Anda di halaman 1dari 27

Biaya Yang Boleh Dikurangkan

(Deductable Expenses)

PPh yang terutang terhadap subjek pajak Badan dikenakan atas Penghasilan Neto yang nanti akan disebut
sebagai Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi dengan kompensasi kerugian tahun sebelumnya kalau
ada. Untuk menghitung penghasilan neto, Wajib Pajak Badan tidak diperkenankan menggunakan norma
penghitungan seperti halnya Orang Pribadi. Oleh karena itu, Wajib Pajak Badan wajib melakukan
pembukuan.

Penghitungan PPh terutang diatur dalam Pasal 16 UU PPh. Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam
satu tahun pajak dihitung dengan cara mengurangkan penghasilan dengan biaya yang berkaitan dengan
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. Pengurangan
tersebut akan menghasilkan penghasilan neto.

Rumus untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak seperti diuraikan pada bagan konsep diawal
pembahasan buku ini adalah :
Rumus :
Penghasilan Bruto xxx
Pengurang Ph Bruto (xxx )
Penghasilan Netto xxx
Kompensasi Rugi (xxx)
Pengh. Kena Pajak xxx

Penghasilan Bruto telah kita bahas dalam bab 3. Pada Bab 4 ini akan dibahas mengenai biaya yang dapat
dikurangan dari penghasilan bruto dan dalam Bab 5 akan dibahas mengenai Biaya yang tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.

Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto diatur dalam pasal Pasal 6 ayat (1) UU Pajak
Penghasilan dan beberapa aturan khusus yang mempertegas pasal 6 ayat (1) tersebut. Biaya yang tidak
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto diatur dalam pasl 9 UU PPh.

4.1. Biaya Fiskal (Pasal 6 ayat 1 UU PPh)

Dalam Pasal 6 ayat (1) UU PPh diatur bahwa, besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam
negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M), diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha

Dasar Hukum : Pasal 6 ayat (1) huruf a

Yang termasuk biaya ini antara lain :


a. biaya pembelian bahan;
b. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, gratifikasi, dan
tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
c. bunga, sewa, dan royalti;
d. biaya perjalanan;
e. biaya pengolahan limbah;
f. premi asuransi;
g. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan;
h. biaya administrasi; dan
i. pajak kecuali Pajak Penghasilan.
Biaya-biaya yang dimaksud diatas adalah lazim disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada
tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus
mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. Dengan demikian,
pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak, tidak boleh dibebankan sebagai biaya.

Contoh:

Dana Pensiun Cipta yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan memperoleh
penghasilan bruto yang terdiri dari :
- penghasilan yang bukan merupakan objek pajak sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) huruf h Rp 100.000.000
- penghasilan bruto lainnya sebesar Rp 300.000.000
- Jumlah penghasilan bruto Rp 400.000.000

Apabila seluruh biaya adalah sebesar Rp 200.000.000. biaya yang boleh dikurangkan untuk mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan adalah sebesar 3/4 x Rp 200.000.000 = Rp150.000.000.

Demikian pula bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak dapat dibebankan
sebagai biaya sepanjang dividen yang diterimanya tidak merupakan objek pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f. Bunga pinjaman yang tidak boleh dibiayakan tersebut dapat
dikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan saham.

Pengeluaran-pengeluaran yang tidak ada hubungannya dengan upaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan, misalnya pengeluaran-pengeluaran untuk keperluan pribadi pemegang
saham, pembayaran bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk keperluan pribadi peminjam serta
pembayaran premi asuransi untuk kepentingan pribadi, tidak boleh dibebankan sebagai biaya.

Pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya boleh dibebankan
sebagai biaya perusahaan, namun bagi pegawai yang bersangkutan premi tersebut merupakan
penghasilan.

Pengeluaran-pengeluaran sehubungan dengan pekerjaan yang boleh dikurangkan dari penghasilan


bruto harus dilakukan dalam bentuk uang. Pengeluaran yang dilakukan dalam bentuk natura atau
kenikmatan, misalnya fasilitas menempati rumah dengan cuma-cuma, tidak boleh dibebankan sebagai
biaya, dan bagi pihak yang menerima atau menikmati bukan merupakan penghasilan. Namun demikian,
pengeluaran dalam bentuk natura atau kenikmatan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf e boleh dibebankan sebagai biaya dan bagi pihak yang menerima atau menikmati bukan
merupakan penghasilan.

Pengeluaran-pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam batas-
batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik. Dengan demikian, apabila
pengeluaran yang melampaui batas kewajaran tersebut dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka
jumlah yang melampaui batas kewajaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.

Pajak-pajak yang menjadi beban perusahaan dalam rangka usahanya selain Pajak Penghasilan, misalnya
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai (BM), Pajak Hotel dan Pajak Restoran, dapat dibebankan
sebagai biaya.

Mengenai pengeluaran untuk promosi perlu dibedakan antara biaya yang benar-benar dikeluarkan
untuk promosi dan biaya yang pada hakikatnya merupakan sumbangan. Biaya yang benar-benar
dikeluarkan untuk promosi boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Besarnya biaya promosi dan
penjualan yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan. Biaya Promosi adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh
Wajib Pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik
langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan.
Besarnya biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto merupakan akumulasi dari
jumlah : 20
a. biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya;
b. biaya pameran produk;
c. biaya pengenalan produk baru; dan/atau
d. biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk.

Tidak termasuk Biaya Promosi adalah :


a. pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dengan nama dan dalam bentuk apapun,
kepada pihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan penyelenggaraan kegiatan promosi.
b. Biaya Promosi untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan
objek pajak dan yang telah dikenai pajak bersifat final.

Dalam hal promosi dilakukan dalam bentuk pemberian sampel produk, besarnya biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar harga pokok sampel produk yang diberikan,
sepanjang belum dibebankan dalam perhitungan harga pokok penjualan. Biaya promosi yang
dikeluarkan kepada pihak lain dan merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan wajib dilakukan
pemotongan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran Biaya Promosi yang dikeluarkan kepada
pihak lain. Daftar nominatif paling sedikit harus memuat data penerima berupa nama, Nomor Pokok
Wajib Pajak, alamat, tanggal, bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan dan
besarnya Pajak Penghasilan yang dipotong. Daftar nominatif tersebut dilaporkan sebagai lampiran saat
Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan. Dalam hal ketentuan tersebut tidak dipenuhi,
Biaya Promosi tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Form Daftar Nominatif Biaya Promosi

Nama Wajib
Pajak
NPWP
Alamat
Tahun Pajak
Data Penerima Pemotongan PPh
No Nama NPWP Alamat Tanggal Bentuk dan Jumlah Keterangan Jumlah Nomor
Jenis Biaya (Rp) PPh Bukti
Potong

........................... ....................

Nama Wajib Pajak

Figure 7. Daftar Nominatif Biaya Promosi

2. Penyusutan dan Amortisasi

Dasar Hukum : Pasal 6 ayat (1) huruf b, Pasal 11 UU PPh

Penyusutan adalah pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran
untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun
diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 11A.

Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu)
tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan

20
Peraturan Menteri KeuanganNomor 02/PMK.03/2010 tentang Biaya Promosi Yang Dapat Dikurangkan dari
Penghasilan Bruto
dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta tersebut melalui
penyusutan. Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah berstatus
hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai yang pertama kali tidak boleh disusutkan, kecuali
apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan
dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan,
misalnya tanah dipergunakan untuk perusahaan genteng, perusahaan keramik atau perusahaan batu
bata.

Metode penyusutan secara akuntansi banyak metodenya, akan tetapi yang dibolehkan secara pajak
adalah :
a. dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut
(metode garis lurus atau straight-line method); atau
b. dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku
(metode saldo menurun atau declining balance method).

Tarif Penyusutan

Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sesuai
pasal 11 ayat (6) UU PPh sebagai berikut :

Kelompok Harta Berwujud Masa Manfaat Tarif Penyusutan.


Garis Lurus Saldo Menurun
I. Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25 % 50 %
Kelompok 2 8 tahun 12.5% 25 %
Kelompok 3 16 tahun 6.25% 12.5 %
Kelompok 3 20 tahun 5% 10 %

II. Bangunan
Permanen 20 tahun 5% ---
Tidak Permanen. 10 tahun 10 % ---
Figure 8. Daftar Tarif Penyusutan

Jenis-jenis harta termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan
penyusutan diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan.

Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan pada Kelompok 1, Kelompok 2, Kelompok 3, dan
Kelompok 4 adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran
IV Peraturan Menteri ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
Keuangan ini 21

Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan yang tidak tercantum dalam Lampiran I, Lampiran
II,Lampiran III, dan Lampiran IV, untuk kepentingan penyusutan digunakan masa manfaat dalam
Kelompok 3. Wajib Pajak dapat memperoleh penetapan masa manfaat atas jenis-jenis harta berwujud
bukan bangunan sesuai dengan masa manfaat yang sesungguhnya dengan mengajukan permohonan
kepada Direktur Jenderal Pajak dengan menunjukkan masa manfaat yang sesungguhnya jenis-jenis
harta berwujud bukan bangunan. Dalam hal permohonan sebagaimana ditolak, Wajib Pajak
menggunakan masa manfaat jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan sesuai ketentuan
sebelumnya.

