Kelompok 3 :
1. Helen Fatresya Situmorang
2. Michael Sianipar
3. Kurnia Pandiangan
4. Bintang Manik
5. Jeny Hutagalung
6. Riandy Nababan
Revolusi Industri menandai terjadinya titik balik besar dalam sejarah dunia,
hampir setiap aspek kehidupan sehari-hari dipengaruhi oleh Revolusi Industri,
khususnya dalam hal peningkatan pertumbuhan penduduk dan pendapatan rata-
rata yang berkelanjutan dan belum pernah terjadi sebelumnya. Selama dua abad
setelah Revolusi Industri, rata-rata pendapatan perkapita negara-negara di dunia
meningkat lebih dari enam kali lipat. Seperti yang dinyatakan oleh
pemenang Hadiah Nobel, Robert Emerson Lucas, bahwa: "Untuk pertama kalinya
dalam sejarah, standar hidup rakyat biasa mengalami pertumbuhan yang
berkelanjutan. Perilaku ekonomi yang seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya".
Revolusi Industri dimulai pada akhir abad ke-18, di mana terjadinya peralihan
dalam penggunaan tenaga kerja di Inggris yang sebelumnya menggunakan tenaga
hewan dan manusia, yang kemudian digantikan oleh penggunaan mesin yang
berbasis menufaktur.] Periode awal dimulai dengan dilakukannya mekanisasi
terhadap industri tekstil, pengembangan teknik pembuatan besi dan peningkatan
penggunaan batubara. Ekspansi perdagangan turut dikembangkan dengan
dibangunnya terusan, perbaikan jalan raya dan rel kereta api. Adanya peralihan dari
perekonomian yang berbasis pertanian ke perekonomian yang berbasis manufaktur
menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk besar-besaran dari desa ke kota,
dan pada akhirnya menyebabkan membengkaknya populasi di kota-kota besar di
Inggris.
Perubahan besar ini tercatat sudah terjadi tiga kali dan saat ini kita sedang
mengalami revolusi industri yang keempat. Setiap perubahan besar ini selalu diikuti
oleh perubahan besar dalam bidang ekonomi, politik, bahkan militer dan budaya.
Maka tak heran bila kini ada pekerjaan lama yang menghilang, dan jutaan pekerjaan
baru yang muncul. Revolusi industri menghasilkan penurunan, malah terkadang
menghilangkan beberapa kelangkaan tersebut, sehingga waktu, tenaga, dan uang
yang semula digunakan untuk mengatasi kelangkaan-kelangkaan tersebut
mendadak bebas. Hilangnya atau berkurangnya sebuah kelangkaan otomatis pada
akhirnya mengubah banyak aspek dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena
itu, mari kita ulik sejarah revolusi industri dari 1.0, 2.0, 3.0 hingga 4.0.
Revolusi Industri 1.0
Revolusi industri muncul pertama kali di negara Inggris pada akhir 1770-an dan
menyebar ke negara-negara Eropa lainnya, seperti Belgia, Prancis, dan Jerman.
Tak hanya Benua Eropa, revolusi ini turut menyebar di Amerika Serikat, pada tahun
1830-an dan 40-an. Revolusi Industri 1.0 terjadi karena adanya tiga faktor utama,
yakni Revolusi Pertanian, peningkatan populasi, dan keunggulan Inggris Raya.
Revolusi Industri menganggap era waktu yang penting karena teknik pertanian
yang lebih baik, pertumbuhan populasi, dan keunggulan Inggris Raya yang
memengaruhi negara-negara di seluruh dunia. Revolusi industri 1.0 (pertama)
adalah yang paling sering dibicarakan, yaitu proses yang dimulai dengan
ditemukannya lalu digunakannya mesin uap dalam proses produksi barang.
Penemuan mesin uap menjadi hal yang sangat penting kala itu, lantaran
manusia sebelumnya hanya mengandalkan tenaga otot, tenaga air, dan tenaga
angin untuk menggerakkan apa pun. Bayangkan, tenaga otot amat terbatas. Butuh
istirahat secara berkala untuk memulihkan tenaga tersebut, sehingga proses
produksi menjadi terhambat. Dengan adanya mesin uap, semuanya menjadi lebih
efektif.
Alasannya, terkadang ada kalanya benar-benar tak ada angin di laut, terkadang
ada angin tetapi berlawanan dengan arah yang diinginkan. Oleh karena itu,
penemuan mesin uap mengubah segalanya. Terlebih lagi ketika James Watt di
tahun 1776 menemukan mesin uap yang jauh lebih efisien dan murah dibandingkan
mesin uap sebelumnya. Dengan adanya mesin uap rancangan James Watt ini,
sebuah penggilingan bisa didirikan di mana saja, tak perlu dekat air terjun atau
daerah berangin. Selain itu, sebuah kapal bahkan bisa berlayar 24 jam, selama
mesin uapnya dipasok dengan kayu atau batu bara. Hal Ini pada akhirnya
berdampak langsung dalam waktu perjalanan dari Belanda ke Indonesia yang
hanya berdurasi sekitar dua bulan.
