Disusun Oleh:
3
William J. Duiker & Jackson J. Spielvogel, The Esssential World History: Sixth Edition (Boston:Cengage
Learning, 2011), hal. 465.
4
Tim Program BSB (Belajar Sambil Bermain). Op.cit. Hal 152-153.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses terjadinya Revolusi Industri di negara-negara Eropa ?
2. Bagaimana dampak Industrialisasi di bidang sosial dan ekonomi yang dirasakan
oleh masyarakat di Eropa ?
3. Bagaimana dampak Industrialisasi di bidang sosial dan ekonomi yang dirasakan
oleh daerah-daerah di India ?
Bab II
Isi
5
William J. Duiker & Jackson J. Spielvogel. Op.cit. Hal. 465-467
adanya impor kapas mentah tersebut membuat barang-barang kapas buatan Inggris
dijual dimanaun didunia.
Bermula dari Inggris, penyebaran Industralisasi ini menyebaran ke benua Eropa
dan Amerika Serikat pada saat dan waktu yang berbeda pada abad ke 19. Di benua
Eropa negara-negara awal yang ter-indutrialisasi ialah Belgia, Perancis, dan Jerman.
Pemerintah negara mereka secara aktif mendorong pengembangan Industrialisasi
dengan berbagai upaya seperti, mendirikan sekolah teknik, melatih para pekerja dan
mekanik, dan membiayai pembangunan jalan-jalan, kanal-kanal, dan jalu-jalur kereta
api. Pada tahun 1850, jaringan rel kereta api telah menyebar seluruh dataran Eropa.
Sementara itu di Amerika Serikat, revolusi industri membawa berbagai
perubahan yang sangat besar. Pada tahun 1800, 6 dari 7 pekerja di Amerika adalah
petani dan tidak ada kota yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 100.000 orang.
Tetapi pada tahun 1860, populasi meningkat menjadi 30 juta orang, sembilan kota di
Amerika Serikat memiliki penduduk lebih dari 100.000 orang dan hanya 50 % pekerja
di Amerika sebagai petani.
Sementara itu dibagian lain dunia dimana negara-negara Eropa yang baru
mengalami di Industralisasi memegang kendali, menjalankan kebijakan untuk
mencegah pertumbuhan industri mekanis. Berdasarkan dari pengalaman di India. Pada
abad ke 18, India menjadi salahsatu eksportir kain katun di dunia yang diproduksi
dengan kerja tangan. Pada paruh pertama abad ke 19, pada saat sebagian besar wilayah
India berada pada kekuasaan The British East India Company (EIC). Dengan kontrol
Inggris, datang barang-barang tekstil yang murah yang diproduksi di Inggris, dan segera
ribuan pemintal dan penenun tangan dari India menjadi pengangguran. Kebijakan
pemerintah Inggris pun mendorong orang-orang India untuk mengekspor bahan mentah
mereka sambil membeli barang-barang buatan Inggris.
2.2 Dampak yang disebabkan oleh Industrialisasi di Eropa
2.2.1 Pertumbuhan Penduduk dan Urbanisasi6
Salahsatu dampak yang ditimbulkan dari adanya Industrialisasi ini adalah
bertambahnya jumlah penduduk yang pesat. Populasi di Eropa meningkat dua kali lipat
selama abad ke-18, dari sekitar 100 juta orang menjadi 200 juta orang, dan menjadi dua
kali lipat lagi di abad ke-19 menjadi sekitar 400 juta. Dengan adanya industrialisasi,
perbaikan dalam pengetahuan medis dan kesehatan masyarakat, bersama dengan
persediaan makanan yang lebih teratur, membawa penurunan drastis dalam angka
kematian tetapi tidak ada penurunan yang sesuai dalam tingkat kelahiran. Hasilnya
adalah ledakan populasi, seperti yang dialami di Eropa abad ke-19.
