Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Kebudayaan dalam era globalisasi dan teknologi ini, mengalami
persaingan yang luar biasa dalam berbagai bidang, antara lain dalam bidang
perniagaan, industri, ilmu pendidikan serta berbagai dimensi lain. Sumber
daya manusia perlu dikembangkan untuk menjawab tantangan tersebut,
terutama perlu diupayakan usaha-usaha persiapan secara khusus bagi
kelompok manusia yang mampu mengadakan berbagai perubahan di dalam
perkembangan masyarakat kita.
Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mewujudkan individu
yang berkualitas. Dunia pendidikan mengalami perubahan cepat pada dekade
terakhir ini yang menunjukkan adanya keharusan untuk menyesuaikan diri
dalam berbagai bidang pendidikan, khususnya pendidikan keberbakatan,
seperti tercantum dalam Undang- Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional mengenai adanya hak bagi peserta didik untuk
mendapatkan pelayanan pendidikan khusus bagi yang memiliki kemampuan
dan kecerdasan luar biasa. Keunggulan potensi anak berbakat perlu
dipahami dan dimengerti oleh orang lain termasuk orang tua, para guru, para
ilmuwan, pemerintah dan teman-teman mereka yang tidak berbakat, sebab
dari pemahaman dan pengertian yang diberikan oleh orang lain inilah, anak
berbakat dapat menyadarkan harapan mereka untuk mendapatkan
penerimaan, pengertian, bimbingan dan layanan pendidikan seperti yang
mereka butuhkan. Anak berbakat secara alamiah ingin diterima sebagai anak,
maka mereka ingin dimengerti secara wajar oleh orang lain misalnya
pemenuhan kebutuhan materi pelajaran yang lebih banyak dari ukuran
normal dan metode belajar yang banyak memberi kesempatan mandiri.
Suasana dan strategi belajar serta pengaruh lingkungan, ternyata bisa menjadi
kendala untuk mencapai keberbakatan, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan mereka menjadi underachiever atau anak-anak yang tidak dapat
berprestasi secara maksimal. Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama

1
bahwa hakikat pendidikan adalah untuk memungkinkan peserta didik
mengembangkan potensi kecerdasan dan bakatnya secara optimal. Sehingga
pelayanan pendidikan untuk anak berbakat sudah tiba saatnya menjadi salah
satu pusat perhatian dan sebagai masalah mendesak yang perlu segera digali
dan dimanfaatkan. Karena pelayanan pendidikan ini akan berhubungan
dengan kualitas/mutu pendidikan.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasakan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah tingkat kepuasan siswa akselerasi atas kualitas jasa
pelayanan pendidikan program akselerasi di SMA Negeri 1 Surakarta
tahun 2009/2010?
2. Atribut-atribut apakah yang memberikan kepuasan kepada siswa akselerasi
atas kualitas jasa pelayanan pendidikan program akselerasi di SMA Negeri
1 Surakarta tahun 2009/2010?

C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tingkat kepuasan siswa akselerasi atas kualitas jasa
pelayanan pendidikan program akselerasi di SMA Negeri 1 Surakarta
tahun 2009/2010.
2. Untuk mengetahui atribut-atribut yang memberikan kepuasan kepada
siswa akselerasi atas kualitas jasa pelayanan pendidikan program
akselerasi di SMA Negeri 1 Surakarta tahun 2009/2010.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

Landasan teori dalam suatu penelitian berisi pengkajian terhadap


pengetahuan ilmiah yang sudah ada. Pengkajian dapat berbentuk asumsi dan
konsep dalam lingkup studi yang akan diteliti.
A. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam pengkajian variabel-variabel penelitian diperlukan teori-teori
yang relevan dimana teori-teori tersebut dikaji dalam tinjauan pustaka.
Tinjauan pustaka pada dasarnya merupakan pengkajian terhadap pengetahuan
tentang konsep-konsep, hukum-hukum dan prinsip-prinsip yang relevan
dengan permasalahan. Dilihat dari penelitian ini maka tinjauan pustaka yang
dikaji adalah sebagai berikut:
1. Tinjauan Tentang Jasa
a. Pengertian Jasa
Menurut Fandy Tjiptono (2006: 6) mengatakan bahwa “Jasa
merupakan aktivitas manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk
dijual”. Sedangkan menurut J. Supranto (2006: 227) berpendapat
bahwa “Jasa merupakan suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan
cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada dimiliki, serta pelanggan
lebih dapat berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi barang
tersebut”. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa jasa adalah
suatu tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh satu pihak kepada
pihak lain yang pada hakekatnya jasa tersebut tidak berwujud.
b. Karakteristik Jasa
Menurut Fandy Tjiptono (2006) jasa memiliki 4 karakteristik
pokok yang membedakannya dengan barang yaitu:
1) Tidak Berwujud (Intangibility)
Jasa bersifat intangible, artinya tidak dapat dilihat, diraba,
dirasa atau dicium sebelum jasa tersebut dibeli dan dikonsumsi.
Konsep intangible pada jasa memiliki 2 pengertian (Berry dalam
Enis dan Cox, 1988), yaitu:

3
a) Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasa.
b) Sesuatu yang tidak mudah didefinisikan dan diformulasikan
atau dipahami secara rohaniah.
Dalam hal ini untuk mengurangi ketidakpastian dalam
hubungannya dengan karakteristik tidak berwujud, maka
konsumen akan memperhatikan tanda-tanda atau bukti kualitas
jasa tersebut. Konsumen akan menyimpulkan kualitas jasa
berdasarkan tempat (place), orang (people), peralatan (equipment),
bahan komunikasi (communication material), simbol dan harga.
2) Tidak Dapat Dipisahkan (Inseparatibility)
Proses memproduksi dan konsumsi jasa terjadi dalam waktu yang
bersamaan. Dalam hal ini interaksi antara penyedia jasa dengan
konsumen merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa dan akan
mempengaruhi hasil (outcome) jasa tersebut.
3) Keberagaman (Variability)
Jasa banyak memiliki variasi bentuk, kualitas dan jenis tergantung
pada siapa, kapan, dimana jasa tersebut dihasilkan serta
penerima jasa dan kondisi dimana jasa tersebut diberikan.
4) Tidak Tahan Lama (Perishability)
Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama, tidak dapat
disimpan, meskipun demikian ada pengecualian dalam karakteristik
ini. Dalam kasus tertentu jasa dapat disimpan yaitu dalam bentuk
pemesanan (reservasi tiket pesawat dan kamar hotel), peningkatan
permintaan akan suatu jasa pada saat permintaan sepi (misalnya
minivacation weekends dihotel-hotel tertentu) dan penundaan jasa
(misal: asuransi).

2. Tinjauan Tentang Jasa Pendidikan


a. Pengertian Pendidikan
Menurut H. Suprijanto (2007: 6) mengatakan bahwa
”Pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang
sesuai dengan kegiatan seseorang untuk kehidupan sosialnya dan

4
membantu kebiasaan dan kebudayaan serta kelembagaan sosial dari
generasi ke generasi”. Sedangkan menurut U. Sihombing (2002: 10)
mengungkapkan bahwa “Pendidikan adalah memanusiakan manusia
muda”. Pengangkatan manusia muda ke taraf insani inilah yang
menjelma dalam perbuatan mendidik, jadi mendidik tidak hanya
memintarkan saja tetapi juga menanamkan nilai-nilai moral pada
peserta didik. Menurut Zain Badudu (1994: 342) mengatakan bahwa
“Pendidikan adalah proses mengubah sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan (proses; perbuatan; cara mendidik)”.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dilihat pokok penting
pendidikan yaitu:
1) Pendidikan adalah proses pembelajaran.
2) Pendidikan adalah proses sosial.
3) Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia.
4) Pendidikan berusaha mengubah/mengembangkan kemampuan,
sikap, dan perilaku yang positif.
5) Pendidikan merupakan perbuatan/kegiatan sadar dan terarah.
Sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah proses sosial dalam
memanusiakan manusia melalui pembelajaran yang dilakukan dengan
sadar, baik secara terencana maupun tidak. Proses pendidikan bukan
hanya apa yang disebut dengan transfer of knowledge, transfer of value,
transfer of skill, namun keseluruhan kegiatan yang dapat memanusiakan
manusia sehingga menjadi individu yang mampu mengembangkan
dirinya dalam menghadapi dan memecahkan berbagai permasalahan
dalam kehidupannya.
b. Pengertian Jasa Pendidikan
Berdasarkan definisi di atas, jasa merupakan suatu tindakan atau
kegiatan yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada
hakekatnya jasa tersebut tidak berwujud. Namun jasa ini bisa
dinikmati, keluaran dari usaha ini tidak dapat dilihat dan diraba.
Dengan demikian, jelas bahwa pendidikan dapat dikategorikan sebagai

