada umumnya ada tigas unsur (kriteria) pokok yang diuji, yaitu:

a. invensi harus memenuhi syarat-syarat untuk diberi ha katas paten menurut Undang
Undang Paten,

b. invensi baru harus mengandung sifat kebaruan,

c. invensi harus megandung unsur menemukan sesuatu yang bersifat kemajuan


(invention step) dari apa yang telah diketahui.

Agar dapat menetapkan apakah sebuah invensi memenuhi unsur unsur tersebut, maka
kantor paten mengadakan penyelidikan dalam kepustakaan yang bersangkutan, terutama
mengenai spesifikasi paten. Teranglah bahwa tidak mungkin bagi kantor paten manapun
untuk mengadakan penyelidikan yang sangat menyeluruh dalam semua kepustakaan,
namun ujian

dan penyelidikan yang dilakukan oleh kantor-kantor paten dengan sistem ujian diharapkan
dapat lebih mendekati ke arah pembatasan yang teliti mengenai monopoli yang diminta,
walaupun di kemudian hari cara seperti ini juga mendapat tantangan. Namun demikian
paten-paten yang terdaftar menurut sistem ujian, nilai keabsahannya (validitasnya) lebih
tinggi secara juridis lebih memiliki kekuatan hukum (pembuktian) daripada paten-paten
yang terdaftar dengan sistem registrasi. Kekuatan itu tergantung pada luasnya material yang
diselidiki pada tahap ujian.

E. Syarat Permohonan Pendaftaran Paten

Di Indonesia sendiri ketentuan tentang sistem pendaftaran paten semula merujuk pada
Pengumuman Menteri Kehakiman tanggal 12 Agustus 1853 No. J.S. 5/41/4 (Berita Negara
No. 53-69) tentang Permohonan Sementara Pendaftaran Paten.

a. Permohonan pendaftaran paten harus disusun dalam bahsa Indonesia atau dalam
Bahasa si pemohon dengan disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Surat
permohonan harus ditandatangani oleh si pemohon. Syarat demikian harus dipenuhi
pula apabila permohonan diajukan oleh seseorang yang bertindak bagi dan atas
nama pemohon selaku kuasanya.
b. Surat permohonan harus disertai:
1. Sebuah uraian dari ciptaan baru (maksudnya temuan baru dan penulis) yang
dimintakan paten rangkap tiga;
2. Jika perlu sebuah gambar atau lebih dan setiap gambar harus dibuat rangka 2;
3. Surat kuasa, apabila permohonan diajukan oleh seoarang kuasa;
4. Surat pengangkatan seorang kuasa yang bertempat tinggal di Indonesia;
c. Biaya-biaya ditentukan;
Namun demikian setelah keluar UU No. 6 Tahun 1989, yang telah diperbaharui dengan UU
No. 13 Tahun 1997 tentang Paten, ketentuan ini disempurnakan lagi melalui UU No. 14
Tahun 2001, prosedur permohonan paten sudah disebut secara rinci dan menyamai
prosedur permohonan paten di negara-negara lain seluruh dunia.

Anda mungkin juga menyukai