Selain itu adanya Industrialisasi ini juga mendorong adanya perpindahan
penduduk desa ke kota atau lebih dikenal dengan urbanisasi. Hal ini terjadi karena
Industrialisasi menarik minat para penduduk yang berada di desa beralih pekerjaan ke
pabrik-pabrik baru yang berada di kawasan perkotaan. Seperti yang terjadi di Inggris,
Pada 1801 sekitar seperlima dari populasinya tinggal di kota-kota dan kota-kota
berpenduduk 10.000 atau lebih. Pada 1851 dua perlima begitu urbanisasi; dan jika kota-
kota kecil yang terdiri dari 5.000 atau lebih dimasukkan, seperti yang ada dalam sensus
tahun itu, lebih dari setengah populasi dapat dihitung sebagai urban. Masyarakat
industri pertama di dunia telah menjadi masyarakat perkotaan yang benar-benar pertama
juga. Pada tahun 1901, tahun kematian Ratu Victoria, sensus mencatat tiga perempat
populasi sebagai perkotaan (dua pertiga di kota dengan 10.000 atau lebih dan setengah
di kota dengan 20.000 atau lebih). Dalam kurun waktu satu abad, masyarakat pedesaan
yang sebagian besar telah menjadi masyarakat urban.
6
Krishan Kumar, “Modernizaton”,
https://www.britannica.com/topic/modernization/Population-change (diakses pada 28 Mei
2020, Pukul 11:05 WIB).
7
William J. Duiker & Jackson J. Spielvogel. Op.cit. Hal. 469-470.
kualitas seperti akal, pikiran tunggal, resolusi, inisiatif, visi, ambisi, dan sering serakah.
Kelas menengah baru ini berusaha untuk mengurangi hambatan mereka dengan para elit
dan juga berusaha memesahkan diri dari kelas buruh dibawah mereka secara bersamaan.
Sedangkan kondisi para kelas pekerja (working class) sangat jauh berbeda
dengan kelas borjuis. Pekerja industri awal menghadapi kondisi kerja yang buruk. Jam
kerja berkisar antara dua belas hingga enam belas jam sehari, enam hari seminggu,
dengan setengah jam untuk makan siang dan makan malam. Tidak ada keamanan kerja
dan tidak ada upah minimum. Kondisi pabrik yang kotor, berdebu, dan tidak sehat.
Dalam Revolusi Industri, pekerja anak dieksploitasi lebih dari sebelumnya.
Pemilik pabrik kapas merasa pekerja anak sangat membantu. Anak-anak memiliki
sentuhan halus sebagai pemintal kapas. Ukuran mereka yang lebih kecil memudahkan
mereka untuk bergerak di bawah mesin untuk mengumpulkan kapas yang longgar.
Apalagi anak-anak lebih mudah dilatih untuk melakukan pekerjaan pabrik. Yang
terutama, anak-anak mewakili persediaan tenaga kerja yang murah. Pada tahun 1821,
sekitar setengah dari populasi Inggris berusia di bawah dua puluh tahun. Oleh karena itu
anak-anak membuat persediaan tenaga kerja yang melimpah, dan mereka hanya dibayar
sekitar seperenam hingga sepertiga dari apa yang dibayar seseorang. Di pabrik kapas
pada tahun 1838, anak-anak di bawah delapan belas tahun merupakan 29 persen dari
total tenaga kerja; anak-anak semuda tujuh bekerja dua belas hingga lima belas jam per
hari, enam hari seminggu, di pabrik kapas. Namun sejak ada Undang-Undang Pabrik
1833, jumlah anak yang bekerja pun menurun dan mulai digantikan oleh perempuan.
Perempuan membentuk 50 persen dari angkatan kerja di pabrik-pabrik tekstil (kapas
dan wol) sebelum 1870. Mereka kebanyakan adalah pekerja tidak terampil dan dibayar
setengah atau kurang dari apa yang diterima laki-laki.
8
Immanuel Wallerstein, “The Modern World System III :The second era of great expansion of the
capitalist world-economy, 1730s-1840s.” (London: University of California Press, 2011), Hal. 125.
(diakses pada 29 Mei 2020, 13:50 WIB, dari ProQuest Ebook Central,
http://ebookcentral.proquest.com/lib/indonesiau-ebooks/detail.action?docID=714081).