Jenis Harta per kelompok selengkapnya dapat dilihat secara lengkap pada lampiran buku ini.

Untuk harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta
berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun.
Dalam hal Wajib Pajak memilih menggunakan metode saldo menurun, nilai sisa buku pada akhir masa

21
Keputusan Menteri Kaunagan No. 520/KMK.04/2000, tgl 14 Desember 2000 dan sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Menteri Keuangan No. 138/KMK.03/2002 Tgl 8 April 2002 jo PMK-96/PMK.03/2009 tantang Jenis-jenis
harta yang termasuk Jenis-jenis harta yang termasuk dalam kelompok harta
manfaat harus disusutkan sekaligus, sesuai dengan pembukuan Wajib Pajak, alat-alat kecil (small tools)
yang sama atau sejenis dapat disusutkan dalam satu golongan.

Contoh Metode garis lurus :

Sebuah gedung yang harga perolehannya Rp 100.000.000 dan masa manfaatnya 20 (dua puluh)
tahun penyusutannya setiap tahun adalah sebesar Rp 5.000.000 (Rp 100.000.000 : 20).

Contoh Metode Saldo Menurun :

Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2010 dengan harga perolehan
sebesar Rp 150.000.000. Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif
penyusutan misalnya ditetapkan 50% (lima puluh persen), maka penghitungan penyusutannya
adalah sebagai berikut :

Tahun Tarif Penyusutan Nilai Sisa Buku


Harga Perolehan 150.000.000
2010 50% 75.000.000 75.000.000
2011 50% 37.500.000 37.500.000
2012 50% 18.750.000 18.750.000
2013 Sekaligus 18.750.000 0

Saat Dimulainya Penyusutan

Pasal 11 ayat (3) : Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang
masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta
tersebut.

Pasal 11 ayat (4) : Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan
penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan. Yang dimaksud dengan
mulai menghasilkan dalam ketentuan ini dikaitkan dengan saat mulai berproduksi dan tidak dikaitkan
dengan saat diterima atau diperolehnya penghasilan.

Contoh 1 :

Pengeluaran untuk pembangunan sebuah gedung adalah sebesar Rp 100.000.000,00. Pembangunan


dimulai pada bulan Oktober 2013 dan selesai untuk digunakan pada bulan Maret 2014. Penyusutan
atas harga perolehan bangunan gedung tersebut dimulai pada bulan Maret tahun pajak 2014.

Contoh 2 :

PT X yang bergerak di bidang perkebunan membeli traktor pada tahun 2013. Perkebunan tersebut
mulai menghasilkan (panen) pada tahun 2014. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak,
penyusutan traktor tersebut dapat dilakukan mulai tahun 2014.

Dasar Penyusutan Setelah Revaluasi

Dasar Hukum : Pasal 11 ayat (5), Pasal 19 UU PPh

Menteri Keuangan berwenang menetapkan peraturan mengenai penilaian kembali aktiva dan
faktor penyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dan penghasilan
karena perkembangan harga (Pasal 19 UU PPh).
Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan terhadap seluruh aktiva tetap berwujud, termasuk
tanah yang berstatus hak milik atau hak guna bangunan; atau seluruh aktiva tetap berwujud tidak
termasuk tanah, yang terletak atau berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak. 22

Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian
kembali aktiva tersebut.

Penyusutan Usaha Tertentu

Ketentuan mengenai penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha
tertentu diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Bidang usaha tertentu meliputi :23

No Bidang Usaha Jenis Aktiva Yang Dapat Disusutkan Kelompok Harta


1 Kehutanan Aktiva Tetap dan Komoditas Pokok Kelompok 4
meliputi Tanaman Kehutanan
2 Perkebunan Tanaman Keras Aktiva Tetap dan Komoditas utama Kelompok 4
bidang usaha perkebunan tanaman
keras, termasuk tanaman rempah
dan penyegar
3 Peternakan Aktiva Tetap dan bidang usaha Kelompok 2
peternakan, meliputi ternak,
termasuk ternak pejantan.
Figure 9. Penyusutan bidang usaha tertentu

Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud sebagaimana dimaksud diatas dimulai
pada bulan produksi komersial. Bulan produksi komersial adalah bulan dimana penjualan mulai
dilakukan.

Amortisasi

Dasar Hukum : Pasal 6 ayat (1) huruf b, Pasal 11A UU PPh

Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk
biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai dan muhibah (goodwill) yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar atau dalam bagian-
bagian yang menurun selama masa manfaat yang dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi
atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus
dengan syarat dilakukan secara taat asas.

Harga perolehan harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk perpanjangan hak-hak atas
tanah (seperti hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai) dan muhibah (goodwill) yang
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, diamortisasi dengan metode :
a. dalam bagian-bagian yang sama setiap tahun selama masa manfaat; atau
b. dalam bagian-bagian yang menurun setiap tahun dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas
nilai sisa buku.

Khusus untuk amortisasi harta tak berwujud yang menggunakan metode saldo menurun pada akhir
masa manfaat nilai sisa buku harta tak berwujud atau hak-hak tersebut diamortisasi sekaligus.

22
Permenkeu Nomor : 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan
Perpajakan
23
Permenkeu Nomor 249/PMK.03/2008 jo Permenkeu Nomor 126/PMK.011/2012 tentang Penyusutan Atas
Pengeluaran Untuk Memperoleh Harta Berwujud Yang Dimiliki dan Digunakan Dalam Bidang Usaha Tertentu
Untuk menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut:

Kelompok harta Masa Tarif Amortisasi


Tak berwujud. manfaat
Garis lurus Saldo menurun
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12.5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6.25% 12.5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
Figure 10. Tarif Amortisasi

Penentuan masa manfaat dan tarif amortisasi atas pengeluaran harta tak berwujud dimaksudkan untuk
memberikan keseragaman bagi Wajib Pajak dalam melakukan amortisasi. Wajib Pajak dapat melakukan
amortisasi sesuai dengan metode yang dipilihnya berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya dari tiap
harta tak berwujud.

Untuk harta tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak tercantum pada kelompok masa manfaat yang
ada, maka Wajib Pajak menggunakan masa manfaat yang terdekat. Misalnya harta tak berwujud dengan
masa manfaat yang sebenarnya 6 (enam) tahun dapat menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat)
tahun atau 8 (delapan) tahun. Dalam hal masa manfaat yang sebenarnya 5 (lima) tahun, maka harta tak
berwujud tersebut diamortisasi dengan menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun.

Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu yang
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan. Bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud
meliputi : 24
1. bidang usaha kehutanan, yaitu bidang usaha hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang
tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1
(satu) tahun.
2. bidang usaha perkebunan tanaman keras, yaitu bidang usaha perkebunan yang tanamannya dapat
berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun.
3. bidang usaha peternakan, yaitu bidang usaha peternakan dimana ternak dapat berproduksi
berkali-kali dan baru dapat dijual setelah dipelihara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.

Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya untuk
bidang usaha tertentu dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran atau pada bulan produksi
komersial. Bulan produksi komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bulan dimana
penjualan mulai dilakukan.

Metode Satuan Produksi

Dasar Hukum: Pasal 11A ayat (4) dan ayat (5) UU PPh

Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain, yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dibidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) dilakukan
dengan menggunakan metode satuan produksi.

Metode satuan produksi dilakukan dengan menerapkan persentase amortisasi yang besarnya setiap
tahun sama dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada
tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi di lokasi
tersebut yang dapat diproduksi. Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang
diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran lain
maka atas sisa pengeluaran tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang
bersangkutan.

24
Permenkeu Nomor 248/PMK.03/2008 tentang Amortisasi Atas Pengeluaran Untuk Memperoleh Harta Tak
Berwujud dan Pengeluaran Lainnya Untuk Bidang Usaha Tertentu
Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain dimaksud diatas, hak
pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi
paling tinggi 20% (dua puluh persen) setahun.

Contoh:

Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan yang mempunyai potensi 10.000.000
(sepuluh juta) ton kayu sebesar Rp 500.000.000 diamortisasi sesuai dengan persentase satuan
produksi yang direalisasikan dalam tahun yang bersangkutan. Jika dalam satu tahun pajak ternyata
jumlah produksi mencapai 3.000.000 (tiga juta) ton yang berarti 30% (tiga puluh persen) dari
potensi yang tersedia, maka walaupun jumlah produksi pada tahun tersebut mencapai 30% (tiga
puluh persen) dari jumlah potensi yang tersedia besarnya amortisasi yang diperkenankan untuk
dikurangkan dari penghasilan bruto pada tahun tersebut adalah 20% (dua puluh persen) dari
pengeluaran atau Rp100.000.000.

