Anda di halaman 1dari 7

OPTIMALISASI ANGGARAN APBD DENGAN MENINGKATKAN LOAD FAKTOR

BRT TRANS JATENG


(KORIDOR SEMARANG – GROBOGAN)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Angkutan umum merupakan suatu kegiatan memindahkan orang atau barang
dari satu tempat menuju tepat yang lain menggunakan sarana angkutan umum
dengan membayarkan sejumlah biaya tertentu. UU no 22 tahun 2009 tentang LLAJ
mengamanatan bahwa Pemerintah Daerah berkewajiban menyediakan angkutan
umum yang aman selamat nyaman dan terjangkau. Hal tersebut sudah dilaksanakan
oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui program BRT Trans Jateng yang
memudahkan mobiltas masyarakat pengguna angkutan umum untuk mengakses
kawasan bangkitan dan tarikan di perkotaan, yang merupakan program unggulan
Gubernur Jawa Tengah no 7 yaitu Pengembangan transportasi massal, revitaliasi
jalur kereta dan bandara serta pembangunan embung/irigasi. Hal ini selaras dengan
misi Gubernur JAWA Tengah yaitu Memperkuat kapasitas ekonomi rakyat dan
membuka lapangan kerja baru untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran.
BRT Trans Jateng sebagai transportasi publik atau transportasi massal adalah
layanan angkutan penumpang dengan sistem perjalanan kelompok yang tersedia
untuk digunakan oleh masyarakat umum, dikelola sesuai jadwal, dioperasikan pada
rute yang ditetapkan, dan dikenakan biaya terjangkau untuk setiap perjalanan.
Sampai dengan tahun 2022 BRT Trans Jateng sudah melayani 6 koridor
operasional di 8 wilayah pengembangan aglomerasi di JAWA tengah, antara lain 3
koridor pada wilayah kedungsepur yaitu koridor Semarang (staisun Tawang) – Kab.
Semarang (Terminal Bawen), Koridor Semarng – Kendal, Koridor Semarang –
Grobogan, 1 koridor Purbalingga – Banjarnegara di wilayah Aglomerasi
Barlingmascakeb, 1 koridor di Kutoarjo – Kab. Magelang (Borobudur) di wilayah
Aglomerasi Purwomanggung dan 1 Koridor Solo – Sragen (Via Sumberlawang) di
wilayah Aglomerasi Subosukowonosraten. Sesuai dengan RPJMD Provinsi Jawa
Tengah dan Renstra Dinas Perhubungan Provinsi Jawa tengah tahun 2018-2023
target pengoperasian dan pengembangan koridor brt trans jateng sampai akhir thun
2023 akan megoperasikan 7 koridor dengan adanya pembukaan koridor baru di
wilayah Subosukowonosraten koridor solo-wonogiri. Anggaran yang digunakan
untuk mengelola brt trans jateng bersumber dari anggaran APBD provinsi jawa
tengah, dimana pada tahun 2022 ini untuk pengelolaan 6 koridor BRT Trans Jateng
membutuhkan anggaran senilai 93.925.000.000 atau menyerap 56,9% dari
keseluruhan anggaran dinas perhubungan sebesar 164.823.410.000.
Konsep pengelolaan brt trans jateng yaitu menerapkan pola buy the service
yang artinya pemerintah provinsi jawa tengah membeli atas biaya operasi kendaraan
(BOK) kepada operaor sebesar rupiah /km dari perhitungan BOK yang dikeluarkan.
Hasil evaluasi terhadap seat Load Faktor 6 Koridor BRT Trans Jateng rata-rata
