Anda di halaman 1dari 29

KOMPETENSI INTERKULTURAL DALAM

PRAKTEK PEKERJAAN SOSIAL


Dosen : Budi Rahman Hakim, MSW. PhD.

Kelompok 3
Kesejahteraan Sosial 5A
Aura Sekar S Michelle Celsilia S
11200541000004
Anggota 11200541000013

Kelompok
Miranda Aulia M Ahmad Febrian F
11200541000014 11200541000033
Kompetensi Interkultural
Bagi Praktek Pekerjaan
Sosial
Definisi Kompetensi Inter-kultural
Kompetensi/pemahaman lintas budaya (intercultural competence), menjadi suatu hal
yang penting karena pada dasarnya manusia melakukan praktik berbudaya terutama
melalui bahasa. Pemaknaan terhadap konsep intercultural competence ini memang
cukup beragam.

Benneth,Allen (2003:237-270), berkaitan dengan hal ini, menyatakan bahwa kompetensi


interkultural(intercultural competence) adalah kemampuan untuk bergerak dari sikap
etnosentrik menuju sikap menghargai budaya lain, hingga akhirnya menimbulkan
kemampuan untuk dapat berprilaku secara tepat dalam sebuah budaya atau budaya-
budaya yang berbeda.

Deardorff mengatakan bahwa : “intercultural competence is the ability to develop


targeted knowledge, skills and attitudes that lead to visible behaviour and
communication that are both effectiveand appropriate in intercultural interactions.”
Yang artinya kompetensi antarbudaya adalah kemampuan untuk mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang ditargetkanyang mengarah pada perilaku
dan komunikasi yang terlihat yang efektif dan sesuai dalaminteraksi antarbudaya.
Kompetensi Inter-kultural Dalam Praktik Pekerjaan Sosial
Dalam praktek pekerjaan sosial, Pekerjaan sosial memiliki kaitan erat dengan
seorang pekerja sosial membutuhkan kompetensiInter-kultural, pada praktiknya,pekerja
pengetahuan dan keterampilan tertentu sosial dan klien dapat berasal dari berbagai latar
belakang sosial ekonomi dan kultural yang
.Salah satu dari pengetahuan dan
berbeda. Seorang pekerja sosial akan bertemu
1
keterampilan tersebut adalah kompetensi
dengan berbagai kelompok dengan latar
Inter-kultural. Konsep tentang kompetensi belakang suku, bahasa, budaya, agamadan ras
inter-kultural telah dikenal dan menjadi serta kelompok marginal seperti anak jalanan,
bagian dari pekerjaan sosial sejak lama pengemis, pemulung, penderita AIDS, dan
terutama di tempat-tempat dimana sebagainya. Berbagai latar belakang kondisi dan
tingkat etnisitas dan kelompok marginal permasalahan di atas merupakan hal yang
lumrah ditemukan dalam praktik pekerjaan sosial.
yang tinggi.
Kompetensi inter-kultural seorang pekerja sosial
tidak lepas dari peran organisasi dimana pekerja
Dengan dimilikinya kompetensi sosial tersebut berada. Organisasi layanan manusia
inter-kultural, seorang pekerja harus selalu menanamkan kompetensi inter-kultural
sosial dapat memahami, kepada setiap pekerjanya. Kompetens inter-kultural
menerima dan menghargai bisa diberikan lewat pendidikan formal dan informal
sasaran pekerjaannya yang
serta praktek bersama dengan orang-orang yang
berbeda secara sosial dan
kultural. Indonesia sebagai memiliki latar belakang sosial kultural yang berbeda.
negara dengan tingkat Praktek tersebut untuk melatih seorang pekerja
keanekaragaman yang tinggi sosial untuk peka dan belajar menghargai perbedaan
membutuhkan pekerja-pekerja yang ada.
sosial yang memiliki kompetensi
inter-kultural.
Dalam praktek pekerjaan sosial, kompetensi tentang inter-kultural, kompetensi
tentang budaya dan sensitivitas etnis telah lama dimasukkan dalam literatur
dan kurikulum pekerjaan sosial. Hal tersebut penting karena dengan
pengetahuan tersebut seorang pekerja sosial akan lebih sensitif dan empati
terhadap kebutuhan-kebutuhan dari klien.

