M:
Kajian Sosiologi Sastra
Asep Mardianto
Universitas Pendidikan Indonesia
Abstrak Abstract
Ideologi dan nilai ketuhanan menjadi sebuah The ideology and divine values become an
kajian menarik dalam telaah novel. Di interesting study in the study of novels. It
dalamnya terdapat makna dan gejolak contains the meaning and ideological turmoil
ideologi yang dialami tokoh utama. Metode experienced by the main character. The
penelitian yang digunakan adalah metode research method used is descriptive
kualitatif deskriptif. Teknik peneliti meliputi qualitative method. Research techniques
membaca, menghayati, memahami, mencatat include reading, living, understanding, taking
dan mengidentifikasi ideolog serta nilai notes and identifying ideologies and divine
ketuhanani. Adapun hasil dari penelitian values. The results of the study are as
adalah sebagai berikut. Pertama, pengaruh follows. First, the influence of Atheism
ideologi Ateisme pada tokoh utama. Kedua, ideology on the main character. Second, the
nilai ketuhanan religiusitas di dalam novel divine value of religiosity in the Atheist
Atheis. Ketiga, perubahan ideologi yang novel. Third, the ideological changes
dialami tokoh utama. Pada akhirnya, tokoh experienced by the main character. In the
utama mengalami gejolak ideologi yang end, the main character experiences
membuat nilai ketuhanan tidak dipercayainya ideological fluctuations that make divine
lagi, kemudian mulai kembali mempercayai values no longer trusted by him, then begins
nilai ketuhanan dan religiusitas setelah to return to believing in divine values and
mengalami koflik rumah tangga. Penelitian religiosity after experiencing household
ini diharapkan sebagai sarana Pendidikan conflicts. This research is expected as a
karakter dan Pendidikan agama dalam means of character education and religious
kehidupan bermasyarakat agar selalu education in social life so that it always
menjunjung tinggi nilai ketuhanan. upholds divine values.
Kata Kunci: Ideologi, Religiusitas, Ateisme, Key Word: Ideology, Religiosity, Atheism,
Ketuhanan Deity
1. Pendahuluan
Karya sastra adalah sebuah bentuk seni yang merangkai kata-kata menjadi sebuah tulisan yang
indah. Karya sastra tidak hanya sebatas pada seni yang menghibur. Akan tetapi, ada aspek
kehidupan dan moral di dalamnya. Sebuah cipta sastra mengung-kapkan masalah-masalah
manusia dan kemanusiaan, tentang makna hidup dan kehidupan. Ia melukiskan penderitaan-
penderitaan manusia, perjuangannya, kasih sayang, kebencian, nafsu, dan segala yang dialami
manusia (Mursal Esten, 1990:8). Novel adalah salah satu karya sastra yang berbentuk prosa.
Novel termasuk karangan prosa yang panjang dan mengandung rangkaian cerita kehidupan.
Menurut Taine (dalam Anwar, 2010: 20) novel secara analog adalah sebuah cermin kecil yang
dapat dibawa ke mana-mana. Cermin tersebut cocok untuk merefleksikan segala aspek
kehidupan dan alam. Dengan membaca novel mengantarkan pembacanya untuk berefleksi
tentang masyarakat dengan menampilkan dan membicarakan kehidupan masyarakat.
Novel sangat erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat. Novel juga merupakan
karya yang lahir dan hidup di tengah masyarakat. Walaupun novel dianggap sebagai karya
kreatif yang imajinatif, novel tetap menggambarkan kondisi sosial masyarakat. Hal ini
dikarenakan novel dan masyarakat tidak dapat dipisahkan karena novel merupakan hasil cipta
seorang pengarang yang bagian dari masyarakat. Sebuah novel tidak jarang
menginterpretasikan realitas sosial. Salah satu realitas sosial yang sering terjadi gesekan
adalah ideologi dan agama. Ideologi dan agama sering menimbulkan gejolak sosial diantara
penganutnya. Contoh permasalahan ideologi dan agama ditampilkan dalam novel Atheis karya
Achdiat Karta Miharja yang terbit pada tahun 1949.