adalah sebagai berikut : 1. Koridor Semarang (tawang)- Kab Semarang (Bawen)
87%, 2. Koridor Purwokerto – Purbalingga 74%, 3. Koridor Semarang – Kendal 71%,
4. Koridor Purworejo – Magelang 77%, 5. Koridor Surakarta – Sragen (via
Sumberlawang) 68% dan 6. Koridor Semarang – Grobogan 48%.
Dari hasil evaluasi enam koridor tersebut maka dalam makalah ini dipilih satu
koridor Semarang – Grobogan yang akan dibahas sebagai studi kasus seat load
factor BRT Trans Jateng yang paling rendah yaitu sebesar 48% dengan alokasi
anggaran APBD Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp. 9.106.020.000, anggaran
tersebut digunakan untuk membayar ke operator sebesar Rp. 7.600 / kursi sebanyak
40 kursi 14 bus dengan perjalanan 6 rit per hari. Biaya tersebut tetap dibayarkan
semuanya ke operator meskipun ada atau tidak ada penumpang. Operator BRT
Trans Jateng Koridor Semarang – Grobogan adalah konsorsium angkutan eksisting
yang telah di scrapping perijinannya (ijin trayek dan Kartu Pengawasannya) untuk
beralih mengoperasikan BRT Trans Jateng, pola scrapping yang diterapkan yaitu
menggantikan unit angkutan eksisting dengan bus BRT dengan perbandingan
3minibus mnjadi 1 brt, angkutan yang telah discrapping tidak diijinkan beroperasi di
rute tersebut karena telah digantikan BRT Trans Jateng, apabila masih beroperasi
angkutan tersebut masuk menjadi angkutan illegal. Rute koridor Semarang –
Grobogan diawali dari Terminal Penggaron sampai dengan terminal godong dengan
jarak tempuh 35Km/rit melalui daerah tarikan dan bangkitan berupa kawasan
pemukiman, industri, sekolah dan kawasan ekonomi lainyya dilayani 14 bus
kapasitas 40 penumpang dengan 52 rambu bus stop/MMT 16 halte portable dan 0
halte permanen.
B. Rumusan masalah
BRT Trans Jateng merupakan program penyediaan angkutan umum yang aman
selamat nyaman dan terjangkau oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, sayangnya
seat load faktor atau jumlah penumpang yang menggunakan BRT Trans Jateng
koridor Semarang – Grobogan masih sangat kecil sementara Pemerintah Provinsi
Jawa Tngah telah memberikan anggaran APBD yang besar termasuk penyediaan
fasilitas pendukung berupa tempat pemberhentian bus. Berdasarkan uraian tersebut
pertanyaan pertama adalah Apakah lokasi penempatan dan ketersediaan fungsi
fasilitas tempat pemberhentian bus di koridor semarng – grobogan suda sesua
dengan kebutuhan masyrakat pengguna layanan?
Prinsip pengoperasian brt tidak menggusur tetapi menggeser dengan melibatkan
operator eksisting, pola scrapping yang diterapkan bertujuan untuk menggantikan
operasional angkutan lama digantikan armada brt trans jateng, kondisi dilapangan
angkutan yang telah di scrapping tetap beroperasi menaikkan penumpang di ruas
semarang – grobogan. Berdasarkan uraian tersebut pertanyaan kedua adalah
Bagaimana pengaruh angkutan umum eksisiting yang telah di scrapping
(dicabut perijinannya) terhadap seat load faktor BRT Trans Jateng koridor
Semarang – Grobogan?