5
suatu lembaga yang termasuk dalam kategori pemberi pelayanan jasa,
sehingga apabila ingin melihat kinerjanya maka berasal dari mutu
pelayanan yang dilakukannya. Jadi, lembaga pendidikan dapat
dikategorikan sebagai lembaga pemberi jasa kepada para konsumen,
dalam hal ini siswa.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa jasa pelayanan
pendidikan adalah suatu tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh
lembaga pendidikan (sekolah) kepada siswanya yang pada hakekatnya
jasa tersebut tidak berwujud untuk memenuhi kebutuhan siswa.
3. Tinjauan Tentang Program Pendidikan Akselerasi
a. Pengertian Akselerasi
Secara konseptual, menurut Pressey (1949) yang dikutip oleh
Reni Akbar- Hawadi (2004: 31) mengungkapkan bahwa
“Acceleration sebagai suatu kemajuan yang diperoleh dalam program
pengajaran, pada waktu yang lebih cepat atau usia yang lebih muda
daripada yang konvensional”. Definisi di atas menunjukkan bahwa
akselerasi meliputi persyaratan untuk menghindari hambatan
pemenuhan permintaan dalam pengajaran dan juga mengusulkan
proses yang memungkinkan siswa melalui pembelajaran materi yang
lebih cepat dibanding dengan kemajuan rata-rata siswa.
Oleh karena itu, ada 3 catatan dari definisi di atas. Pertama,
perlu adanya kemantapan eksistensi dari satu kumpulan materi, tugas,
keterampilan, dan persyaratan pengetahuan dari setiap jenjang
pengajaran yang dilakukan. Kedua, mempersyaratkan adanya
kecepatan dari kemajuan yang diinginkan dan secara spesifik, melalui
kurikulum yang cocok bagi semua siswa. Ketiga, adanya dugaan jika
dibandingkan dengan usia teman sebayanya, siswa yang cerdas akan
mampu lebih cepat melaju melalui suatu program pengajaran yang
standar. Dengan demikian ada dua kriteria kemajuan, yaitu prestasi
yang ada dan kemampuan untuk melangkah lebih cepat dari
biasanya.
Menurut Colangelo (1991) yang dikutip oleh Reni Akbar-

6
Hawadi (2004: 5) menyebutkan bahwa “Istilah akselerasi menunjuk
pada pelayanan yang diberikan (service delivery), dan kurikulum yang
disampaikan (curriculum delivery) sebagai model pelayanan,
pengertian akselerasi termasuk juga taman kanak-kanak atau perguruan
tinggi pada usia muda, meloncat kelas di atasnya”. Sehingga anak yang
memperoleh layanan seperti ini biasanya lebih muda daripada teman
sekelasnya. Sementara itu, sebagai model kurikulum, akselerasi berarti
mempercepat bahan ajar dari yang seharusnya dikuasai siswa pada saat
itu. Dalam hal ini, akselerasi dapat dilakukan dalam kelas reguler,
ruang sumber maupun kelas khusus.
Istilah akselerasi dalam program ini menunjuk pada pengertian
akselerasi dalam cakupan kurikulum dan program, yang berarti
meningkatkan kecepatan waktu dalam menguasai materi yang
dipelajarinya yang dilakukan dalam kelas khusus. Dengan sistem
peloncatan akan memungkinkan anak yang unggul potensinya
berkembang dalam bidang akademis dan memungkinkan mereka
mengekspresikan bakat mereka sepenuhnya. Akselerasi diberikan
untuk menjaga minat siswa terhadap sekolah, mendorong siswa agar
mencapai prestasi akademis yang baik, dan untuk menyelesaikan
pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa istilah
akselerasi merupakan cara dimana dalam pelaksanaan kurikulum yang
biasa dimungkinkan anak-anak cakap dapat maju sesuai dengan
kecepatan mereka sehingga sangat dimungkinkan mereka akan dapat
menyelesaikan program itu dalam batas waktu yang lebih pendek
dari yang seharusnya (program reguler).
b. Manfaat Akselerasi
Menurut Southern dan Jones (1991) yang dikutip oleh Reni
Akbar-Hawadi (2004) menyebutkan beberapa keuntungan dalam
program akselerasi bagi anak berbakat, yaitu:
1) Meningkatkan Efisiensi
Siswa yang telah siap dengan bahan pengajaran dan menguasai

7
kurikulum pada tingkat sebelumnya maka akan belajar lebih baik
dan lebih efisien.
2) Meningkatkan Efektifitas
Siswa yang terikat belajarnya pada tingkat kelas yang
dipersiapkan dan menguasai ketrampilan sebelumnya merupakan
siswa yang paling efektif.
3) Penghargaan
Siswa yang telah mampu mencapai tingkat tertentu
maka sepantasnya memperoleh penghargaan atas prestasi yang
berhasil dicapainya.
4) Meningkatkan Waktu untuk Karier
Dengan pengurangan waktu belajar akan meningkatkan
produktivitas siswa, penghasilan, dan kehidupan pribadinya pada
waktu yang lain.
5) Membuka Siswa pada Kelompok Barunya
Dalam program akselerasi, siswa dimungkinkan untuk
bergabung dengan siswa lain yang memiliki kemampuan
intelektual dan akademis yang sama.
6) Ekonomis
Keuntungan bagi sekolah adalah tidak perlu mengeluarkan banyak
biaya untuk mendidik guru khusus bagi anak berbakat.
Beberapa segi positif dari sistem akselerasi ini adalah anak-anak
tidak merasa bosan, dan dalam kegiatan belajar mereka selalu ingin
memperoleh bagian yang lebih daripada yang diajarkan di kelas, dan
dalam belajar mereka juga sangat mudah karena tidak harus menunggu
teman-teman mereka dalam belajar di kelas reguler. Melalui program
akselerasi ini, siswa diharapkan akan memasuki dunia profesional pada
usia yang lebih muda dan memperoleh kesempatan untuk bekerja
secara lebih produktif.
c. Prinsip Penyelenggaraan Akselerasi
Prinsip penyelenggaraan program akselerasi menurut
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), (2007) adalah sebagai

8
berikut:

1) Prinsip Otonomi
Prinsip otonomi memberikan implikasi bahwa penyelenggaraan
program akselerasi memiliki keleluasaan (independency) untuk
mengelola program dan keuangan secara mandiri dan untuk
melakukan perbaikan secara terus menerus (continouse
improvement). Prinsip otonomi ini dapat dipahami dengan
memahami karakteristik desentralisasi pendidikan.
2) Prinsip Partisipasi
Penyelenggaraan program akselerasi memerlukan partisipasi anggota
masyarakat. Melalui partisipasi ini, masyarakat diharapkan dengan
sukarela memberikan perhatian, pengorbanan, dan kerja sama untuk
meningkatkan kualitas penyelenggaraan program akselerasi.
Partisipasi ini akan dapat mendorong terjadinya keberlangsungan
(sustainability) karena memerlukan dorongan moral, teknis, dan
finansial dari pemerintah dan masyarakat.
3) Akuntabilitas
Akuntabilitas kinerja program akselerasi mencakup tiga aspek yang
merupakan suatu sinergi, yaitu: akuntabilitas manajerial,
akuntabilitas proses, dan akuntabilitas program. Akuntabilitas ini
berbentuk laporan atas hasil dan prestasi yang dicapai dan
dilaporkan kepada pemerintah (Direktorat PSLB, Dinas Pendidikan),
masyarakat (komite sekolah), dan stakeholders lainnya.
4) Jaminan Mutu
Jaminan mutu merupakan penetapan mutu berdasarkan suatu standar
yang mencakup indikator: input, proses, dan output. Dalam
penyelenggaraan program akselerasi keseluruhan indikator tersebut
meliputi: pengorganisasian, kurikulum, peserta didik, guru, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan, peran
serta masyarakat, dan evaluasi.
5) Evaluasi yang Transparan