Amortisasi Biaya Pra Operasi

Dasar Hukum: Pasal 11A ayat (3) dan ayat (6) UU PPh

Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial, yang mempunyai masa manfaat lebih dari
1(satu) tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam
pengertian pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial adalah biaya-biaya yang dikeluarkan
sebelum operasi komersial, misalnya biaya studi kelayakan dan biaya produksi percobaan tetapi tidak
termasuk biaya-biaya operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji pegawai, biaya rekening listrik dan
telepon, dan biaya kantor lainnya.

Untuk pengeluaran operasional yang rutin ini tidak boleh dikapitalisasi tetapi dibebankan sekaligus pada
tahun pengeluaran.

Pengalihan Harta Tak Berwujud

Dasar Hukum: Pasal 11A ayat (7) dan ayat (8) UU PPh

Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak sebagaimana dimaksud diatas, maka nilai
sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai
penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tersebut.

Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sumbangan/hibah/warisan sebagaimana


dimaksud asal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, yang berupa harta tak berwujud, maka jumlah nilai sisa
buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.

Contoh :

PT X mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak dan gas bumi di suatu
lokasi sebesar Rp500.000.000,00. Taksiran jumlah kandungan minyak di daerah tersebut adalah
sebanyak 200.000.000 (dua ratus juta) barel. Setelah produksi minyak dan gas bumi mencapai
100.000.000 (seratus juta) barel. PT X menjual hak penambangan tersebut kepada pihak lain
dengan harga sebesar Rp300.000.000,00. Penghitungan penghasilan dan kerugian dari penjualan
hak tersebut adalah sebagai berikut:
Harga perolehan Rp 500.000.000
Amortisasi yang telah dilakukan Rp 250.000.000
100.000.000/200.000.000 barel (50%)
Nilai buku harta Rp 250.000.000
Harga jual harta Rp 300.000.000
Dengan demikian jumlah nilai sisa buku sebesar Rp 250.000.000,00 dibebankan sebagai kerugian
dan jumlah sebesar Rp 300.000.000 dibukukan sebagai penghasilan.
3. Iuran kepada dana pensiun

Dasar Hukum: Pasal 6 ayat (1) huruf c UU PPh

Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan boleh
dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya
tidak atau belum disahkan oleh Menteri Keuangan tidak boleh dibebankan sebagai biaya.

4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta

Dasar Hukum: Pasal 6 ayat (1) huruf d UU PPh

Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang menurut tujuan semula tidak dimaksudkan
untuk dijual atau dialihkan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki tetapi tidak digunakan dalam
perusahaan, atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.

5. Kerugian selisih kurs mata uang asing

Dasar Hukum: Pasal 6 ayat (1) huruf e UU PPh

Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan
dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia. Lihat
kembali penjelasan bab terdahulu, bahwa keuntungan selisih kurs mata uang asing adalah penghasilan
yang merupakan Objek Pajak Penghasilan. Jadi kerugian ini adalah kebalikan dari peristiwa keuntungan
tersebut.
Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan :25
a. Kurs tetap, pembebanan selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya realisasi perkiraan mata uang
asing tersebut.
b. Kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun, pembebanannya
dilakukan pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang
sebenarnya berlaku pada akhir tahun.Kerugian yang terjadi karena selisih kurs, dapat diakui sebagai
pengurang penghasilan sepanjang Wajib Pajak tersebut mempunyai sistem pembukuan yang
diselenggarakan secara taat asas, sesuai dengan bukti dan keadaan yang sebenarnya, dan dalam
rangka kegiatan usahanya atau berkaitan dengan usahanya.

Contoh :
Pada tanggal 30 April 2014 PT.A mendepositokan uangnya $10.000 dengan kurs jual BI Rp 12.457 atau
dikeluarkan uang Rp 124.570.000 dalam jangka waktu 6 bulan. Jatuh tempo 31 Oktober 2014. pada
saat pencairan kurs beli bank misalnya Rp. 12.000 perhitungan keuntungan selisih kurs :
Rupiah yang dikeluarkan ( $10.000 x Rp. 12.457) = Rp 124.570.000
Rupiah diterima ( $10.000 x Rp. 12.000) = Rp 120.000.000
Kerugian selisih kurs ($10.000 x 457) = Rp. 4.570.000

25
SE Dirjen Pajak Nomor SE - 03/PJ.31/1997 tentang Perlakuan PPh terhadap Selisih Kurs
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan

Dasar Hukum: Pasal 6 ayat (1) huruf f UU PPh

Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia dalam jumlah yang wajar
untuk menemukan teknologi atau system baru bagi pengembangan perusahaan boleh dibebankan
sebagai biaya perusahaan.

Yang dimaksud dengan biaya penelitian dan pengembangan adalah biaya yang nyata-nyata dikeluarkan
untuk pengembangan produksi (product development), serta biaya untuk meningkatkan efisiensi
perusahaan termasuk teknologi untuk pengembangan proses (process technology).26

Pembebanan penelitian dan pengembangan dapat dibedakan dalam 3 (tiga) kategori :


a. Biaya yang dikeluarkan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan harus disusutkan/diamortisasi, pembebanan biaya
tersebut harus dilakukan dengan disusutkan/diamortisasi sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat
(1) huruf b jo. Pasal 11 Undang-undang Pajak Penghasilan.
b. Biaya yang dikeluarkan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan merupakan biaya usaha sehari-hari, dibebankan
sebagai biaya dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1)
huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan.
c. Biaya di luar biaya sebagaimana dimaksud butir a dan butir b antara lain biaya konsultan,
perlakuan perpajakannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku.

7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan

Dasar Hukum: Pasal 6 ayat (1) huruf g UU PPh

Beasiswa yang dapat dibiayakan diperluas meliputi pemberian beasiswa bukan kepada pegawai seperti
pelajar dan mahasiswa, tetapi tetap memperhatikan kewajarannya. Alasannya adalah untuk mendorong
peran serta masyarakat untuk mendukung program pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber
daya manusia melalui pendidikan. Biaya Beasiswa tidak dapat dikurangkan apabila yang diberikan
beasiswa mempunyai hubungan istimewa dengan pemilik, komisaris, direksi atau pengurus.

Komponen beasiswa terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah (tuition fee), biaya ujian,
biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil, biaya untuk pembelian buku.
dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar. 27

Atas penghasilan berupa beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib
Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal dan/atau pendididikan nonformal
yang dilaksanakan di dalam negeri dan/atau di luar negeri dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan.

8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih

Dasar Hukum : Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh

Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dikurangkan dengan syarat:
a. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
b. wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal
Pajak; dan
c. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang
menangani piutang Negara, atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah

26
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 769/KMK.04/1990 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Biaya Penelitian dan
Pengembangan (Research and Development) Yang Dilakukan Oleh Perusahaan
27
Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 246/PMK.08/2008 Jo Nomor : 154/PMK.03/2009 tentang Beasiswa Yang
Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan.
dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa
utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
d. syarat tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar
sesuai dengan bidang usahanya, yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan upaya-
upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak.28

Penerbitan umum atau khusus adalah penerbitan yang meliputi:


a. Penerbitan umum adalah pemuatan pengumuman pada penerbitan surat kabar/majalah atau
media massa cetak yang lazim lainnya yang berskala nasional; atau
b. Penerbitan khusus adalah pemuatan pengumuman pada:
1. penerbitan Himpunan Bank-Bank Milik Negara (HIMBARA)/Perhimpunan Bank-
2. Bank Umum Nasional (PERBANAS);
3. penerbitan/pengumuman khusus Bank Indonesia; dan/atau
4. penerbitan yang dikeluarkan oleh asosiasi yang telah terdaftar sebagai Wajib
5. Pajak dan pihak kreditur menjadi anggotanya.

Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil adalah piutang debitur kecil yang
jumlahnya tidak melebihi Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah), yang merupakan gunggungan jumlah
piutang dari beberapa kredit yang diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga pembiayaan dalam
negeri sebagai akibat adanya pemberian :
a. Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), yaitu kredit lunak untuk usaha ekonomi produktif
yang diberikan kepada Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I yang telah menjadi peserta
Takesra dan tergabung dalam kegiatan kelompok Prokesra-OPPKS;
b. Kredit Usaha Tani (KUT), yaitu kredit modal kerja yang diberikan oleh bank kepada koperasi primer
baik sebagai pelaksana (executing) maupun penyalur (channeling) atau kepada Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) sebagai pelaksana pemberian kredit. untuk keperluan petani yang tergabung
dalam kelompok tani guna membiayai usaha taninya dalam rangka intensifikasi padi, palawija, dan
hortikultura;
c. Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada
masyarakat untuk pemilihan rumah sangat sederhana (RSS);
d. Kredit Usaha Kecil (KUK), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil;
e. Kredit Usaha Rakyat (KUR), yaitu kredit yang diberikan untuk keperluan modal usaha kecil lainnya
selain KUK; dan/atau
f. Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam mengembangkan
usaha kecil dan koperasi.
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil lainnya sebagaimana dimaksud diatas
adalah piutang debitur kecil lainnya yang jumlahnya tidak melebihi Rp 5.000.000 (lima juta rupiah).

Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang diserahkan kepada Direktorat Jenderal harus
mencantumkan identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat dan jumlah
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.

Pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud huruf c dilakukan dengan cara melampirkan :


a. fotokopi bukti penyerahan perkara penagihannya ke Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah
yang menangani piutang negara; atau
b. fotokopi perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang usaha yang telah
dilegalisir oleh notaris; atau
c. fotokopi bukti publikasi dalam penerbitan umum atau penerbitan khusus; atau
d. surat yang berisi pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan yang disetujui oleh
kreditur tentang penghapusan piutang untuk jumlah utang tertentu,yang disetujui oleh kreditur.

28
Permenkeu Nomor : 105/PMK.03/2009 jo Permenkeu Nomor : 57/PMK.03/2010 jo Permenku Nomor :
207/PMK.010/2015 tentang Piutang Yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih Yang Dapat Dikurangkan Dari
Penghasilan Bruto
Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan bukti/dokumen sebagaimana dimaksud diatas
harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada Direktorat
Jenderal Pajak, yang di dalam daftar tersebut mencantumkan identitas debitur, salah satunya berupa
Nomor Pokok Wajib Pajak.

Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/121/KEP/DIR tanggal 25 Januari 1995
tentang Penyampaian Nomor Pokok Wajib Pajak dan Laporan Keuangan dalam Permohonan Kredit
sebagaimana telah diubah dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor : 28/83/KEP/DIR
tanggal 12 Oktober 1995 mengatur hal-hal antara lain :
a. pada setiap pengajuan permohonan kredit, bank wajib meminta kepada pemohon kredit untuk
menyampaikan fotokopi kartu NPWP pemohon kredit; dan
b. kewajiban dimaksud pada huruf a berlaku bagi:
1. permohonan satu atau beberapa jenis kredit dengan plafon keseluruhan di atas
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) atau ekuivalennya dalam valuta asing; atau
2. permohonan penambahan kredit sehingga plafon keseluruhan mencapai jumlah di atas
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) atau ekuivalennya dalam valuta asing.

Untuk menjaga keselarasan peraturan, keharusan mencantumkan identitas debitur berupa Nomor
Pokok Wajib Pajak dalam daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang diserahkan kepada
Direktorat Jenderal Pajak diterapkan terhadap piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang
berasal dari plafon utang di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), baik yang berasal dari satu
utang maupun gunggungan dari beberapa utang yang diterima dari satu kreditur.29

9. Sumbangan

Dasar Hukum : Pasal 6 ayat (1) huruf i s.d. m UU PPh

Sumbangan dan/atau biaya yang dapat dikurangkan sampai jumlah tertentu dari penghasilan bruto
dalam rangka penghitungan penghasilan kena pajak bagi wajib pajak terdiri atas :30
a. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, yang merupakan sumbangan untuk
korban bencana nasional yang disampaikan secara langsung melalui badan penanggulangan
bencana atau disampaikan secara tidak langsung melalui lembaga atau pihak yang telah mendapat
izin dari instansi/lembaga yang berwenang untuk pengumpulan dana penanggulangan bencana;
b. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan, yang merupakan sumbangan untuk
penelitian dan pengembangan yang dilakukan di wilayah Republik Indonesia yang disampaikan
melalui lembaga penelitian dan pengembangan;
c. Sumbangan fasilitas pendidikan, yang merupakan sumbangan berupa fasilitas pendidikan yang
disampaikan melalui lembaga pendidikan;
d. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga, yang merupakan sumbangan untuk membina.
mengembangkan dan mengoordinasikan suatu atau gabungan organisasi cabang/jenis olahraga
prestasi yang disampaikan melalui lembaga pembinaan olah raga.
e. Biaya pembangunan infrastruktur sosial merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan
membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan umum dan bersifat nirlaba.

Sumbangan dan/atau biaya sebagaimana dimaksud diatas dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
dengan syarat :
a. Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Tahun Pajak sebelumnya;
b. pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun Pajak sumbangan
diberikan;
c. didukung oleh bukti yang sah; dan

29
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 75/PJ/2015 tentang Penegasan Perlakuan Perpajakan Atas
Piutang Yang Nyata-Nyata Tidak dapat Ditagih Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto
30
Peraturan Pemerintah Nomor : 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional,
Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga,
Dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto
d. lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. kecuali
badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang
Pajak Penghasilan.

Besarnya nilai sumbangan dan/atau biaya pembangunan infrastruktur sosial yang dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto untuk 1 (satu) tahun dibatasi tidak melebihi 5% (lima persen) dari penghasilan
neto fiskal Tahun Pajak sebelumnya.

Sumbangan dan/atau biaya diatas tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi pihak pemberi
apabila sumbangan dan/atau biaya diberikan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa
sebagaimana dimaksud Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan.

Sumbangan dapat diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang. Biaya pembangunan infrastruktur
sosial diberikan hanya dalam bentuk sarana dan/atau prasarana.

4.2. Biaya selain yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU PPh

Selain Biaya yang dapat dikurangkan yang diatur dalam pasal 6 ayat (1) UU PPh diatas, terdapat beberapa
biaya yang dapat dikurangkan yang diatur khusus agar dapat dibebankan sebagai biaya secara fiskal. Biaya-
biaya tersebut dibahas secara mendetail dibawah ini.

1. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan

Berdasarkan pasal 9 ayat (1) huruf c pembentukan atau pemupukan dana cadangan tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto kecuali:
a. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit,
sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak
piutang,
b. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS),
c. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan,
d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan,
e. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
f. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk
pengolahan limbah industri.
Yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan syariah ditetapkan sebagai berikut : 31

Bank Umum Konvensional Bank Umum Syariah


Jenis Piutang Besar Jenis Piutang Besar
Cadangan Cadangan
Piutang dengan kualitas yang 1% piutang dengan kualitas yang 1%
digolongkan lancar, tidak digolongkan lancar, tidak termasuk
termasuk Sertifikat Bank Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dan
Indonesia dan Surat Utang Negara surat berharga yang diterbitkan
Pemerintah berdasarkan prinsip
syariah

Piutang dengan kualitas yang 5% piutang dengan kualitas yang 5%


digolongkan dalam perhatian digolongkan dalam perhatian khusus
khusus setelah dikurangi nilai setelah dikurangi nilai agunan
agunan
Piutang dengan kualitas yang 15% piutang dengan kualitas yang 15%
digolongkan kurang lancar setelah digolongkan kurang lancar setelah
dikurangi dengan nilai agunan dikurangi dengan nilai agunan;

31
Peraturan Menkeu Nomor : 81/PMK.03/2009 jo Permenkeu Nomor : 219/PMK.011/2012 tentang Pembentukan
Atau Pemupukan Dana Cadangan Yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya
Piutang dengan kualitas yang 50% piutang dengan kualitas yang 50%
digolongkan diragukan setelah digolongkan diragukan setelah
dikurangi dengan nilai agunan dikurangi dengan nilai agunan
Piutang dengan kualitas yang 100% piutang dengan kualitas yang 100%
digolongkan macet setelah digolongkan macet setelah dikurangi
dikurangi dengan nilai agunan dengan nilai agunan.
 Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana
diatas paling tinggi adalah : 100% dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan 75% dari nilai agunan
lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai.
 Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk
menutup kerugian, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
 Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian namun tidak
mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.
Figure 11. Cadangan Piutang Tak Tertagih Bank Umum

Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk bank perkreditan rakyat (BPR) ditetapkan sebagai
berikut :
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Konvensional Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah
Jenis Piutang Besar Jenis Piutang Besar
Cadangan Cadangan
piutang dengan kualitas lancar 0,5% piutang dengan kualitas lancar tidak 0,5%
tidak termasuk Sertifikat Bank termasuk Sertifikat Wadiah Bank
Indonesia Indonesia
piutang dengan kualitas kurang 10% piutang dengan kualitas kurang 10%
lancar setelah dikurangi lancar setelah dikurangi dengan nilai
dengan nilai agunan; agunan

piutang dengan kualitas 50% piutang dengan kualitas diragukan 50%


diragukan setelah dikurangi setelah dikurangi dengan nilai
dengan nilai agunan; agunan
dari piutang dengan kualitas 100% piutang dengan kualitas macet 100%
macet setelah dikurangi dengan setelah dikurangi dengan nilai
nilai agunan agunan
 Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana
diatas paling tinggi adalah : 100% dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan 75% dari nilai agunan
lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai.
 Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk
menutup kerugian, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
 Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian namun tidak
mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.
Figure 12. Cadangan Piutang Tak Tertagih BPR

