MAKALAH ILMIAH
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kajian Prosa
disusun oleh:
18213014
2B
GARUT
2019
ABSTRAK
dalam Novel Atheis karya Achdiat Karta Miharja, yang meliputi: (1) Konteks sosial
pengarang yang tercermin dalam Novel Atheis (2) Gambaran masyarakat yang tercermin
dalam Novel Atheis dan (4) Sosiologi Karya (masalah social) yang terdapat dalam novel
Atheis.
sosiologi sastra. Data yang diperoleh peneliti berasal dari novel Atheis karya Achdiat
Karta Miharja. Data obyektif diperoleh dari novel Atheis sedangkan Validitas data
diperoleh melalui triangulasi teori, yaitu melakukan penelitian topik yang sama
kemudian peneliti mengumpulkan beberapa dokumen atau teori yang berkaitan dengan
objek penelitian. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis Interaktif yang
adalah (1) Konteks sosial pengarang yang tercermin dalam Novel Atheis (2) Gambaran
masyarakat yang tercermin dalam Novel Atheis dan (4) Sosiologi Karya (masalah social)
I
BAB I
Pendahuluan
kepuasan batin, tetapi juga sebagai sarana penyampaian pesan moral kepada
masyarakat atas realitas sosial. Karya sastra tercipta dalam kurun waktu tertentu
dapat terjadi penggerak tentang keadaan dan situasi yang terjadi pada masa
penciptaan karya sastra itu, baik sosial budaya, agama, politik, ekonomi, dan
pendidikan, selain itu karya sastra dapat digunakan sebagai dokumen sosial
budaya yang menangkap realita dari masa tertentu, akan tetapi bukan menjadi
kondisi pada saat karya sastra ditulis. Salah satu bentuk “susastra” sebagai
penuangan ide kreatif pengarang adalah novel. Karya sastra sebagai potret
berupa peristiwa atau problem dunia yang menarik sehingga muncul gagasan
imajinasi yang dituangkan dalam bentuk tulisan dan karya sastra akan
menyumbangkan tata nilai figur dan tatanan tuntutan masyarakat, hal ini
merupakan ikatan timbal balik antara karya sastra dengan masyarakat, walaupun
karya sastra tersebut berupa fiksi, namun pada kenyataannya, sastra juga mampu
selalu menampilkan gambaran hidup dan kehidupan itu sendiri, yang merupakan
1
2
kenyataan sosial. Dalam hal ini, kehidupan tersebut akan mencakup hubungan
pada saat itu. Hal ini menunjukkan bahwa persoalan sosial memang
berpengaruh kuat terwujud sastra. Dengan kata lain karya sastra tersebut
masyarakat. Di dalam era globalisasi ini, peran sastra sangat berarti. Mengenai
hal ini Nani Tutoli (dalam Hasan Alwi dan Dendi Sugono, 2002: 235)
sehatan mental. Dalam hal ini, karya sastra dapat berperan untuk membentuk
mengalami masalah. Selain itu dewasa ini banyak masyarakat jauh dari sifat-
masyarakat (pembaca) untuk kembali pada fitrahnya, pada jalan yang benar.Sastra
merupakan ekspresi masyarakat, oleh sebab itu kemunculan suatu karya sastra
erat hubungannya dengan persoalan-persoalan yang muncul pada saat itu. Hal ini
wujud sastra. Dengan kata lain karya sastra tersebut adalah pantulan hubungan
seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat. Di dalam era globalisasi
ini, peran sastra sangat berarti. Mengenai hal ini Nani Tutoli (dalam Hasan
Alwi dan Dendi Sugono, 2002: 235) mengemukakan sastra dapat berperan dalam:
menolong, berbuat baik, beriman dan bertakwa; (2) memberi pesan kepada
untuk bekerja keras demikepentingan dirinya dan kepentingan dirinya, dan ; (4)
hidup di zaman dan tempat di dunia ini, sastra dan masyarakat adalah dua hal yang
suatu lapisan masyarakat tertentu dengan sosial budaya tertentu karena itu
karya sastra sering bernafaskan nilai-nilai yang berlaku pada waktu dan tempat-
tempat tertentu.
