Anda di halaman 1dari 20

BAB I

KRITERIA PERENCANAAN

1.1 Kebutuhan Air Irigasi


Efisiensi untuk tujuan – tujuan perencanaan, dianggap bahwa seperempat sampai
sepertiga dari jumlah air yang diambil akan hilang sebesar air itu sampai di sawah.
Kegiatan ini akibat :
a. Kegiatan eksploitasi
b. Evaporasi dan rembesan
Berhubungan rembesan hanya dilakukan apabila kelulusan tanah cukup
tinggi.Kehilangan yang sebenarnya di dalam jaringan bisa lebih tinggi dan efisiensi yang
sebenarnya berkisar antara 30-40 %.
Kriteria perencanaan (KP. 03) bagian saluran menjelaskan pada umumnya
kehilangan air dijaringan irigasi dapat dibagi-bagi sebagai berikut :
- 15 – 22,5 % di petak tersier, antara bangunan sadap tersier dan sawah
- 7,5 – 12,5 % di saluran sekunder
- 7,5 – 12,5 % di saluran utama
Ditetapkan
Untuk tersier 20% e = 80 = 80
Untuk sekunder 10% e = 90 × 80 = 0,72
Untuk primer 10% e = 90 × 90 ×80 = 0,65
1.2 Perhitungan Debit Rencana
Debit rencana saluran akan dihitung dengan menggunakan efisiensi saluran dengan
perumusan adalah sebagai berikut :

𝐶.𝑁𝐹𝑅.𝐴
Q=
𝑒

Dimana :
NFR = Kebutuhan persediaan air di sawah (1/ dt / Ha)
Q = Debit rencana (liter/ dt)
C = Koef. Pengurangan ( C = 1) untuk luas areal < 10.000 Ha
e = Efisiensi saluran
A = Luas areal yang akan diairi (Ha)

1.3 Perhitungan Dimensi Saluran


Dalam perhitungan dimensi saluran, aliran saluran dianggap sebagai aliran tetap
(steaty flow).Disamping itu perhitungan dimensi saluran ini berpedoman pada prinsip
perhitungan yang stabil (stabil Canal) yaitu dengan parameter hasil analisa, saluran tidak
terjadi penggeseran dan pengendapan.
Adapun rumus yang digunakan adalah rumus strickler
2 1
V = K .R3 . I2

F
R=
P

F = (b + m.h) h

P = b + 2.h √ m2 + 1

Q=V.F
Dimana :

Q = Debit saluran (m3/dt)


V = Kecepatan aliran (m/dt)
F = Luas penampang basah saluran (m)
P = Keliling basah saluran (m)
b = Lebar dasar saluran (m)
h = Tinggi air disaluran (m)
I = Kemiringan dasar saluran
k = Koefisien kekerasan Strickler (m1/3/dt)
m = Kemiringan talut ( 1 vert : m hor)
n = Tinggi jagaan (m)
A. Rumus kecepatan aliran maksimum ( V maks)
Rumus ini digunakan untuk mengontrol V rencana dimana jenis tanah saluran
yang tidak atau belum diketahui dalamnya dengan kedalaman 0,1< h 1.m , satu
sebagai berikut :

V maks = 0,75 . h1/6 ( Mc. Donald dan NIPPON KUER)

Dimana :

h = Tinggi muka air rencana (m)

Jika V rencana > V maks ijin, maka saluran tersebut akan terjadi geseran / erosi.

B. Rumus kecepatan aliran kritis ( V kritis)


Kecepatan aliran kritis dihitung untuk mengontrol kecepatan aliran
perencanaan ( V rencana) masih berada di atas kecepatan minimum hal ini jika V
rencana < V kritis maka di saluran akan terjadi pengendapan sedimen / atau
timbulnya tetumbuhan air. Teori Kenedy - buku sediment transport memberikan
rumusan aliran sebagai berikut :

V kritis = 0,55 . h0.64

Dimana: h = Tinggi muka air rencana (m)


