Anda di halaman 1dari 10

FENOMENA “RESOURCE BOOM” DAN DAMPAKNYA

TERHADAP ASPEK POLITIK, EKONOMI, DAN SOSIAL DI


AUSTRALIA

Alvita Ramadhina

Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas


Indonesia, Depok, 16424, Indonesia

Email : alvita.ramadhina@ui.ac.id

Dosen pengampu : Dr. Nur Iman Subono, M.Hum

Drs. Andrinof Achir Chaniago, M.Si

PENDAHULUAN
Australia terletak di bagian selatan bumi dan bersebelahan dengan Benua
Asia seperti Indonesia dan negara di Pasifik Selatan seperti Kepulauan
Solomon dan Kepulauan Cook. Australia terbentang di benua seluas
76.000.000 km². Saat ini, benua tersebut dihuni oleh sekitar 26 juta jiwa dengan
berbagai ras yang didominasi oleh ras pendatang dari Inggris. Benua yang
awalnya hanya dihuni suku Aborigin ini memiliki iklim tropis dan daerah
tandus terutama di bagian Australia Barat. Meskipun ditutupi gurun seluas
1.371.000 km2, Australia memiliki sumber daya tambang yang besar.
Pengelolaan sumber daya tambang juga berkembang secara bertahap.
Industrialisasi menjadi salah satu pendorong peningkatan pengelolaan sumber
daya tambang. Saat ini, sumber daya energi dan mineral Australia bertumpu
pada LNG (Liquified Natural Gas), batubara dengan total produksi 550 juta
ton, dan bijih besi. Australia menjadi salah satu dari tiga produsen batu bara
dan gas terbesar di dunia. Nilai ekspor batu bara mencapai US$ 43,9 miliar dan
mendominasi ekspor dunia hingga 35,7%.
Letak geografis Australia yang berdekatan dengan Benua Asia
mendorong Australia untuk bekerjasama dengan China, Jepang, Indonesia dan
negara Asia lainnya. Industrialisasi di Asia tentunya membutuhkan sumber
daya yang banyak, sehingga diperlukan sumber daya tambahan dari pihak
eksternal. Hal tersebut yang disediakan oleh Australia sebagai negara eksportir.
Meningkatnya kebutuhan sektor tambang dan energi menyebabkan terjadinya
resource boom bagi Australia yang memiliki sumber daya melimpah. Hal ini
membawa keuntungan besar bagi Australia diikuti dengan investasi modal
pada sektor tambang dan energi. Resource boom mengundang respons
pemerintah yang berupa perubahan kebijakan. Pergeseran jumlah tenaga kerja
juga dapat terdampak. Fenomena resource boom dapat memberikan dampak
yang beragam dari segi aspek politik, ekonomi, dan sosial.

Fenomena resource boom ini meningkatkan aktivitas ekonomi dan


mengundang investor asing untuk turut berpartisipasi. Namun, resource boom
tidak hanya diikuti oleh dampak positif, namun juga dampak negatif yaitu
resource curse. Salah satu teori yang mendukung resource curse adalah dutch
disease. Teori ini menjelaskan bahwa negara yang mengalami resource boom
akan berfokus pada sektor tambang dan energi sehingga tidak mengembangkan
sektor non-tambang seperti manufaktur atau agrikultur. Akibatnya, setelah
resource boom selesai, aktivitas ekonomi akan menjadi stagnan atau dapat
menurun.

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pendahuluan yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya,
dapat disusun rumusan masalah pada makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana dampak resource boom terhadap dinamika politik, sosial,
dan ekonomi Australia?
2. Apa faktor yang mendorong terjadinya resource boom di Australia?