untuk masuk ke dalam ruang imajinasi yang bisa tak terbatas. Novel ini terasa
tokoh yang terurai secara rinci. Dari judulnya saja, kita akan mampu menafsirkan
bahwa novel ini erat kaitannya dengan keimanan, namun pada dasarnya tidak
seorang tokoh hasan pada imannya karena keadaan sosial yang membentuk
berikut :
1. Bagaimana konteks sosial pengarang yang tercermin dalam Novel Atheis Karya
Karta Miharja
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang akan dibahas maka tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan:
1. Konteks sosial pengarang yang tercermin dalam Novel Atheis Karya Achdiat Karta
Miharja
2. Gambaran masyarakat yang tercermin dalam Novel Atheis Achdiat Karta Miharja
3. Permasalahan Sosial (sosiologi karya) dalam Novel Novel Atheis karya Achdiat
Karta Miharja
BAB II
Kajian Pustaka
Pendekatan sosiologi sastra bertolak dari suatu anggapan bahwa sastra adalah
ungkapan perasaan masyarakat, yang juga berarti bahwa sastra mencerminkan dan
segi-segi sosial dan kemasyarakatan yang tercermin dalam karya sastra. Pendekatan
merupakan sebuah fakta sosial yang tidak hanya mencerminkan realitas sosial
yang terjadi di masyarakat tempat karya itu dilahirkan, melainkan juga merupakan
Pendekatan sosiologi ditentukan oleh peningkatan minat yang kita lihat dari
kondisi spiritual dan mental yang menciptakan situasi sosial tertentu. Kesusatraan
tidak dapat dipisahkan dari tren ini, meskipun demikian seseorang harus
utama dan gaya penyusunan. Ini disebabkan oleh beberapa alasan, yang paling
mengkaji novel Atheis karya Achdiat Karta Miharja. Pendekatan sosiologi sastra
tersebut dilatarbelakangi oleh fakta bahwa keberadaan karya sastra tidak dapat
6
lepas dari realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat. Seperti yang dikemukakan
oleh Sapardi Djoko Damono (dalam Wiyatmi, 2005: 97), salah seorang ilmuwan
tidak jatuh begitu saja dari langit, tetapi selalu ada hubungan antara sastrawan, sastra,
dan masyarakat.
Sosiologi sastra oleh Wellek dan Warren (dalam Wiyatmi, 2005: 98)
sosiologi pembaca.
sosial, status sosial pengarang, dan ideologi pengarang yang terlihat dari
2) sosiologi karya yaitu pendekatan yang menelaah isi karya satra,tujuan, serta hal-
hal yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan
masalah sosial,
3) sosiologi pembaca dan dampak sosial karya sastra yaitu pendekatan yang
menelaah mengenai sejauh mana sastra ditentukan atau tergantung dari latar sosial,
sosial, status sosial pengarang, dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai
kegiatan pengarang di luar karya sastra (Walek dan Warren). Konteks sosial sastrawan
ada hubungannya dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya
dengan masyarakat pembaca. Dalam bidang pokok ini termasuk juga faktor-faktor
sosial yang dapat mempengaruhi karya sastranya. Oleh karena itu, yang terutama
menerima bantuan dari pengayom atau dari masyarakat secara langsung atau bekerja
menganggap pekerjaannya sebagai suatu profesi, dan (3) masyarakat yang dituju oleh
sastrawan, dalam hal ini kaitannya antara sastrawan dan masyarakat sangat penting
sebab seringkali didapati bahwa macam masyarakat yang dituju itu menentukan bentuk
Karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi
tetapi tidak berarti struktur masyarakat seluruhnya tergambarkan dalam sastra, yang
didapat di dalamnya adalah gambaran masalah masyarakat secara umum ditinjau dari
sudut lingkungan tertentu yang terbatas dan berperan sebagai mikrokosmos sosial,
menggambarkan keseluruhan warna dan rupa masyarakat yang ada pada masa tertentu
dengan permasalahan tertentu pula.Novel merupakan salah satu di antara bentuk sastra
gambaran yang jauh lebih realistik mengenai kehidupan sosial. Ruang lingkup novel
sangat memungkinkan untuk melukiskan situasi lewat kejadian atau peristiwa yang
terekam dalam novel, berarti ia seperti kenyataan hidup yang sebenarnya. Dunia novel
adalah pengalaman pengarang yang sudah melewati perenungan kreasi dan imajinasi
sehingga dunia novel itu tidak harus terikat oleh dunia sebenarnya.