Tabel 1.1 Karakteristik saluran yang akan dipakai bersama untuk
perencanaa dimensi saluran.
Perbandingan Faktor
Q Kemiringan talud
b/h kekerasan
m3 / dt 1:m
n k=1/n

0.00 – 0.15 1 1.0 35


0.15 – 0.30 1 1.0 – 1.2 35
0.30 – 0.50 1 1.2 – 1.3 35
0.50 – 0.75 1 1.3 – 1.5 35
0.75 – 1.00 1 1.5 – 1.8 35

1.0 – 1.50 1 1.8 – 2.3 40


1.50 – 3.00 1.5 2.3 – 2.7 40
3.00 – 4.50 1.5 2.7 – 2.9 40
4.50 – 5.00 1.5 2.9 – 3.1 40

5.00 – 6.00 1.5 3.1 – 3.5 42.5


6.00 – 7.50 1.5 3.5 – 3.7 42.5
7.50 – 9.00 1.5 3.7 – 3.9 42.5
9.00 – 10.00 1.5 3.9 – 4.2 42.5

10.00 – 11.00 2 4.2 – 4.9 45


11.00 – 15.00 2 4.9 – 6.5 45
15.00 – 25.00 2 6.5 – 9.0 45
25.00 – 40.00 2 45

Sumber data kp. 03 ( Kriteria perencanaan – bagian saluran)


Tabel 2. Tinggi Jagaan

Q Sal.tanah Sal. Pas


m3/dt w (m) w (m)

< 0.5 0.40 0.20


0.5 – 1.5 0.50 0.20
1.5 – 5 0.60 0.25
5 – 10 0.75 0.30
10 – 15 0.85 0.40
>15 1.00 0.50
Sumber data kp. 03 ( bagian saluran)

Tabel 3. Lebar minimum tanggul

Q Tanpa jln.inspeksi Dengan jln. Inspeksi


m3/dt m M

Q<1
1.00 3.00
1 < Q <5
1.50 5.00
5 < Q < 10
2.00 5.00
10 < Q < 5
3.50 5.00
Q > 15
3.50 5.00

Sumber data kp. 03 ( bagian saluran)


Perhitungan kebutuhan air sawah untuk padi yang disebut NFR (Net Field
Requirement) sangat tergantung pada faktor – faktor sebagai berikut :
1. Cara penyiapan lahan
2. Kebutuhan air untuk tanaman
3. Perlokasi dan rembesan
4. Pergantian lapisan air
5. Curah hujan efektif

Jika air yang dialirkan oleh jaringan saluran juga untuk keperluan selain irigasi,
maka debit rencana harus ditambah dengan jumlah yang dibutuhkan untuk keperluan
itu, dengan memperhitugkan efisiensi pengairan.
Catatan : Metode “Lengkung Kapasitas Tegal” yang dipakai sejak tahun 1891,
tidak lagi
digunakan untuk perencanaan kapasitas saluran irigasi, hal ini dikarenakan
bahwa metode tersebut adalah perhitungan debit saluran dimana di dalam areal yang
akan dialiri terdiri dari 20% - 30% tanaman tebu yang pada masa penjajah Belanda,
selalu mengkombinasikan antara tanaman padi da tebu sebagai bahan pokok
pembuatan gula pasir.
Berhubungan sekarang irigasi itu terutama disediakan untuk pemberian air
tanaman padi, dimana tanaman padi adalah tanaman yang paling banyak
membutuhkan air dalam pertumbuhannya dibanding tebu dan palawija, maka
kebutuhan air untuk padi dijadikan sebagai standar dalam perhitungan kebutuhan
debit air di saluran.

1.4 Muka air yang dibutuhkan di bangunan sadap


Perhitungan hidrolis bangunan dimaksudkan selain perhitungan yang berkaitan
dengan penentuan dimensi bangunan, tetapi juga didalamnya termasuk perhitungan
bangunan dan pintu ukur serta penetapan kebutuhan.Elevasi muka air rencana di bangunan
untuk memenuhi tuntutan irigasi dengan memperhitungkan elevasi sawah terjauh letaknya
dari bangunan tersebut.
Untuk penetapan elevasi muka air di bangunan bagi / sadap, elevasi muka air
tertinggi dari semua ruas saluran setelah dianalisa.