Besarnya cadangan piutang tak tertagih selain bank ditetapkan sebagai berikut :
Jenis Perusahaan Besar Dasar perhitungan cadangan
Cadangan
Koperasi Simpan Pinjam 0,5% piutang dari piutang dengan kualitas lancar
10% kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai
agunan;
50% piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi
dengan nilai agunan
100% dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi
dengan nilai agunan
PT Permodalan Nasional 2,5% piutang yang digolongkan dalam perhatian khusus
Madani (Persero) setelah dikurangi nilai agunan
5% piutang yang digolongkan kurang lancar setelah
dikurangi dengan nilai agunan;
50% piutang yang digolongkan diragukan setelah
dikurangi dengan nilai agunan
100% piutang yang digolongkan macet setelah dikurangi
dengan nilai agunan
Lembaga Pembiayaan Ekspor 1% piutang dengan kualitas lancar
Indonesia 5% piutang dengan kualitas dalam perhatian khusus
setelah dikurangi nilai agunan
15% piutang dengan kualitas kurang lancar setelah
dikurangi nilai agunan;
50% piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi
nilai agunan;
100% 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas
macet setelah dikurangi nilai agunan.
Perusahaan pembiayaan 1% piutang dengan kualitas lancar
infrastruktur 5% piutang dengan kualitas yang digolongkan dalam
perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan
15% piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang
lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
50% piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan
setelah dikurangi dengan nilai agunan
100% piutang dengan kualitas yang digolongkan macet
setelah dikurangi dengan nilai agunan.
Perusahaan Pengelola Aset 15% piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang
lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
50% piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan
setelah dikurangi dengan nilai agunan
100% iutang dengan kualitas yang digolongkan macet
setelah dikurangi dengan nilai agunan
Perusahaan sewa guna usaha 2,5% rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang
dengan hak opsi
Perusahaan pembiayaan 5% rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang
konsumen
Perusahaan anjak piutang 5% rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang
Perusahaan Asuransi Kerugian 40% jumlah premi tanggungan sendiri yang diterima atau
diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan.

100% jumlah klaim yang sudah disepakati tetapi belum


dibayar dan klaim yang sudah dilaporkan dan sedang
dalam proses tetapi tidak termasuk klaim yang
belum dilaporkan
Perusahaan Asuransi Jiwa sesuai dengan penghitungan aktuaria yang telah
mendapat pengesahan dari Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan.
Lembaga Penjamin Simpanan 80% dari surplus yang diperoleh Lembaga Penjamin
Simpanan dari kegiatan operasional selama 1 (satu)
tahun yang diakumulasikan sesuai peraturan
perundang-undangan mengenai Lembaga Penjamin
Simpanan
Usaha Pertambangan Cadangan biaya reklamasi untuk perusahaan yang
melakukan usaha pertambangan dihitung sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di bidang
pertambangan energi dan sumber daya mineral
Kehutanan Cadangan biaya penanaman kembali untuk
perusahaan yang melakukan usaha kehutanan
dihitung sesuai dengan peraturan perundang-
undangan di bidang kehutanan.
Industri untuk pengolahan Besarnya cadangan biaya penutupan dan
limbah industri pemeliharaan tempat pembuangan limbah dihitung
sesuai dengan peraturan perundang-undangan di
bidang lingkungan hidup.
Figure 13. Cadangan Piutang Tak selain Bank Umum dan BPR
2. Penggantian atau Imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan

Dasar Hukum : Pasal 9 ayat (1) huruf e

Istilah natura dan kenikmatan telah kita kenal pada saat membahas tentang Penghasilan Yang Bukan
merupakan Objek Pajak Penghasilan yaitu pasal 4 ayat (3) huruf d yang menyatakan bahwa
Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan dari wajib pajak atau Pemerintah
bukan Objek Pajak, kecuali diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara
final, atau wajib pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh.

Sesuai dengan prinsip non taxable - non deductable maka bagi pemberi peghasilan seharusnya tidak
dapat mengurangkan natura dan kenikmatan sebagai biaya. Akan tetapi, berdasarkan pasal 9 ayat (1)
huruf (e) terdapat pengecualian dimana atas penggantian atau imbalan berupa natura dan kenikmatan
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dan tidak memnjadi pengasilan bagi yang menerimanya,
tetapi terbatas pada biaya berupa :

a. Biaya Makan dan Minum untuk sebagian/seluruh pegawai


Pengeluaran untuk penyediaan makanan dan/atau minuman bagi Pegawai meliputi : pemberian
makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh pemberi kerja di tempat kerja, atau pemberian
kupon makanan dan/atau minuman bagi Pegawai yang karena sifat pekerjaannya tidak dapat
memanfaatkan pemberian meliputi Pegawai bagian pemasaran, bagian transportasi, dan dinas
luar lainnya.32

Nilai kupon makanan dan/atau minuman dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja
sesuai dengan nilai kupon yang wajar. Nilai kupon dapat dianggap wajar apabila nilai kupon
tersebut tidak melebihi pengeluaran penyediaan makanan dan/atau minuman per Pegawai yang
disediakan oleh pemberi kerja di tempat kerja.33

Ketentuan "penyediaan makanan dan minuman bagi para pegawai perusahaan di tempat kerja"
tidak mutlak harus seluruh pegawai perusahaan termasuk dewan direksi dan dewan komisaris.
Apabila terdapat sejumlah pegawai yang tidak dapat memanfaatkan atau tidak memperoleh
tasilitts in-natura tersebut di tempat kerja karena sifat pekerjaannya tidak memungkinkan (seperti
para pegawai bagian pemasaran. bagian transportasi. dan dinas luar lainnya). Hal tersebut tidak
membatalkan pemenuhan persyaratan sesuai prinsip tersebut di atas.34

b. Natura dan Kenikmatan didaerah terpencil

Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan
dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah
untuk mendorong pembangunan di daerah tersebut.
Penggantian atau imbalan sebagaimana dimaksud adalah sarana dan fasilitas di lokasi kerja untuk :
- tempat tinggal, termasuk perumahan bagi Pegawai dan keluarganya;
- pelayanan kesehatan;
- pendidikan bagi Pegawai dan keluarganya;
- peribadatan;
- pengangkutan bagi Pegawai dan keluarganya;
- olahraga bagi Pegawai dan keluarganya tidak termasuk golf, power boating, pacuan kuda,
dan terbang layang,

32
PMK-83/PMK.03/2009 tentang Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai Serta Penggantian atau
Imbalan Dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan Di Daerah Tertentu Dan Yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan
Pekerjaan Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja
33
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER - 51/PJ/2009 Tata Cara Pemberian dan Penetapan Besaran Kupon Makanan
dan/atau minuman Bagi Pegawai, Kriteria Dan Tata Cara Penetapan Daerah Tertentu, Dan Batasan Mengenai
Sarana dan Fasilitas di Lokasi Kerja
34
Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE - 14/PJ.31/2003 tentang Penyediaan Makanan dan Minuman Oleh Pemberi
Kerja Bagi Seluruh Pegawai di Tempat Kerja
sepanjang sarana dan fasilitas tersebut tidak tersedia sehingga pemberi kerja harus
menyediakannya sendiri.

Daerah tertentu sebagaimana dimaksud adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi
yang layak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai
dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut maupun udara, sehingga
untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi yang nyata penanam
modal menanggung risiko yang cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang,
termasuk daerah perairan laut yang mempunyai kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang
dasar lautnya memiliki cadangan mineral.35

Penetapan daerah tertentu diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, yang berlaku sejak tahun
pajak diterbitkannya keputusan dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali. Jangka waktu perpanjangan
adalah 5 (lima) tahun.

Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha di daerah tertentu dapat mengajukan permohonan
penetapan daerah tertentu kepada Kepala Kantor Wilayah DJP yang membawahi Kantor Pelayanan
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Permohonan harus dilampiri dengan : 36
a. fotokopi surat persetujuan penanaman modal berserta rinciannya yang diterbitkan oleh Kepala
Badan Koordinasi Penanaman Modal atau instansi lain yang berwenang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku untuk wajib Pajak penanaman modal, atau rencana
investasi untuk Wajib Pajak lainnya;
b. fotokopi peta lokasi;
c. fotokopi laporan keuangan tahun buku terakhir sebelum tahun permohonan; dan
d. pernyataan mengenai keadaan prasarana ekonomi dan sarana transportasi umum

Berdasarkan permohonan Wajib Pajak dan pemeriksaan, Kepala Kantor Wilayah DJP atas nama
Direktur Jenderal Pajak wajib menerbitkan keputusan, paling lama 3 (tiga) bulan setelah
permohonan Wajib Pajak diterima secara lengkap. Keputusan dapat diterbitkan paling lama 6
(enam) bulan setelah permohonan Wajib Pajak diterima secara lengkap dalam hal diperlukan
pemeriksaan. Apabila jangka waktu terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan
keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima dan Kepala Kantor Wilayah DJP atas nama
Direktur Jenderal Pajak wajib menerbitkan keputusan persetujuan.

c. Natura berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan

Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan
sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya.
Pemberian natura dan kenikmatan sebagaimana dimaksud meliputi pakaian dan peralatan untuk
keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan (satpam), sarana antar jemput Pegawai,
serta penginapan untuk awak kapal, dan yang sejenisnya.