C. Maksud dan tujuan :


Maksud penyusunan makalah ini adalah unuk memberikan alternatif solusi strategi
pemecahan masalah terhadap seat load faktor koridor semarang – grobogan rendah
sehingga alokai anggaran yang di berikan mnjadi tidak optimal.
Sedangkan tujuan dari penulisan makalh ini adalah :
1. Mengidentifikasi aspek yang mempengaruhi lokasi penempatan dan fungsi
fasilitas tempat pemberhentian bus trans jateng koridor semarang – grobogan
tidak sesuai kebutuhan masyarakat pengguna layanan trans jateng.
2. Menggambarkan pengaruh angkutan umum yang sudah di scrapping atau
dicabut ijinnya terhadap load faktor trans jateng koridor semarang –
grobogan.
BAB II
ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH
A. Analisa Permasalahan
Dengan alokasi anggaran APBD Provinsi Jawa Tengah yang diberikan untuk
operasional brt trans jateng koridor semarang – gubug sangat besar namun seat loa
faktor koridor tersebut sangat rendah maka perlu dilakukan analisa permasalahan
sebagai berikut :
Masalah pokok
Anggaran yang dialokasikan tidak optimal, hal ini terlihat dari besarnya anggaran
yang dibutuhkan untuk operasional trans jateng koridor semarang – grobogan yaitu
sebesar Rp. 9,5 milyar, namun seat load faktor koridor tersebut sangat rendah yaitu
50%, sementara pemerintah provinsi jawa tengah dengan skema buy the service
membayar layanan kepada operator sejumlah 100% load faktor dengan rincian
membayar Rp. 7.650 per kursi sebanyak 40 kursi sejumlah 14 bus dengan 6 rit,
ketika load faktor penumpang hanya 48% maka terdapat 22 kursi kosong/ bus
sejumlah 14 bus dan 6 rit perhari yang dibayar pemerintah provinsi jawa tengah,
dengan demikian anggaran yang dialokasikan belum optimal.
Masalah
Dari masalah pokok tersebut dapat diidentifikasi bahwa alokasi anggaran tidak
optimal disebabkan rendahnya load faktor trans jateng koridor semarang – grobogan
yaitu hanya 48% saja paling rendah apabila dibandingkan dengan 6 koridor brt trans
jateng yang ada. Sehingga diperlukan upaya untuk mengidentifikasi akar
permsalahan yang menyebabkan rendahnya load faktor trans jateng koridor
semarang – grobogan, sehingga anggaran yang dialokasikan optimal dan
bermanfaat bagi penggna layanan terutama dalam pengurangan biaya perjalanan
bagi masyarakat dan dapat meningkatkan perekonomian sekitar.
Akar Masalah
Terdapat dua akar masalah yan menybabkan load faktor brt trans jateng koridor
semarang – grobogan rendah yaitu :
1. Lokasi penempatan dan fungsi fasiltas pemberhentian bus belum optmal.
Pada koridor semarang – gubug terdapat 16 halte portable tanpa atap yang
terletak di terminal penggaron, rumah sakit, pasar, dan terminal godong, 52
rambu bus stop/MMT di sepanjang rute dari terminal penggaron sampai
terminal godong serta belum ada halte yang sifatnya permanen. Adapun akar
masalah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Karakteristik budaya orang Indonesia adalah malas berjalan kaki jauh,
keinginannya adalah naik atau mendapatkan angkutan umum dari
manapun dan turun di tempat sesuai keinginannya, Di sisi lain sesuai
SOP pengoperasian brt trans jateng nomor 067/83/2022 tanggal 2 januari
2018 bahwasanya pemberangkatan bus dan terkait penjualan tiket atau
naik turun penumpang dilaksanakan di halte bus brt trans jateng. Oleh
karena itu masyarakat belum tertarik dengan layanan BRT trans jateng
koridor semarang – grobogan karena masyarakat harus berjalan jauh
menuju halte karena lokasi halte terletak jauh dari lokasi tarikan atau
bangkitan.
b. Dari 66 tempat pemberhentian bus yang ada sebagian besar masih
berupa rambu bus stop (belum shelter), oleh karena itu kenyamanan dan
kemanan masyarakat pengguna ketika menunggu bus menjadi tidak
optimal, mengingat tidak tersedia fasilitas utama halte seperti tempat
duduk penumpang dan atap untuk berteduh saat kondisi panas atau
hujan. Beda halnya dengan shelter permanen yang sudah tersedia tempat
duduk yang nyaman dan penutup halte sehingga kenyamanan pengguna
lebih terjamin.
2. Masih terdapat angkutan umum yang telah digantikan brt trans jateng
(scrapping) masih beroperasi.
Sesuai dengan konsep pengoperasian brt trans jateng adalah bukan
menggusur angkutan eksisiting melainkan menggeser pelayanan angkutan
eksisiting ke brt trans jateng dengan pelayanan yang handal, aman, nyaman,
teratur dan terjangkau sehingga operator brt trans jateng adalah konsorsium
dari pengusaha angkutan yang lama. Armada Angkutan yang lama atau
eksisting di hapus perijinannya di scrapping dengan perbandingan 3 bus
sedang diganti 1 bus brt. Adapun jumlah armada yang di scrapping sejumlah
42 bus menjadi 14 bus baru berupa brt trans jateng. Faktanya kendaraan
yang telah discrapping tersebut masih beroperasi secara ilegal dan
mengambil penumpang terutama di jam jam sibuk pagi maupun sore di ruas
atau koridor semarang – gubug. Sehingga sesuai karakteristik masyarakat
yang ingin naik atau turun dari angkutan dimana saja, angkutan ilegal
tersebut masih banyak diminati.
Dari uraian masalah tersebut diatas untuk mempermudah analisa permasalahan
dapat disajikan dengan metode pohon masalah sebagai berikut :
Anggaran yang dialokasikan belum optimal
Load faktor rendah
Lokasi penempatan dan fungsi tempat pemberhentian bus belum optimal
Masih terdapat angkutan yang di scrapping beroperasi