METODOLOGI DAN TEORI


Makalah ini akan menggunakan metodologi kualitatif deskriptif yaitu
dengan bedah literatur dan kajian sejarah. Metode kualitatif akan ditelaah
bergantung pada pandangan dan pengalaman penulis secara holistik. Dengan
data sekunder yang diperoleh dan metode kualitatif yang digunakan diharapkan
mampu menjelaskan data yang diperoleh, terutama pada dampak politik,
ekonomi, dan sosial dari resource boom terhadap Australia. Objektivitas dari
metode kualitatif dipengaruhi dari subjektivitas individu. Data kualitatif berisi
narasi, deskripsi, dan penggambaran dari individu berdasarkan pandangan ilmu
sosial.

SEJARAH AWAL EKONOMI AUSTRALIA


Sebelum bertumpu pada sektor tambang, Australia awalnya berfokus pada
sektor pertanian dan peternakan. Australia dahulu difungsikan sebagai penjara
oleh kolonial Inggris karena dari segi geografis, Australia merupakan benua
terisolir di bagian selatan bumi. Pada 1788, saat armada pertama datang dari
Inggris, tugas pokok Australia adalah menyuplai hasil tani ke negara Inggris
untuk mendukung industrialisasi Inggris. Pengadaan ladang dan kebun di
Australia menghadapi tantangan karena baik tahanan maupun penjaga tidak
paham cara bercocok tanam, tanah yang kering, dan iklim yang sangat berbeda
dengan Inggris. Maka dari itu, lahan yang ada digunakan untuk beternak.
Penggembalaan domba membentang dengan baik di luar pedalaman
pemukiman ke tempat yang kemudian menjadi Victoria, Queensland, dan
Australia Selatan. Pada tahun 1831, Australia mampu mengekspor 8% dari
impor wol Inggris.
Ekonomi Australia berubah arah setelah penemuan emas pada tahun 1851,
yang memicu demam emas di beberapa wilayah negara itu. Menanggapi
temuan itu, sejumlah besar orang berhenti dari pekerjaan mereka dan pindah
ke ladang emas. Selain berbagai sumber non-Inggris, demam emas membawa
migrasi orang yang signifikan dari luar negeri. Dengan peningkatan populasi
dari 76.000 pada tahun 1851 menjadi 540.000 pada tahun 1861, Victoria adalah
wilayah pertambangan emas utama Australia pada tahun 1850-an. Dari
430.000 pada tahun 1851 menjadi 1,7 juta pada tahun 1871, populasi Australia
secara keseluruhan meningkat lebih dari tiga kali lipat. Sektor tambang mulai
mendapat perhatian dan bersama sektor peternakan dan agraris dengan fokus
utama wol, membangun perekonomian Australia.

Awal Abad ke-19, ekonomi Australia masih bertumpu pada sektor agraris
dan sektor tambang. Sektor industri manufaktur masih terbilang sedikit. Tahun
1901 adalah tahun dibentuknya persemakmuran Australia yang memiliki enam
negara bagian. Pembentukan negara membutuhkan perhatian untuk
perancangan politik dan administratif negara dalam konteks ekonomi, politik,
dan sosial. Kebijakan ekonomi yang ada berfokus pada perlindungan
perdagangan, migrasi yang didorong oleh peningkatan penduduk, dan regulasi
upah. Belum ada kebijakan untuk intervensi ke industri secara langsung
sehingga industri manufaktur belum menjadi fokus utama. Pada 1920, para
pelaku sektor agraris mengalami kerugian dan pemerintah tidak dapat
memberikan kompensasi yang sesuai karena pemerintah sedang menggiatkan
investasi di bidang infrastruktur transportasi. Hal ini berujung pada resesi dan
memburuk menjadi depresi. Tahun 1931 menjadi puncak resesi terbesar
Australia. Hal ini diperburuk dengan adanya perang dunia dimana Australia
mengutamakan kepentingan perang. Namun pada masa ini, industri
manufaktur berkembang dan sempat mengurangi jumlah pengangguran secara
signifikan.