Dibalik judulnya yang kontroversi novel ini menyajikan cerita tragedi dan ideologis
yang sangat kental. Novel Atheis menarik untuk dikaji karena isi dan makna yang terkandung
di dalamnya. Novel ini menampilkan jalan cerita yang mempertemukan dua kepercayaan serta
ideologi yang berbeda. Novel Atheis dapat menampilkan konflik yang menunjukkan
perubahan keyakinan pada diri seseorang. Bahkan novel ini dapat membuat pembaca
berspekulasi akan keterkaitan tokoh utama dan penulis dalam novel tersebut.
Novel ini bercerita tentang tokoh bernama Hasan. Hasan pada awal cerita digambarkan
sebagai sosok yang taat beragama. Hal ini dikarenakan kedua orang tuanya sangat erat
memegang kepercayaan agama Islam. Keyakinannya mulai goyah ketika ia mengenal tokoh
Kartini yang membuatnya jatuh cinta. Pada akhirnya Hasan meninggalkan kepercayaannya
dan menikahi Kartini. Di akhir cerita tampak rumah tangganya dan keluarga hancur. Hasan
harus meninggal dengan penyesalan yang mendalam. Novel Atheis kemudian diterjemahkan
ke dalam bahasa Inggris oleh R.J Maguire dan Achdiat Karta Miharja. Selain itu, novel ini
sudah diterbitkan oleh Universitas of Queensland Press, Australia. Novel ini diterbitkan pula
dalam seri Asian and Pasific Writing dan diterima dalam Indonesia Series of Translation
Collection of the UNESCO. Di samping itu, tahun 1974 Sjuman Djaya mengangkat novel
Atheis ini ke dalam film layar lebar.
Dari gambaran novel Atheis diketahui aspek ideologi dan nilai ketuhanan
mempengaruhi isi di dalam novel tersebut. Ideologi dan adalah cerminan dari masyarakat.
Dari perspektif mimetis sastra dimaknai sebagai tiruan atau cerminan masyarakat. Hal ini
sejalan dengan pendapat Goerge Lukacs sebuah novel tidak hanya mencerminkan ‘realitas’
tetapi lebih lebih besar, lebih lengkap, lebih hidup, dan lebih dinamik" yang mungkin
melampaui pemahaman umum. Sebuah karya sastra tidak hanya mencerminkan fenomena
idividual secara tertutup melainkan lebih merupakan sebuah 'proses yang hidup'. Sastra tidak
mencerminkan realitas sebagai semacam fotografi, melainkan lebih sebagai suatu bentuk
khusus yang mencerminkan realitas. Dengan demikian, sastra dapat mencerminkan realitas
secara jujur dan objektif dan dapat juga mencerminkan kesan realitas subjektif (Selden,
1991:27).
Hubungan antara karya sastra dengan masyarakat termasuk ke dalam kajian sosisologi
sastra. Dalam hal ini, sosiologi sastra melihat sastra dalam hubungannya dengan aspek sosial
masyarakat (Damono dalam Rokhmansyah, 2014: 147). Sosiologi sastra merupakan
pendekatakan terhadap karya sastra yang mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatan.
Salah satu pendekatan yang sering digunakan dalam sosiologi sastra adalah sosiologi sastra
Marxis. Teori Marxis atau Marxisme sebenarnya merupakan teori tentang ekonomi, sejarah,
masyarakat, dan revolusi sosial. Namun dalam perkembangannya, Marxisme sering digunakan
sebagai dasar analisis sastra, sehingga dikenal istilah Sosiologi Sastra Marxis. Dibandingkan
dengan teori sosial lainnya, teori sosial Marxis menduduki posisi yang dominan dalam segala
diskusi mengenai sosiologi sastra (Hall dalam Faruk, 2015: 6). Hal ini sejalan dengan
pendapat Alfian Rokhmansyah (2014: 54) bahwa pendekatan sosiologi sastra yang paling
terkemuka dalam ilmu sastra adalah Marxisme.
