Anda di halaman 1dari 3

A.

Riwayat Hidup Ibnu Sina


Ibnu Sina nama lengkapnya Abu Ali Husain bin Abdullah bin Hasan bin Ali bin Sina. Di
barat populer dengan sebutan Avicenna akibat dari terjadinya metamorfosis Yahudi-Spanyol-
Latin. Dengan lidah Spanyol kata Ibnu diucapkan Aben atau Even. Terjadinya perubahan ini
berawal dari usaha penerjemahan naskah-naskah Arab ke dalam bahasa Latin pada
pertengahan abad kedua belas di Spanyol. Adapula yang berpandangan bahwa nama tersebut
diambil dari kata al-shin yang dalam bahasa Arab berarti Cina. Selain itu adapula
berpendapat yang mengatakan dihubungkan dengan tempat kelahirannya yaitu Afshana. 1
Ibnu Sina dilahirkan di Afshana Kabupaten Balkh wilayah Afganistan Propinsi dekat
Bukhara pada tahun 370H/980M dan meninggal pada tahun 1037 M dalam usia 58 Tahun.
Jasadnya dikebumikan di Hamdzan. Ibunya bernama Astarah dan ayahnya bernama
Abdullah. Ibnu Sina lahir ditengah masa yang sedang kacau, dimana kekuasaan Abbasiyah
mulai mundur dan negeri-negeri yang mula-mula berada dibawah kekuasaannya kini mulai
melepaskan diri untuk berdiri sendiri.2
Bukunya yang terkenal antara lain “Al-Syifa” berupa ensiklopedia tentang fisika,
matematika dan logika serta “Al-Qanun Al-Tibb” yang merupakan ensiklopedia kedokteran.3
Pada usia 10 tahun ia telah menyelesaikan pelajaran al-Qur’an, sastra dan bahasa Arab.
Kemudian ia belajar ilmu fiqh pada seorang guru bernama Ismail yang terkenal sebagai
orang yang hidup zuhud. Di samping itu, ia belajar metematika dan ilmu ukur pada ‘Ali Abu
‘Abdullah an- Natili. Setelah itu ia belajar sendiri dengan membaca berbagai buku, termasuk
buku Syarh sehingga menguasi ilmu semantik. Tidak ketinggalan pula ia mempelajari buku
Ocledus mengenai ilmu ukur dan buku-buku tentang ilmu kedokteran. Dalam usia 18 tahun
ia telah selesai mempelajari semua ilmu tersebut.4
Ibnu Sina tidak pernah bosan atau gelisah dalam membaca buku-buku filsafat, dan setiap
kali menghadapi kesulitan, ia memohon kepada Tuhan untuk diberi petunjuk, dan ternyata
permohonannya itu tak pernah dikecewakan. Sering beliau menemukan pemecahan terhadap
kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. Ketika ia berusaha memahami alam fikiran metafisika
Aristoteles, ia mengalami kesulitan walaupun sudah dibaca berulang-ulang, konon

4
dikabarkan sampai 40 kali. Ia akhirnya terbantu oleh sebuah risalah pendek karangan Al-
Farabi, yang didapatnya secara kebetulan di tokoh loak saat belajar di pinggir pasar. dengan
demikian, Ibnu Sina sendiri mengakui bahwa Al-Farabi sebagai guru keduanya (Al-
Mu’allimu altsani).5
Pada usia 22 tahun, ayahnya meninggal dunia, kemudian Ibnu Sina meninggalkan negeri
Buhkara untuk menuju ke Jurjan dan dari sini Ibnu Sina pergi ke Chawarazam. Di Jurjan
Ibnu Sina mengajar dan menulis, tetapi kekacauan politik, Ibnu Sina tidak lama tinggal di
sana. Kemudian hidupnya berpindahpindah dari satu tempat ke tempat lain hingga sampai di
Hamadan. Di tempat ini Ibnu Sina pernah diangkat jadi menteri meskipun Ibnu Sina pernah
dipenjarakan beberapa bulan. Selanjutnya, ia berpindah lagi ke Isfahan, di bawah penguasa
Ala Addaulah, Ibnu Sina disambut baik olehnya. Namun pada akhirnya Ibnu Sina kembali ke
Hamadan, ketika Ala Addaulah merebut negeri Hamadan. Pada usia 58 tahun di tempat Ibnu
Sina meninggal dunia.6

B. Pemikiran Ibnu Sina Tentang Pendidikan


Menurut Ibnu Sina ilmu itu terbagi menjadi dua, yaitu ilmu yang kekal (hikmah) dan
ilmu yang tidak kekal. Ilmu yang kekal dipandang dari peranannya sebagai alat disebut
dengan logika. Berdasarkan tujuan, ilmu itu menurutnya dibagi menjadi ilmu praktis dan
ilmu teoritis. IImu teotitis seperti ilmu alam, matematika, ilmu ketuhanan dan sejenisnya,
Sedangkan ilmu praktis seperti ilmu akhlak, ilmu pengurusan rumah, ilmu pengurusan kota,
ilmu syari'ah dan sebagainya.7
Pemikiran pendidikan Ibnu Sina menurut Hasan Lagulung (1986) antara lain berkaitan
dengan cara mengatur dan membimbing manusia dalam berbagai tahap dan sistem. Diawali
dari pendidikan individu, yaitu bagaimana seseorang mengendalikan diri (akhlak),
dilanjutkan dengan bimbingan terhadap keluarga dan seterusnya meluas kepada masyarakat,
sehingga akhirya kepada seluruh umat manusia. Karena itu, menurut Ibnu Sina pendidikan
yang diberikan Nabi Muhammad SAW adalah pendidikan kemanusiaan. Ia berpendapat
bahwa tujuan pendidikan adalah mencapai kebahagiaan (sa’adah) secara bertingkat sesuai
dengan tingkat pendidikan yang dikemukakan sebelumnya, yaitu: kebahagiaan pribadi,

7
kebahagiaan rumah tangga, kebahagiaan masyarakat dan kebahagiaan manusia secara
menyeluruh pada akhirnya kebahagiaan manusia di akhirat kelak. Jika setiap individu
anggota keluarga memiliki akhlak mulia maka akan tercipta kebahagiaan rumah tangga,
selanjutnya jika setiap rumah tangga memiliki akhlak mulia, maka akan tercipta kebahagiaan
masyarakat dan selanjutnya kebahagiaan manusia seluruhnya.8
Ibnu Sina mengatakan bahwa akal itu wajib dikembangkan dan itulah sebenarnya tujuan
akhir dari pendidikan. Akal merupakan salah satu instrument pokok dalam mengurai
kekusutan fenomena yang belum ditemukan benang merahnya. Akal diperlukan dalam
rangka membuka tabir pengetahuan. Tujuan pendidikan menurut Ibn Sina harus diarahkan
pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup di masyarakat secara bersama-sama
dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan,
kecenderungan dan potensi yang dimilikinya. Selanjutnya Ibnu Sina dalam Nata mengatakan
bahwa tujuan pendidikan itu harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang
dimiliki seseorang ke arah perkembangan yang sempurna, yaitu perkembangan fisik,
intelektual dan budi pekerti dalam rangka menciptakan insan kamil.9

Anda mungkin juga menyukai