Pada pertengahan 1970-an, mengandalkan agrikultur saja sudah tidak


cukup. Perekonomian tetap sangat bergantung pada pendapatan eksternal dari
ekspor komoditas dan tunduk pada kontraksi jangka panjang dalam hal
perdagangan karena surplus pertanian dunia meningkat. Selain itu,
perlindungan kepabeanan dengan perluasan produksi di Asia belum berhasil
menjaga pangsa pasar manufaktur lokal tetap tinggi. Meskipun begitu, di awal
tahun 1970-an telah terjadi resource boom yang mendorong peningkatan
pertambangan batu bara dan bijih besi serta eksplorasi minyak dan bauksit.
Investasi pertambangan naik dari sekitar 0,5 persen dari GDP pada tahun 1960
menjadi puncaknya hampir 3% pada awal 1970-an. Resource boom ini terjadi
akibat ekonomi global dan domestik semakin melebar. Tingginya permintaan
dari Jepang juga menjadi salah satu faktor pendukung resource boom.

RESOURCE BOOM
Resource boom atau ledakan sumber daya diartikan sebagai peningkatan
permintaan terhadap bahan baku dalam tingkat ekspor-impor dimana negara
eksportir akan mendapatkan keuntungan besar dari fenomena ini. Resource
boom dapat memberikan pendapatan besar dan investasi yang tinggi untuk
negara eksportir sumber daya tersebut. Hal ini menyebabkan lonjakan aktivitas
ekonomi yang menyuntikkan uang ke dalam perekonomian dan segera
mengubah pasar tenaga kerja lokal.
Di balik dampak positif yang diberikan, resource boom ini juga diikuti oleh
resource curse yang merupakan dampak negatif dari kehadiran resource boom.
Diantranya, sepinya ekonomi lokal setelah habisnya resource boom karena
harga akan berubah drastis. Selain itu, lapangan kerja akan berpusat pada sektor
pertambangan dan energi sehingga sektor non-tambang lainnya akan
terdampak. Pada beberapa kasus, dapat terjadi peningkatan kriminalitas dan
perubahan tingkat kelahiran.
Australia sudah mengalami lima kali resource boom. Pertama kali terjadi
pada demam emas atau gold rush di tahun 1850-an. Fenomena gold rush
didorong oleh faktor perkembangan ekonomi lokal, dimana tahun-tahun
sebelumnya, pada 1840-an, terjadi resesi sehingga banyak buruh yang tidak
memiliki pekerjaan menjadi ikut serta dalam fenomena gold rush ini. Resource
boom periode ini berbeda dengan periode selanjutnya karena tidak diikuti
dengan investasi besar-besaran pada sektor pertambangan. Hal ini dapat
diwajarkan mengingat belum ada modal besar yang tersedia.
Resource boom kedua terjadi pada akhir abad 18 menuju abad 19. Resource
boom ini dapat terjadi akibat penemuan tambang baru di seluruh penjuru benua
Australia, terutama di Australia Barat, New South Wales, dan Queensland.
Penyebaran penduduk ke daerah baru mendorong penemuan bahan tambang
dan galian baru. Sama seperti resource boom sebelumnya, terjadi keruntuhan
finansial pada tahun 1880 akibat gelembung properti yang menimbulkan
tingkat pengangguran tinggi.
Pada tahun 1960-an menuju awal tahun 1970-an kembali terjadi resource
boom. Berbeda dengan dua resource boom awal, kali ini investasi pada sektor
tambang meningkat akibat perkembangan pasar modal dan teknologi.
Fenomena ini diikuti dengan meningkatnya lapangan pekerjaan dan kenaikan
upah. Fenomena ini juga membawa tingkat inflasi yang tinggi sehingga
dilakukan pemotongan tarif pada 1973. Di akhir tahun 1970-an juga terjadi
resource boom yang cukup besar pada sektor energi yaitu, gas, minyak, dan
batu bara. Naiknya jumlah sumber daya energi membuat Australia menarik
bagi industri yang membutuhkan energi banyak seperti smelting alumunium.
Resource boom pada periode ini disertai dengan naiknya permintaan upah dan
inflasi. Sayangnya, kebijakan moneter dan fiskal tidak mampu menjaga
stabilitas ekonomi pada saat itu. Tahun 1982-1983, Australia memasuki resesi
yang parah.
Tingginya permintaan China dan negara Asia lain menyebabkan Australia
kembali mengalami resource boom terbaru pada 2003-2007. Harga komoditas
seperti batu bara, bijih besi dan LNG mulai meningkat. Bijih besi dapat
mencapai harga tertinggi US$ 170 per ton dan menyumbang sepertiga

