KRITERIA PERENCANAAN
𝐶.𝑁𝐹𝑅.𝐴
Q=
𝑒
Dimana :
NFR = Kebutuhan persediaan air di sawah (1/ dt / Ha)
Q = Debit rencana (liter/ dt)
C = Koef. Pengurangan ( C = 1) untuk luas areal < 10.000 Ha
e = Efisiensi saluran
A = Luas areal yang akan diairi (Ha)
F
R=
P
F = (b + m.h) h
P = b + 2.h √ m2 + 1
Q=V.F
Dimana :
Dimana :
Jika V rencana > V maks ijin, maka saluran tersebut akan terjadi geseran / erosi.
Q<1
1.00 3.00
1 < Q <5
1.50 5.00
5 < Q < 10
2.00 5.00
10 < Q < 5
3.50 5.00
Q > 15
3.50 5.00
Jika air yang dialirkan oleh jaringan saluran juga untuk keperluan selain irigasi,
maka debit rencana harus ditambah dengan jumlah yang dibutuhkan untuk keperluan
itu, dengan memperhitugkan efisiensi pengairan.
Catatan : Metode “Lengkung Kapasitas Tegal” yang dipakai sejak tahun 1891,
tidak lagi
digunakan untuk perencanaan kapasitas saluran irigasi, hal ini dikarenakan
bahwa metode tersebut adalah perhitungan debit saluran dimana di dalam areal yang
akan dialiri terdiri dari 20% - 30% tanaman tebu yang pada masa penjajah Belanda,
selalu mengkombinasikan antara tanaman padi da tebu sebagai bahan pokok
pembuatan gula pasir.
Berhubungan sekarang irigasi itu terutama disediakan untuk pemberian air
tanaman padi, dimana tanaman padi adalah tanaman yang paling banyak
membutuhkan air dalam pertumbuhannya dibanding tebu dan palawija, maka
kebutuhan air untuk padi dijadikan sebagai standar dalam perhitungan kebutuhan
debit air di saluran.
P = A + a + b + n.c + d + m.a + f + g + ∆h + Z
Dimana :
P = Muka air yang dibutuhkan dijaringan utama dihulu bangunan bagi sadap
A = Elevasi tanah sawah tertinggi dipetak tersier +
a = Dalamnya genangan air disawah = 0,10 m
b = Kehilangan tinggi energi dari saluran kuarter sampai sawah = 0,1 m
n = Jumlah boks bagi kuarter saluran yang direncanakan
C = Kehilangan tinggi energy di boks bagi kuartyer 0,10 m
D = Kehilangan tinggi energy selama pengaliran disaluran tersier dan kuarter ( 1 × 1
km)
a = Kehilangan tinggi energi diboks bagi tersier = 0,10 m / boks
m = Jumlah boks tersier pada saluran yang direncana
F = Kehilangan tinggi energi di gorong – gorong = 0,005 m
Z = Kehilangan tinggi energi di pintu romijn
∆h = Variasi tinggi muka air dijaringan utama dihulu bangunan sadap
1.5. Dimensi alat ukur Romijn
Pintu Romijn adalah alat ukur ambang lebar yang bisa digerakkan untuk mengatur dan
mengukur debit didalam jaringan saluran irigasi .agar dapat bergerak, mercunya dibuat dari
pelat baja dan dipasang di atas pintu sorong Pintu ini dihubungkan dengan alat pengangkat.
A. Tipe-tipe alat ukur Romijn
Sejak pengenalanya pada tahun 1932, pintu Romijn telah dibuat dengan tiga
bentuk mercu (Gambar 2.8), yaitu :
(i) Bentuk mercu datar dan lingkaran gabungan untuk peralihan penyempitan hulu
(Gambar 2.8A)
(ii) Bentuk mercu miring keatas 1:25 dan lingakaran tunggal sebagai peralihan
penyempitan (Gambar 2.8B)
(iii) Bentuk mercu datar dan lingkaran tunggal sebagai peralihan penyempitan (Gambar
2.8C).
B. Mercu horizontal & lingkaran gabungan
Dipandung dari segi hidrolis, ini merupakan perencanaan yang baik. Tetapi
pembuatan kedua lingkaran gabungan sulit , padahal tanpa lingkaran lingkaran itu
pengarahan air di atas mercu pintu bisa saja di lakukan tanpa pemisahan aliran.
