Bidah keahlian, temuan, dan buku-buku yang pernah ditulis Implikasi pemikiran ahli tersebut terhadap pendidikan IPA
Dia selanjutnya mempelajari ilmu fisika dan ketuhanan, sehingga namanya
menjadi popular lantaran kepiawaiannya pada bidang tersebut. Setelah berhasil dalam pelajaran-pelajarannya secara baik, ia mempelajari ilmu pengetahuan alam dan metafisika. ia membaca buku metafisika yang di tulis oleh Aristoteles yaitu Metaphysics of Aristotle. Namun, ia mengalami kesulitan untuk memahaminya meskipun telah membacanya sebanyak 40 kali dan sudah menghafalnya. Akhirnya buku itu dapat difahaminya ketika membaca buku karangan Al-Farabi, yang merupakan ulasan atas buku Aristoteles (Irawan, 2015). Ibnu Sina kembali mengkaji logika dan seluruh cabang filsafat, sehingga menguasai seluruhnya. Uniknya juga jika mengalami kesulitan dalam menjawab sebuah masalah atau pertanyaan, maka dia berwudhu dan pergi ke masjid untuk shalat dan berdoa kepada Allah agar diberi kemudahan dalam menjawabnya. Dan pada larut malam dia melanjutkan belajarnya, bila rasa kantuknya datang atau badannya terasa letih, dia minum secangkir hingga timbul kembali kesegarannya. Tetapi jika kantuk tidak tertahankan, Ibnu Sina tertidur dan bermimpi tentang penyelesaian masalah-masalah yang dialami (Effendi, 1997). Ibnu Sina mulai mempelajari ilmu kedokteran pada usia 16 tahun. Tidak hanya belajar teori, ia juga memperaktikanya, lalu Ibnu Sina pergi ke desa-desa untuk mengobati orang miskin dan tidak mampu serta menjadi guru bagi anak- anak mereka. Dari pengalaman itulah ia banyak menemukan metode dan obat- obatan baru. Ia memperoleh status penuh sebagai dokter yang berkualitas di usia 18 tahun (Irawan, 2015). Ketenaraan Ibnu Sina sebagai dokter muda segera menyebar dengan cepat. Terlebih, ia merawat banyak pasien tanpa membayar sedikit pun. Mendengar ketenarannya, pada tahun 997 M, penguasa Samaniyah yang bernama Nuh II memanggil Ibnu Sina untuk mengobati penyakitnya. Kemudian, Ibnu Sina berhasil menyembuhkannya. Sebagai hadiah, Ibnu Sina diberi akses untuk membaca buku-buku di perpustakaan Dinasti Samaniyah. Ketika itu, selain belajar otodidak Ibnu Sina pun menulis, dan ia juga membantu ayahnya sebagai pengelola keuangan (Irawan, 2015).