komoditas ekspor. Sedangkan, harga batu bara dapat mencapai US$ 180 per
ton. Investasi sektor tambang juga meningkat menjadi 8,5% dari GDP.
Resource boom kali ini bertahan lebih lama dibanding sebelumnya. Selain itu,
saat ini ketentuan perdagangan telah meningkat, dapat dikatakan bahwa
resource boom saat ini telah meningkatkan volume dan harga ekspor sumber
daya naik signifikan. Resource boom kali ini juga dapat dikatakan spesial
karena terjadi di saat nilai tukar telah mengambang sehingga perekonomian
dapat dilakukan lebih fleksibel dan nilai tukar riil dapat naik.

DAMPAK RESOURCE BOOM TERHADAP EKONOMI AUSTRALIA


Ekonomi Australia telah berkembang dengan adanya resource boom untuk
memfasilitasi dan membiayai peningkatan aktivitas pertambangan. Industri
pertambangan menunjukkan tren output nominal yang meningkat sekitar 8%
pada 2009-2010. Resource boom juga meningkatkan investasi di bidang
pertambangan karena naik menjadi 19% pada 2009-2010. Meskipun begitu,
pada 2008, Australia tetap mengalami defisit akun yang signifikan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa fenomena resource boom telah mengubah


struktur ekonomi Australia. Aktivitas ekspor didominasi oleh sektor tambang
dan telah menyumbang sekitar setengah dari keseluruhan pendapatan ekspor.
Sedangkan, dari sektor manufaktur dan agrikultur terlihat dari grafik sedang
mengalami penurunan. Resource boom diduga menjadi sebab utama Australia
mengalami two speed economy, dimana negara bagian yang mengutamakan
sektor pertambangan mengalami peningkatan pesat seperti Australia Barat,
sedangkan negara lain yang mengandalkan sektor non-pertambangan
mengalami penurunan aktivitas ekonomi.

Aktivitas pertambangan

Aktivitas ekspor berdasarkan jenis industri

DAMPAK RESOURCE BOOM TERHADAP SOSIAL AUSTRALIA


Masyarakat Australia ikut terdampak akibat resource boom. Hal ini
disebabkan adanya pergeseran fokus sektor ekonomi. Pada abad ke-18, banyak
masyarakat yang berganti mata pencaharian ke arah pertambangan permukaan
sungai akibat gold rush. Saat ini, pekerjaan masyarakat di Australia lebih
banyak ke sektor pelayanan. Sektor pertambangan memiliki tingkat
kepegawaian yang rendah mencerminkan tingkat intensitas modal. Meskipun
begitu bukan berarti saat ini resource boom tidak berdampak untuk lapangan
kerja. Adanya resource boom berhasil menggeser angkatan kerja ke sektor
pelayanan bagian konstruksi terutama konstruksi pertambangan. Sektor
manufaktur juga mengalami peningkatan lapangan kerja, terutama manufaktur
terkait pertambangan.
Resource boom meningkatkan aktivitas pertambangan yang umumnya
dijalankan di daerah yang jauh dari perkotaan ke daerah pegunungan.
Umumnya, daerah pegunungan ini dihuni oleh masyarakat aborigin sehingga
rawan terjadi konflik hak tanah antara masyarakat aborigin dan pekerja
tambang.