A. Penentuan Elevasi Muka Air di Bangunan


Untuk menetapkan elevasi muka air di bangunan bagi / sadap ditentukan oleh
elevasi muka air yang tertinggi dari semua saluran.Prosedurnya adalah menghitung
tinggi muka air yang diperlukan dibangunan sadap tersier, lalu seluruh kehilangan
disaluran kuarter dan tersier serta bangunan dijumlahkan menjadi tinggi muka air
dalam petyak tersier.Ketinggian tersebut ditambah lagi dengan kehilangan tinggi
energi dibangunan sadap tersier dan variasi muka air akibat eksploitasi jaringan
utama pada tinggi muka air parsial (sebagian).

P = A + a + b + n.c + d + m.a + f + g + ∆h + Z
Dimana :
P = Muka air yang dibutuhkan dijaringan utama dihulu bangunan bagi sadap
A = Elevasi tanah sawah tertinggi dipetak tersier +
a = Dalamnya genangan air disawah = 0,10 m
b = Kehilangan tinggi energi dari saluran kuarter sampai sawah = 0,1 m
n = Jumlah boks bagi kuarter saluran yang direncanakan
C = Kehilangan tinggi energy di boks bagi kuartyer 0,10 m
D = Kehilangan tinggi energy selama pengaliran disaluran tersier dan kuarter ( 1 × 1
km)
a = Kehilangan tinggi energi diboks bagi tersier = 0,10 m / boks
m = Jumlah boks tersier pada saluran yang direncana
F = Kehilangan tinggi energi di gorong – gorong = 0,005 m
Z = Kehilangan tinggi energi di pintu romijn
∆h = Variasi tinggi muka air dijaringan utama dihulu bangunan sadap
1.5. Dimensi alat ukur Romijn
Pintu Romijn adalah alat ukur ambang lebar yang bisa digerakkan untuk mengatur dan
mengukur debit didalam jaringan saluran irigasi .agar dapat bergerak, mercunya dibuat dari
pelat baja dan dipasang di atas pintu sorong Pintu ini dihubungkan dengan alat pengangkat.
A. Tipe-tipe alat ukur Romijn
Sejak pengenalanya pada tahun 1932, pintu Romijn telah dibuat dengan tiga
bentuk mercu (Gambar 2.8), yaitu :
(i) Bentuk mercu datar dan lingkaran gabungan untuk peralihan penyempitan hulu
(Gambar 2.8A)
(ii) Bentuk mercu miring keatas 1:25 dan lingakaran tunggal sebagai peralihan
penyempitan (Gambar 2.8B)
(iii) Bentuk mercu datar dan lingkaran tunggal sebagai peralihan penyempitan (Gambar
2.8C).
B. Mercu horizontal & lingkaran gabungan
Dipandung dari segi hidrolis, ini merupakan perencanaan yang baik. Tetapi
pembuatan kedua lingkaran gabungan sulit , padahal tanpa lingkaran lingkaran itu
pengarahan air di atas mercu pintu bisa saja di lakukan tanpa pemisahan aliran.

