air
BAB I
KRITERIA PERENCANAAN
Untuktersier 20% e = 80 = 80
Q=
C . NFR . A
e
V = K . R2 /3 . I 1/ 2
F
R=
P
F = (b + m.h) h
P = b + 2.h √ m2 + 1
Q=V.F
Dimana :
Q = Debit saluran (m3/dt)
V = Kecepatan aliran (m/dt)
F = Luas penampang basah saluran (m)
P = Keliling basah saluran (m)
b = Lebar dasar saluran (m)
h = Tinggi air disaluran (m)
I = Kemiringan dasar saluran
k = Koefisien kekerasan Strickler (m1/3/dt)
m = Kemiringan talut ( 1 vert : m hor)
n = Tinggi jagaan (m)
Dimana :
h = Tinggi muka air rencana (m)
Jika V rencana > V maks ijin, maka saluran tersebut akan terjadi geseran /
erosi.
Perbandingan
Q Kemiringantalud Faktorkekerasan
b/h
m3 / dt 1:m k=1/n
n
Q<1
1.00 3.00
1 < Q <5
1.50 5.00
5 < Q < 10
2.00 5.00
10 < Q < 5
3.50 5.00
Q > 15
3.50 5.00
Perhitungan kebutuhan air sawah untuk padi yang disebut NFR (Net
Field Requirement) sangat tergantung pada faktor – faktor sebagai berikut :
1. Cara penyiapan lahan
2. Kebutuhan air untuk tanaman
3. Perlokasi dan rembesan
4. Pergantian lapisan air
5. Curah hujan efektif
REIN JAUHARI / F 210 16 068
bangunan
air
Jika air yang dialirkan oleh jaringan saluran juga untuk keperluan selain
irigasi, maka debit rencana harus ditambah dengan jumlah yang dibutuhkan
untuk keperluan itu, dengan memperhitugkan efisiensi pengairan.
Catatan : Metode “Lengkung Kapasitas Tegal” yang dipakai sejak tahun
1891, tidak lagi
digunakan untuk perencanaan kapasitas saluran irigasi, hal ini
dikarenakan bahwa metode tersebut adalah perhitungan debit saluran dimana
di dalam areal yang akan dialiri terdiri dari 20% - 30% tanaman tebu yang
pada masa penjajah Belanda, selalu mengkombinasikan antara tanaman padi da
tebu sebagai bahan pokok pembuatan gula pasir.
Berhubungan sekarang irigasi itu terutama disediakan untuk pemberian
air tanaman padi, dimana tanaman padi adalah tanaman yang paling banyak
membutuhkan air dalam pertumbuhannya dibanding tebu dan palawija, maka
kebutuhan air untuk padi dijadikan
sebagai standar dalam perhitungan kebutuhan debit air di saluran.
Dimana :
A = Elevasitanahsawahtertinggidipetaktersier +
b = Kehilangantinggienergidarisalurankuartersampaisawah = 0,1 m
Z = Kehilangantinggienergi di pinturomijn
1.5 DimensialatukurRomijn
Pintu Romijn adalah alat ukur ambang lebar yang bias digerakkan untuk mengatur
dan mengukur debit didalam jaringan saluran irigasi. agar dapat bergerak, mercunya dibuat
dari pelat baja dan dipasang di atas pintu sorong Pintu ini dihubungkan dengan alat
pengangkat.
Gambar 1. Perencanaanmercualatukurromijin
1.5.2 Perencaanhidrolis
Dilihat dari segi hidrolis, pintu Romijn dengan mercu horizontal dan peralihan
penyempitan lingkaran tunggal adalah serupa dengan alat ukur ambang lebar yang
telah dibicarakan dalam Pasal 2.2. Untuk kedua bangunan tersebut, persamaan antara
tinggi dan debitnya adalah:
Q = Cd Cv2/3
√ 2 b h1.5
3
g c
Dimana :
Q = debit, m3 /dt
Cd = koefisien debit
Cv = koefisien kecepatan datang
g = percepatan grafitasi, m/dt2
bc = lebar meja, m
h1 = tinggi energy hulu diatas meja , m
di mana koefisien debit sama dengan
REIN JAUHARI / F 210 16 068
bangunan
air
Cd = 0,93 + 0,10 H1 /L
Gambar 2.SketsaisometrisalatukurRomijin
dengan
H1 = h1 + v12/2g
REIN JAUHARI / F 210 16 068
bangunan
air
dimana :
H1 = tinggienergi di atasmeja, m
Gambar 3. DimensialatukurRomijindenganpintubawah
Koefisien kecepatan dating Cv dipakai untuk mengoreksi penggunaan h1 dan bukan H1 di dalam
persamaan tinggi energy - debit.
Kehilangan tinggi energy ΔH yang diperlukan di atas alat ukur yang bias
digerakkan diberikan dibagian bawah Tabel A.2.5, Lampiran 2. Harga-harga ini dapat
dipakai bila alat ukur mempunyai saluran hilir segiempat dengan potongan pendek, seperti
ditunjukkan pada contoh Gambar 2.9. Jika dipakai saluran hilir yang lebih lebar, maka
kehilangan tinggi energy sebaiknya diambil 0,4 Hmaks.
Harga-harga besaran debit yang dianjurkan untuk standar alat ukur Romijn
diberikan pada Tabel 4.