Pengertian keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan berkaitan dengan keamanan atau


Keselamatan pekerja yang diwajibkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau
pemerintah daerah setempat.37

3. Zakat dan Sumbangan Keagamaan

Dasar Hukum : Pasal 9 ayat (1) huruf g

35
PMK-83/PMK.03/2009 tentang Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai Serta Penggantian atau
Imbalan Dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan Di Daerah Tertentu Dan Yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan
Pekerjaan Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja
36
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER - 51/PJ/2009 Tata Cara Pemberian dan Penetapan Besaran Kupon Makanan
dan/atau Minuman Bagi Pegawai, Kriteria Dan Tata Cara Penetapan Daerah Tertentu, Dan Batasan Mengenai
Sarana dan Fasilitas di Lokasi Kerja
37
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER - 51/PJ/2009 Tata Cara Pemberian dan Penetapan Besaran Kupon Makanan
dan/atau Minuman Bagi Pegawai, Kriteria Dan Tata Cara Penetapan Daerah Tertentu, Dan Batasan Mengenai
Sarana dan Fasilitas di Lokasi Kerja
Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf g, harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan
sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (3) tidak dapat menjadi pengurang penghasilan brtuo kecuali
zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
meliputi:38
 zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam
dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; atau
 sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama selain
agama Islam dan/ atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama
selain agama Islam, yang diakui di Indonesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

Zakat atau sumbangan keagamaan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto oleh pemberi zakat
atau sumbangan keagamaan harus didukung oleh bukti-bukti yang sah. Apabila pengeluaran untuk
zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tidak dibayarkan kepada badan amil zakat atau
lembaga amil zakat atau lembaga keagamaan yang disahkan oleh Pemerintah pengeluaran tersebut
tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. 39

4. Pembayaran Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD)

Pengeluaran untuk Pajak Daerah dan Retibusi Daerah dapat dibebankan sebagai biaya dalam
penghitungan Penghasilan Kena Pajak sepanjang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 40
a. Memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang
Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34
Tahun 2000;
b. Berkaitan langsung dengan kegiatan untuk mendapatkan. menagih dan memelihara penghasilan
yang merupakan Objek Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan tidak bersifat final dan atau tidak
berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto/Norma Penghitungan Khusus;
c. Tidak termasuk pengeluaran untuk sanksi berupa bunga, denda, dan atau kenaikan.

5. Kenikmatan dan Fasilitas Yang Diberikan Untuk Pegawai Yang Dapat Dibiayakan hanya sebesar 50%

Perlakuan PPh atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan diatur hal-hal sebagai
berikut : 41

38
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib
Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto
39
Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 254/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembebanan Zakat atau Sumbangan
Keagamaan Yang Sifatnya Wajib Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto
40
Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE - 02/PJ.42/2002 tentang Perlakuan PPh Atas Pengeluaran Untuk Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah
41
Kep Dirjen Pajak Nomor KEP - 220/PJ./2002 tentang Perlakuan PPh Atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan
Kendaraan Perusahaan
Dapat Dibebankan hanya sebesar 50% :
•Biaya perolehan atau pembelian telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan
perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dari jumlah
biaya perolehan atau pembelian melalui penyusutan aktiva tetap kelompok I
•Biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler yang
dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau
pekerjaannyadari jumlah biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan
perbaikan dalam tahun pajak yang bersangkutan.
•Biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau yang
sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena
jabatan atau pekerjaannya, dari jumlah biaya perolehan atau pembelian atau
perbaikan besar melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II
• Biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan atau sejenisnya yang
dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau
pekerjaannya dari jumlah biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin dalam tahun
pajak yang bersangkutan

Dapat Dibebankan Seluruhnya :


•Biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan bus, minibus, atau yang
sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai melalui
penyusutan aktiva tetap kelompok II
Biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan bus, minibus, atau yang sejenis yang
dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai dalam tahun pajak
yang bersangkutan.
Figure 14. Biaya yang dapat dibebankan 50%

Atas biaya-biaya yang dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan diatas, tidak merupakan
penghasilan bagi para pegawai perusahaan yang bersangkutan.

6. Pembelian Software Umum dan Khusus

Program aplikasi umum adalah program yang dapat dipergunakan oleh pengguna (users) umum untuk
memproses berbagai pekerjaan dengan komputer. Program aplikasi khusus adalah program yang
dirancang khusus untuk keperluan otomatisasi sistem administrasi, pekerjaan atau kegiatan usaha
tertentu, seperti dibidang perbankan, pasar modal, perhotelan, rumah sakit atau penerbangan.
42
Perlakuan PPh atas biaya perolehan dan upgrade Softtware diatur hal-hal sebagai berikut :

Software Umum
•Biaya perolehan dan upgrade software umum merupakan revenue expenditure dan diakui pada
saat pengeluaran;
•Bila software umum dibeli bersama dengan hardware maka biaya perolehannya dikapitalisasi
bersama nilai hardware dan masuk aktiva berwujud kelompok 1.

Software Khusus
•Biaya perolehan software khusus dikapitalisasi sebagai intangible asset kelompok 1 dan
diamortisasi selama 4 tahun;
•Bila software khusus diupgrade maka pengeluarannya ditambahkan pada Nilai Sisa Buku Fiskal
software yang bersangkutan dan diamortisasi dengan masa manfaat baru/penuh mulai bulan yang
bersangkutan.

42
Kepdirjen Pajak Nomor : KEP-316/PJ./2002 tentang Perlakuan PPh atas biaya perolehan dan upgrade
Softtware
7. Pembayaran PBB dan BPHTB

Perlakuan PPh untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau
Bangunan (BPHTB) adalah : 43
a. BPHTB adalah pajak yang dibayar dalam rangka dan merupakan bagian dari biaya
pengeluaran untuk memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan;
b. PBB adalah pajak yang dibayar sehubungan dengan pemilikan hak atau perolehan manfaat
atas tanah dan atau pemilikan, penguasaan, atau perolehan manfaat atas bangunan, yang
merupakan biaya/pengeluaran rutin setiap tahun;
c. BPHTB atas hak atas tanah yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan, atau dimiliki
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dapat dikurangkan sebagai biaya
dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak melalui amortisasi hak atas tanah sepanjang hak
atas tanah tersebut dapat diamortisasi sesuai ketentuan Pasal 11A Undang-undang Pajak
Penghasilan;
d. BPHTB atas hak atas bangunan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan, atau dimiliki
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan sebagai biaya
dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak melalui penyusutan bangunan tersebut sesuai
ketentuan Pasal 11 Undang-undang Pajak Penghasilan;
e. PBB atas tanah dan bangunan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan, atau dimiliki
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dapat dikurangkan sekaligus
sebagai biaya dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak;
f. Penegasan diatas, berlaku atas penghasilan yang tidak berkaitan dengan penerimaan/perolehan
penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan atau dikenakan berdasarkan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto/Norma Penghitungan Khusus.

8. Pinjaman Tanpa Bunga dari Pemegang Saham

Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan
terbatas diperkenankan menjadi pengurang penghasilan bruto apabila:
a. pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan bukan berasal dari
pihak lain;
b. modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman telah disetor seluruhnya;
c. pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi; dan
d. perseroan terbatas penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan
usahanya.

Apabila pinjaman yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas dari pemegang
sahamnya tidak memenuhi ketentuan diatas, pinjaman tersebut terutang bunga dengan tingkat suku
bunga wajar. 44

9. Pajak Masukan (Pajak Pertambahan Nilai )

Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8)
Undang•Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sepanjang dapat dibuktikan Pajak Masukan tersebut:
a. benar-benar telah dibayar; dan
b. berkenaan dengan pengeluaran yang berhubungan dengan kegiatan untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan.