Dimana :
Q = debit, m3 /dt
Cd = koefisien debit
Cv = koefisien kecepatan datang
g = percepatan grafitasi, m/dt2
bc = lebar meja, m
h1 = tinggi energy hulu diatas meja , m
di mana koefisien debit sama dengan
Cd = 0,93 + 0,10 H1 /L ……………(2.5)
Gambar 1.6. Sketsa isometris alat ukur Romijin
dengan
H1 = h1 + v12/2g ……………(2.6)
dimana :
H1 = tinggi energi di atas meja, m
H2 = kecepatan di hulu alat ukur, m/dt
Tabel 1.5. Besaran debit yang dianjurkan untuk alat ukur Romijin Standar
TIPE ROMIJIN STANDAR
I II III IV V VI
Lebar 0,50 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Kedalaman maks. aliran
0,33 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50
pada muka air rencana
Debit maks. pada muka
160 300 450 600 750 900
air rencana
Kehilangan tinggi energi 0,08 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11
Elevasi dasar di bawah 0,81 + 1,51 + 1,51 + 1,51 + 1,51 +
muka air v v v v v
1.5.4 Papan duga
Untuk pengukuran debit secara sederhana, ada tiga papan duga yang harus
dipasang, yaitu :
- Papan duga muka air di saluran
- Skala sentimeter yang dipasang pada kerangka bangunan
- Skala liter yang ikut bergerak dengan Romijn.
Skala sentimeter dan liter dipasang pada posisi sedemikian rupa sehingga pada
waktu bagian atas meja berada pada ketinggian yang sama dengan muka air di
saluran (dan oleh sebab itu debit di atas meja nol), titik nol pada skala liter
memberikan bacaan pada skala sentimeter yang sesuai dengan bacaan muka air pada
papan duga di saluran (lihat gambar 2.9).
1.5.5. Karakteristik alat ukur Romijn
- Kalau alat ukur romijn dibuat dengan mercu datar dan peralihan penyempitan
sesuai dengan gambar 2.8C , tabel debitnya sudah ada dengan kesalahan kurang
dari 3%
- Debit yang masuk dapat diukur dan diatur dengan satu bangunan .
- Kehilangan tinggi energy yang diperlukan untuk aliran moduler adalah di bawah
33% dari tinggi energy hulu dengn mercu sebagai acuannya, yang relatif kecil.
- Karena alat ukur Romijn ini bisa ini disebut “berambang lebar”, maka sudah ada
teori hidrolika untuk merencanakan bangunan tersebut
- Alat ukur Romijn dengan pintu bawah bisa dieksploitasi oleh orang yang tak
berwenang , yaitu melewatkan air lebih banyak dari yang di izinkan dengan cara
mengangkat pintu bawah lebih tinggi lagi.
= 1,86 b. h11,5
Dimana :
3
Q = debit yang akan diukur (𝑚 ⁄𝑑𝑡)
b = lebar mercu, m
h1 = tinggi energy hulu di atas meja (m)
H1 = tinggi energy hulu (m)
Alat ukur ini diletakan diujung udik saluran atau dihilir bangunan dengan jarak
lazimnya ± 20m.alat ukur ini harus dilengkapi pintu pengatur tinggi muka air (pintui
sorong) yang diletakan dibangunan sadap.
Oleh karena itu pada konstruksi bangunan ukur type ini, kehilangan tinggi energy akan
sangat besar berhubung terdapat 3 (tiga) kali kehilangan yaitu pada alat ukur cipoletti sendiri
(sesuai karakternya), kemudian disalurkan pengantar/saluran penenang dan pintu pengatur
(pintu sorong).
Alat ukur ini tidak cocok digunakan pada daerah yang datar, mengingat aliran pada
alat ukur ini adalah aliran-aliran sempurna, yaitu muka air dihilir alat ukur harus berada
dibawah mercu minimal 5cm.
1.7. Pintu Sorong (Sluice Gatel)
Pintu sorong ini merupakan alat pengukur elevasi muka air pada bangunan bagi. Bagi /
sadap dimana salah satu bukaan aliran debit tidak perlu diukur, karena bukaan aliran debit
lainnya sudah dipasang alat ukur sehingga debitnya bias diukur.
Pintu sorong ini dimensinya sudah distandarisasi sebagaimana pintu ukur Romijn,
yaitu lebar pintu mulai 0,50; 0,75; 1,00; 1,25; dan 1,50m. Pintu sorong ini biasa dipakai
dalam kombinasi pemakaian alat ukur yang dipasang secara terpisah seperti pada
pemasangan alat ukur Cipoletti atau Thomson atau juga pada pintu penerus. Untuk lebar
pintu 1,25m dan 1,50m dipakai 2 stang stir.
Perencanaan hidrolisnya digunakan rumus:
Q = μ b a√2 𝑔 𝑧
Dimana :
3
Q = debit yang akan diukur (𝑚 ⁄𝑑𝑡)
+ M.A.µ
+ M.A.µ
3
a. Bagian pengontrol
Dimana :
3
Q = debit (m ⁄dt)
b. Bagian Pembawa
Untuk tinggi kerjun ≤ 150m dipakai bangunan terjun tegak dan untuk tinggi
terjun > 1,50m dipakai bangunan terjun miring.