9
Seluruh rangkaian program akselerasi dilakukan secara terbuka dan
transparan. Yaitu suatu keadaan dimana mulai dari perencanaan,
proses maupun hasil evaluasi diinformasikan kepada masyarakat.
Artinya mekanisme penilaian, kriteria penilaian, dan hasil penilaian
dapat diketahui masyarakat pada saat evaluasi berlangsung.
d. Bentuk Penyelenggaraan Program Akselerasi
Bentuk penyelenggaraan program percepatan belajar menurut
Depdiknas (2007) dapat dibagi menjadi tiga kelas yaitu:
a. Kelas khusus adalah kelas yang dibuat untuk kelompok peserta
didik yang mempunyai potensi kecerdasan istimewa dalam satuan
pendidikan reguler pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Mata pelajaran yang diberikan di kelas khusus adalah mata
pelajaran yang termasuk dalam rumpun matematika dan IPA.
b. Kelas inklusi adalah kelas yang memberikan layanan kepada
peserta didik yang mempunyai potensi kecerdasan istimewa dalam
proses pembelajaran bergabung dengan peserta didik dari program
reguler. Mata pelajaran yang diberikan di kelas inklusi ini adalah
mata pelajaran lain di luar rumpun matematika dan IPA.
c. Satuan pendidikan khusus adalah lembaga pendidikan formal pada
jenjang pendidikan dasar (SD/MI,SMP/MTs) dan menengah
(SMA/MA,SMK/MAK) yang semua peserta didik mempunyai
potensi kecerdasan istimewa dan/ atau bakat istimewa.
e. Tujuan Akselerasi
Tujuan penyelenggaraan program akselerasi menurut Reni
Akbar-Hawadi (2004) adalah sebagai berikut:
1) Memberikan pelayanan terhadap peserta didik yang memiliki
karakteristik khusus dari aspek kognitif (ilmu pengetahuan) dan
afektifnya (sikapnya).
2) Memenuhi hak asasinya selaku peserta didik sesuai dengan
kebutuhan pendidikan untuk pengembangan dirinya.
3) Memenuhi minat intelektual dan perspektif masa depan peserta
didik untuk terus maju.

10
4) Menyiapkan peserta didik menjadi pemimpin masa depan yang
bisa diandalkan.
Menurut Reni Akbar-Hawadi (2004) program percepatan
belajar memiliki tujuan khusus, yaitu :
1) Menghargai peserta didik yang memiliki kemampuan dan
kecerdasan luar biasa untuk dapat menyelesaikan pendidikan lebih
cepat sehingga bisa melanjutkan jenjang pendidikan di atasnya.
2) Memacu kualitas atau mutu siswa dalam meningkatkan kecerdasan
spiritual, intelektual, dan emosional secara seimbang.
3) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran peserta
didik dengan tingkat kecerdasan yang luar biasa.
f. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran program akselerasi menurut Depdiknas (2007)
adalah sebagai berikut:
1. Kurikulum
Kurikulum program akselerasi dikembangkan oleh sekolah
dan komite sekolah serta melibatkan tenaga ahli dari lingkungan
perguruan tinggi, berpedoman pada standar kompetensi lulusan
dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat
oleh BSNP.
Kurikulum program akselerasi dikembangkan berdasarkan
prinsip- prinsip berikut:
a) Berpusat pada Potensi, Perkembangan, Kebutuhan, dan
Kepentingan Peserta Didik dan Lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta
didik memiliki potensi sentral untuk mengembangkan
kompetensinya yang disesuaikan dengan potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik
serta tuntutan lingkungan.
b) Beragam dan Terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman
karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta

11
jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan
adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender.
Kurikulum meliputi subtansi komponen muatan wajib
kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara
terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan
yang bermakna dan tepat antarsubtansi.
c) Tanggap terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan,
Teknologi, dan Seni Kurikulum dikembangkan atas dasar
kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat
dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk engikuti
dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
d) Relevan dengan Kebutuhan Kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan
pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin
relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk
didalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia
kerja. Oleh karena itu pengembangan keterampilan pribadi,
keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan
akademik, dan keterampilan vokasional merupakan
keniscayaan karena pada akhirnya, peserta didik yang telah
menyelesaikan seluruh pendidikan akan berkiprah di
masyarakat sebagai profesional, akademisi, dan sebagainya.
e) Menyeluruh dan Berkesinambungan
Subtansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi
kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang
direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar
semua jenjang pendidikan.
f) Belajar Sepanjang Hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan,
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang

12
berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan
keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, non formal,
dan in formal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan
lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan
manusia seutuhnya.
g) Seimbang antara Kepentingan Nasional dan Kepentingan
Daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan
kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk
membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah
harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan
motto Bhinneka Tunggal Ika dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Kurikulum program akselerasi adalah kurikulum tingkat
satuan pendidikan, yang berdeferensiasi dan dimodifikasi serta
dikembangkan melalui sistem pembelajaran yang dapat memacu
dan mewadahi integrasi antara pengembangan spiritual, logika,
nilai-nilai, etika, estetika, serta dapat mengembangkan kemampuan
berfikir holistik, kreatif, sistemik dan sistematis, linear, dan
konvergen, untuk memenuhi tuntutan masa kini dan masa
mendatang yang terus berkembang.
Menurut Depdiknas (2007) kurikulum program akselerasi
dikembangkan secara berdiferensiasi, mencakup 5 (lima) dimensi
yang terintegrasi yaitu sebagai berikut:
a) Dimensi Umum
Merupakan kurikulum inti yang memberikan keterampilan
dasar, pengetahuan, pemahaman nilai dan sikap yang
memungkinkan peserta didik berfungsi sesuai dengan tuntutan
masyarakat atau tuntutan jenjang pendidikan yang lebih tinggi
b) Dimensi Diferensiasi
Dimensi ini berkaitan erat dengan ciri khas perkembangan

13
peserta didik yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan luar
biasa, yang merupakan program khusus dan pilihan terhadap
bidang studi tertentu serta diberi kesempatan untuk
mengembangkan bakat tertentu lainnya. Peserta didik memilih
bidang studi yang diminatinya untuk diketahui lebih meluas dan
mendalam.
c) Dimensi Media Pembelajaran
Implikasi kurikulum berdiferensiasi bagi peserta didik yang
memiliki potensi kecerdasan istimewa menuntut adanya
penggunaan media pembelajaran seperti belajar melalui radio,
televisi, internet, CD-ROM, Pusat Belajar dan Riset Guru
(Teacher Research and Resource Centre), wawancara pakar dan
sebagainya.
d) Dimensi Suasana Belajar
Pengalaman belajar yang dijabarkan dari lingkungan keluarga
dan sekolah harus mampu menciptakan iklim akademis yang
menyenangkan dan menantang, sistem pemberian apresiasi
hubungan antar peserta didik, antara guru dan peserta didik,
antara guru dan orang tua peserta didik, dan antara orang tua
dan peserta didik yang saling menerima dan menghargai, akrab,
dan terbuka.
e) Dimensi Co-kurikuler
Sekolah memberikan kesempatan peserta didik untuk
menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman diluar
sekolah seperti: kunjungan ke museum sejarah dan budaya, panti
asuhan, pusat kajian ilmu pengetahuan, cagar alam dan lain-
lain.
Menurut Depdiknas (2007: 52) diferensiasi
kurikulum hendaknya dikembangkan dengan berfokus pada:
a) Kecepatan belajar yang dipercepat dengan pengulangan
(repetisi) minimal.
b) Penguasaan kurikulum nasional dalam waktu lebih singkat.