Pajak Masukan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sehubungan dengan pengeluaran untuk
memperoleh harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud serta biaya lainnya yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A Undang-Undang

43
SE-01/PJ.42/2002 tentang Perlakuan PPh Atas Pengeluaran Untuk BPHTB dan PBB sebagai
Biaya/Pengurang Penghasilan Bruto
44
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak
Penghasilan Dalam Tahun Berjalan
Pajak Penghasilan, harus dikapitalisasi dengan pengeluaran atau biaya tersebut dan dibebankan melalui
penyusutan atau amortisasi. 45

10.Entertainment

Biaya "entertainment", representasi, jamuan dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Wajib Pajak harus
dapat membuktikan bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar dikeluarkan (formal) dan benar ada
hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
perusahaan (materiil).46

Oleh karena itu, Wajib Pajak yang mengurangkan biaya-biaya tersebut dari penghasilan brutonya agar
melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan daftar nominatif yang berisi :
a. Nomor urut.
b. Tanggal entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan.
c. - Nama tempat entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan
- Alamat entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan
- Jenis entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan
- Jumlah (Rp) entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan.
d. Relasi usaha yang diberikan entertainment dan sejenisnya sesuai dengan nomor urut tersebut di
atas berisi :
- Nama
- Posisi
- Nama perusahaan
- Jenis usaha.

Format Daftar Nominatif adalah sebagai Berikut :

DAFTAR NOMINATIF BIAYA ENTERTAINMENT DAN SEJENISNYA

TAHUN PAJAK :

Nomor Pemberian entertaiment dan sejenisnya Relasi usaha yang diberikan Keterangan
entertainment dan sejenisnya
Tanggal Tempat Alamat Jenis Jumlah Nama Posisi Nama Jenis
(Rp) Perusahaan Usaha

Figure 15. Daftar Nominatif Biaya Entertainment

45
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak
Penghasilan Dalam Tahun Berjalan
46
SE - 27/PJ.22/1986 tantang Biaya "Entertainment” Dan Sejenisnya (Seri PPh Umum 18)
Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan
(NonDeductable Expenses)

Pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan Wajib Pajak dapat dibedakan antara pengeluaran yang boleh dan
yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dan tidak langsung dengan usaha
atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, atau memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak
yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari
pengeluaran tersebut. Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi
pengeluaran yang sifatnya adalah pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi kewajaran.

5.1. Yang Tidak Dapat Dikurangkan sesuai Pasal 9 ayat (1) UU PPh

Dalam Pasal 9 ayat (1) UU PPh, untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan :

a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun

Dasar Hukum : Pasal 9 ayat (1) huruf a

Pembagian laba ini seperti deviden termasuk deviden yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi
kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. Pembagian laba dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, termasuk pembayaran dividen kepada pemilik modal, pembagian sisa hasil
usaha koperasi kepada anggotanya dan pembayaran dividen oleh perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan badan yang membagikannya karena
pembagian laba tersebut merupakan bagian dari penghasilan badan tersebut yang akan dikenai
pajak berdasarkan Undang-Undang ini.

b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu,
atau anggota

Dasar Hukum : Pasal 9 ayat (1) huruf b

Tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan
atau dibebankan oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau
anggota, seperti perbaikan rumah pribadi, biaya perjalanan, biaya premi asuransi yang dibayar oleh
perusahaan untuk kepentingan pribadi para pemegang saham atau keluarganya.

c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan

Dasar Hukum : Pasal 9 ayat (1) huruf c

Pembentukan atau Pemupukan dana cadangan tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
kecuali :
1. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit,
sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak
piutang;
2. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS);
3. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan ;
5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk
pengolahan limbah industri.
Yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Dana cadangan yang boleh dikurangkan ini telah dibahas dalam bab sebelumnya.47

d. Premi asuransi

Dasar Hukum : Pasal 9 ayat (1) huruf d

Premi Asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea
siswa, yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali yang dibayar oleh pemberi kerja dan
premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan. Premi untuk
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa
yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak orang pribadi tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto,
dan pada saat orang pribadi dimaksud menerima penggantian atau santunan asuransi, penerimaan
tersebut bukan merupakan Objek Pajak.

Apabila premi asuransi tersebut dibayar atau ditanggung oleh pemberi kerja, maka bagi pemberi
kerja pembayaran tersebut boleh dibebankan sebagai biaya dan bagi pegawai yang bersangkutan
merupakan penghasilan yang merupakan Objek Pajak.

e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk
natura dan kenikmatan

Dasar Hukum : Pasal 9 ayat (1) huruf e

Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk
natura dan kenikmatan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto kecuali penyediaan makanan
dan minuman bagi seluruh pegawai, serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan
kenikmatan didaerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 48
Ketentuan biaya natura dan kenikmatan yang dapat dikurangkan telah dibahas dalam bab
sebelumnya.

f. Jumlah yang melebihi kewajaran

Dasar Hukum : Pasal 9 ayat (1) huruf f

Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak yang
mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan
tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.

Dalam hubungan pekerjaan, kemungkinan dapat terjadi pembayaran imbalan yang diberikan
kepada pegawai yang juga pemegang saham, karena pada dasarnya pengeluaran untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang boleh dikurangkan dari penghasilan
bruto adalah pengeluaran yang jumlahnya wajar sesuai dengan kelaziman usaha, maka berdasarkan
ketentuan ini, jumlah yang melebihi kewajaran tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya.

Contoh :
Seorang tenaga ahli yang adalah pemegang saham dari suatu badan, memberikan jasa kepada
badan tersebut dengan memperoleh imbalan sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Apabila untuk jasa yang sama yang diberikan oleh tenaga ahli lain yang setara hanya dibayar
sebesar Rp 2.000.000 (dua juta rupiah), maka jumlah sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah)
tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Bagi tenaga ahli yang juga sebagai pemegang saham
tersebut jumlah sebesar Rp 3.000.000 (tiga juta rupiah) dimaksud dianggap sebagai deviden.

47
Peraturan Menkeu Nomor : 81/PMK.03/2009 jo Permenkeu Nomor : 219/PMK.011/2012 tentang Pembentukan
Atau Pemupukan Dana Cadangan Yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya
48
PMK-83/PMK.03/2009 tentang Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai Serta Penggantian atau
Imbalan Dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan Di Daerah Tertentu Dan Yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan
Pekerjaan Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan

Dasar Hukum : Pasal 9 ayat (1) huruf g

Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf
i sampai dengan huruf m, serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk dan
disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.

Sebagaimana dijelaskan dalam Bab 3 tentang Penghasilan Yang Bukan Objek Pajak, berdasarkan
prinsip Nontaxable - Non Deductable, maka atas hibah, bantuan, sumbangan, dan warisan yang
bukan objek pajak bagi penerimanya sebagaimana dimaksud pasal 4 ayat (3) huruf a dan b, tidak
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberinya.

h. Pajak Penghasilan

Dasar Hukum : Pasal 9 ayat (1) huruf h

Pajak Penghasilan tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, sedangkan Pajak yang lain seperti
PBB, BPHTB, Bea Materai dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Yang dimaksudkan dengan Pajak Penghasilan dalam ketentuan ini adalah Pajak Penghasilan yang
terutang oleh Wajib Pajak yang bersangkutan.

i. Biaya Biaya yang dibebankan atau yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau
orang yang menjadi tanggungannya

Dasar Hukum : Pasal 9 ayat (1) huruf i

Biaya untuk keperluan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya, pada
hakekatnya merupakan penggunaan penghasilan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Oleh karena
itu, biaya tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan.

j. Gaji yg dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham

Dasar Hukum : Pasal 9 ayat (1) huruf j

Anggota firma, persekutuan dan perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham
diperlakukan sebagai satu kesatuan, sehingga tidak ada imbalan sebagai gaji. Dengan demikian, gaji
yang diterima oleh anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham, bukan merupakan pembayaran yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto
badan tersebut.

k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang
berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan dibidang perpajakan

Dasar Hukum : Pasal 9 ayat (1) huruf k

Sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan serta sanksi pidana yang berkenaan dengan
pelaksanaan undang-undang di bidang perpajakan tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
5.2. Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan Lainnya

Selain diatur dalam Pasal 9 ayat (1) diatas, terdapat beberapa biaya lainnya yang tidak boleh dikurangkan
dari penghasilan bruto yang diatur tersendiri antara lain :

1. Pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan
Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah : 49

a. biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang :


- bukan merupakan objek pajak;
- pengenaan pajaknya bersifat final; dan/atau
- dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Norma Penghitungan Khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
b. Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan.

Apabila terdapat biaya yang digunakan secara bersama-sama baik untuk mendapatkan penghasilan
yang merupakan obyek pajak, penghasilan yang dikenakan PPh Final maupun penghasilan yang
bukan merupakan obyek Pajak (Joint Cost), maka besarnya biaya yang dapat dikurangkan dihitung
berdasarkan proporsi jumlah pendapatan yang merupakan obyek pajak dengan jumlah pendapatan
yang dikenakan PPh Final dan penghasilan yang bukan obyek pajak.

2. Bunga Pinjaman dan Deposito

Bunga deposito, tabungan, serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh baik oleh Wajib Pajak
badan maupun oleh Wajib Pajak orang pribadi dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final sesuai
dengan Pasal 4 ayat (2) UU PPh jo Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000.