Sketsa kehidupan yang tergambar dalam novel akan memberi pengalaman baru
8
bagi pembacanya, karena apa yang ada dalam masyarakat tidak sama persis dengan apa
yang ada dalam karya sastra. Hal ini dapat diartikan pula bahwa pengalaman yang
diperolehnya dalam kehidupan. Menurut Hauser (dikutip Ratna, 2003: 63), karya seni
mempengaruhinya.
Dengan demikian, dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra
adalah salah satu pendekatan untuk mengurai karya sastra yang mengupas masalah
hubungan antara pengarang dengan masyarakat, hasil berupa karya sastra dengan
masyarakat, dan hubungan pengaruh karya sastra terhadap pembaca. Namun dalam
kajian ini hanya dibatasi dalam kajian mengenai gambaran pengarang melalui karya
Sosiologi karya yaitu pendekatan yang menelaah isi karya satra,tujuan, serta hal-
hal yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah
kelompok atau masyarakat. Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang
Metode Penelitian
Pada bagian ini dijelaskan metode yang digunakan peneliti dalam melakukan
penelitian. Metode penelitian yang dimaksud, yaitu jenis penelitian, sumber data,
metodedan teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, metode dan teknik analisis
Penelitian yang berjudul Analisis Sosiologi Karya Sastra terhadap Novel Suti
Karangan Sapardi Djoko Damono Atheis karangan Achdiat Karta Miharja ini termasuk
penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian dengan data yang
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan, dll., secara holistik (utuh), dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
karya sastra. Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama,
jamak. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara
peneliti dan responden. Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan
diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang
9
10
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa jenis penelitian yang berjudul
Analisis Sosiologi Karya Sastra terhadap Novel Atheis karya Achdiat Karta Miharja
adalah penelitian deskritif kualitatif. Hal ini berkaitan data-data yang dikumpulkan
berupa kata-kata yang diambil dari novel Atheis karangan Achdiat Karta Miharja. Pada
aspek kualitatif, penelitian ini bermaksud memahami fonemena yang terjadi dalam
novel Atheis karangan Achdiat Karta Miharja. Maka dari itu, penelitian ini termasuk
Teknik yang digunakan dalam penelitian yang berjudul Analisis Sosiologi Karya
Sastra terhadap Novel Atheis karya Achdiat Karta Miharja adalah teknik pustaka
dengan menggunakan sumber tertulis. Sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku
dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi (Moleong,
2006: 159). Langkah awal yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu
menyimak dan mencatat. Dalam penelitian ini peneliti menyimak langsung teks sastra
yang telah dipilih sebagai bahan penelitian. Menyimak bertujuan untuk mencatat hal-
hal yang dianggap sesuai dan mendukung peneliti dalam pemecahan rumusan masalah.
Mencatat merupakan tindak lanjut dari teknik simak, hasil pengumpulan data yang
diperoleh yaitu berupa hasil kajian atau analisis struktural dengan menggunakan
11
pendekatan sosiologi sastra. Sumber tertulis penelitian ini yaitu novel Suti karya
sosiologi karya sastra untuk menganalisis interaksi sosial antartokoh yang terdapat
dalam novel Atheis karangan Achdiat Karta Miharja. Dengan demikian melalui
instrumen tersebut aspek-aspek yang akan diteliti menjadi lebih mudah untuk
dipahami.
pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan data (Moleong, 1989: 112).
Analisis yang digunakan dalam penelitian yang berjudul Analisis Instrinsik dan
Sosiologi Karya Sastra terhadap Novel Atheis karya Achdiat Karta Miharja adalah
analisis deskripsi. Langkah pertama dalam analisis ini adalah menganalisis dan
Riwayat Hidup
Achdiat Karta MIhardja lahir di Cibatu, Garut, 6 Maret 1911. Tahun 1932
mistik (tarikat) aliran Kadariyah Naksabandiah dari Kiyai Abdullah Mubarak yang
terkenal juga dengan nama Ajengan Gedebag. Kecuali itu belajar filsafat pada pater
Dr. Jacobs S.J., dosen pada Universitas Indonesia, dalam Filsafat Thomisme. Tahun
Peninjauan (bersama Sanusi Pane, Armin Pane, PF Dahler, Dr. Amir dan Dr.