Sejalan dengan keterkaitan pekerjaan sosial dan kompetensi inter-kultural


di atas, di berbagai tempat di dunia terjadi peningkatan dalam hal perbedaan
kultural. Hal ini menyebabkan pemahaman dan praktek pekerja sosial lintas
budaya tumbuh secara signifikan.Selain itu, muncul diskusi antara pendidik,
peneliti maupun praktisi pekerjaan sosial tentang arti penting dari pekerjaan
sosial lintas budaya dalam literatur pekerjaan sosial saat ini
Selain itu, kompetensi inter- Dalam konteks regulasi,
kultural bagi seorang pekerja kompetensi inter-kultural telah
sosial juga dapat membantu dimuat dalam Peraturan Menteri
pekerja sosial untuk memahami Sosial Nomor 12 Tahun 2017
bahwa kelompok yang menjadi tentang Standar Kompetensi
sasaran pekerjaan sosial itu Pekerja Sosial. Di dalamnya
berhak untuk mengekspresikan secara eksplisit dinyatakan
identitas mereka sendiri tanpa bahwa salah satu sikap yang
dipengaruhi oleh budaya atau dibutuhkan oleh seorang pekerja
nilai baru yang dibawa oleh sosial adalah menghargai
para pekerja sosial. Hal ini keanekaragaman budaya,
meliputi juga hak untuk tetap pandangan, agama, dan
berpegang pada warisan, tradisi kepercayaan, serta pendapat
dan bahasa mereka atau temuan orisinal orang lain.
dimensi kompetensi interkultural pekerjaan sosial

Untuk membantu memahami pengertian kompetensi inter-kultural, W. Sue dan rekan-


rekannya telah mencoba menggaris bawahi beberapa dimensi. Dimensi yang pertama
adalah kesadaran dan sensivitas terhadap perbedaan antara nilai-nilai yang dibawa
oleh seorang pekerja sosial dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh klien.

Dimensi yang kedua adalah pengetahuan tentang lingkungan praktek, metode-metode


pertolongan dan budaya dari klien. Dimensi yang ketiga adalah keterampilan dalam
komunikasi verbal dan nonverbal
dimensi kompetensi interkultural pekerjaan sosial

Dari definisi di atas, terdapat dua elemen penting yaitu pengetahuan dan
keterampilan. Kedua elemen tersebut harus dilatih sebagai sebuah kecakapan oleh
seorang pekerja sosial. National Association of Social Workers(NASW), sebuah
organisasi pekerja sosial profesional di Amerika Serikat, telah mengeluarkan standar-
standar bagi kompetensi inter-kultural dalam praktek pekerjaan sosial. Standar dan
indikator tersebut diharapkan menjadi dasar dan pegangan bagi para pekerja sosial
ketika dengan situasi lapangan yang beragam.Standar-standar tersebut menjadi
sebuah tuntutan sebagaimana seorang pekerja sosial dihadapkan pada tanggung
jawab etis untuk menjadi seorang yang kompeten secara kultural
Di bidang pendidikan pekerjaan sosial, kompetensi
inter-kultural telah banyak dibahas dalam kurikulum
pendidikan pekerjaan sosial, walaupun belum disusun
secara sistematis sebagai pedoman bagi pekerja sosial
profesional di Indonesia.Pekerja sosial diharapkan telah
dibekali kompetensi ini sebelum turun ke lapangan baik
secara formal maupun informal.Pengetahuan informal
bisa diperoleh lewat relasi dengan yang berbeda latar
belakang Di sisi lain, hingga kini belum banyak penelitian
maupun evaluasi tentang implementasi kompetensi
kultural terutama dalam konteks Indonesia yang
majemuk dan beranekaragam
Cultural
Awareness
Definisi Cultural Awareness

Vacc (2003), Kesadaran budaya adalah kemampuan seseorang untuk melihat ke luar
dirinya sendiri dan menyadari akan adanya nilai, kebiasaan atau budaya yang masuk.
Proses selanjutnya, seseorang dapat menilai apakah kebudayaan itu dapat diterima
atau dianggap tidak lazim oleh budaya lain.