Dalam pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena
Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha tetap (BUT), biaya untuk mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final yang tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto.

Dapat terjadi bahwa dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito berjangka atau tabungan lainnya
langsung atau tidak langsung berasal dari pinjaman atau dana yang berasal dari pihak ketiga yang
dibebani biaya bunga. Apabila hal tersebut terjadi Wajib Pajak dapat memperkecil Penghasilan Kena
Pajak secara tidak wajar, karena bunga yang terutang atau dibayar atas pinjaman tersebut
dikurangkan sebagai biaya, sedangkan bunga yang diterima atau diperoleh yang berasal dari
penempatan dana dalam bentuk deposito berjangka atau tabungan lainnya tidak ditambahkan dalam
penghitungan Penghasilan Kena Pajak karena telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final
sebesar 15%.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut : 50
a. Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya sama dengan atau lebih kecil dari jumlah rata-
rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan lainnya, maka biaya
bunga yang dibayar atau terutang atas pinjaman tersebut seluruhnya tidak dapat dibebankan
sebagai biaya.
b. Apabila jumlah rata-rata pinjaman Iebih besar dari jumlah rata-rata dari yang ditempatkan dalam
bentuk deposito atau tabungan lainnya, maka biaya bunga atas pinjaman yang boleh dibebankan
sebagai biaya adalah bunga yang dibayar atau terutang atas rata-rata pinjaman yang melebihi
rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan Iainnya (selisih rata-
rata pinjaman dengan rata-rata deposito).

49
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak
Penghasilan Dalam Tahun Berjalan
50
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-46/PJ.4/1995 Tentang Perlakuan Biaya Bunga Yang Dibayar atau
Terutang Dalam Hal Wajib Pajak Menerima atau Memperoleh Penghasilan Berupa Bunga Deposito atau Tabungan
Lainnya
Walaupun begitu tidak semua biaya bunga yang telah dibebankan oleh perusahaan pasti dikoreksi
secara fiskal. Ada beberapa pengecualian sehingga biaya bunga pinjaman dapat dibebankan untuk
menghitung Penghasilan Kena Pajak :
a. dana pinjaman tersebut disimpan atau ditempatkan dalam bentuk rekening giro yang atas
jasanya dikenakan PPh yang bersifat final;
b. ada keharusan bagi Wajib Pajak untuk menempatkan dana dalam jumlah tertentu pada suatu
bank dalam bentuk deposito berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
sepanjang jumlah deposito dan tabungan tersebut semata-mata untuk memenuhi keharusan
tersebut misalnya cadangan biaya reklamasi yang harus ditempatkan dalam bentuk deposito
atau tabungan di Bank Pemerintah;
c. dapat dibuktikan bahwa penempatan deposito atau tabungan tersebut dananya berasal dari
tambahan modal dan sisalaba tersebut kena pajak.

Seringkali perusahaan juga memperoleh pinjaman dalam bentuk valuta Asing. Dengan berjalannya
waktu pastilah akan timbul rugi/laba selisih kurs atau jumlah pinjaman yang dimiliki oleh Wajib Pajak.
Apakah kerugian yang ditimbulkan akibat pembebanan bunga pinjaman dalam bentuk valas dapat
dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak, dijelaskan dalam SE-46/PJ.4/1995 tersebut
hanya mengatur mengenai pembebanan biaya bunga pinjaman, sehingga dalam hal Wajib pajak
menerima atau memperoleh penghasilan berupa bunga deposito atau tabungan lainnya, kerugian
akibat selisih kurs bukanlah unsur yang perlu dikoreksi.

Contoh Kasus :
Pada tahun 2011 PT X mendapatkan pinjaman dari Bank Mandiri dengan batas maksimum sebesar Rp
200.000.000 dan tingkat bunga pinjaman adalah 20%. Dari jumlah tersebut telah diambil pada bulan Februari
sebesar Rp 125.000.000 pada bulan Juni diambil lagi sebesar Rp 25.000.000 dan sisanya (Rp 50.000.000) diambil
pada bulan·Agustus 2011.
Disamping itu PT X mempunyai dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito dengan perincian sebagai berikut :
- bulan Februari s.d. Maret sebesar Rp 25.000.000
- bulan April s.d. Agustus sebesar Rp 46.000.000
- bulan September s.d. Desember sebesar Rp 50.000.000

Dengan demikian berapa bunga pinjaman yang dapat dibebankan sebagai biaya? Pertama, cari rata-rata pinjaman
dan rata-rata deposito yang dimiliki PT X.
Rata-Rata Pinjaman :
Pinjaman Jangka Waktu Jumlah
Bulan Januari 0 1 bulan 0
Bulan Februari s.d Mei 125.000.000 4 bulan 500.000.000
Bulan Juni s.d Juli 150.000.000 2 bulan 300.000.000
Bulan Agustus s.d Desember 200.000.000 5 bulan 1.000.000.000
JUMLAH 1.800.000.000
Sehingga rata-rata pinjaman per bulan Rp l.800.000.000 :12 = Rp 150.000.000

Rata-Rata deposito :
Deposito Jangka Waktu Jumlah
Bulan Januari 1 bulan 0
Bulan Februari s.d Maret 25.000.000 2 bulan 50.000.000
Bulan April s.d Agustus 46.000.000 5 bulan 230.000.000
Bulan September s.d Desember 50.000.000 4 bulan 200.000.000
JUMLAH 480.000.000

Sehingga rata-rata deposito per bulan Rp 480.000.000 : 12 = Rp 40.000.000

Bunga yang dapat dibebankan sebagai biaya = 20% x (150.000.000-40.000.000) = Rp 22.000.000


3. Biaya Pinjaman terkait Debt To Equity Ratio (Perbandingan Hutang dan Modal)

Pada tahun 2015 telah ditetapkan besarnya perbandingan antara utang dan modal untuk
keperluan penghitungan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia yang modalnya terbagi atas saham-saham.

Utang adalah saldo rata-rata utang pada satu tahun pajak atau bagian tahun pajak, yang
dihitung berdasarkan:
a. rata-rata saldo utang tiap akhir bulan pada tahun pajak yang bersangkutan; atau
b. rata-rata saldo utang tiap akhir bulan pada bagian tahun pajak yang bersangkutan.
Saldo utang meliputi saldo utang jangka panjang maupun saldo utang jangka pendek
termasuk saldo utang dagang yang dibebani bunga.

Modal adalah saldo rata-rata modal pada satu tahun pajak atau bagian tahun pajak, yang
dihitung berdasarkan:
a. rata-rata saldo modal tiap akhir bulan pada tahun pajak yang bersangkutan; atau
b. rata-rata saldo modal tiap akhir bulan pada bagian tahun pajak yang bersangkutan.

Besarnya perbandingan antara utang dan modal ditetapkan paling tinggi sebesar empat
dibanding satu (4:1). 51

Dikecualikan dari ketentuan perbandingan antara utang dan modal adalah :


a. Wajib Pajak bank;
b. Wajib Pajak lembaga pembiayaan;
c. Wajib Pajak asuransi dan reasuransi;
d. Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi,
pertambangan umum, dan pertambangan lainnya yang terikat kontrak bagi hasil, kontrak
karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan, dan dalam kontrak atau
perjanjian dimaksud mengatur atau mencantumkan ketentuan mengenai batasan
perbandingan antara utang dan modal; dan
e. Wajib Pajak yang atas seluruh penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final
berdasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri; dan
f. Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang infrastruktur.

Dalam hal besarnya perbandingan antara utang dan modal Wajib Pajak melebihi besarnya
perbandingan dimaksud, biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan dalam menghitung
penghasilan kena pajak adalah sebesar biaya pinjaman sesuai dengan perbandingan utang dan
modal sebagaimana dimaksud dalam penjelasan diatas.

Biaya pinjaman sebagaimana dimaksud adalah biaya yang ditanggung Wajib Pajak sehubungan
dengan peminjaman dana yang meliputi:
a. bunga pinjaman;
b. diskonto dan premium yang terkait dengan pinjaman;
c. biaya tambahan yang terjadi yang terkait dengan perolehan pinjaman (arrangement of
borrowings);
d. beban keuangan dalam sewa pembiayaan;
e. biaya imbalan karena jaminan pengembalian utang; dan
f. selisih kurs yang berasal dari pinjaman dalam mata uang asing sepanjang selisih kurs
tersebut sebagai penyesuaian terhadap biaya bunga dan biaya sebagaimana dimaksud pada
huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e.

51
Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 169/PMK.010/2015 tanggal 9 September 2015 Tentang Penentuan
Besarnya Perbandingan Antara Utang dan Modal Perusahaan Untuk Keperluan Penghitungan Pajak
Penghasilan

Anda mungkin juga menyukai