B. Penyelesaian masalah
Berdasarkan analisa permasalahan dengan menggunakan pohon masalah tersebut
diatas dapat diketahui akar masalah yang menjadi penyebab anggaran yang
dialokasikan belum optimal. Adapun alternatif solusi pemecahan masalah untuk
mengatasi akar masalah sebagai berikut :
1. Akar masalah lokasi penempatan dan fungsi fasilitas pemberhentian bus
belum optimal dapat diselesaikan dengan menata dan menambah tempat
pemberhentian bus sesuai kebutuhan masyarakat pengguna layanan BRT
Trans jateng koridor semarang – gubug dengan :
a. Survey naik turun penumpang untuk Identifikasi ulang lokasi penempatan
tempat pemberhentian bus yang ada
b. Inventarisasi lokasi dengan tarikan atau bangkitan penumpang yang
tinggi, serta kantong – kantong penumpang yang memiliki demand besar
seperti perumahan, sekolahan, industri, tempat wisata maupun
persimpangan jalan.
c. Menata kembali letak pemberhentian bus sesuai dengan kebutuhan
masyarakat pengguna layanan sesuai hasil survey untuk memindahkan
dari lokasi yang demand nya kecil dipindah ke tempat yang ideal.
d. Peningkatan fasilitas pemberhentian bus dari yang masih berupa rambu
bus stop menjadi shelter yang permanen untuk menambah kenyamanan
pengguna layanan pada tempat yang sesuai dengan kebutuhan (demand
tinggi).
e. Melengkapi tempat pemberhentian bus yang sudah berupa shelter dengan
kursi tunggu dan penutup hujan atau panas.
f. Melakukan evaluasi secara berkala terhadap efektivitas lokasi
pemberhentian bus, dengan selalu memperhatikan perubahan fungsi
pemanfaatan lahan di sepanjang koridor tersebut
2. Akar masalah terkait masih terdapat angkutan yang discrapping namun masih
beroperasi, dapat diselesaikan dengan melaksanakan penegakan hukum
melalui pengawasan dan penertiban angkutan umum. Dimana dinas
perhubungan provinsi jawa tengah sesuai kewenangannya dapat
melaksanakan penegakan hukum bidang lalu lintas dan angkutan jalan
(LLAJ) di jalan dengan berkordinasi pihak kepolisian sesuai UU no 22 Tahun
2019. Upaya dilaksanakan dengan :
a. Mengidentifikasi jumlah (no kendaraan, jenis ) angkutan umum yang
sudah discrapping namun masih melayani penumpang sepanjang ruas
koridor Semarang – grobogan.
b. Melaksanakan penertiban terhadap angkutan umum yang sudah
disrapping (ILEGAL) namun masih beroperasi melalui operasi gabungan
bersama – sama dengan stakeholders terkait (kpolisian, dishub kab kota)
c. Melakukan pengawasan angkutan umum ilegal di sepanjang koridor
semarang – grobogan secara berkala, serta menghimbau masyarakat
agar memilih angkutan umum yang resmi agar terjamin kemanan,
kenyamanan dalam menggunakan angkutan.
Untuk menggambarkan alternatif solusi pemecahan masalah dapat
digambarkan dalam pohon penyelesaian permasalahan sebagai berikut :
Anggaran yang dialokasikan optimal
Load faktor tinggi
Menata dan menambah fasilitas pemberhentian bus
Melakukan pengawasan dan penertiban angkutan umum yang di scrapping
(ilegal)
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Lokasi penempatan dan fungsi fasilitas tempat pemberhentian bus yang
belum sesuai kebtuhan masyarakat pengguna layanan brt trans jateng
koridor semarang – grobogan berpengaruh terhadap load faktor dilihat dari
aspek ketepatan lokasi dan kenyamanan penumpang, sehingga perlu
menata dan menambah jumlah fasilitas tempat pemberhentian bus yang
ada saat ini.
2. Angkutan umum yang sudah di scrapping namun tetap berperasi
berpengaruh besar terhadap load faktor brt trans jateng koridor semarang
– gubug, sehingga diperlukan pengawasan dan penertiban angkutan ilegal
secara berkala.
Saran
1. Melakukan kerjasama dengan pihak lain (swasta/pemerintah) untuk
penyediaan fasilitas pemberhentian bus, termasuk pelibatan csr
perusahaan untuk penyediaan halte mengingat sepanjang ruas koridor
semarang – gubug merupakan kawasan peruntukan industri yang dilayani
brt.
2. Dalam penertiban angkutan umum perlu melakukan sosialisasi serta
pembinaan terhadap perusahaan angkutan umum yang melayani rute
semarang – grobogan.

Anda mungkin juga menyukai