Wunderle (2006), bahwa cultural Awareness sebagai kemampuan seseorang untuk


menyadari, mengakui dan memahami pengaruh budaya terhadap nilai dan perilaku
manusia. Implikasi dari kesadaran budaya terhadap pemahaman ialah untuk
mempertimbangkan budaya pada faktor-faktor penting ketika menghadapi situasi
tertentu.
Tingkatan Cultural Awareness
Tingkatan cultural awareness menurut Wunderle, dibagi menjadi 5 diantaranya:

Data dan 1 3 5
informasi Cultural competence
Cultural Knowledge Taraf tertinggi yang
mengetahui 2 pelatihan khusus
4 masuk pada culture
kode-kode
untuk membuka adhesive
budaya dalam Cultural consideration Cultural understanding
lingkungan. pemahaman
Muncul Pelatihan lanjutan agar
budaya lebih
pertimbangan mengarah pada
dalam
untuk memaknai kesadaran dan
konsep dari kode- membantu proses
kode yang ada pengambilan keputusan
Tingkatan Cultural Awareness
Tingkatan Cultural Awareness lainnya disebutkan oleh Robert Hanvey yang membagi dalam
4 tingkat yaitu:

1. .Awareness of superficial or visible cultural traits, seseorang menerima


informasi tentang budaya berdasar hanya apa yang dilihat, sering adanya
stereotip.
2. Awareness of significant and subtle cultural traits that others are different
and therefore problematic, mulai memahami perbedaan budaya atau nilai,
namun masih terjadi kebingungan.
3. Awareness of significant and subtle cultural traits that others are believable
in an intellectual way, sudah mampu memahami dan menerima kebudayaan lain
secara utuh
4. Awareness of how other culture feels from the standpoint of the insider,
sudah adanya keterlibatan emosi dan perilaku terkait budaya lain melalui
pengalaman langsung.
Konselor dan Cultural Awarenes
kualitas dasar konselor:
1. Respect. menghargai klien dengan asumsi bahwa mereka
ekspektasi pelayanan konseling dapat menyelesaikan masalahnya sendiri.
selalu pada motif altruistic yang 2. Genuinenes. Keaslian diri seorang konselor dalam pelayanan
menyikapi penuh empatik, akan membantu membangun kepercayaan antara klien dan
menghormati keragaman, konselor.
mengedepankan kemaslahatan 3. Emphatic understanding, memahami klien secara mendalam
klien, dan dampak jangka sebagai individu dan sistem akan membantu penemuan
panjangnya. Penting bahwa pilihan-pilihan penyelesaian masalah.
konselor memahami budaya 4. Communication of emphatic, respect,and genuinenes.
untuk bekerja dengan klien tanpa memahami perbedaan klien, menerima persepsi, dan
memaksakan nilai, menyinggung merasakan kebudayaan klien akan membantu proses
klien, atau perilaku nonverbal konseling baik verbal maupun non verbal.
klien yang salah diinterpretasikan. 5. Structuring. proses konseling harus terstruktur atau sesuai
urutannya. Di awal menyampaikan maksud konseling, hingga
proses pemutusan hubungan (terminasi).
Cultural Awareness Dalam Pekerjaan Sosial

Praktek pekerjaan sosial melibatkan 2 subjek manusia yakni pekerja sosial dan klien,
yang masing-masing membawa identitas budaya yang berbeda, dan biasanya rentan terjadi
ketegangan. Pekerja Sosial yang kompeten secara budaya diharapkan mampu memiliki
setidaknya 4 aspek: pengetahuan, keterampilan, pembelajaran induktif, dan kesadaran
budaya.