Dampak lainnya dari perjalanan yang lebih singkat ini, bangsa Eropa pun
mengirim kapal perang mereka ke seluruh penjuru dunia dalam waktu jauh lebih
singkat. Tidak ada lagi cerita tentara-tentara Eropa kelelahan saat menyerang
benteng milik Kerajaan Asia. Semua daerah yang bisa terjangkau oleh kapal laut,
sudah pasti terjangkau oleh kekuatan imperialis Eropa. Negara-negara Imperialis di
Eropa ini menjajah kerajaan-kerajaan di Afrika dan Asia. Ingat, di akhir 1800an
inilah Belanda akhirnya menaklukkan daerah-daerah terakhir di Indonesia, seperti
Aceh dan Bali.
Ketika tenaga mesin tidak dibatasi oleh otot, angin, dan air terjun, maka
terjadilah penghematan biaya dalam jumlah luar biasa di bidang produksi,
transportasi, bahkan militer. Barang-barang yang diproduksi menjadi jauh lebih
banyak, lebih murah, dan lebih mudah didapat. Uang yang semula dipakai untuk
memproduksi dan membeli barang-barang mahal tersebut kini bisa dipakai untuk
hal lain, sehingga barang-barang yang tak diproduksi menggunakan mesin uap pun
menjadi jauh lebih laku. Revolusi industri 1.0 ini juga mengubah masyarakat dunia,
dari masyarakat agraris di mana mayoritas masyarakat bekerja sebagai petani,
menjadi masyarakat industri. Hal ini pun mengubah kelangkaan tenaga yang
semula mendominasi kesukaran manusia dalam berlayar, dalam memproduksi,
mendadak lenyap
Tenaga tidak lagi dipasok cuma oleh otot, angin, dan air terjun, melainkan juga
oleh mesin uap yang jauh lebih kuat, lebih fleksibel, dan lebih awet. Terakhir,
kelangkaan yang dikurangi adalah kelangkaan tenaga kerja. Semula begitu banyak
manusia dibutuhkan untuk menjalankan mesin-mesin produksi. Kini mendadak
semua tenaga itu digantikan mesin uap. Artinya, mendadak semua tenaga manusia
tersebut jadi bebas, mereka bisa dipekerjakan di bidang lain.
Selain itu, perubahan sistem pada pekerja juga dilakukan untuk mempercepat
proses produksi. Tidak ada lagi satu tukang yang menyelesaikan satu mobil dari
awal hingga akhir. Para tukang yang tadinya mengerjakan banyak tugas
bertransformasi menjadi spesialis dan hanya mengurus satu bagian saja, misalnya
memasang ban. Produksi Ford Model T dipecah menjadi 45 pos, mobil-mobil
tersebut kemudian dipindahkan ke setiap pos dengan conveyor belt, lalu dirakit
secara serial. Misalnya, setelah dipasang ban dan lampunya, barulah dipasang
mesin. Semua ini dilakukan dengan bantuan alat-alat yang menggunakan tenaga
listrik, sehingga jauh lebih mudah dan murah dari pada tenaga uap.
Perubahan ini pun berbuah manis. Penggunaan tenaga listrik, ban berjalan, dan
lini produksi menurunkan waktu produksi secara drastis, kini sebuah Ford Model T
bisa dirakit cuma dalam 95 menit. Akibatnya, produksi Ford Model T melonjak, dari
sekitar 68 ribu mobil di tahun 1912, menjadi 170 ribuan mobil di tahun 1913, 200
ribuan mobil di tahun 1914, dan tumbuh terus sampai akhirnya menembus satu juta
mobil per-tahunnya di tahun 1922. Bahkan produksi nyaris mencapai dua juta mobil
di puncak produksinya di tahun 1925. Totalnya, hampir 15 juta Ford Model T
diproduksi sejak 1908 sampai akhir masa produksinya di tahun 1927. Produksi
mobil murah secara besar-besaran ini pada akhirnya tidak hanya mengubah cuma
industri mobil dunia, namun juga budaya seluruh dunia.