14
c) Materi lebih abstrak, lebih kompleks, lebih mendalam.
d) Penggunaan keterampilan belajar dan menerapkan strategi
pemecahan masalah.
e) Berorientasi pada peserta didik.
f) Belajar berkelanjutan serta menerapkan keterampilan
penelitian.
g) Belajar secara mandiri.
h) Adanya interaksi dengan pakar.

2. Strategi Pembelajaran
Menurut Reni Akbar-Hawadi (2004: 126) strategi pembelajaran
yang sesuai untuk program akselerasi adalah sebagai berikut :
a. Strategi pembelajaran yang terfokus pada belajar bagaimana
belajar.
b. Strategi itu harus menekankan pada perkembangan
kemampuan intelektual tinggi.
c. Strategi itu harus memiliki kepekaan terhadap kemajuan
belajar dari tingkat konseptual rendah sampai tingkat
intelektual tinggi.
Program akselerasi melaksanakan program pendidikan
dengan menggunakan sistem kredit semester (sks). Sistem kredit
semester (sks) adalah sistem penyelenggaraan program
pendidikan yang peserta didiknya menentukan sendiri beban
belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester pada
satuan pendidikan. Beban belajar satu sks meliputi satu jam
pembelajaran tatap muka, satu jam penugasan terstuktur, dan
satu jam kegiatan mandiri tidak terstuktur. Model pembelajaran
yang dikembangkan oleh Dave khusus untuk akselerasi ini
dinamakan SAVI approach to learning. Ciri khas yang
dimunculkan dalam model SAVI adalah pembelajaran yang selalu
mengandung kegiatan yang selalu bergerak dinamis dan selalu
memberi peluang bagi peserta didik untuk mencoba

15
mengerjakannya, demikian pula peserta didik diberi pengalaman
dan pembelajaran kombinasi melalui pemberian pembelajaran
yang dikomunikasikan secara verbal dan pembelajaran yang
diperdengarkan, observasi dan pemecahan masalah. Penetapan
kegiatan pembelajaran bagi peserta didik berkecerdasan istimewa
membawa konsekwensi kepada guru untuk memodifikasi
kegiatan pembelajaran. Tidak hanya menambahkan dengan
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) tapi harus
pula ditingkatkan bobot materi pelajaran dan bobot kegiatan
pembelajaran, sehingga diperlukan guru yang berkedudukan
sebagai agen pembelajaran dan profesional. (Depdiknas, 2007).

3. Penilaian
Menurut Depdiknas (2007) penilaian yang digunakan dalam
pendidikan khusus bagi peserta didik berkecerdasan istimewa
(PDBI) adalah penilaian otentik (Authentic Assessment), yaitu
proses pengumpulan data yang bisa memberikan gambaran
perkembangan belajar siswa. Penilaian otentik menekankan pada
proses pembelajaran, data yang dikumpulkan harus diperoleh dari
kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses
pembelajaran. Alat penilaian yang digunakan adalah berikut:
a. Hasil karya (product): berupa karya seni, laporan, gambar,
bagan, tulisan dan benda yang dihasilkan oleh siswa
b. Penugasan (project): yaitu bagaimana siswa bekerja dalam
kelompok atau individual untuk menyelesaikan sebuah proyek
dan tugas.
c. Unjuk kerja (performance): yaitu penampilan diri dalam
kelompok maupun individual, dalam bentuk kedisiplinan,
kerjasama, kepemimpinan, inisiatif, dan penampilan di muka
umum.
d. Tes tertulis (paper and pencil test): yaitu penilaian yang
didasarkan pada hasil ulangan harian, mid semester, atau akhir

16
semester/program.
e. Kumpulan hasil kerja siswa (portofolio): yaitu kumpulan karya
siswa berupa laporan, gambar, peta, karya tulis, isian, dan
sebagainya.
g. Kelemahan Akselerasi
Menurut Southern dan Jones yang dikutip oleh Reni Akbar-
Hawadi (2004) menyebutkan ada empat hal yang berpotensi negatif
dalam proses akselerasi yaitu:
1) Bidang Akademis
a) Bahan ajar yang diberikan mungkin terlalu jauh bagi siswa
sehingga siswa tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan
yang baru, dan akhirnya menjadi siswa dalam kategori sedang-
sedang saja bahkan gagal.
b) Prestasi yang ditampilkan siswa pada saat proses identifikasi
bisa saja hanya merupakan fenomena sesaat saja.
c) Siswa akselerasi kurang matang secara sosial, fisik, dan juga
emosional untuk berada dalam tingkat kelas yang lebih tinggi
meskipun memenuhi kualifikasi secara akademis.
d) Siswa akselerasi terikat pada keputusan karier lebih dini,
sehingga bisa saja karier tersebut tidak sesuai baginya.
e) Siswa akselerasi mungkin mengembangkan kedewasaan yang
luar biasa tanpa adanya pengalaman yang dimiliki sebelumnya.
f) Pengalaman yang sesuai untuk anak seusianya tidak dialami
oleh siswa akselerasi karena tidak merupakan bagian dari
kurikulum sekolah.
g) Tuntutan sebagai siswa sebagian besar pada produk akademik
keuangan sehingga siswa akselerasi akan kehilangan
kesempatan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan
divergen.
2) Penyesuaian Sosial
a) Siswa akselerasi akan kehilangan aktivitas pada masa-masa
hubungan sosial yang penting pada usianya.

17
b) Siswa akselerasi kemungkinan akan ditolak oleh kakak
kelasnya, sedangkan dengan teman sebayanya kesempatan
untuk bermainpun sedikit.
c) Siswa sekelas yang lebih tua tidak mungkin setuju memberikan
perhatian pada teman sekelasnya yang lebih muda usianya. Hal
ini akan menyebabkan siswa akan kehilangan kesempatan
dalam keterampilan kepemimpinan yang dibutuhkannya dalam
pengembangan karier dan sosialnya di masa depan.
3) Aktivitas Ekstra Kurikuler
a) Siswa akselerasi akan memiliki kesempatan yang kurang untuk
berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas yang penting di luar
kurikulum yang normal.
b) Siswa akselerasi sulit menyaingi siswa lain yang mengikuti
program sekolah secara normal.
4) Penyesuaian Emosional
a) Siswa akselerasi mungkin saja akan merasa frustasi dengan
adanya tekanan dan tuntutan yang ada sehingga mereka akan
merasa lelah yang akan menurunkan tingkat apresiasinya dan
bisa saja menjadi siswa underachiever atau drop out.
b) Siswa akselerasi akan memiliki kesempatan yang sedikit dalam
masa kanak- kanak dan masa remajanya sehingga mereka
merasa terisolasi.
c) Siswa akselerasi akan kurang mampu menyesuaikan diri dalam
kariernya bahkan tidak mampu bekerja secara efektif dengan
orang lain.
d) Kurangnya kesempatan untuk mengembangkan hal-hal yang
cocok dalam bentuk kreativitas atau hobi akan mengakibatkan
kesulitan dalam hidup perkawinannya kelak atau bahkan
bunuh diri.
h. Landasan Penyelenggaraan Program Akselerasi
Landasan penyelenggaraan program akselerasi menurut Depdiknas
(2007) adalah sebagai berikut:

18
1) Landasan Hukum
Penyelenggaraan program akselerasi di Indonesia menggunakan
landasan hukum sebagai berikut:
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional:
a) Pasal 3, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik…
.”.
b) Pasal 5 Ayat 4, “Warga negara yang memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan
khusus”.
c) Pasal 32 Ayat 1, “Pendidikan khusus merupakan pendidikan
bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa”.