Kesadaran budaya membantu praktisi untuk menerobos hambatan dengan keragaman


budaya klien. Kesadaran budaya juga berkaitan dengan kesadaran diri dimana

mereka
secara sadar menghindari bias yang dibawanya kepada proses pelayanan. Dengan memiliki
kompetensi atau kesadaran terhadap budaya dapat menunjukkan tingkat profesionalitas
dan tanggung jawab seorang praktisi pekerjaan sosial. Dalam hal ini, terdapat 2 strategi:
Mengontrol budaya dan menggunakan budaya.
Cultural Awareness Dalam Pekerjaan Sosial
Mengontrol Budaya Menggunakan Budaya

1. Detaching oneself from own culture 1. Pemahaman empati berdasarkan


(melepaskan diri dari budaya sendiri) kesamaan
2. Separate life domains (memisahkan 2. Pengungkapan diri terapeutik
domain kehidupan) 3. Menjembatani klien ke budaya dominan

3. Switching hats (berganti topi)


4. Selective presentation of self

(presentasi diri yang selektif)


5. Assuming the "white" identity
(asumsi identitas "putih")
6. Restrospection
Implikasi Penindasan dan
Kekuasaan dalam Praktek
Pekerjaan Sosial
Bullying atau penindasan adalah tindakan
intimidasi yang dilakukan pihak yang lebih
kuat terhadap pihak yang lemah. Menurut
Bambang Sudiyo yang dikutip dalam Kompas
menyatakan bahwa bullying bermakna
penyiksaan atau pelecehan yang dilakukan Penindasan dan
tanpa motif tetapi dengan sengaja atau
dilakukan berulang ulang terhadap orang Kekuasaan
yang lebih lemah. Sedangkan, Kekuasaan
merupakan kemampuan untuk mempengaruhi
pihak lain menurut kehendak yang ada pada
pemegang kekuasaan tersebut.
Memahami Penindasan dan Kekuasaan Dalam Praktik
Pekerjaan Sosial
Dalam praktik pekerjaan sosial, pekerja sosial akan banyak menemukan klien dari kelompok terpinggirkan.
Masyarakat hidup di bawah payung kekuasaan individu, institusi, dan budaya yang seringkali merendahkan,
merugikan, dan menghilangkan peluang untuk kelompok terpinggirkan. Berdasarkan pengalaman
diskriminasi oleh kelompok penguasa, kelompok terpinggirkan seringkali memberikan persepsi terhadap
pekerja sosial yang secara profesional menolong orang-orang di ranah multikultural.

Dinamika rasial dan budaya dapat mengganggu proses pertolongan dan


menyebabkan kesalahan diagnosis, kebingungan, rasa sakit, dan penguatan bias dan
stereotip yang dimiliki keduanya (pekerja sosial dan klien) satu sama lain. Pekerja
sosial yang kompeten secara budaya dilihat dari kemampuannya untuk tidak
menghakimi perilaku klien.
Praktik Anti-Penindasan
Istilah 'anti-penindasan' digunakan untuk memandang divisi sosial dalam masyarakat
(terutama 'ras', kelas, jenis kelamin, kecacatan, orientasi seksual dan usia) sebagai masalah
struktur sosial yang luas, baik itu masalah pribadi atau organisasi. Hal ini terlihat dari
adanya penggunaan dan penyalahgunaan kekuasaan dengan perilaku individu atau
organisasi, yang rasis, kelas, seksis dan sebagainya. Dalam definisi ini, ada pemahaman
yang jelas tentang penggunaan dan penyalahgunaan kekuasaan dalam hubungan pada
tingkat pribadi, keluarga, masyarakat, organisasi dan struktural.
Perbedaan Sosial Menghubungkan Individu dan Politik.
Prinsip perbedaan sosial didasarkan Masalah individu bukan hanya disebabkan
pada pemahaman tentang bagaimana oleh dirinya, tetapi harus dipahami dalam
perbedaan saling berhubungan dan kaitannya dengan kebijakan dan politik
membentuk kehidupan manusia. yang ada dalam lingkungan sosial