Ratulangi).
feodal. Ayahnya bernama Kosasih Kartamiharja, seorang pejabat pangreh praja di Jawa
Barat. Tahun 1937 pembantu harian Indie Bode dan Mingguan Tijdbeeld dan Zaterdag,
juga sebentar bekerja di Aneta. Tahun 1938 jadi pimpinan redaksi tengah-bulanan
Penuntun Kemajuan. Tahun 1941 jadi redaksi Balai Pustaka, sejak saat itu tumbuh
minatnya kepada kesusastraan. Tahun 1943 menjadi redaksi dan penyalin di kantor
pekabaran radio, Jakarta. Tahun 1946 jadi pimpinan umum mingguan Gelombang
Zaman dan setengah mingguan berbahasa Sunda Kemajuan Rakyat. Tahun 1948
kembali jadi redaksi di Balai Pustaka. Pada tahun 1949 terbitlah roman Atheis-nya ini.
Tahun 1951 bersama-sama Sutan Takdir Alisjahbana dan Dr. Ir. Sam Udin mewakili
Switserland. Saat itu ia juga mengunjungi Negeri Belanda, Inggris, Prancis, Jerman
Barat, dan Roma. Tahun 1952 berkunjung ke Amerika dan Eropa Barat dengan tugas
12
13
dari Dep. PP&K untuk mempelajari soal-soal pendidikan orang dewasa (termasuk
digunakan juga untuk mempelajari seni drama di Amerika Serikat. Tahun 1956 selama
rangka Colombo Plan. Tahun 1960 menjabat Kepala Inspeksi Kebudayaan Djakarta
Raya dan memberi kuliah pada FS-UI tentang Kesusastraan Indonesia Modern. Tahun
Canberra, mengajar sastra Indonesia Modern dan bahasa Sunda. Sampai sekarang ia
masih tinggal di Australia. Roman Atheis ini salah satu karya terpenting yang lahir dari
tangan Achdiat K. Mihardja. Pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat kita yang terus
berubah menjadi tema sentral roman ini. Masalah-masalah itu sampai sekarang masih
relevan, walaupun roman ini telah berusia lebih 30 tahun dan telah mengalami cetakan
yang ketujuh.
4.1.1 Adanya Suatu Kesamaan Tempat Tinggal Pengarang dan Tokoh “Hasan”
pohon-pohon jeruk Garut, yang segar dan subur tumbuhnya berkat tanah dan
hawa yang nyaman dan sejuk. Kampung Panyeredan namanya. Kampung itu
terdiri dari kurang lebih dua ratus rumah besar kecil. Yang kecil yang jauh
lebih besar jumlahnya dari yang besar, adalah kepunyaan buruh-buruh tani
yang miskin, dan yang besar ialah milik petani-petani "kaya" (artinya yang
antara rumah-rumah kecil dan rumah-rumah besar dari batu itu, ada lagi
beberapa rumah yang dibikin dari "setengah batu", artinya lantainya dari
14
tegel tapi dindingnya hanya sampai kira-kira seperempat tinggi dari batu,
sehektare dua hektare. Di salah sebuah rumah setengah batu itulah tinggal
utama dalam novel. Salah satunya adalah tempat tinggal Hasan yang berada
di kampong panyeredan dan tempat asal pengarang yaitu dari Cibatu Garut,
Jawa Barat. Latar belakang tempat tinggal pengarang rasanya seprti menjadi
tolok ukur dalam membuat novel ini. Latar yang diambil dalam novel ini
tinggalnya itu sendiri. Selain itu juga ada gambaran masyarakat yang memang
melekat erat.