Ideologi dalam karya sastra menurut Marx merupakan kesadaran, keyakinan, ide, dan
gagasan yang dipercaya masyarakat yang berkaitan bentuk aktivitas material masyarakat. Di
sinilah karya sastra kemudian ditempatkan sebagai sistem produksi ideologi suatu kelas
tertentu. Namun dengan melihat sastra sebagai artefak yang dideterminasi oleh aktivitas
material, maka sebelum sastra sebagai produksi ideologi, sastra sebenarnya adalah representasi
ideologi kelas sosial pengarang sebagai anggota masyarakat (Kurniawan, 2011:44-46).
Ideologi merupakan gagasan yang dipaksakan oleh suatu kelompok dominan kepada
kelompok minor atau terkuasa. Ideologi dipandang sebagai cara pandang dalam berfikir,
memahami diri, bertindak dan memahami hubungan dengan masyarakat.
Ateisme adalah sebuah pandangan filosofi yang tidak memercayai keberadaan
tuhan dan dewi-dewi ataupun penolakan terhadap teisme. Ideologi Ateisme dan komunisme
tentu berbeda. Ateisme adalah keyakinan tentang tidak percaya terhadap tuhan, sedangkan
komunisme adalah paham ekonomi yang menganggap alat produksi dimiliki bersama dengan
intervensi negara, sehingga tidak ada sistem kelas dalam sistem tersebut. Namun, keduanya
memiliki pehamanan yang hampir sama tentang agama. Kedua ideologi tersebut menentang
adanya agama dalam proses bermasyarakat. Dalam ateime terdapat beberapa jenis yang sering
digunakan oleh penganutnya. Pada novel Atheis Salah satu jenis yang dianutnya adalah
Ateisme praktis. Dalam Ateisme praktis atau pragmatis, yang juga dikenal sebagai apAteisme,
individu hidup tanpa tuhan dan menjelaskan fenomena alam tanpa menggunakan alasan
paranormal. Menurut pandangan ini, keberadaan tuhan tidaklah disangkal, namun dapat
dianggap sebagai tidak penting dan tidak berguna; tuhan tidaklah memberikan kita tujuan
hidup, ataupun memengaruhi kehidupan sehari-hari. Salah satu bentuk Ateisme praktis dengan
implikasinya dalam komunitas ilmiah adalah naturalism metodologis, yaitu pengambilan
asumsi naturalisme filosofis dalam metode ilmiah yang tidak diucapkan dengan ataupun tanpa
secara penuh menerima atau memercayainya.
Ateisme praktis dapat berupa:
Ketiadaan motivasi religius, yakni kepercayaan pada tuhan tidak memotivasi tindakan
moral, religi, ataupun bentuk-bentuk tindakan lainnya;
Pengesampingan masalah tuhan dan religi secara aktif dari penelusuran intelek dan
tindakan praktis;
Pengabaian, yakni ketiadaan ketertarikan apapun pada permasalahan tuhan dan agama;
dan
Ketidaktahuan akan konsep tuhan dan dewa
Atheis sering menggunakan logika dan skeptisisme untuk membenarkan pemikiran
mereka. Jika pola pikir Anda menggunakan ayat-ayat Tuhan dan bahkan tidak masuk akal,
sudah pasti Anda akan menjadi sasaran atheis dalam diskusi. Atheis tidak percaya pada Tuhan
karena orang percaya percaya pada Tuhan dan agama. Tuhan dan agama yang ada untuk ateis
saat ini adalah keajaiban dan absurditas yang luar biasa. Bagi para ateis, Tuhan dan alam
semesta dan manusia adalah mukjizat bagi mereka yang tidak dapat mereka tanggapi. Atheis
suka berdiskusi dengan para atheis lainnya dan juga dengan mereka yang percaya pada
keberadaan agama untuk memperkuat dan memuaskan dahaga intelektual dan logis mereka.
Atheis sangat senang ketika mereka dapat berdebat dengan para atheis dan ketika mereka
melihat bahwa para atheis tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan logis dari para atheis,
kehausan akan keunggulan intelektual terpadamkan.