Gambar 1.5. Perencanaan mercu alat ukur romijin


C. Mercu dengan kemiringan 1:25 & lingkaran tunggal
Vlugter (1941) menganjurkan penggunaan pintu Romjin dengan kemiringan
mercu 1:25. Hasil penyelidikan model hidrolis di laboratorium yang mendasari
rekomendasinya itu tidak bisa direproduksi lagi (Bos 1976). Tetapi dalam program riset
terakhir mengenai mercu berkemiringan 1:25, kekurangan-kekurangan mercu ini
menjadi jelas :
(i) Bagian pengontrol tidak berada di atas mercu, melainkan di ataas tepi tajam
hilirnya, di mana garis-garis aliran benar-benar melengkung. Kerusakan terhadap
tepi ini menimbulkan perubahan pada debit alat ukur.
(ii) Kerena garis-garis aliran ini, batas moduler menjadi 0,25 : bukan 0,67seperti
anggapan umumnya. Pada aliran tenggelam H2/H1= 0,67, pengurangan dalam aliran
berkisar dari 3% untuk aliran rendah sampai 10% untuk aliran tinggi (rencana).
Karena mercu berkimiringan 1.25 juga lebih rumit pembuatanya dibandingkan
dengan mercu datar, maka penggunaan mercu dengan kemiringan ini tidak dianjurkan.
D. Mercu horizontal & lingkaran tunggal: (lihat Gambar 2.9)
Ini adalah kombinasi yang bagus antara dimensi hidrolis yang benar dengan
perencanaan konstruksi.Jika dilaksanakan pintu Romijn, maka sangat dianjurkan untuk
menggunakan bentuk mercu ini.
1.5.2. Perencaan hidrolis
Dilihat dari segi hidrolis, pintu Romijn dengan mercu horizontal dan peralihan
penyempitan lingkaran tunggal adalah serupa dengan alat ukur ambang lebar yang
telah dibicarakan dalam Pasal 2.2. Untuk kedua bangunan tersebut, persamaan antara
tinggi dan debitnya adalah:
2
Q = Cd Cv 2/3 √3 𝑔 bc h1.5 …………(2.4)

Dimana :
Q = debit, m3 /dt
Cd = koefisien debit
Cv = koefisien kecepatan datang
g = percepatan grafitasi, m/dt2
bc = lebar meja, m
h1 = tinggi energy hulu diatas meja , m
di mana koefisien debit sama dengan
Cd = 0,93 + 0,10 H1 /L ……………(2.5)
Gambar 1.6. Sketsa isometris alat ukur Romijin
dengan
H1 = h1 + v12/2g ……………(2.6)
dimana :
H1 = tinggi energi di atas meja, m
H2 = kecepatan di hulu alat ukur, m/dt

Gambar 2.10 Dimensi alat ukur Romijin dengan pintu bawah

Koefisien kecepatan datang Cv dipakai untuk mengoreksi penggunaan h1 dan bukan


H1 di dalam persamaan tinggi energi-debit (persamaan 2.4)
1.5.3. Dimensi dan tabel debit standar
Lebar standar untuk alat ukur Romijn adalah 0,50, 0,75, 1,00, 1,25 dan 1,50 m
untuk harga-harga lebar standar ini semua pintu, kecuali satu tipe, mempunyai
panjang standar mercu 0,50 untuk mercu horizontal dan jari jari 0,10 m untuk meja
berunjung bulat . satu pintu lagi ditambahkan agar sesuai dengan bangunan sadap
tersier yang debitnya kurang 160 l/dt. Lebar pintu 0,50 m. tapi mercu horizontalnya
0,33 m dan jari jari 0,07 m untuk ujung meja.
Kehilangan tinggi energy ΔH yang diperlukan di atas alat ukur yang bisa
digerakkan diberikan dibagian bawah Tabel A.2.5, Lampiran 2. Harga-harga ini
dapat dipakai bila alat ukur mempunyai saluran hilir segi empat dengan potongan
pendek , seperti ditunjukkan pada contoh Gambar 2.9. Jika dipakai saluran hilir yang
lebih lebar, maka kehilangan tinggi energi sebaiknya diambil 0,4 Hmaks.
Harga-harga besaran debit yang dianjurkan untuk standar alat ukur Romijn
diberikan pada Tabel 2.4.