Tabel4. Besaran debit yang dianjurkan untuk alat ukur Romijin Standar
1.5.4 Papanduga
Untuk pengukuran debit secara sederhana, ada tiga papan duga yang harus dipasang, yaitu:
- Kalau alat ukur romijn dibuat dengan mercu datar dan peralihan penyempitan
sesuai dengan gambar 2.8C , tabel debitnya sudah ada dengan kesalahan kurang
dari 3%
- Debit yang masuk dapat diukur dan diatur dengan satu bangunan .
- Kehilangan tinggi energy yang diperlukan untuk aliran moduler adalah di bawah
33% dari tinggi energy hulu dengn mercu sebagai acuannya, yang relatif kecil.
- Karena alat ukur Romijn ini bisa ini disebut “berambang lebar”, maka sudah ada
teori hidrolika untuk merencanakan bangunan tersebut
- Alat ukur Romijn dengan pintu bawah bisa dieksploitasi oleh orang yang tak
berwenang , yaitu melewatkan air lebih banyak dari yang di izinkan dengan cara
mengangkat pintu bawah lebih tinggi lagi.
Alat ukur Romijn adalah bangunan pengukur dan pengatur serba bisa yang dipakai
di Indonesia sebagai bangunan sadap tersier. Untuk ini tipe standar paling kecil (lebar 0,50
m) adalah yang paling cocok. Tetapi, alat untuk Romijn dapat juga dipakai sebagai
bangunan sadap sekunder.
Eksplotasi bangunan itu sederhana dan kebanyakan nuru pintu telah terbiasa
dengannya. Bangunan ini dilengkapi dengan pintu bawah yang dapat disalah gunakan jika
pengawasan kurang.
2
Q=Cd .Cv . √ 2 g b .h 11,5
3
1,5
¿ 1,86 b . h1
Dimana :
( )
3
m
Q = debit yang akandiukur
dt
b = lebarmercu, m
Alat ukur ini diletakan diujung udik saluran atau dihilir bangunan dengan jarak
lazimnya ± 20m. alat ukur ini harus dilengkapi pintu pengatur tinggi muka air (pintui sorong)
yang diletakan dibangunan sadap.
Oleh karena itu pada konstruksi bangunan ukur type ini, kehilangan tinggi energy akan
sangat besar berhubung terdapat 3 (tiga) kali kehilangan yaitu pada alat ukur cipoletti sendiri
(sesuaikarakternya), kemudian disalurkan pengantar/saluran penenang dan pintu pengatur
(pintusorong).
Alat ukur ini tidak cocok digunakan pada daerah yang datar, mengingat aliran pada alat
ukur ini adalah aliran-aliran sempurna, yaitu muka air dihilir alat ukur harus berada dibawah
mercu minimal 5cm.
Pintu sorong ini dimensinya sudah distan darisasi sebagai mana pintu ukur Romijn,
yaitu lebar pintu mulai 0,50; 0,75; 1,00; 1,25; dan 1,50m. Pintu sorong ini biasa dipakai dalam
kombinasi pemakaian alat ukur yang dipasang secara terpisah seperti pada pemasangan alat
ukur Cipoletti atau Thomson atau juga pada pintu penerus. Untuk lebar pintu 1,25 m dan
1,50m dipakai 2 stang stir.
Q=μ b a √2 g z
+ M.A.µ
+ M.A.µ
3
a. Bagian pengontrol
Q=Cd
2 2
3 3√g B.H
1,5
Dimana :
( )
3
m
Q = debit
dt
H = kedalaman energy, m
m
g = percepatan grafitasi, ( 9,8 )
2 ¿
dt
b. Bagian Pembawa
Untuk tinggi kerjun ≤ 150m dipakai bangunan terjun tegak dan untuk tinggi terjun
¿ 1,50m dipakai bangunan terjun miring.
hc = (q2/B)1/3
Jika :
Jika :
a) Saluran Primer A
Diketahui : Luas (A) = 750 ha
NFR = 1.852 lt/dt/ha
c = 1.0 (dari KP 03 hal.12)
b) Saluran Sekunder B
Diketahui : Luas (A) = 650 ha
NFR = 1.852 lt/dt/ha
c = 1.0 (dari KP 03 hal.12)
c) Saluran Tersier C
Diketahui : Luas (A) = 100 ha
NFR = 1.852 lt/dt/ha
c = 1.0 (dari KP 03 hal.12)
a) Saluran Primer A n
Diketahui : Debit (Q) = 2.143 m /dt 3
6 3.5 3.5
7.5 3.5
Berdasarkan tabel diperoleh :
m = 1.5
n = 3.50
k = 42.5
w = 0.75
I coba-coba = 0.0005
Sehingga,
b = n x h
= 3.50 x h
= 3.50 h
A = ( b + m.h ) h
= ( 3.50 h + 1.5 h ) h
= ( 5.00 h ) h
= 5.00 h2
P = b + 2h 1 + m2
= 3.50 h + 2h 1+ 1.5 2
= 3.50 h + 2h 3.25
= 3.50 h + 3.606 h
= 7.106 h
A 5.00 h2
R = = = 0.704 h
Q = V x A
2.143 = 0.752 h 2/3 x 5 h2
2.143 = 3.759 h 8/3
0.570 = h 8 /3
Cek :
masukkan nilai h ke dalam persamaan
A = 5 h2 b = 3.5 x h
= 5 x ( 0.810 )2 = 3.5 x 0.810
= 3.281 m 2
= 2.835 m
V = 0.752 h 2/ 3
= 0.752 x ( 0.810 )2/3
= 0.653 m/dt
maka :
Q = A x V
= 3.281 x 0.653