Anda di halaman 1dari 8

Tugas Referat

“Efek Penekanan Cricoid pada Pemasangan Laryngeal Mask


Airway (LMA)”

Oleh :

Baiq Fadila Aisyah


H1A320031

PEMBIMBING :
dr. Hj. Elya Endriani, Sp.An

DALAM RANGKA MENGKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha. Esa, karena hanya
dengan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul " Efek
Penekanan Cricoid pada Pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA)". Referat ini
saya susun dalam rangka memenuhi tugas dalam proses mengikuti kepaniteraan
klinik di bagian Anestesiologi dan Reanimasi Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi
Nusa Tenggara Barat, Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Saya berharap
penyusunan referat ini dapat berguna dalam meningkatkan pemahaman kita semua
mengenai Efek Penekanan Cricoid pada Pemasangan Laryngeal Mask Airway
(LMA).
Saya menyadari bahwa referat ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,
saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan
laporan ini. Semoga Tuhan selalu memberikan petunjuk-Nya kepada kita semua di
dalam melaksanakan tugas dan menerima segala amal ibadah kita.

Mataram, Maret 2022

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penekanan krikoid atau cricoid pressure merupakan salah satu Teknik yang
dilakukan untuk mencegah terjadinya aspirasi saat intubasi. Teknik ini pertama
kali diperkenalkan oleh Brian Selick pada tahun 1961 sehingga dikenal dengan
Manuver Selick. Manuver ini dilakukan dengan cara melakukan penekanan
pada kartilago krikoid sehingga mengoklusi lumen esofagus dan mencegah
refluks isi lambung masuk ke dalam saluran napas pada saat intubasi.
Penekanan krikoid telah sangat digunakan oleh dokter di seluruh dunia sejak
tahun 1960an. Namun demikian dalam beberapa tahun terakhir berkembang
studi bahwa teknik penekanan krikoid ini tidak dapat mencegah aspirasi.
Penekanan krikoid juga dinilai berpotensi mengganggu aliran udara masker saat
ventilasi serta mengganggu lapangan pandang dokter pada saat melakukan
manajemen jalan napas. Meskipun data yang ada tidak mendukung, manuver
ini dilakukan oleh beberapa dokter. Hal ini menuai perdebatan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Mekanisme penekanan krikoid dalam mencegah aspirasi
Rapid sequence intubation (RSI) dilakukan pada pasien yang
lambungnya terisi atau dicurigai memiliki risiko aspirasi isi gaster dengan cara
pre-oksigenasi, induksi, pencegahan aspirasi, laringoskopi dan intubasi selang
endotrakeal/endotracheal tube (ETT). Penekanan krikoid dilakukan pada RSI
setelah dilakukan induksi sebagai upaya pencegahan aspirasi dan baru
dilepaskan setelah balon ETT terinflasi.[1,8] Hal ini didasarkan pada studi Sellick
yang menyatakan bahwa manuver ini dapat mencegah refluks isi gaster karena
secara anatomis krikoid berada mengelilingi esofagus, sehingga dengan
menekan kartilago krikoid, lumen esofagus akan teroklusi. Oklusi lumen
esofagus akan menghalangi refluksat dari gaster dan mencegah terjadinya
aspirasi paru.[1,8,9] Penekanan krikoid harus dilakukan dengan tepat agar oklusi
esofagus terjadi dengan baik. Posisi penenekanan harus tepat pada kartilago
krikoid, pasien harus berada dalam sniffing position, dan kekuatan penekanan
harus tepat 30-44 Newton (10 Newton setara dengan gaya yang dibutuhkan
untuk mengangkat benda seberat 1 kg melawan gravitasi). Melakukan manuver
ini dengan tepat diperkirakan akan mengoklusi lumen esofagus sebanyak
50%.[1,8,10]