9
William J. Duiker & Jackson J. Spielvogel. Op.cit. Hal. 471-472.
10
Anthony Reid. "The Seventeenth-Century Crisis in Southeast Asia." (Modern Asian Studies, 1990). Hal.
82. Dikutip dari Andre Gunder Frank. “ReORIENT : Global Economy in the Asian Age.”(London:University
of California Press, 1998). Hal. 85.
lain sekitar 100 juta pada 1500, 140 hingga 150 juta pada 1600, dan 185 hingga 200 juta
pada 1800.11
India memiliki neraca perdagangan yang sangat besar dengan Eropa dan
beberapa negara lainnya di Asia Barat, sebagian besar didasarkan pada produksi tekstil
katun murah yang lebih efisien dan juga lada untuk ekspor. Ini pergi ke barat ke Afrika,
Asia Barat, Eropa, dan dari sana melintasi Atlantik ke Karibia dan Amerika. Namun,
India juga mengekspor makanan pokok, seperti beras, kacang-kacangan, dan minyak
sayur di barat ke pelabuhan-pelabuhan dagang di Teluk Persia dan Laut Merah (yang
juga bergantung pada Mesir untuk pasokan gandum), dan ke arah timur ke Malaka dan
tempat lain di Asia Tenggara. Sebagai imbalannya, India menerima sejumlah besar
perak dan beberapa emas dari Barat, langsung di sekitar Tanjung atau melalui Asia
Barat, serta dari Asia Barat itu sendiri.12
Adanya koloni-koloni bangsa Eropa di Asia Selatan tidak terlepas dari adanya
potensi produksi tekstil yang sangat besar di Asia Selatan, yang mampu diekspor ke
seluruh wilayah Samudra Hindia tetapi terutama ke pasar Asia Tenggara, sekaligus juga
terjadinya impor besar-besaran rempah-rempah dari Asia Tenggara; rempah-rempah ini
dikonsumsi di Asia Selatan, atau kemudian dijual kembali ke Timur Tengah dan
akhirnya Eropa Barat. Dengan adanya kedua hal itu membuat para pedagang Eropa
untuk ikut serta didalam perdagangan antar-Asia tidak hanya untuk memenuhi
kebutuhan, tetapi untuk mendapatkan rempah-rempah "dan keuntungan luar biasa yang
diharapkan". Tetapi jika menginginkan keuntungan yang besar, orang Eropa harus
membuat/mendapatkan pangkalan angkatan laut dan lokasi strategis dimana mereka
berharap untuk mendominasi laut dan, akibatnya, mampu menguasai sebagian besar
arus perdagangan.13
Di India selatan, menurut Parthasarathi menyatakan pada abad ke-18, “para
pedagang dikeluarkan dari negara dalam tatanan politik India selatan. Tidak seperti
banyak bagian Eropa di mana kekuatan ekonomi pedagang dilengkapi oleh kekuatan
politik, di India selatan pedagang tidak memiliki akses ke kekuatan negara ”. Memang,
mereka jarang mencoba merebut kekuasaan politik. Bahkan, beberapa pembela paling
dinamis dari dinamika politik dan ekonomi Asia Selatan hingga awal abad ke-19, harus
11
Loc.cit.
12
Andre Gunder Frank. Op.cit., Hal. 85-88.
13
Eric H. Mielants. “The Origins of Capitalism and the "Rise of the West". “ (Philadelphia: Temple
University Press, 2007). Hal. 91-92.