4.1.2 Acdiat Dibesarkan Dalam Keluarga Menak yang Feodal Ada Kesamaan Pula
wedana yang kemudian dilepas itu. Bibimu bukan saja dihina oleh seluruh
famili wedana itu tapi juga sesudah kekayaannya habis dihisap oleh
Tapi alangkah malangnya bagi kami, karena orang tuanya sama sekali
tidak setuju dengan percintaan kami itu. Memang orang tuaku pun (kalau
mereka tahu, tapi aku belum berani bilang apa-apa kepada mereka) tentu
15
menjadi korban daripada pertentangan antara dua kias, kias feodal dan
kias burjuis. (Begitulah menurut istilah Rusli, ketika tadi kuceritakan hal
mengenai kehidupan menak yang sebenarnya pada saat itu. Inilah bukti
tergambar jelas dan kompleks sekali di dalam novel ini. Dalam novel ini
kita mengetahui bahwa kehidupan menak yang feodal pada saat itu benar-
benar berbeda dengan masyarakat pada umumnya, bahkan saat ini jarang
serta mempelajari filsafat pada pater Dr. Jacobs S.J., dosen pada
dapat kita simpulkan bahwa filsafat dan tarekat yang dipelajarinya serta
untuk memperluas pola pikir terhadap wujud tuhan yang menjadi tanda
Empat tahun Rusli hidup di Singapura. Dan selama empat tahun itu ia
banyak membaca buku-buku politik saja, akan tetapi juga banyak bergaul
Dan kalau dulu aku suka memberi uang kepada fakir miskin, apalagi kalau
hari Jumat pulang dari mesjid, maka sekarang aku tidak merasa segan-
168-169)
pula oleh pemikiran pengarang yang pada saat itu menjadi organisator
di dalam novel itu tidak sedang baik-baik saja, harum penjajah masih
Indonesia berpikir serba rasional dan menafikan seluruh hal yang bercorak
tradisi dan kolot termasuk adanya tuhan dan kehidupan setelah mati.
Ketika Kita membaca secara runtut, kondisi masyarakat pada saat itu sedang
berada di puncak kesengsaraan akibat penjajahan jepang yang amat kejam pada bangsa
indonesia. Dan pada saat itulah paham-paham asing dengan mudah mempengaruhi
seluruh tatanan masyarakat indonesia. Rasa benci terhadap imperalis dan kapitalis
radikal dengan dalih Sama Rasa Sama jiwa sehingga bermuara pada komunisme.
Ditinjau dari sosial budaya pada hakikatnya novel Atheis menyuguhkan dua macam
anggota masyarakat yang memiliki latar belakang lingkungan hidup yang bertolak
belakang, yaitu kelompok masyarakat panyeredan yang tertutup terhadap budaya lain
dan kelompok masyarakat Bandung yang cenderung terbuka terhadap budaya asing.
Pada usia lima tahun aku sudah dididik dalam agama. Aku sudah mulai
Sahadat, selawat dan kulhu, begitu juga fatehah aku sudah hafal dari masa
itu. Juga nyanyi puji-puji kepada Tuhan dan Nabi. (hal 21)
(hal 19)
Dulu tak ada paduka kegiatan untuk mencari kemajuan di lapangan hidup
latar belakang sosial budaya seperti itu, ternyata Hasan (keluarga Raden
riwayat Syech Abdul Kadir Jaelani dari kitab "Manakib". Dan sebagai
sekali. Tradisi memuliakan niat Hasan yan ingin mendalami ilmu tarekat
yang akan dilakukan Hasan. Selain itu juga, kepercayaan bahwa kenduri
menyanyikan sajak dadanggula, dan memang puisi lama sunda pada saat
Memang aku tahu, bahwa gadis itu sebenarnya hanya seorang saudara
sepupu bagiku, bukan seorang adiksekandung. Tapi oleh karena dia itu
dari kecil bersama-sama hidup dengan aku, maka sudah tak terasa lagi
olehku, bahwa dia itu bukan adik sekandungku. Tak mungkin rasanya
akubisa kawin dengan dia. Dulu orang tuaku itu pernah juga mendesak-
pasangannyapun harus sama. Kita juga dapat melihat awal mula konflik
merasakan sakitnya cinta yang tak sampai dengan Rukmini. Kisah cinta
tak muncul rasa kecewa dikemudian hari yang bisa menjadi bahan
ini:
seorang wedana yang kemudian dilepas itu. Bibimu bukan saja dihina oleh
seluruh famili wedana itu tapi juga sesudah kekayaannya habis dihisap
Saya tidak mau disebut Aom. Saya benci kepada sebutan feodal itu! Saya
tentu seorang "menak" atau orang yang berpangkat. Karena itulah mereka
"O Den Hasan ini! Aduh raden, maaf saja raden! Bapak tidak (hal 186)
dari ilmu agama dilingkungannya. Tidak cukup hanya dengan tuturan kata
ini:
Modernisasi
Aku tunduk saja. Mengerti aku, bahwa orang tuaku itu takut kalau-
kalau aku akan menjadi buaya atau akan tersesat ke jalan pelacuran.