Tabel 1.5. Besaran debit yang dianjurkan untuk alat ukur Romijin Standar
TIPE ROMIJIN STANDAR
I II III IV V VI
Lebar 0,50 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Kedalaman maks. aliran
0,33 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50
pada muka air rencana
Debit maks. pada muka
160 300 450 600 750 900
air rencana
Kehilangan tinggi energi 0,08 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11
Elevasi dasar di bawah 0,81 + 1,51 + 1,51 + 1,51 + 1,51 +
muka air v v v v v
1.5.4 Papan duga
Untuk pengukuran debit secara sederhana, ada tiga papan duga yang harus
dipasang, yaitu :
- Papan duga muka air di saluran
- Skala sentimeter yang dipasang pada kerangka bangunan
- Skala liter yang ikut bergerak dengan Romijn.
Skala sentimeter dan liter dipasang pada posisi sedemikian rupa sehingga pada
waktu bagian atas meja berada pada ketinggian yang sama dengan muka air di
saluran (dan oleh sebab itu debit di atas meja nol), titik nol pada skala liter
memberikan bacaan pada skala sentimeter yang sesuai dengan bacaan muka air pada
papan duga di saluran (lihat gambar 2.9).
1.5.5. Karakteristik alat ukur Romijn
- Kalau alat ukur romijn dibuat dengan mercu datar dan peralihan penyempitan
sesuai dengan gambar 2.8C , tabel debitnya sudah ada dengan kesalahan kurang
dari 3%
- Debit yang masuk dapat diukur dan diatur dengan satu bangunan .
- Kehilangan tinggi energy yang diperlukan untuk aliran moduler adalah di bawah
33% dari tinggi energy hulu dengn mercu sebagai acuannya, yang relatif kecil.
- Karena alat ukur Romijn ini bisa ini disebut “berambang lebar”, maka sudah ada
teori hidrolika untuk merencanakan bangunan tersebut
- Alat ukur Romijn dengan pintu bawah bisa dieksploitasi oleh orang yang tak
berwenang , yaitu melewatkan air lebih banyak dari yang di izinkan dengan cara
mengangkat pintu bawah lebih tinggi lagi.

1.5.6. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki alat ukur Romijn


 Bangunan itu bisa mengukur dan mengatur sekaligus
 Dapat membilas endapan sedimen halus
 Kehilangan tinggi energi relative kecil
 Ketelitian baik
 Eksploitasi mudah
1.5.7. Kekurangan-kekurangan yang dimiliki alat ukur Romijn
 Pembuatannya rumit dan mahal
 Bangunan itu membutuhkan muka air yang tinggi di saluran
 Biaya pemeliharaan bangunan itu relative mahal
 Bangunan itu dapat disalahgunakan dengan jalan membuka pintu bawah
 Bangunan itu peka terhadap fluktuasi muka air di saluran pengarah
1.5.8. Penggunaan alat ukur Romijn
Alat ukur Romijn adalah bangunan pengukur dan pengatur serba bias yang
dipakai di Indonesia sebagai bangunan sadap tersier. Untuk ini tipe standar paling
kecil (lebar 0,50 m) adalah yang paling cocok. Tetapi, alat untuk Romijn dapat juga
dipakai sebagai bangunan sadap sekunder.
Eksplotasi bangunan itu sederhana dan kebanyakan nuru pintu telah terbiasa
dengannya.Bangunan ini dilengkapi dengan pintu bawah yang dapat disalahgunakan
jika pengawasan kurang.

1.6. Alat Ukur Cipoletti


Alat ukur ini merupakan penyempurnaan alat ukur ambang tajam yang dikontraksi
sepenuhnya. Memiliki potongan pengontrol trapezium, mercunya, horizontal dan sisi-sisinya
miring kesamping dengan kemiringan | vertikal berbanding 0,25 horizontal atau 4:L.
Alat ukur ini mempunyai kapasitas pengukuran debit sampai dengan 2900
hr/dt.Perencanaan hidrolisnya digunakan rumus:
Q = Cd . Cv . 2⁄3 √2𝑔b. h11,5

= 1,86 b. h11,5
Dimana :
3
Q = debit yang akan diukur (𝑚 ⁄𝑑𝑡)

Cd = Koefisien debit (~_ = 0,630)


Cv = Koefisien kecepatan data (~_ = 1,0)
g = percepatan grafitasi, 𝑚⁄𝑑𝑡 2 (~_ = 4,8)

b = lebar mercu, m
h1 = tinggi energy hulu di atas meja (m)
H1 = tinggi energy hulu (m)