2) Landasan Teoritis
Penggunaan istilah potensi kecerdasan dan bakat istimewa ini
berkaitan erat dengan latar belakang teoritis yang digunakan.
Potensi kecerdasan berhubungan dengan kemampuan intelektual,
sedangkan bakat tidak hanya terbatas pada kemampuan intelektual,
tapi juga menunjukkan potensi kemampuan pada beberapa bidang
seperti: kemampuan intelegensi umum, kemampuan akademik
khusus (specific academic aptitude), berfikir produktif dan
kreatif, kemampuan kepemimipinan, kemampuan bidang seni, dan
kemampuan psikomotorik. Proses mengidentifikasi peserta didik
cerdas istimewa dilakukan dengan menggunakan pendekatan
multidimensional. Artinya kriteria yang digunakan lebih dari satu

19
(bukan sekedar intelegensi). Batasan yang digunakan adalah
peserta didik yang memiliki dimensi kemampuan umum pada taraf
cerdas, kreatifitas tinggi dan pengikatan diri terhadap tugas dengan
baik.
3) Landasan Filosofis
Penyelenggaraan pendidikan khusus bagi anak yang
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa, termasuk di
dalamnya program akselerasi belajar didasari filosofi yang
berkenaan dengan:
a) Hakekat Manusia
Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa telah
dilengkapi dengan berbagai potensi dan kemampuan. Potensi
itu pada dasarnya merupakan anugerah kepada manusia yang
semestinya dimanfaatkan dan dikembangkan, serta jangan
disia-siakan. Usaha untuk mewujudkan anugerah potensi
tersebut secara penuh merupakan konsekuensi dari amanah
Tuhan.
b) Hakekat Pembangunan Nasional
Dalam pembangunan nasional, manusia merupakan sentral,
yaitu sebagai subyek pembangunan. Untuk dapat memainkan
perannya sebagai subyek, maka manusia Indonesia
dikembangkan untuk menjadi manusia yang utuh, yang
berkembang segenap dimensi potensinya secara wajar,
sebagaimana mestinya. Pelayanan yang kurang memperhatikan
potensi anak, bukan saja akan merugikan anak itu sendiri,
melainkankan membawa kerugian yang lebih besar bagi
perkembangan pendidikan dan percepatan pembangunan di
Indonesia.
c) Tujuan Pendidikan
Pendidikan nasional berusaha menciptakan keseimbangan
antara pemerataan kesempatan dan keadilan. Untuk mencapai
keunggulan dalam pendidikan, maka diperlukan intensi bukan

20
hanya memberikan kesempatan yang sama, melainkan
memberikan perlakuan yang sesuai dengan kondisi obyektif
peserta didik. Perlakuan pendidikan yang adil pada akhirnya
adalah perlakuan yang didasarkan pada minat, bakat, dan
kemampuan serta kecerdasan peserta didik.
d) Usaha untuk Mencapai Tujuan Pendidikan Tersebut
Dalam upaya pengembangan kemampuan peserta didik,
pendidikan berpegang kepada azas keseimbangan dan
keselarasan, yaitu: keseimbangan antara kreativitas dan disiplin,
keseimbangan antara persaingan dan kerjasama, keseimbangan
antara pengembangan kemampuan berpikir holistik dengan
kemampuan berpikir atomistik, keseimbangan antara berfikir
induktif dan deduktif, dan keseimbangan antara tuntutan dan
prakarsa.
4) Landasan Historis
Upaya pemerintah untuk memberikan layanan program
akselerasi telah dilakukan sejak tahun 1974 dalam beberapa bentuk
layanan dengan model: PPSP dengan pendekatan maju
berkelanjutan dengan belajar tuntas, kelas- kelas khusus dan
unggulan, sekolah unggulan di beberapa provinsi, sekolah swasta
dengan kurikulum plus-nya, pondok pesantren modern dengan pola
asrama, pemberian beasiswa kepada peserta didik yang cerdas dan
sebagainya.

i. Anak Berbakat
Definisi anak berbakat untuk program percepatan belajar ini
tidak sama dengan definisi anak berbakat yang telah dikenal di
Indonesia. Definisi yang ada diadopsi dari definisi keberbakatan
United States Office of Education yang dikutip oleh Reni Akbar-
Hawadi (2004: 35) berbunyi sebagai berikut:
Anak berbakat adalah mereka yang diidentifikasikan oleh orang-orang
yang berkualifikasi profesional memiliki kemampuan luar biasa dan

21
mampu berprestasi tinggi. Anak-anak ini membutuhkan program yang
pendidikan yang terdiferensiasi dan atau pelayanan di luar jangkauan
program sekolah reguler agar dapat merealisasikan kontribusi dirinya
ataupun masyarakat.
Definisi keberbakatan untuk program percepatan belajar
mengacu pada pendekatan unidimensional dan multidimensional.
Pendekatan unidimensional yang menunjuk pada satu-satunya kriteria
yang menjadi ukuran definisi anak berbakat adalah kemampuan
intelektual umum atau kecerdasan umum. Jika calon akseleran
memiliki skor IQ 140, mereka dapat langsung direkomendasikan oleh
psikolog sebagai calon siswa akserasi tanpa melihat faktor lain.
Namun, jika calon siswa akselerasi memiliki kecerdasan umum di
bawah skor IQ 140 (tetapi tidak kurang dari skor 125), mereka masih
perlu memiliki persyaratan tambahan, yaitu kreativitas yang memadai
dan pengikatan diri terhadap tugas yang tergolong baik. Jadi, kriteria
keberbakatan yang digunakan tidak hanya aspek inteligensi saja, tetapi
ada aspek lain yang menjadi persyaratan. Hal ini disebut dengan
pendekatan multidimensional. Masukan dari psikologi sebagai hasil
pemeriksaan psikologis ini menjadi salah satu pertimbangan dari pihak
sekolah untuk menerima peserta didik dalam program percepatan
belajar. (Depdiknas, 2007).
Menurut Reni Akbar-Hawadi (2004: 34) pengertian anak
berbakat dalam program percepatan belajar yang dikembangkan oleh
pemerintah dibatasi dalam dua hal berikut:
1) Mereka yang mempunyai taraf inteligensi atau IQ di atas 140.
2) Mereka yang oleh psikolog dan atau guru diidentifikasikan
sebagai peserta didik yang telah mencapai prestasi yang
memuaskan, dan memiliki kemampuan intelektual umum yang
berfungsi pada taraf cerdas, dan keterikatan terhadap tugas yang
tergolong baik serta kreativitas yang memadai.

22
Menurut Depdiknas (2007: 37- 38) untuk mendapatkan peserta
didik yang tergolong berbakat dan memiliki kecerdasan istimewa
sesuai dengan pengertian diatas, adalah sebagai berikut:
1) Sangat peka dan waspada.
2) Belajar dengan cepat dan mudah.
3) Mampu berkonsentrasi.
4) Sangat logis.
5) Cepat berespon secara verbal dengan tepat.
6) Lancar berbahasa.
7) Mempunyai daya ingat yang baik.
8) Mempunyai pengetahuan umum yang luas.
9) Mempunyai minat yang luas dan mendalam.
10) Memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap ilmu pengetahuan.
11) Cermat atau teliti dalam mengamati.
12) Kemampuan membaca yang baik.
13) Lebih menyukai kegiatan verbal daripada kegiatan tertulis.
14) Mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah sangat cepat.
15) Mempunyai kemampuan memikirkan beberapa macam
pemecahan masalah.
16) Menunjukkan cara pemecahan masalah yang tidak lazim.
17) Mempunyai pendapat dan pandangan yang sangat kuat terhadap
suatu hal.
18) Mempunyai rasa humor.
19) Mempunyai daya imajinasi yang hidup dan orisinil.
20) Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa).
21) Mempunyai tujuan yang jelas dalam tiap kegiatan atau
perbuatannya.
22) Tidak memerlukan dorongan (motivasi dari luar).
23) Tertarik pada topik-topik yang berkaitan dengan anak-anak
yang berusia lebih tua darinya.
24) Dapat berkomunikasi dengan baik dengan orang dewasa, bahkan
lebih baik daripada jika berkomunikasi dengan anak sebayanya.