Dalam satu kutipan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa dahulu kota
ini ada beberapa prespektif yang akan dijabarkan sebagai landasan dari kutipan
tersebut.
cinta mulai ia rasakan saat perjumpaan pertama dengan Rusli dan Kartini,
menjadi seorang wanita pejuang yang insyaf dan sadar untuk menentang
telah membikin dia menjadi seorang Srikandi yang berideologi tegas dan
gadis remaja yang masih suka berplesiran dan belajar dalam suasana
bebas, sesudah kawin dengan Arab tua itu (notabene sebagai istri nomor
setelah ia lepas dari "penjara Timur kolot" itu segera menempuh cara
modern yang tidak lagi mencintai pandangan tradisi. Semenjak itu, Kartini
Ideologi dengan tidak lagi konservatif. Kartini mulai bergaul dengan orang
tidak lagi ditindas oleh stelsel kapitalisme. Salah satunya Rusli, jika Rusli
24
mengakui bahwa Kartini adalah adiknya, memang benar tapi adik tak seibu
Kartini. Ketertarikan Kartini terhadap politik juga menjadi salah satu hal
bahwa mereka bukan kakak-adik pada umumnya. Sampai pada satu waktu
Adakah ketika itu dikatakan oleh Rusli bahwa Kartini itu bukan adiknya?
seayah atau barangkali seibu? Atau mungkin juga adik tiri? Memang aku
(hal 110)
(hal 164)
Dalam beberapa kutipan dalam novel Atheis kita akan bisa melihat
kita pada saat itu. Bahkan, para serdadu secara terus terang mabuk-
malam hari Kartini sedang dikejar oleh serdadu mabuk dan bertemu
dengan Hasan.
"Di mana?"
26
"Di warung kopi itu barusan. Saya lewat di sana, tiba-tibadari warung
hanya para pejajah. Kartini dan Rusli walaupun tak ada pertalian yang
kebebasannya itu. Hal ini justru tabu bagi Hasan yang notabanenya
seorang ahli ibadah dan tidak mengenal budaya kebarat-baratan. Hal itu
bagaimana ini? .... Sungguh bebas ia! Terlalu bebas, menurut ukuranku.
waktu itu yang tengah berada pada situasi kebengisan penjajahan. Tapi
yang dilakukan oleh orang-orang barat pada waktu itu berbeda, bukan
pada masa itu di beberapa tempat seorang pribumi dan orang barat
melakukan cinta merdeka. Bahkan bisa saja antara Rusli dengan Kartini
hidup bersama seperti suami-istri, tapi tidak kawin. Dan katanya antara
segala yang ada di dunia itu Berdasarkan atas kecerdasan manusia. Inilah
tengah seperti yang menghiasi kamarku. Aku berdiri ingin tahu siapa
Tidak jauh dari potret itu tergantung sebuah lagi potret seperti itu,
Dari potret itu aku melangkah ke rak buku dekat meja tulis. Banyak
juga. Ingin aku mengetahuinya, tapi dari awalnya sudah bisa kupastikan,
Tidak hanya Itu kerabat yang biasa Rusli bergaul, sering sekali
28
jelas saja bahwa pandangan itu selaras dengan ideologi yang dimiliki
oleh Rusli. Bung Patralah Salah Satu panutan Rusli dan Anwar. Bisa
dibilang bahwa Bung Patra merupakan seorang kyai bagi para penganut
Tapi rupanya cara demikian itu belum cukup juga bagi Anwar. Ia mau
arti teknik di jaman modern ini. Dengan tegas ia berkata pada akhirnya
Lihat Saja, tempat tinggal Rusli sangat berdekatan sekali dengan rumah-
memberi Hal positif pada diri Rusli. Bahkan Bisa Saja Rusli menjadi
aku merasa malu untuk masuk gang itu. Tapi ya, karena masih siang,
Bibinya telah menjada lima belas tahun lalu. Rumah yang sederhana itu,
Ia menjadi janda sejak lima belas tahun terahir ini, dan tak ada
tetapi seperti dengan musim duren atau dengan air laut yang pasang-
orang, tetapi kadang-kadang pula hanya satu-dua. Dan sejak tiga bulan
ini, hanya aku sendiri yang tinggal kepadanya. Aku tahu, bahwa keadaan
30
hidup bibiku itu sangat sukar. Oleh karena itulah maka sekedar untuk
menolongnya, aku memberi bayaran yang lebih besar dari biasa. Selain
(hal 59)
(budaya barat) menjadi stimulus tersendiri bagi Hasan. Seperti yang kita
ketahui bahwa pada saat itu Hasan sedang mengalami pergolakkan batin
seorang yang terlalu dikekang dan mendapatkan batunya atas itu semua,
bibi Hasan tidak mau serta merta pengalaman hidupnya terjalankan pada
diri Hasan. Hasan harus mengetahui dunia luar sebagai tolok ukur dirinya
memahami dunia yang tidak kaku-baku. Seperti dalam kutipan berikut ini:
"Ah," katanya pada suatu hari kepadaku, "engkau masih muda, harus
tahu hidup. Lagi pula engkau seorang laki-laki, tidak akan bunting. Dan
laki-laki itu seperti duit benggol. Petot atau bercacat masih bisa laku.
