5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbandingan gestur meminta maaf antara orang Jepang dengan orang Indonesia yang sudah dilakukan sebelumnya, terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Gestur meminta maaf orang Jepang dan orang Indonesia yang diperoleh dari sumber data terdapat 15 data gestur meminta maaf orang Jepang yang terdiri dari 6 gestur ojigi tipe eshaku, 2 gestur ojigi tipe keirei, 3 gestur ojigi tipe saikeirei, 2 gestur onegai/gomen, dan 2 gestur dogeza. Sedangkan gestur meminta maaf orang Indonesia terdapat 15 data gestur yang terdiri dari 4 gestur cium tangan, 6 gestur jabat tangan, dan 5 gestur sungkem. 2. Berdasarkan analisis semiotika Roland Barthes terhadap makna denotasi, makna konotasi, dan mitos dapat diketahui makna gestur meminta maaf orang Jepang yaitu pada gestur ojigi tipe eshaku biasa digunakan saat melakuan kesalahan kecil, gestur ojigi tipe keirei digunakan pada orang yang dihormati atau kedudukannya lebih tinggi, gestur ojigi tipe saikeirei digunakan saat melakukan kesalahan besar. Gestur onegai/gomen digunakan saat meminta maaf pada teman. Lalu gestur dogeza digunakan saat melakukan kesalahan yang sulit dimaafkan. Sedangkan makna gestur meminta maaf orang Indonesia yaitu gestur cium tangan digunakan saat meminta maaf kepada orang yang lebih tua. Kemudian selain untuk meminta maaf gestur jabat tangan memiliki makna lainnya yaitu digunakan untuk berkenalan dan memberi salam. Gestur sungkem biasanya dilakukan oleh anak kepada orangtua namun dapat pula digunakan oleh orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua atau dihormati. 3. Persamaan gestur meminta maaf antara orang Jepang dan orang Indonesia yaitu terdapat pada gestur dogeza dan gestur sungkem. Keduanya memiliki kemiripan bentuk yakni sama-sama berlutut dan menaruh wajah di bawah. Selain itu keduanya memiliki makna yang sepadan yakni gestur yang dilakukan merupakan gestur meminta maaf yang maknanya paling dalam. Hal tersebut dilakukan saat penutur melakukan kesalahan yang amat besar terhadap mitra tutur yang belum tentu dapat dimaafkan oleh mitra tuturnya. Kemudian gestur
128 129
sungkem biasanya dilakukan pada momen-momen yang sakral seperti perayaan
hari raya Idul Fitri yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia yang mayoritasnya beragama Islam. Perbedaan antara dogeza dan sungkem ialah saat meminta maaf, gestur dogeza tidak melibatkan kontak fisik karena peminta maaf menundukkan wajahnya kebawah contohnya lantai. Lain lagi dengan gestur sungkem yang melibatkan kontak fisik karena saat melakukan sungkem peminta maaf menaruh wajahnya dipangkuan lawan bicara. Saat meminta maaf orang Jepang tidak melakukan skinship. Hal itu terlihat dari penggunaan gestur ojigi, gestur onegai/gomen, dan gestur dogeza. Sedangkan saat meminta maaf, orang Indonesia melakukan skinship. Hal tersebut terlihat dari penggunaan gestur berjabat tangan, gestur cium tangan, dan gestur sungkem. Selain gestur sungkem dan dogeza, ditemukan pula persamaan pada gestur ojigi dan gestur jabat tangan sama-sama bersifat multitafsir yakni kedua gestur tersebut dapat digunakan sebagai gestur meminta maaf, berkenalan dengan orang lain, dan memberi salam. Kemudian perbedaan penggunaan gestur meminta maaf orang Jepang ditemukan pada gestur ojigi. Orang Jepang meminta maaf dilakukan sesuai dengan besaran kesalahannya misalkan saat melakukan kesalahan ringan orang Jepang menggunakan gestur ojigi tipe eshaku dan saat melakukan kesalahan besar menggunakan gestur dogeza. Sedangkan pada umumnya orang Indonesia meminta maaf berdasarkan kedudukan lawan bicaranya. Misalkan saat meminta maaf kepada teman biasanya orang Indonesia melakukan gestur jabat tangan, lalu saat meminta maaf kepada orang yang lebih tua biasanya melakukan gestur cium tangan atau sungkem. 5.2 Implikasi dan Rekomendasi 5.2.1 Implikasi Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi baru terkait dengan pembelajaran komunikasi non-verbal yang terdapat dalam bidang komunikasi lintas budaya antara Jepang dan Indonesia. Selain itu diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa dan pengajar mengenai komunikasi non-verbal khususnya gestur meminta maaf. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui terdapat persamaan dan perbedaan gestur meminta maaf yang dilakukan. Dengan mengetahui makna gestur diharapkan dapat 130
menghindari kesalahpahaman saat berkomunikasi dan dapat dipraktikan
pembelajar bahasa Jepang di Indonesia saat berkomunikasi dengan orang Jepang. 5.2.2 Rekomendasi Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai perbandingan gestur meminta maaf yang dilakukan oleh orang Jepang dan orang Indonesia terdapat beberapa kekurangan. Faktor tersebut dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah sumber data film yang di teliti. Oleh karena itu untuk penelitian selanjutnya diharapkan menambah sumber data film agar lebih banyak data yang terkumpul. Penggunaan sumber data film Indonesia diharapkan dapat menggunakan film yang memiliki latar belakang budaya lain selain Jawa karena bisa saja daerah lain di Indonesia memiliki gestur meminta maaf yang berbeda. Misalkan menggunakan sumber data film Indonesia yang berlatar belakang budaya Bali karena saat meminta maaf orang Bali menangkupkan kedua tangan di depan wajah atau dada yang biasa disebut dengan anjali mudra. Gestur tersebut memiliki kesamaan bentuk dengan gestur onegai/gomen yang dilakukan oleh orang Jepang saat meminta maaf. Selain membandingkan makna gestur meminta maaf, penelitian selanjutnya diharapkan meneliti makna gestur lainnya. Misalkan perbandingan gestur slang antara orang Jepang dan orang Indonesia yang biasanya dilakukan saat-saat tertentu, contohnya saat menirukan waria, orang Jepang melakukan gestur menaruh tangan kanan di pipi sebelah kiri atau sebaliknya, sedangkan orang Indonesia menekukkan tangannya ke arah depan. Selain meneliti makna gestur, penelitian selanjutnya dapat pula meneliti bentuk gestur. Misalkan meneliti gestur tangan yang dilakukan oleh penyandang tunawicara Jepang yang biasa disebut dengan shuwa dan bisindo (bahasa isyarat Indonesia) yang biasa digunakan oleh tunawicara Indonesia.