mengakui bahwa di Asia Selatan “ada sedikit bukti yang menunjukkan bahwa serikat
pedagang mengendalikan produksi atau mendefinisikan dan mempertahankan daerah
aktivitas perdagangan melawan saingan". Tetap agak tidak berkomitmen tentang
keberadaan sistem memadamkan. Namun yang terakhir menyatakan bahwa di bawah
Colas, "tidak ada bukti bahwa pedagang melakukan kontrol upah atas pengrajin atau
dalam hal itu bahwa standar produksi ditetapkan atau bahwa denda dipungut karena
pengerjaan yang buruk." 14
Ketika India menghadapi masa kolonialisasi bangsa barat, Organisasi sosial
produksi bersandar pada proses kerja yang memanfaatkan pekerjaan keluarga yang tidak
dibayar dan sangat tidak mendapatkan upah tenaga kerja. Produksinya pun diperluas
untuk ke pasar dunia yang kapitalis untuk mencapai efisiensi dan murah tanpa harus
menggunakan komodifikasi formal tenaga kerja. Terjadinya penolakan untuk
mengurangi komoditas itu sendiri terjadi karena keberhasilan para buruh tani yang
bertekad untuk mempertahankan akses ke kombinasi berbasis produksi dan
perdagangan berdasarkan hak konsumsi dan subsistensi.15
2.4 Dampak Sosial dan Ekonomi di Asia Selatan setelah mengalami Industrialisasi
Pergantian abad kesembilan belas menandai penurunan kerajinan, di mana
manufaktur India memiliki posisi yang tak tertandingi sebelum Revolusi Industri.
Bahkan, hingga 1802 India membangun kapal dan memasok tekstil ke Inggris.
Kemudian invasi barang kapas Lancashire berarti penghancuran alat tenun dan roda
pemintal, poros dari struktur masyarakat India kuno, di mana keseimbangan halus
antara industri dan pertanian telah dibangun dalam ekonomi desa melalui kelembagaan
dan tradisional kekuatan. Setengah abad kemudian muncul permulaan sistem pabrik
modern dengan produksi dan transportasi mekanis skala besar. Selama sisa abad ini,
revolusi paling signifikan terjadi di alat transportasi, terutama kereta api, yang seperti
akan kita lihat, mengandung implikasi ekonomi dan sosial yang luar biasa.16
Industrialisasi yang terjadi dari akibat adanya orang-orang Imperialis disana
membuat kekuatan (keuntungan) banyak diraih oleh para pedagang kapitalis dan juga
14
Ibid, Hal. 100.
15
Hal. 143
16
Ghandikota V. Subba Rao. “THE IMPACT OF INDUSTRIALIZATION ON INDIAN SOCIETY”. Columbia
Journal of International Affairs, 4(2), 1950, Hal 51. (dikutip pada 2 Juni 2020, 15:27 WIB, dari
https://www.jstor.org/stable/24354473)
para pedagang pribumi yang sedang berkembang. Hal ini juga mengakibatkan
munculnya kesadaran politik ditengah masyarakat pada saat itu. Kesadaran ini telah
mendatangkan massa karakter massal (mass character) dalam waktu yang baru.
Keresahan dibidang Agraria, yang dipimpin oleh Ketidakpuasan para kaum proletar
yang sedang mengumpulkan momentum yang dikemudian hari membuat perubahan
sosial yang besar di India.17
Hal ini bisa dilihat dari adanya komersialisasi pertanian yang padat karya yang
tidak sejalan dengan kemakmuran yang berkelanjutan. Adanya perang saudara di
Amerika Serikat pada tahun 1861-1865 memutus pasokan dari Amerika Serikat pada
saat itu. Hal ini mebuat terjadinya kemerosotan ekonomi tahun 1870-an dan 1890-an
yang memperlihatkan kerentanan dari ekonomi agraris India. Menurut laporan Jurnal
medis utama Inggris, The Lancet, diperkirakan kematian akibat kelaparan di India
selama tahun 1890-an mencapai 19 juta, sekitar setengah dari jumlah populasi Inggris.