23
25) Bisa belajar sendiri pada bidang-bidang yang diminati.
26) Berfokus pada minatnya sendiri, bukan pada yang diajarkan.
27) Mempunyai keterampilan sosial.
28) Mudah bosan pada hal-hal yang dianggapnya rutin.
29) Menunjukkan kepemimpinannya yang tinggi.
30) Kadang-kadang tingkah lakunya tidak disukai orang lain.

4. Tinjauan Tentang Kualitas Pelayanan


a. Pengertian Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan terdiri dari dua suku kata yaitu kualitas dan
pelayanan. Menurut Goetsch Davis yang dikutip oleh Zulian Yamit
(2005: 8) mengatakan bahwa “Kualitas merupakan kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan”. Sedangkan menurut Endar Sugiarto
(1999: 39) yang dikutip oleh Sri Wijayanti (2006: 9) mengungkapkan
bahwa “Kualitas atau mutu dalam industri jasa pelayanan adalah suatu
penyajian produk atau jasa sesuai ukuran yang berlaku di tempat
produk tersebut diadakan dan penyampaiannya setidaknya sama dengan
yang diinginkan dan diharapkan oleh konsumen”.
Dari kedua pengertian kualitas di atas dapat dirumuskan bahwa
kualitas merupakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
jasa, manusia, proses dan lingkungan yang penyajian produk atau jasa
sesuai ukuran yang berlaku ditempat produk tersebut diadakan dan
penyampaiannya diinginkan dan diharapkan oleh konsumen.
Suatu mutu atau kualitas disebut sangat baik jika penyedia jasa
memberikan pelayanan yang melebihi harapan pelanggan. Mutu atau
kualitas disebut baik jika penyedia jasa memberikan pelayanan yang
setara dengan yang diharapkan oleh pelanggan. Sedangkan mutu disebut
jelek jika pelanggan memperoleh pelayanan yang lebih rendah dari
harapannya. Dengan demikian, pencapaian kepuasan pelanggan
memerlukan keseimbangan antara kebutuhan dan keinginan (need and
want) dan apa yang diberikan (gived).

24
Pengertian pelayanan menurut Endar Sugiarto (1999: 36) yang
dikutip oleh Sri Wijayanti (2006: 10) mengungkapkan bahwa
“Pelayanan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan orang lain (konsumen, pelanggan, tamu, klien, pasien,
penumpang dan lain-lain) yang tingkat pemuasannya hanya dapat
dirasakan oleh orang yang melayani maupun yang dilayani”. Dalam hal
ini terjadi komunikasi batin antara kedua belah pihak, dan kepuasan
yang diperoleh bergantung pada situasi saat terjadinya interaksi
pelayanan tersebut. Jika dalam upaya saling memuaskan tersebut tidak
terjadi hubungan timbal balik dan berkesinambungan maka pada
interaksi berikutnya akan terhambat.
Dengan demikian secara umum dapat diartikan bahwa kualitas
atau mutu pelayanan merupakan tindakan seseorang terhadap orang lain
melalui penyajian produk atau jasa sesuai dengan ukuran yang berlaku
pada produk atau jasa tersebut untuk memenuhi kebutuhan keinginan
dan harapan orang yang dilayani.
b. Kualitas Jasa Pelayanan
Terdapat lima dimensi kualitas jasa menurut Philip Kotler (1994)
yang dikutip oleh J. Supranto (2006) yang dapat diuraikan sebagai
berikut:
1) Keandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa
yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.
2) Keresponsifan/ketanggapan (responsiveness), yaitu kemauan untuk
membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat atau
ketanggapan.
3) Kepastian (assurance), yaitu pengetahuan dan kesopanan kariyawan
serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan
keyakinan.
4) Empati (emphaty), yaitu syarat untuk peduli, memberikan
perhatian pribadi kepada pelanggan.
5) Berwujud (tangible), yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan,
personel, dan media komunikasi.

25
c. Kualitas Jasa Pelayanan Pendidikan
Sebagai suatu konsep, kualitas seringkali ditafsirkan dengan
beragam definisi, bergantung kepada pihak dan sudut pandang mana
konsep itu dipersepsikan. Dengan demikian, arti kualitas pendidikan ini
berkenaan dengan apa yang dihasilkan dan siapa pemakai pendidikan.
Pengertian tersebut merujuk kepada nilai tambah yang diberikan oleh
pendidikan, dan pihak-pihak yang memproses serta menikmati hasil- hasil
pendidikan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Munjiati Munawaroh (2000),
juga menggunakan kelima indikator kualitas jasa pelayanan diatas pada
industri pendidikan, yaitu sebagai berikut:
1) Keandalan (reliability), yaitu kemampuan guru/dosen untuk
memberikan jasa sesuai dengan yang dijanjikan, terpercaya, akurat,
dan konsisten.
2) Keresponsifan/ketanggapan (responsiveness), yaitu kemauan dari
karyawan dan pengusaha/pemilik lembaga untuk membantu pelanggan
dan memberikan jasa dengan cepat dan bermakna serta kesediaan
mendengar dan mengatasi keluhan yang diajukan konsumen, misalnya
penyediaan sarana yang sesuai untuk menjamin terjadinya proses
yang tepat.
3) Kepastian (assurance) yaitu berupa kemampuan karyawan untuk
menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah
dikemukakan kepada siswa. Sebagaimana yang tercantum dalam pasal
28 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005, yang berisi: Pendidik
harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
4) Empati (emphaty), yaitu kesediaan guru/dosen/karyawan dan
pengelola untuk lebih peduli memberikan perhatian secara pribadi
kepada siswa, misalnya guru/dosen/karyawan atau pengelola harus
mencoba menempatkan diri sebagai peserta didik/orang tua/pelanggan.
Jika pelanggan mengeluh maka harus dicari solusi untuk mencapai

26
persetujuan yang harmonis dengan menunjukkan rasa peduli yang
tulus.
Berwujud (tangible), yaitu berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan,
dan berbagai materi komunikasi. Bukti fisik berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
yang tercantum dalam pasal 42 bab VII Standar Sarana dan Prasarana
Pendidikan yang berisi sebagai berikut :
a) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi
perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber
belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan.
b) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi
lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang
pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium,
ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi
daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat
bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan
untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan”.

5. Tinjauan Tentang Kepuasan


a. Pengertian Kepuasan
Menurut Oliver (1980) yang dikutip oleh J. Supranto (2006: 233)
mengungkapkan bahwa “Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang
setelah membandingkan kinerja/hasil yang dirasakannya dengan
harapannya”. Sedangkan menurut Zulian Yamit (2005: 78) berpendapat
bahwa “Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli atau hasil
evaluasi setelah membandingkan apa yang dirasakan dengan
harapannya”. Dalam konsep kepuasan pelanggan, terdapat dua elemen
yang mempengaruhi yaitu harapan dan kinerja. Kinerja adalah persepsi
konsumen terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk.