Sektor mata pencaharian masyarakat

DAMPAK RESOURCE BOOM TERHADAP POLITIK AUSTRALIA


Kebangkitan manufaktur Asia menjadi salah satu pendorong utama
terjadinya resource boom sehingga pemerintah Australia menggiatkan
kerjasama dengan negara Asia, terutama China dan Jepang.
Banyaknya manfaat dari resource boom namun, pemerintah Australia tetap
harus menyadari resiko dari resource boom. Saat ini manufaktur sedang
mengalami penurunan sehingga dapat mengindikasi awal dari dutch disease.
Pemerintah perlu menetapkan revitalisasi manufaktur agar sektor tersebut
dapat bertahan.
Di sisi lain, adanya resource boom dapat menggeser kepentingan publik
dan risiko keamanan energi. Australia tidak melakukan nasionalisasi terhadap
pertambangan sehingga profit yang diperoleh akan masuk ke sektor swasta.
Untuk itu, pemerintah perlu mengkaji ulang kebijakan terkait nasionalisasi dan
investasi asing.

REFERENSI
Pransuamitra, P.A. (2022, September 9). “Bukan Indonesia, Ini Negara
Penghasil Batu Bara Terbesar!”. CNBC Indonesia.
https://www.cnbcindonesia.com/market/20220909120701-17-
370723/bukan-indonesia-ini-negara-penghasil-batu-bara-terbesar
Putri, A. M. H. (2022, June 19). “Gas Makin Mahal, Harga Batu Bara Perlahan
Mendidih”. CNBC Indonesia.
https://www.cnbcindonesia.com/market/20220619084819-17-
348305/gas-makin-mahal-harga-batu-bara-perlahan-mendidih
J.S. (2011, March 2). “Pendapatan Pajak Tambang Australia Meningkat”.
ESDM Indonesia. https://www.esdm.go.id/en/media-center/news-
archives/pendapatan-pajak-tambang-australia-
meningkat#:~:text=Saat%20ini%20Australia%20merupakan%20negara,
%2C%20tembaga%2C%20emas%20dan%20perak.
Phillips, K. (2016, April 13). “The Mining Boom that Changed Australia”.
ABC Net. https://www.abc.net.au/radionational/programs/rearvision/the-
mining-boom-that-changed-australia/7319586
Battellino, R. (2010, February 23). “Mining Boomms and the Australian
Economy”. Sydney, Australia: The Sydney Institute.
https://www.rba.gov.au/speeches/2010/sp-dg-230210.html
Stevens, G. (2011, February 23). “The Resources Boom”. Melbourne,
Australia: Victoria University Public Conference.
https://www.rba.gov.au/publications/bulletin/2011/mar/pdf/bu-0311-
10.pdf
Weller, S., O’Neill, P. (2014, October 15). “De‐industrialisation,
financialisation and Australia’s macro‐economic trap”. Cambridge Journal
of Regions, Economy and Society. https://academic.oup.com/cjres/article-
abstract/7/3/509/356445
Jang, H., Topal, E. (2020, July). “Transformation of the Australian Mining
Industry and Future Prospect”. Mining Technology.
https://www.researchgate.net/publication/342647213_Transformation_of
_the_Australian_mining_industry_and_future_prospects
Lloyd, C. (2008, June). “Australian Capitalism Since 1992: A New Regime of
Accumulation?”. The Journal of Australian Political Economy.
Khoirini, O.M.. (2019). “Upaya Penerapan Kebijakan Resource Super Profit
Tax (RSPT)”. Islamic University of Indonesia.
Garton, Phil. (2008). “The Resources Boom and the Two-Speed Economy”.
Economic Roundup, Australian Government. 17-29.
Bishop, J., Kent, C., Plumb, M., & Rayner, V. (2013, January 1). “The
Resources Boom and the Australian Economy: A Sectoral Analysis”. RBA
Bulletin. 39-50.
Goderis, B., Malone, S.W.(2008, March). “Natural Resource Booms and
Inequality: Theory and Evidence”. OxCarre Working Papers, University
of Oxford.

Anda mungkin juga menyukai