Alat ukur ini diletakan diujung udik saluran atau dihilir bangunan dengan jarak
lazimnya ± 20m.alat ukur ini harus dilengkapi pintu pengatur tinggi muka air (pintui
sorong) yang diletakan dibangunan sadap.
Oleh karena itu pada konstruksi bangunan ukur type ini, kehilangan tinggi energy akan
sangat besar berhubung terdapat 3 (tiga) kali kehilangan yaitu pada alat ukur cipoletti sendiri
(sesuai karakternya), kemudian disalurkan pengantar/saluran penenang dan pintu pengatur
(pintu sorong).
Alat ukur ini tidak cocok digunakan pada daerah yang datar, mengingat aliran pada
alat ukur ini adalah aliran-aliran sempurna, yaitu muka air dihilir alat ukur harus berada
dibawah mercu minimal 5cm.
1.7. Pintu Sorong (Sluice Gatel)
Pintu sorong ini merupakan alat pengukur elevasi muka air pada bangunan bagi. Bagi /
sadap dimana salah satu bukaan aliran debit tidak perlu diukur, karena bukaan aliran debit
lainnya sudah dipasang alat ukur sehingga debitnya bias diukur.
Pintu sorong ini dimensinya sudah distandarisasi sebagaimana pintu ukur Romijn,
yaitu lebar pintu mulai 0,50; 0,75; 1,00; 1,25; dan 1,50m. Pintu sorong ini biasa dipakai
dalam kombinasi pemakaian alat ukur yang dipasang secara terpisah seperti pada
pemasangan alat ukur Cipoletti atau Thomson atau juga pada pintu penerus. Untuk lebar
pintu 1,25m dan 1,50m dipakai 2 stang stir.
Perencanaan hidrolisnya digunakan rumus:
Q = μ b a√2 𝑔 𝑧
Dimana :
3
Q = debit yang akan diukur (𝑚 ⁄𝑑𝑡)

µ = koefisien debit tergantung lubang masuk


b = lebar pintu sorong (m)
a = tinggi bukaan pintu (m)

g = percepatan grafitasi, (𝑚⁄𝑑𝑡 2 )

z = tinggi kehilangan energy

+ M.A.µ
+ M.A.µ
3

Gambar 4. Ilustrasi Pintu Sorong

1.8. Bangunan Terjun (Stordam)


Bangunan terjun merupakan bangunan pelengkap dalam suatu ruas saluran pada
jaringan irigasi, yang berfungsi untuk mengatasi kemiringan dasar saluran yang tracenya
melalui punggung medan, dimana pada kondisi ini kemiringan medan biasanya cukup besar
sehingga kalau dibuat saluran tanah akan terjadi penggerusan pada dasr dan dinding saluran.
Bangunan terjun mempunyai 4 fungsional, yaitu:
1. Bagian pengontrol, berfungsi untuk mencegah penurunan muka air secara berlebihan
diruas hulu saluran.
2. Bagian pembawa ke elevasi yang lebih rendah.
3. Peredam energy, berfungsi untuk meredam energy yang berlebihan dihilir saluran akibat
golakan air yang diterjunkan.
4. Lindungan aliran keluar, berfungsi untuk mencegah kerusakan akibat gerusan dan erosi.
Perencanaan hidrolisnya masing-masing menggunakan rumus sebagai berikut:

a. Bagian pengontrol

Q = Cd 2⁄3 √2⁄3 g B. H1,5

Dimana :
3
Q = debit (m ⁄dt)

B = lebar bagian pengontrol, m


H = kedalaman energy, m
g = percepatan grafitasi, 𝑚⁄𝑑𝑡 2 (~= 9,8)

Cd = 0,93 + 0,10 H/L


L = panjang bagian pengontrol

b. Bagian Pembawa
Untuk tinggi kerjun ≤ 150m dipakai bangunan terjun tegak dan untuk tinggi
terjun > 1,50m dipakai bangunan terjun miring.

c. Peredam Energi Untuk Type Vlughter


hc = (q2/B)1/3
Jika :
0,5< z/hc ≤ 2,0 → t = 2,4 hc + 0,4z . . . (m)
Jika :
2,3< z/hc ≤ 15,0 → t = 3 hc + 0,1z . . . (m)

Anda mungkin juga menyukai