Tidak seperti anak perempuan yang ibarat uang perak sudah hilang
keras "dibui", tidak boleh bergerak sama sekali. Begitulah kata bibi. Maka
ketika ada seorang laki-laki datang menggoda dia, mudah saja ia terpikat
dan dibawa lari. Dibawa lari seperti seekor burung yang sudah lama
Enam kali ia berganti suami. Baru pada usia setengah abad ia mulai ingat
semboyannya: Sembahyanglah seperti kau ini akan mati besok. (hal 145)
4.3.1 Penindasan
Dalam novel Atheis Karya Achdiat Karta Miharja kita akan banyak menjumpai
novel Atheis. Secara rinci dan jelas terdapat dalam kutipan berikut ini:
Memang, saya pun seperti saudara ada mempunyai sesuatu pikiran tentang
soal perang dan damai itu. Saya yakin, bahwa perang itu bisa dihindarkan, asal
kekal. Kalau sifat ini kita hidup-hidupkan dan nyalanyalakan sehingga menjadi
kuat untuk menentang tiap nafsu mau perang?! Itu sudah berupa satu usaha
yang berharga ke arah perdamaian. Tapi itu tidak cukup, karena di samping
itu, kita tidak boleh melupakan, bahwa manusia adalah juga "hasil"
pengaruhnya-- kepada gerak-gerik jiwa dan pikiran serta tingkah laku manusia
sebaliknya, mereka itu malah mau perang, mau berontak, mau menggulingkan
ini, dalam masa kita ditindas oleh suatu bangsa penjajah yaitu penjajah
Jepang, seperti sebelum itu oleh penjajah Belanda. Dalam masyarakat jajahan
tidak mungkin ada suasana damai. Tapi bukan di tanah-tanah jajahan saja
32
suasana damai itu tidak akan ada, tapi pun juga di negara merdeka, yang
yang harus bebas dari segala hal yang berbau penindasan, dan hanya berdasar
susunan masyarakat demikianlah kita bisa hidup dalam keadaan yang damai."
(hal 257-258)
Hasan suami yang dicintainya itu. Hasan tidak mampu menyeimbangkan tabiat
Kartini yang bebas sebagai orang yang berkiblat pada budaya kebarat-baratan.
Salah satunya Hasan tidak menerima kekerabatan Kartini dengan Anwar yang
dikunjungi oleh Anwar di situlah puncak amarah Hasan. Hasan tidak dapat
Baru saja pintu itu setengah terbuka, aku sudah menubruk ke dalam seperti
seekor harimau yang sudah lapar mau menyergap mangsanya. Tar! Tar!
Seluruh badanku panas! Panas terbakar api amarah! Api amarah yang
33
Pelaku pelecehan dilakukan oleh salah satu tokoh sentral dalam novel ini yaitu
Anwar. Anwar sebagai salah satu tokoh yang menjerumuskan Hasan untuk
tuhan agaknya tidak patut di percaya melakukan hal tersebut. Sebagai seorang
yang berpikiran luas, ilmu yang tanpa batas, namun tidak ada landasan nilai-
nilai religious tidak akan menggiring dirinya pada prilaku yang baik dan benar.
tadi. Membungkuk ia seperti hendak mencium pipi Kartini. "Kau gila, War!"
kata Kartini setengah berteriak, sambil mengelakkan mulut Anwar yang sudah
takut-takut itu. "Memang aku tergila-gila kepadamu, Tin! Aku cinta kepadamu!