Korban tewas akibat kelaparan pada tahun 1897 berkisar 4,5 Juta (angka resmi) sampai
18
16 juta (angka tidak resmi). Padahal pada tahun 1870 hingga 1914, di India terjadi
surplus ekspor berdasarkan ekspor bahan baku yang sangat penting untuk mengimbangi
defisit Inggris dalam sistem perdagangan dan pembayaran internasional. Transfer dana
dari koloni ke negeri induk melalui berbagai mekanisme dan untuk berbagai tujuan
tertentu menyebabkan kecurigaan dari kaum nasionalis India yang menuduh bahwa ada
“pengurasan kekayaan” sistematis dari India.19
Dampak yang cukup besar dari adanya Industrialisasi di India ini dengan mulai
pundarnya sistem kasta di India. Sistem kasta India sendiri berdasakan kelahiran, yang
membatasi status, pekerjaan, dan pada hubungan sosial. Munculnya urbanisasi,
pertumbuhan alat transportasi, pertumbuhan industri kelas pekerja cenderung merusak
sistem kasta itu. Dalam survei yang dilakukan di bengal pada 1946-47 oleh Lembaga
Statistik India, ditemukan indikasi pertumbuhan dalam kegiatan pekerjaan sebesar 69%,
dimana keluarga tidak bekerja sesuai dengan sistem kasta yang ada. Namun beberapa
17
Ibid, Hal. 53.
18
Sugata Bose. A History of the Indian Economy in Asian and Global. Dalam T. Shiraishi, Emerging States
and Economies. Hal 143 (Singapore: Springer, 2019) .dikutip pada 3 Juni 2020, Pukul 14:07 WIB,
doi:https://doi.org/10.1007/978-981-13-2634-9
19
Ibid, Hal. 144.
kelompok kasta mengalami perubahan yang jauh lebih besar seperti Rajput (92%),
Vaidyas (84%), Brahmin (77%), dan Kayathas (61%). 20
Selain itu dampak lain dari adanya Industrialisasi di India ialah munculnya kelas
proletar di India yang tidak terlalu jauh berbeda dengan apa yang terjadi di Eropa. Dan
yang terakhir dampak lain yaitu, memunculkan kekuatan politik India yang baru.
Pertama adanya kongres Nasional India dibawah kepemimpinan Mahatma Gandhi yang
membuat langkah besar menjadi tombak gerakan nasionalis untuk kebebasan dari
imperialis yang berkuasa. Yang kemudian hari berhasil membuat India merdeka dari
Inggris. Selain itu munculnya partai-partai sayap kiri atas dari adanya gerakan serikat
buruh dan agraria juga merupakan dampak yang ditimbulkan dari munculnya
Industrialisasi di India.21
Bab III
20
Ghandikota V. Subba Rao.Op.cit., Hal 54.
21
Ibid, Hal. 59.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Baiquni, M. (2009). Revolusi Industri, Ledakan Penduduk, dan Masalah
Lingkungan. Jurnal Sains & Teknologi Lingkungan, 1(1), 38-59.
Bose, S. (2019). A History of the Indian Economy in Asian and Global. Dalam
T. Shiraishi, Emerging States and Ecnonomies (hal. 139-150). Singapore:
Springer . doi:https://doi.org/10.1007/978-981-13-2634-9
Duiker, W. J., & Spielvogel, J. J. (2011). The Esssential World History: Sixth
Edition. Boston: Cengage Learning.
Frank, A. G. (1998). ReORIENT: global economy in the Asian Age. London:
University of California Press. Dipetik Mei 9, 2020, dari ProQuest Ebook
Central, http://ebookcentral.proquest.com/lib/indonesiau-ebooks/detail.action?
docID=799259
Kumar, K. (2016, Maret 21). Modernization. Dipetik Mei 28, 2020, dari
Encyclopædia Britannica:
https://www.britannica.com/topic/modernization/Population-change
Mielants, E. H. (2007). The Origins of Capitalism and the "Rise of the West".
Philadelphia: Temple University Press.
Tim Program BSB (Belajar Sambil Bermain). (2011). Sekilas Sejarah Dunia.
Bali: Yayasan Gemar Ripah.
Rao, G. (1950). THE IMPACT OF INDUSTRIALIZATION ON INDIAN
SOCIETY. Columbia Journal of International Affairs, 4(2), 50-60. Retrieved
June 2, 2020, from www.jstor.org/stable/24354473
Wallerstein, I. (2011). The Modern World System III :The second era of great
expansion of the capitalist world-economy, 1730s-1840s. London: University of
California Press. Dipetik Mei 3, 2020, dari ProQuest Ebook Central,
http://ebookcentral.proquest.com/lib/indonesiau-ebooks/detail.action?
docID=714081.