2.2 Masalah yang ditemukan dalam penekanan krikoid


Melakukan penekanan krikoid merupakan hal yang tidak mudah dan
seringkali dilakukan penekanan pada letak anatomis yang kurang tepat.
Dibutuhkan kekuatan penekanan yang cukup besar dan tepat 30-44 N untuk
mengoklusi lumen esofagus dengan baik. Kekuatan penekanan yang tidak
adekuat dapat menyebabkan oklusi tidak maksimal, sehingga refluks isi gaster
masih dapat terjadi. Namun demikian, penekanan sekitar 20 N pada cincin
kartilago krikoid pasien yang sadar dapat menyebabkan rasa sangat tidak
nyaman, kesulitan bernapas, induksi muntah, aspirasi, hingga ruptur esofagus.
Hal ini menjadikan penekanan krikoid seringkali tidak adekuat dilakukan,
sehingga tidak efektif. Di sisi lain, jika dilakukan terlalu kuat memiliki risiko
untuk membahayakan jalan napas pasien.[4,6,10]
Meskipun penekanan krikoid dapat dilakukan dengan tepat, efektifitas
prosedur ini dinilai rendah. Kemungkinan bahwa aspirasi dapat tetap terjadi
meskipun penekanan krikoid dilakukan tak dapat dikesampingkan. Hal lain
yang membuat efektifitas penekanan krikoid diragukan adalah studi
preliminarinya yang sangat terbatas dan hanya menggunakan cadaver.
Penekanan krikoid juga dapat mengganggu pemasangan masker laring (LMA)
ataupun ETT karena diameter esofagus yang mengecil akibat penekanan.
Penekanan krikoid juga dapat mengganggu laju oksigenasi pada saat
ventilasi.[3,4,6,9]

2.3 Studi terkait penekanan krikoid


Penekanan krikoid dilakukan untuk mencegah aspirasi pada saat
intubasi. Namun demikian, salah satu penelitian menunjukkan bahwa kejadian
aspirasi pada saat intubasi hampir tidak ada (1:3000 pada anestesi total elektif
dan 1:900 pada operasi cito). Mortalitas akibat aspirasi yang terjadi juga
terbatas pada pasien-pasien yang memiliki nilai skor ASA III dan IV. Studi ini
menyimpulkan bahwa penekanan krikoid merupakan ritual yang sebenarnya
tidak perlu dilakukan.[3,11]
Studi lain juga menunjukkan bahwa efektifitas penekanan krikoid dalam
mencegah aspirasi tergolong rendah, yaitu sekitar 50%. Aspirasi tetap dapat
terjadi meskipun penekanan krikoid dilakukan. Sebanyak 11%-14% dokter
spesialis anestesi pernah menangani pasien yang mengalami aspirasi meskipun
penekanan krikoid sudah dilakukan. Studi lain juga mendapatkan bahwa pada
9 dari 11 kematian karena aspirasi, penekanan krikoid sudah dilakukan. Namun
demikian, prosedur ini dapat bermanfaat bila dilakukan dengan cara yang tepat
dan pada pasien yang tepat. Prosedur ini dinilai tetap dapat bermanfaat pada
pasien memiliki risiko tinggi untuk mengalami refluks. Penekanan krikioid
dapat dilakukan dengan perlahan (10 N) dan diperkuat seiring pasien menjadi
tidak sadar. Penekanan harus segera dilepas apabila pasien mengalami ventilasi
terganggu dan terjadi kesulitan pemasangan ETT atau LMA karena penekanan
krikoid.[2-4,7,10,12]
Sebelum dilakukan penekanan krikoid, manfaat dan risikonya (risk and
benefit) pada setiap pasien harus dipertimbangkan. Studi menunjukkan bahwa
pada 79 pasien, penekanan krikoid sebesar 30N membuat selang nasogastric
(NGT) berukuran 4mm tidak dapat dimasukkan. Keberhasilan pemasangan
LMA dan ETT juga menurun dari 97% menjadi 67% karena penekanan krikoid.
[3,9,12]
Studi MRI dan CT Scan pada pasien juga menunjukkan bahwa penekanan
krikoid menyebabkan pergeseran lateral (lateral displacement) esofagus
sebanyak 53%-90%.[2,3]