Pasalnya, produksi mobil murah secara massal membuat mobil menjadi barang
terjangkau. Sejak Model T diproduksi massal, bukan hanya orang kaya yang
membeli dan menggunakan mobil, kelas menengah dan bawah pun turut bisa
membelinya. Ratusan juta orang pun memiliki mobil. Hal ini berdampak pada
mudahnya transportasi dari rumah ke tempat kerja. Orang-orang ini pun tidak lagi
bergantung dengan jarak dan jadwal transportasi umum. Hal Ini menyebabkan
munculnya daerah yang disebut “Suburb” atau “Pinggiran”, yaitu perumahan yang
muncul di pinggir kota, bukannya di pusat kota. Bukan hanya mobil, produksi
menggunakan conveyor belt ini juga menurunkan waktu dan biaya produksi di
banyak bidang lainnya.
Komputer ini menjadi komputer pertama yang bisa diprogram dan diberi nama
Colossus. Berbeda dengan zaman sekarang, komputer ini merupakan mesin
raksasa sebesar sebuah ruang tidur. Colossus adalah komputer yang tidak punya
RAM dan tidak bisa menerima perintah dari manusia melalui keyboard, apalagi
touchscreen. Komputer purba yang membutuhkan listrik sebesar 8500 watt ini
hanya bisa menerima perintah melalui pita kertas.
Pabrik-pabrik mobil semula berpikir revolusi industri 3.0 ini akan seperti 2.0, di
mana produksi paralel diganti total oleh lini produksi, robot akan secara total diganti
oleh manusia. Pabrik-pabrik mobil di tahun 1990-an mencoba mengganti semua
pegawai mereka dengan robot, hasilnya malah membuat produktivitas menurun. Di
tahun 2010-an, Elon Musk mencoba melakukan uji coba seru di pabrik mobil
miliknya, Tesla. Hasilnya, semua orang menemukan fakta bahwa untuk produksi
mobil, kombinasi manusia dan robot-komputer adalah yang terbaik. Munculnya
robot dan komputer menjadi penolong manusia, bukan pengganti. Sekali lagi,
peristiwa revolusi industri ini mengubah masyarakat.
Komputer juga makin kecil hingga bisa menjadi sebesar kepalan tangan
manusia. Tidak hanya tersambung ke jaringan raksasa, orang-orang di dunia turut
tersambung ke jaringan raksasa tersebut. Inilah bagian pertama dari revolusi
industri keempat, yaitu “Internet of Things”. Saat komputer-komputer yang ada di
pabrik tersambung ke internet, maka setiap masalah yang ada di lini produksi bisa
langsung diketahui saat itu juga oleh pemilik pabrik, di mana pun si pemilik berada.
Ponsel pintar yang senantiasa membuat kita terhubung dengan dunia luar adalah
instrumen penting dalam revolusi industri 4.0 Kedua, kemajuan teknologi juga
menciptakan 1001 sensor baru, dan 1001 cara untuk memanfaatkan informasi yang
didapat dari sensor-sensor tersebut yang merekam segalanya selama 24 jam
sehari. Informasi ini bahkan menyangkut kinerja pegawai.
Namun, dengan adanya internet dan banyak data yang bisa dikirim melalui
internet, semua perhitungan tersebut bisa dilakukan di tempat lain, bukannya di
pabrik. Jadi, sebuah perusahaan yang memiliki lima pabrik di lima negara berbeda
cukup membeli sebuah superkomputer untuk mengolah data yang diperlukan
secara bersamaan untuk kelima pabriknya. Tidak perlu lagi membeli lima
superkomputer untuk melakukannya secara terpisah. Keempat, ini yang sebetulnya
paling besar, yaitu adanya Machine learning. Mesin ini memiliki kemampuan untuk
belajar dan bisa mengoreksi dirinya jika melakukan kesalahan. Hal ini bisa
dilukiskan dengan cerita “AlphaZero AI”. Sebelum adanya Machine Learning,
sebuah komputer melakukan tugasnya dengan “diperintahkan” atau “diinstruksikan”
oleh manusia.
Mengombinasikan keempat hal ini artinya perhitungan yang rumit, luar biasa,
dan tidak terpikirkan tentang hal apa pun bisa dilakukan oleh superkomputer negara
maju seperti, Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat juga masih terus menerus
memperdebatkan konsekuensi dari revolusi industri keempat ini, sebab revolusi ini
masih berlangsung, atau bahkan baru dimulai. Tantangannya masih banyak,
misalnya koneksi internet yang belum universal dan masih adanya beberapa
daerah yang tidak memiliki koneksi internet, bahkan di Amerika Serikat yang
terkenal sebagai negara adidaya sekali pun.
https://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Industri
https://www.kompas.com/edu/read/2022/04/29/134500171/sejarah-revolusi-
industri-1.0-hingga-4.0-dan-perbedaannya