Sastra dikatakan sebagai media refleksi sosial. Karya sastra adalah dokumen sosio
budaya yang dapat digunakan untuk melihat suatu fenomena yang terjadi pada suatu
masyarakat dan pada masa tertentu. Selain itu, dengan melakukan pembacaan secara cermat
terhadap karya satra akan diketahui apa yang terjadi pada masyarakat tersebut (Laurenson, D.
& Alan S., 1972:13). Releksi pada masyarakat Indonesia tidak lepas dari nilai-nilai ketuhanan.
Nilai ketuhanan ini ada karena dasar ideologi Pancasila yang dipakai Indonesia. Di mana
ideologinya menyatakan diri sebagai negara ketuhanan dan menjunjung tinggi agama yang
dianut setiap orang. Problematika sosial yang tengah dihadapi masyarakat juga telah
dituangkan ke dalam proses penciptaan beberapa novel yang bertemakan religiusitas. Novel
tersebut merupakan suatu karya imajinasi pengarang yang menggambarkan masyarakat secara
jelas melalui fenomena-fenomena sosialnya. Endraswara (2013: 22) menyatakan bahwa karya
sastra tidak jauh berbeda dengan fenomena manusia yang bergerak, fenomena alam yang
kadang-kadang ganas, dan fenomena apapun yang ada di dunia dan akhirat.
Nilai ketuhanan ini kemudian salah satu aspek yang mendukung regigiusitas yang ada
di masyarakat. Dalam religius ini terdapat pesan spiritual di dalamnya. Berbicara tentang
pesan-pesan spiritual, tentu saja kita juga mengalaminya dalam kehidupan sehari-hari.
Seseorang yang mengutamakan nilai spiritualnya biasanya merasa dekat dan takut pada Sang
Pencipta, dekat dengan alam, dan merasa dekat dengan sesuatu yang sulit untuk dijelaskan
atau sosok transenden (di luar akal manusia) (Ginanti, 2015). Spiritual juga berarti kejiwaan,
rohani, batin, mental, moral (Doe, Mimi dan Walch, 2001). Dalam nilai-nilai ketuhanan
pemahaman religius adalah ketaatan seseorang dalam menjalankan ibadah. Aspek religius
digambarkan oleh tokoh utama yang tidak pernah meninggalkan ibadahnya serta ada
keinginan untuk membuat orang yang tidak beragama menjadi beragama. Tokoh utama
berusaha mengaplikasikan ajaran agamanya dalam keadaan apapun. Namun, realitas
masyarakat atau orang-orang sekitarnya merubah semuanya.
Penulis menemukan beberapa penelitian yang serupa. Temuan yang pertama yaitu
artikel jurnal Hildan Udayana dan Bambang Indiatmoko pada tahun 2017 dengan judul
Ekspresi Cinta dan Citra Religius dalam Novel Atheis karya Achdiat Kartamiharja. Selain itu,
temuan kedua juga pada artikel jurnal Candra Rahma Wijaya Putra tahun 2018 dengan judul
Cerminan Zaman Dalam Puisi (Tanpa Judul) Karya Wiji Tukul: Kajian Sosiologi Sastra. Pada
artikel yang pertama terdapat persamaan antara objek yang diteliti yaitu novel Atheis karya
Achdiat Karta Miharja. Hanya saja pada artikel tersebut tidak menggunakan pendekatan
sosiologi sastra. Selain itu, topik atau masalah yang diangkat berbeda. Jurnal kedua memiliki
objek yang berbeda tetapi kajian atau pendekatan penelitian sama, yaitu sosiologi sastra.
Berdasarkan paparan di atas, dapat diambil beberapa rumusan masalah pada penelitian
ini yaitu sebagai berikut. (1) Bagaimana pengaruh ideologi Ateisme terhadap tokoh utama
dalam novel Atheis? (2) Bagaimana nilai Ketuhanan Religius dalam novel Aheis? Dan (3)
Bagaimana Perubahan ideologi tokoh dalam novel Atheis?
2. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif yang sepenuhnya memberikan
penjabaran terhadap analisis dari kedua karya sastra yang telah dipilih. Penelitian ini
menggunakan teori komparatif, yang mana untuk menjaga jalannya penelitian ini secara
sistematis, terstruktur dan terkontrol, maka metode pengumpulan data, pendekatan, dan model
penyajian data akan dijelaskan sebagai berikut:
2.1 Metode Pengumpulan Data
Data penelitian ini bersumber dari beberapa karya sastra tragedi sebagaimana telah disebutkan
terlebih dahulu. Beberapa prosedur dan metode pengumpulan data ditetapkan sebagai berikut:
1. Melakukan pembacaan pada novel Atheis Karya Achdiat Karta Miharja secara berulang-
ulang dengan cermat dan teliti.
2. Setelah melakukan pembacaan, kemudian melakukan identifikasi dan menandai data
dengan cara mencatat kutipan-kutipan yang terkait dengan idiologi dan nilai ketuhanan
yang ada dalam novel Atheis Karya Achdiat Karta Miharja.
Setelah melakukan pengumpulan data, Peneliti melakukan analisis data. Pertama, data
yang telah dikumpulkan diidentifikasi dengan perspektif sosiologi Sastra Marxis. Fokus dalam
penelitian adalah idiologi dan nilai ketuhanan yang ada dalam novel Atheis Karya Achdiat
Karta Miharja, maka peneliti mengidentifikasi hal-hal yang menunjukkan ideologi dan nilai
ketuhanan yang berhubungan dengan paham atheisme dan religius. Kedua, peneliti
mengklasifikasikan data agar mempermudah analisis data selanjutnya. Ketiga, Peneliti
kemudian melakukan interpretasi data yaitu dengan menafsirkan data yang telah diidentifikasi
ke dalam bentuk paparan kebahasaan. Keempat, menyimpulkan hasil penelitian.
4. Simpulan
Dari aspek ideologi atheisme novel Atheis karya Achdiat K. Miharja
menampilkan aspek-aspek kepercayaan Ateisme. Aspek-aspek tersebut ditampilkan
melaui dialog ataupun tindakan yang dilakukan tokoh yang ada di dalam novel
tersebut. Kepercayaan Ateisme pertama adalah tidak percayanya akan tuhan. Mereka
menganggap bahwa dalam kehidupan manusia, manusia itu sendirilah yang
menentukan hidupnya masing-masing. Dalam kehidupannya tidak ada campur tangan
dari Tuhan. Kemudian segala sesuatu yang gaib dianggap kebohongan. Para penganut
ateis menganggap bahwa segala sesuatu yang gaib adalah kebohongan saja. Hal ini
dikarenakan karena segala sesuatu yang gaib tidak dapat diterima oleh akal sehat
manusia. Segala sesuatu yang gaib ini berupa jin, setan, dewa dan lain sebagainya.
Selanjutnya paham Ateisme tidak memiliki motivasi terhadap moral, religi
ataupun bentuk tindakan-tindakan lainnya. Mereka tidak memperdulikan hubungan
antara laki-laki dan perempuan yang mendekati perbuatan zina jika dalam Islam. Di
dalam Islam perilaku memandang, bersentuhan, masuk keluar kamar lawan jenis
bahkan serumah dengan lawan jenis yang bukan mahrom dan muhrim merupakan hal
yang sangat dilarang. Perbuatan itu dikatakan zina dan akan menimbulkan fitnah
antara kedua. Sedangkan dalam keperayaan atheisme hal tersebut tidak berlaku kerena
mereka meyakini tidak adanya akhirat atau hari pembalasan atas segala tindakan yang
dilakukan
Kemudian paham Ateisme ini beranggapan bahwa Tuhan adalah ciptaan
manusia itu sendiri. Mereka beranggapan bahwa Tuhan adalah cipaan rasa ingin tahu
manusia tentang pencipataan alam semestes. Sehingga pada akhirnya manusia mencari
Tuhan untuk disembah dan diyakini sebagai pencipta alam semesta. Para penganut
kepercayaan ini memegang teguh hal tesebur serta menolak bahwa manusia diciptakan
oleh Tuhan. Mereka berpikir sebaliknya, manusialah yang menciptakan Tuhan.