Cinta sejak mulai kukenal engkau! Dan itu pun tentu kau tahu juga. Ya aku
cinta! Aku cinta!" (suaranya bergetar karena api berahi). Kartini menjadi
sangat takut. Dilihatnya Anwar bersinarsinar matanya seperti mata singa yang
dibakar oleh api berahi. Dan pada saat itu pula kedua belah tangannya tiba-
tiba hendak merangkum badan Kartini yang sudah lemas itu. Tapi Kartini lekas
Permupuan dan kesusilaan. Bukankah kata Rusli, Anwar itu dulu ketika di
HBS*) dipecat dari sekolahnya, karena ia berbuat yang tidak senonoh dengan
onderneming?"(hal 299)
Pelecehan juga tidak hanya dialami oleh tokoh sentral Kartini, tetapi
beberapa peremupuan pada masa itu mengalami hal tersebut akibat stelsel
itu,(hal 299)
Hasan yang fanatic terhadap apapun yang berhubungan dengan agama, tak
nilai agama yang selama ini dianutnya. Berbekal pengetahuan yang ia dapat
dari Rusli dan Anwar memberi kepercayaan tersendiri bagi Hasan untuk
menentang keras segala bentuk pemikiran orang tuanya yang kolot. Namun, di
perjalan itu Hasan tersadar bahwa tindakannya itu tidaklah terpuji, memaki
memaksa-maksa lagi kepada saya dalam hal pendirian saya. Juga dalam
pendirian saya terhadap agama." Dan entahlah, walaupun saya masih sangsi
seperti biasa memuji aliran tarikat dan mistik pada umumnya, maka ku
tumpahkan segala teori Rusli dan Anwar itu. Seolah-olah semua teori itu
Atheis mutlak seperti kedua kawan itu. Agaknya, tak ada pukulan yang lebih
hebat bagi ayah daripada ucapan-ucapan itu. Sekarang terasa benar olehku,
betapa kejamnya perkataanku itu terhadap ayah dan ibu yang selama itu
selalu megah akan diriku sebagai anaknya yang "alim" dan "saleh".(hal 207)
untuk berkembang,
karena aku merasa sudah terlalu berat berdosa. Berdosa terhadap orang tua
sendiri. Berdosa .... juga terhadap diri Kartini, yang terlalu bengis
segala dosa hamba-Mu ini!" Air mata terasa panas meleleh di atas pipi. Jatuh
belakang pengarang, keadaan masyarakat dan masalah social yang ada dalam novel
tersebut.
akidah yang terjadi pada masa penjajahan. Cita-cita untuck merdeka mendorong
dan pengalaman mengenai hal tersebut seolah seperti ingin menyampaikan bahwa
Achidat Karta Miharja melalui karya ini, ingin menyampaikan argument dan doktrin
yang kuat tentang keberadaan tuhan dan menyadarkan kembali bahwa hidup itu pasti
2. Dalam novel Atheis kita akan memahami dua keadaan masyarakat dengan latar
belakang yang berbeda. Yaitu keadaan masyarkat Panyederan yang tertutup, serta
tokoh utama Hasan menampikan kepercayaan yang selama ini dianutnya. Beebrapa
tokoh sentral yang lainnya seperti Kartini,Rusli dan Anwar diceritakan secara
3. Masalah social yang terkandung dalam novel Atheis karya Achdiat Karta Miharja yaitu
penindasan yang dialami oleh seluruh warga Indonesia pada saat itu. Kekerasan rumah
tangga yang dialami oleh Kartini. Pelecehan seksual yang lagi-lagi dialami Kartini
dengan dalangnya yaitu Anwar dan durhaka terhadap orang tua yang dilakukan oleh
Hasan.
36
Referensi
Shirazy ”(sebuah tinjauan sosiologi) Skripsi FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta
(dipublikasikan).
Saraswati, Eka. 2003. Sosiologi Sastra: Sebuah Pemahaman Awal. Malang: Bayu Media
Rosdakarya.
Anonim._ https://sites.google.com/site/sastrawanindonesia/home/biografi-achdiat-karta-
37