2.4 Rekomendasi terbaru dalam melakukan penekanan krikoid


Scandinavian Society of Anesthesiology and Intensive Care Medicine
dalam Clinical Practice Guidelines on General Anaesthesia for Emergency
Situations tahun 2010 menyatakan bahwa menggunakan penekanan krikoid
untuk mencegah regurgitasi dan aspirasi tidak dapat direkomendasikan karena
bukti klinisnya sangat minimal dan terbatas pada expert opinion yang tidak
teruji dengan baik (rekomendasi E). Penekanan krikoid bukan merupakan
prosedur yang wajib untuk dilakukan, tetapi tetap dapat dilakukan pada pasien-
pasien risiko tinggi aspirasi atau regurgitasi dan manuver ini harus dilakukan
dengan tepat dan presisi. Keputusan dilakukan atau tidaknya penekanan krikoid
bergantung penilaian klinis tiap-tiap dokter. Prosedur ini memiliki manfaat dan
risiko yang harus dipertimbangkan pada masing-masing pasien. Dokter juga
harus selalu siap melepaskan penekanan krikoid jika penekanan krikoid berisiko
membahayakan patensi jalan napas, menghalangi lapang pandang dokter, dan
menyebabkan kesulitan intubasi ataupun ventilasi.[2,3,12]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penggunaan penekanan krikoid pada saat intubasi merupakan hal
yang kontroversial. Penekanan krikoid harus dilakuan dengan tepat dan
presisi, dan memperhatikan letak anatomis, posisi pasien, dan kekuatan
penekanan. Studi yang ada menunjukkan bahwa manuver ini kurang efektif
dalam mencegah aspirasi, tetapi tetap dapat bermanfaat pada pasien dengan
risiko tinggi aspirasi ataupun refluks. Hingga saat ini juga belum ada
protokol yang dengan jelas melarang penekanan krikoid dilakukan.
Rekomendasi terbaru menyatakan bahwa penekanan krikoid bukan
merupakan prosedur yang wajib dilakukan. Dilakukan atau tidaknya
penekanan krikoid merupakan keputusan klinis masing-masing dokter
dengan mempertimbangkan risiko dan manfaat klinis. Dokter juga harus
siap melepaskan penekanan krikoid apabila prosedur ini mengganggu
manajemen jalan napas yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Loganathan N, Liu EHC. Cricoid pressure: ritual or effective measure?
Singapore J Med. 2012;53(9):620.
2. Priebe HJ. Use of cricoid pressure during rapid sequence induction: facts
and fiction. Trends in anesthesia and Critical Care. 2012;2(2012):123-7.
3. Turnbull J, Patel A. Cricoid pressure: the argument against. Trends in
Anaesthesia and Cricial Care. 2015;5(2015):52-6.
4. Bhatia N, Bhagat H, Sen I. Cricoid pressure: where do we stand?. J
Anaesthesiol Clin Pharmacol. 2014;30(1):3-6.
5. Algie CM, Mahar RK, Tan HB, Wilson G, Mahar PD, Wasiak J. Effect of
applying cricoid pressure during rapid sequence induction of general
anaesthesia. Cochrane Database of Systematic Review.
2015;11:CD011656.
6. Department of Anesthesia & Perioperative Care University of California
San Fransisco. Cricroid pressure – the debate. UCSF. 2013. Diakses dari:
http://aam.ucsf.edu/article/cricoid-pressure-debate
7. Priebe JH. Evidence no longer supports use of cricoid pressure. Br J
Anaesth. 2016;117(4):537-8.
8. Stewart JC, Bhananker S, Ramaiah R. Rapid-sequence intubation and
cricoid pressure. Int J Crit Illn In Sci. 2014;4(1):42-9.
9. Ovassapian A, Salem MR. Sellick’s Manuever: to do or not do. Anesthesia
& Analgesia. 2009;109(5):1360-2.
10. Lerman J. On cricoid pressure: “May the Force Be with You”.
International Anesthesia Research Society. 2009; 109(5):1363-6.
11. Sakai T, Planinsic RM, Quinlana JJ, Handley LJ, Kim T-Y, Hilmi IA. The
incidence and outcome of perioreative pulmonary aspiration in a
university hospital: a 4-year retrospective analysis. Anesth Analg
2006;103:941e7.
12. Turnbull J, Patel A, Athanassoglou V, Pandit JJ. Cricoid pressure: apply –
but be ready to release. Anaesthesia. 2016;71:999-1012.

Anda mungkin juga menyukai