Kekuasaan Lokasi Historis dan Geografis


Posisi kekuasaan membentuk dan Pengalaman dan
peristiwa hidup
menentukan hubungan pada tingkat individu ditempatkan dalam waktu
dan tempat tertentu memberi makna
individu, kelompok, komunitas,
dalam perbedaan budaya.
organisasi dan masyarakat

Refleksivitas

sip-Prinsip Refleksivitas adalah pertimbangan

Prin enindasan terus-menerus tentang bagaimana nilai,

Anti- P perbedaan sosial, dan kekuasaan


mempengaruhi interaksi antar individu.
Kredibilitas Pekerja Sosial
1 2
Keahlian Kepercayaan
Keahlian tergantung pada seberapa Seorang pekerja sosial dianggap dapat
baik informasi, kemampuan, atau dipercaya cenderung memberikan
kecerdasan klien memandang pekerja pengaruh yang lebih besar terhadap klien.
sosial. Keahlian yang dirasakan Kepercayaan yang dirasakan meliputi
biasanya terlihat dari reputasi, bukti faktor-faktor seperti ketulusan,
keterbukaan, kejujuran, dan tidak
pelatihan khusus, dan bukti perilaku
memikirkan keuntungan pribadi.
kemahiran dan kompetensi.
Implikasi bagi Pekerja Sosial Multikultural
1 Membedakan antara perilaku yang menunjukkan
masalah individu yang sebenarnya dan perilaku yang 2 Tidak mempersonalisasi kecurigaan
yang mungkin dimiliki klien terhadap
dihasilkan dari penindasan sistematis dan perjuangan
untuk bertahan hidup. motif seorang pekerja sosial.

3 Seorang pekerja sosial yang kompeten secara Menyadari bahwa klien dari kelompok yang
budaya bersedia mempertanyakan pandangan 4 termarjinalkan terkadang menganggap
dunianya sendiri dan bersedia untuk memahami dan sertifikasi pekerja sosial tidak memadai.
mengatasi stereotip kelompok lain

5 Adanya perbedaan besar antara pekerja dengan


klien yang dapat dijembatani melalui menghargai
beragam budaya dan bekerja secara efektif.
Contoh Studi
Kasus
Contoh Studi Kasus Pekerja Sosial dalam Penindasan dan Kekuasaan
contoh kasus yang berkaitan dengan penindasan dan kekuasaan yang
biasanya dialami oleh kelompok rentan dan salah satunya adalah perempuan
yang menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Seperti yang
sudah dijelaskan di dalam UUD RI tentang Korban yang telah mengalami
tindak kekerasan, UU RI Nomor 23 tahun 2004 pada poin 4 yaitu “berhak
mendapatkan Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada
setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang undangan”. Berbagai akibat dapat ditimbulkan dari tindak
kekerasan tersebut, hal ini disebabkan karena perempuan biasanya berada
dibawah laki - laki atau kurang adanya rasa kesetaraan sehingga laki - laki yang
terlalu memiliki banyak kekuasan dalam rumah tangga.
Contoh Studi Kasus Pekerja Sosial dalam Penindasan dan Kekuasaan
Dampaknya istri akan mengalami beberapa permasalahan pada psikisnya yaitu
seperti adanya pergolakan batin antara penderitaan dengan keinginan untuk
mempertahankan rumah tangga dapat mengakibatkan perasaan rendah diri, tidak
percaya diri, selalu menyalahkan diri sendiri, mengalami gangguan fertilitas
(kesuburan) dan gangguan siklus haid dapat terganggu karena jiwanya tertekan.
Pengaruh peran pekerja sosial dalam pemberdayaan yaitu korban Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT) termotivasi untuk bangkit kembali, mampu
mengontrol sikap, memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan, serta mampu
merencanakan kehidupan ke depan. Peningkatan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor itulah yang menjadi indikator dalam keberhasilan suatu proses
pemberdayaan. Adapun Tujuan adanya program tersebut agar korban tidak
kembali ke masa yang suram serta mampu hidup mandiri, percaya diri untuk
bersosialisasi di masyarakat.
Thank You!
Any Question?

Anda mungkin juga menyukai