27
Harapan adalah pikiran konsumen tentang apa yang akan diterimanya
apabila ia mengkonsumsi produk.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan
adalah tingkat perasaan seseorang yang merupakan hasil evaluasi
setelah membandingkan apa yang dirasakan dengan harapannya.
b. Pengukuran Kepuasan Pelangga
Menurut Philip Kotler (1994) yang dikutip oleh Fandy Tjiptono
(2006) mengemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
mengukur kepuasan yaitu :
1) Sistem Keluhan dan Saran
Organisasi yang berpusat pada pelanggan (Customer-
Centered) memberikan kesempatan yang luas bagi para
pelanggannya untuk menyampaikan saran dan keluhan, misalnya
dengan menyediakan kotak saran, menyediakan kartu komentar dan
lain sebagainya. Informasi ini dapat memberikan ide-ide dan
masukan kepada perusahaan dan memungkinkan untuk bereaksi
dengan tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah.
2) Survei Kepuasan Pelanggan
Metode ini dapat dilakukan melalui pos, telepon maupun
wawancara pribadi. Melalui survei perusahaan akan memperoleh
tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan
sekaligus juga memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan
menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Pengukuran
pelanggan melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai
cara, diantaranya:
a) Directly Reportered Satisfaction
Pengukuran dilakukan secara langsung melalui pertanyaan
seperti: “Ungkapan seberapa puas saudara terhadap pelayanan
PT A pada skala berikut: sangat tidak puas, tidak puas, netral,
puas, sangat tidak puas”.
b) Derived Dissatisfaction
Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yakni

28
besarnya harapan pelanggan terhadap atribut tertentu dan
besarnya kinerja yang mereka rasakan.

c) Problem Analysis
Pelanggan yang dijadikan responden diminta untuk
mengungkapkan dua hal pokok. Pertama, masalah-masalah
yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari
perusahaan. Kedua, saran-saran untuk melakukan perbaikan.
d) Importance-Performance Analysis
Responden diminta untuk merangking berbagai atribut dari
penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap atribut dan
juga merangking seberapa baik kinerja perusahaan dalam tiap
atribut itu.
3) Ghost Shooping
Metode ini dilakukan dengan mempekerjakan beberapa
orang (ghost shopper) untuk berperan sebagai pelanggan atau
pembeli potensial produk perusahaan pesaing, lalu menyampaikan
temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan
pesaing. Selain itu ghost shopper juga dapat mengamati cara
penanganan keluhan.
4) Lost Customer Analysis
Perusahaan menghubungi para pelanggannya yang telah
berhenti membeli dan beralih pemasok. Hal ini dilakukan untuk
memperoleh informasi mengenai penyebab terjadinya hal tersebut.
Informasi ini bermanfaat bagi perusahaan untuk mengambil
kebijakan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepuasan dan
loyalitas pelanggan.

B. PENELITIAN YANG RELEVAN


Ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan
penulis lakukan, yaitu sebagai berikut:
1. I Gusti Ayu Ketut Giantari, I Gusti Ngurah Jaya Agung Widagda, I

29
Gusti Agung Ketut Sri Ardhani, dan Gede Bayu Raharnatha (2008) dalam
penelitiannya yang berjudul Analisis Kepuasan Mahasiswa Terhadap
Proses Belajar Mengajar Di Program Diploma III FE UNUD, pada
bagian simpulan penelitian diungkapkan bahwa: tingkat kepuasan
mahasiswa Program Diploma III FE Unud secara keseluruhan termasuk
klasifikasi cukup puas. Hal ini tercermin dari hasil analisis kesesuaian
antara kinerja dengan tingkat kepentingan mahasiswa yang memberikan
hasil sebesar 83,32%. Dari 25 variabel penentu kepuasan, maka ada 14
variabel yang menyebabkan puas tetapi ada 8 variabel yang nampaknya
belum memuaskan.
2. Much Djunaidi, Ahmad Kholid Alghofari, dan Dwi Apriyanti Rahayu
(2006) dalam penelitiannya yang berjudul Penilaian Kualitas Jasa
Pelayanan Lembaga Bimbingan Belajar Primagama Berdasarkan
Preferensi Konsumen, pada bagian simpulan penelitian diungkapkan
bahwa: dari 38 variabel penentu kepuasan, maka ada 9 variabel yang
masuk kedalam kuadran A (prioritas utama), 14 variabel yang masuk
kedalam kuadran B (pertahankan prestasi), 9 variabel yang masuk kedalam
kuadran C (prioritas rendah), dan 6 variabel yang masuk kedalam kuadran
D (berlebihan).

C. KERANGKA PEMIKIRAN
Dalam mengkonsumsi jasa, siswa mengharapkan terpenuhinya
kepentingan mereka akan kualitas pelayanan sehingga dapat memberikan
kepuasan bagi mereka. Setelah mengkonsumsi suatu jasa, siswa akan
mempersepsikan kinerja jasa yang telah ia terima tersebut berdasarkan
dimensi-dimensi kualitas jasa pelayanan pendidikan yaitu keandalan,
keresponsifan/ketanggapan, kepastian, empati, dan berwujud. Setelah itu
siswa akan membandingkan kepentingan mereka akan kualitas jasa dengan
kinerja jasa yang mereka rasakan atau terima. Dalam hal ini sering terjadi
kesenjangan (gap) antara jasa yang diharapkan (expented services) oleh siswa
dengan kinerja jasa yang mereka persepsikan atau rasakan (perceixed
services). Maka setelah dilakukan penelitian ini diharapkan dapat diketahui

30
tingkat kepuasan siswa yang dapat digunakan sebagai rekomendasi untuk
meningkatkan kinerja jasa pelayanan pendidikan di sekolah tersebut.
Dengan permasalahan tersebut maka kerangka pemikiran dalam
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

31
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Penelitian yang berjudul “Analisis Kepuasan Siswa Akselerasi Atas Kualitas
Jasa Pelayanan Pendidikan Program Akselerasi Di SMA Negeri 1 Surakarta
Tahun 2009/2010“ ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat
kepuasan siswa akselerasi. Sehubungan dengan penelitian yang telah
dilaksanakan, kepuasan siswa akselerasi diukur dengan cara membandingkan
antara atribut kinerja (X) dengan atribut kepentingan (Y), dengan cara
tersebut akan dapat diketahui seberapa besar tingkat kesesuaian antara atribut
kinerja (X) dengan atribut kepentingan (Y).
Berdasarkan data yang telah terkumpul dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1. Atribut Keandalan (Reliability)
T0.abel 4. Hasil Deskriptif Statistik Atribut Keandalan
Descriptive Statistics
Kinerja Kepentingan Valid N
Nomor
Keandalan Keandalan (listwise)
N 101 101 101
Minimum 2 3
Maximum 5 5
Mean 3.85 4.50
Std. Deviation 0.517 0.541

Sumber: data primer yang diolah (2010)


Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kinerja atribut keandalan dengan
jumlah data (N) sebanyak 101 mempunyai nilai rata-rata 3,85 dengan
kinerja atribut keandalan minimal 2 dan maksimal 5, sedangkan standar
deviasinya sebesar 0,517 atau 51,7%. Untuk kepentingan atribut
keandalan dengan jumlah data (N) sebanyak 101 mempunyai nilai rata-

32
rata 4,50 dengan kepentingan atribut keandalan minimal 3 dan maksimal
5, sedangkan standar deviasinya sebesar 0,541 atau 54,1%.

Gambar 3. Grafik Histogram Data Atribut Kinerja Keandalan

B. ANALISIS DATA
1. Analisis IPA
a. Tingkat Kesesuaian Setiap Atribut
1) Atribut Keandalan
a) Item 1
Dari perhitungan diperoleh Xi = 370 dan Yi = 484 dengan
populasi sebanyak 101 siswa tingkat kesesuaian yang dihasilkan
76,45%.
b) Item 2
Dari perhitungan diperoleh Xi = 367 dan Yi = 464 dengan
populasi sebanyak 101 siswa tingkat kesesuaian yang dihasilkan
79,09%.
c) Item 3
Dari perhitungan diperoleh Xi = 429 dan Yi = 431 dengan
populasi sebanyak 101 siswa tingkat kesesuaian yang dihasilkan
99,54%.
d) Item 4

33
Dari perhitungan diperoleh Xi = 403 dan Yi = 433 dengan
populasi sebanyak 101 siswa tingkat kesesuaian yang dihasilkan
93,07%.
e) Item 5
Dari perhitungan diperoleh Xi = 364 dan Yi = 432 dengan
populasi sebanyak 101 siswa tingkat kesesuaian yang dihasilkan
84,26%.
2) Atribut Keresponsifan/ Ketanggapan
a) Item 6
Dari perhitungan diperoleh Xi = 381 dan Yi = 476 dengan
populasi sebanyak 101 siswa tingkat kesesuaian yang dihasilkan
80,04%.
b) Item 7
Dari perhitungan diperoleh Xi = 379 dan Yi = 482 dengan
populasi sebanyak 101 siswa tingkat kesesuaian yang dihasilkan
78,63%.
c) Item 8
Dari perhitungan diperoleh Xi = 295 dan Yi = 475 dengan
populasi sebanyak 101 siswa tingkat kesesuaian yang dihasilkan
62,11%.
d) Item 9
Dari perhitungan diperoleh Xi = 355 dan Yi = 453 dengan
populasi sebanyak 101 siswa tingkat kesesuaian yang dihasilkan
78,37%.