Selain menampilkan aspek-aspek kepercayaan Ateisme novel karya Achdiat
K. Miharja ini juga menampilkan nilai-nilai ketuhanan melalui religiusitas di
dalamnya. Nilai-nilai ketuhanan itu ditunjukkan oleh orang tua Hasan yang memegang
teguh ajaran agama Islam. Bahkan ajarannya itu ditanamkan sejak kecil kepada diri
Hasan. Sosok Hasan digambarkan sebagai penganut ajaran agama Islam yang
memahami Islam dalam kegiatan ibadah sehari-hari. Tokoh Hasan berpikir bahwa
dimensi transenden yang dipuja oleh umat Nabi berbeda dari dimensi transenden yang
diyakini umat lain. Selain itu, tokoh Hasan didukung oleh latar belakang kedua orang tuanya
yang menganut ajaran Islam bahkan sampai ke tingkat Islam tarekat. Sosok Hasan yang sangat
berpegang teguh pada ajaran Islam juga digambarkan dengan terkejutnya ia ketika melihat
laki-laki dan perempuan yang belum muhrim berada di rumah yang sama. Tentu Hasan
meyakini hal itu sangat ditentang oleh ajaran Islam. Diakhir cerita meskipun sempat
mengalami kegoyahan tokoh Hasan kembali mempercayai ajaran Islam meskipun ia harus
meninggal dengan tragis.
Secara keselurahan novel ini berisi perjalanan dan gejolak ideologi yang dialami tokoh
Hasan. Walaupun ia mempelajari dan meyakini ajaran Islam dari kecil, tanpa adanya tradisi
berpikir dalam pengajarannya menjadikan keyakinan Hasan goyah. Selain itu, lingkungan
pekerjaan dan teman-temannya yang terus mendorong Hasan untuk goyah terhadap keyakinan
yang dianutnya tersebut. Selain itu, factor ketertarikan Hasan terhadap Kartini membuatnya
lupa akan ajaran Islam yang selama ini ia anut. Bahkan kepercayaannya mulai goyah dan
meyakini paham-paham Ateisme tersebut. Namun, setelah mengalami masalah keluarga
Hasan berusaha kembali ke kepercayaan sebelumnya. Meskipun demikian, Hasan tampaknya
terlambat untuk berubah dan harus meninggal. Dari segi Pendidikan karakter dan Pendidikan
agama novel ini sangat bagus untuk dibaca. Fungsi dan tujuannya tentu mengajarkan
masyarakat untuk senantiasa memegang teguh kepercayaannya. Novel ini juga mengajar
manusia untuk senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan. Karena ideologi negara
Indonesia adalah Pancasila dan bunyi sila yang pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.
Daftar Pustaka
Anwar, Ilham. (2010). Pengembangan Bahan Ajar. Bahan Kuliah Online. Direktori UPI.
Bandung
Doe,Mimi dan Marsha Walch. (2001). 10 Prinsip Spiritual Parenting: Bagaimana
Menumbuhkan dan Merawat Sukma Anak Anda. Bandung: Kaifa
Esten, Mursal. (1990). Kesusastraan (Pengantar, Teori, dan Sejarah). Bandung: Angkasa
Endraswara, Suwardi. (2013). Metodologi Penelitian Sastra, Epistemologi, Model, Teori, dan
Aplikasi. Yogyakarta: CAPS (Center For Academic Publishing Service).
Faruk. (2014). Pengantar Sosiologi Sastra. Edisi Revisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kurniawan, D. (2011). Pembelajaran Terpadu. Bandung: Pustaka Cendikia Utama.
Rokhmansyah. (2014). Studi dan Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal Terhadap Ilmu Sastra.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Selden, Raman. (1991). Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Swingewood, Alan and Diane Laurenson. (1972). The Sociology of Literature. Paladin:
University of Michigan.