e) Item 10

Dari perhitungan diperoleh Xi = 373 dan Yi = 475 dengan


populasi sebanyak 101 siswa tingkat kesesuaian yang dihasilkan
78,53%.
3) Atribut Jaminan

a) Item 11

34
Dari perhitungan diperoleh Xi = 421 dan Yi = 489 dengan
populasi sebanyak 101 siswa tingkat kesesuaian yang dihasilkan
86,09%.
b) Item 12

Dari perhitungan diperoleh Xi = 333 dan Yi = 478 dengan


populasi sebanyak 101 siswa tingkat kesesuaian yang dihasilkan
69,67%.
c) Item 13

Dari perhitungan diperoleh Xi = 355 dan Yi = 474 dengan


populasi sebanyak 101 siswa tingkat kesesuaian yang dihasilkan
74,89%.
d) Item 14

Dari perhitungan diperoleh Xi = 382 dan Yi = 466 dengan


populasi sebanyak 101 siswa tingkat kesesuaian yang dihasilkan
81,97%.
e) Item 15

Dari perhitungan diperoleh Xi = 421 dan Yi = 468 dengan


populasi sebanyak 101 siswa tingkat kesesuaian yang dihasilkan
89,96%.
4) Atribut Empati

a) Item 16

Dari perhitungan diperoleh Xi = 391 dan Yi = 472 dengan


populasi sebanyak 101 siswa tingkat kesesuaian yang dihasilkan
82,84%.
b) Item 17

Dari perhitungan diperoleh Xi = 378 dan Yi = 480 dengan


populasi sebanyak 101 siswa tingkat kesesuaian yang dihasilkan
78,75%.
c) Item 18

35
Dari perhitungan diperoleh Xi = 371 dan Yi = 466 dengan
populasi sebanyak 101 siswa tingkat kesesuaian yang dihasilkan
79,61%.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasannya, maka dapat
diambil simpulan bahwa siswa akselerasi merasa belum puas dengan kinerja
yang mereka terima. Hal ini tercermin dari hasil analisis kesesuaian antara
tingkat kinerja dengan tingkat kepentingan siswa akselerasi yang memberikan
hasil sebesar 79,23% dari hasil tersebut menunjukkan bahwa 79,23% lebih kecil
dari 100% sehingga tingkat kinerja yang diberikan oleh program akselerasi di
SMA Negeri 1 Surakarta belum sesuai dengan kepentingan siswa. Kinerja
program akselerasi SMA Negeri 1 Surakarta untuk mewujudkan kepuasan
siswa masih harus ditingkatkan dan dikembangkan agar siswa dapat merasakan
kinerja program akselerasi SMA Negeri 1 Surakarta yang sesuai dengan
kepentingan siswa akselerasi.
Hasil lain yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa
atribut-atribut yang memberikan kepuasan kepada siswa akselerasi atas kualitas
jasa pelayanan pendidikan program akselerasi di SMA Negeri 1 Surakarta tahun
2009/2010 ada 8 atribut dari 25 atribut. Ke 8 (delapan) atribut tersebut
adalah : kejelasan guru akselerasi dan pihak sekolah dalam memberikan
informasi kepada siswa akselerasi; ketanggapan dan kemampuan guru
akselerasi untuk membantu belajar para siswa akselerasi; perhatian guru
akselerasi terhadap siswa akselerasi yang mengalami kesulitan belajar; perhatian
guru akselerasi terhadap kemajuan hasil belajar siswa akselerasi secara individu;
perhatian guru akselerasi yang diberikan secara merata kepada semua siswa
akselerasi tanpa memandang status sosial dan lain-lainnya; guru dan karyawan
program akselerasi memberikan pelayanan sebaik-baiknya sesuai dengan kondisi
dan kemampuan dari siswa akselerasi; penguasaan setiap guru akselerasi terhadap
materi pelajaran yang diampu; serta keramahan dan pelayanan yang
menyenangkan kepada siswa akselerasi oleh guru akselerasi.

36
B. SARAN

Berdasarkan simpulan dan pembahasan analisis data yang telah dilakukan,

maka dapat dikemukakan beberapa saran untuk perbaikan jasa pelayanan

pendidikan Program Akselerasi SMA Negeri 1 Surakarta terutama difokuskan

pada atribut-atribut yang dinilai penting oleh siswa akselerasi tetapi kinerjanya

belum memuaskan seperti :

1. Ketanggapan dan kesanggupan pihak sekolah dalam merealisasi keluhan


siswa akselerasi terhadap fasilitas belajar sudah cukup baik hanya saja jika
suatu saat terjadi kasus seperti AC tidak berfungsi dengan baik/tidak dingin
atau LCD tiba-tiba rusak ataupun komputer tidak berfungsi dengan
baik/flashdisk guru tidak bisa terhubung (connect) dengan komputer pihak
sekolah dan manajemen program akselerasi harus lebih cepat dalam
merealisasi keluhan siswa akselerasi terhadap kerusakan fasilitas belajar
tersebut, atau tenaga teknisi yang bertugas selalu siap di tempat sehingga
kasus kerusakan pada fasilitas belajar bisa langsung terselesaikan.
2. Fasilitas pendukung (loker, AC, printer, alat peraga) yang telah tersedia di
kelas akselerasi seharusnya dapat dimanfaatkan secara optimal, seperti:
pemeriksaan secara teratur terhadap kondisi AC dan printer yang selalu
dalam keadaan yang baik sehingga dapat memperlancar kegiatan
pembelajaran di kelas.
3. Guru akselerasi seharusnya tepat dalam memilih metode pembelajaran
yang menyenangkan dan inovatif sehingga siswa akselerasi tidak mudah
jenuh dengan proses belajar mengajar yang berlangsung di kelas, seperti :
role playing (bermain peran), number head together, mind mapping (peta
pikiran), course to horrey, make a mach (mencari pasangan), dan adanya
pelatihan bagi guru akselerasi untuk berbagai metode pembelajaran yang
menyenangkan dan inovatif.

37
DAFTAR PUSTAKA

Ariyoso. 2009. Konsep Importance Performance Analysis (IPA). Artikel.


Tersedia pada http://ariyoso.wordpress.com/2009/12/15/konsep-
importance-performance- analysis/. Diakses tanggal 10 Januari 2010.

Dhany. 2009. Pendekatan TQM Dalam Manajemen Mutu. Artikel.


Tersedia pada http://www.dhany.co.cc/2009/09/pendekatan-tqm-
dalam-manajemen-mutu.html. Diakses tanggal 10 November 2009.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Pedoman Penyelenggaraan


Pendidikan Untuk Peserta Didik Berkecerdasan Istimewa (Program
Akselerasi). Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan
Menengah. Direktorat Pembinaan Pendidikan Luar Biasa.

Dwi Priyatno. 2008. Mandiri Belajar SPSS (Stastistical Product and Service
Solution) untuk Analisis Data dan Uji Statistik. Yogyakarta:
Mediakom.

Fandy Tjiptono. 2006. Manajemen Jasa. Yogyakarta: Andi Offset.

Suprijanto. 2007. Pendidikan Orang Dewasa Dari Teori hingga Aplikasi.


Jakarta: Bumi Aksara.

Gusti Ketut Giantari, I Gusti Ngurah Jaya Agung Widagda, I Gusti Agung
Ketut Sri Ardhani, & Gede Bayu Raharnatha. 2008. Analisis Kepuasan
Mahasiswa Terhadap Proses Belajar Mengajar Di Program Diploma
III FE UNUD. Jurnal. Tersedia pada http://jurnal buletin studi

38
ekonomi.vol.13,no.1.hal.52- 66.unud.ac.id. Diakses tanggal 10 Januari
2010.

39

Anda mungkin juga menyukai