Anda di halaman 1dari 20

i

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebelum lebih jauh membahas mengenai peran manajer keuangan


dalam perusahaan, terlebih dahulu akan dibahas pengertian tentang
keuangan perusahaan. Manajemen keuangan adalah keseluruhan
keputusan dan aktivitas yang menyangkut usaha untuk memperoleh dana
dan mengalokasikan dana tersebut berdasarkan perencanaan, analisis dan
pengendalian sesuai dengan prinsip manajemen yang menuntut agar
dalam memperoleh dan mengalokasikan dana tersebut harus
mempertimbangkan efisiensi (daya guna) dan efektivitas (hasil guna).
Manajemen keuangan membicarakan pengelolaan keuangan yang
pada dasarnya dapat dilakukan bukan hanya oleh perusahaan, namun
juga oleh perorangan, keluarga, maupun pemerintah. Penerapan konsep
atau teori keuangan untuk pengambilan keputusan keuangan pada level
individu disebut personal finance. Teori keuangan yang diterapkan pada
konteks perusahaan dikenal dengan keuangan perusahaan (corporate
finance) yang secara umum disebut manajemen keuangan (finance
management).
Kekhususan maanajemen keuangan pada level perusahaan antara
lain adalah perusahaan dapat dimiliki oleh lebih dari satu orang, terikat
peraturan yang berlaku untuk perusahaan, tetapi tidak untuk individu, dan
penggunaan prinsip-prinsip akuntansi keuangan. Adapun keuangan
perusahaan yang berdassarkan prinsip-prinsip syariah yang digali dari
sumber-sumber hukum Islam, yaitu al-Qur’an, sunnah, ijma’, dan qiyas,
dapat dikatakan sebagai keuangan perusahaan syariah.
Karena latar belakang inilah akhirnya penulis berkeinginan untuk
mengambil tema dalam makalah yang akan penulis susun, dengan judul
Manajer Keuangan dan Aktualisasi Syariah pada Tujuan Perusahaan.

1
2

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai :


1. Apa peran manajer keuangan?
2. Bagaimana tujuan perusahaan dan pentingnya aspek etika?
3. Apa tujuan perusahaan dalam lingkup tata kelola perusahaan?
4. Bagaimana model tata kelola perusahaan dalam perspektif barat?
5. Bagaimana model tata kelola perusahaan dalam perspektif Islam?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :


1. Untuk mengetahui apa peran manajer keuangan;
2. Untuk mengetahui bagaimana tujuan perusahaan dan pentingnya aspek
etika;
3. Untuk mengetahui apa tujuan perusahaan dalam lingkup tata kelola
perusahaan;
4. Untuk mengetahui bagaimana model tata kelola perusahaan dalam
perspektif barat;
5. Untuk mengetahui bagaimana model tata kelola perusahaan dalam
perspektif Islam.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Peran Manajer Keuangan

Sebelum membahas lebih jauh mengenai peran manajer keuangan, ada


baiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa itu manajer keuangan. Manajer
keuangan adalah fungsi kerja di suatu perusahaan yang bertugas
merencanakan, menganggarkan, memeriksa, mengelola, dan menyimpan dana
yang dimiliki oleh perusahaan.
Keputusan-keputusan keuangan yang diambil manajer keuangan, yaitu
keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan deviden, yang pada
umumnya bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran pemilik perusahaan.
Hal ini ditandai oleh meningkatnya nilai perusahaan atau harga sahamnya
apabila perusahaan tersebut listing di pasar modal.
Fungsi utama bagi manajer keuangan atau pembuat keputusan keuangan
dalam sebuah perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Menghimpun dana dari pasar keuangan yang disebut dengan keputusan
pendanaan atau financingdecision;
2. Menginvestasikan dana yang disebut dengan penganggaran modal atau
keputusan investasi (investment decision);
3. Menghasilkan dana dari operasi yang efisien dan mengalokasikan dana
yang dihasilkan untuk diinvestasikan kembali (reinvestment) atau untuk
membayar deviden tunai yang disebut dengan keputusan deviden
(devidend policy).
Manajer keuangan memperoleh dana dari pasar keuangan dengan menjual
aset keuangan atau surat berharga kepada para investor. Dana tersebut
kemudian diinvestasikan, misalnya untuk perusahaan manufaktur, pada aset rill
atau aset fisik yang diolah untuk menghasilkan barang.
Kegiatan utama manajer keuangan adalah merencanakan, mencari, dan
memanfaatkan dana dengan sejumlah cara untuk memaksimumkan efisiensi

3
4

dan efektivitas operasi-operasi perusahaan. Perencanaan keuangan meliputi


proyeksi (forecasting) dan anggaran, sedangkan pencarian dana atau
pendanaan menyangkut pencarian sumber dana dan mencari keseimbangan
struktur keuangan dan struktur modal. Adapun pemanfaatan dana dapat
dilakukan dengan mengombinasikan modal lancar dan modal tetap yang
terbaik.
Banyak keputusan yang harus diambil oleh manajer keuangan dan
berbagai kegiatan yang harus dijalankan mereka. Meskipun demikian kegiatan-
kegiatan tersebut dapan dikelompokan menjadi dua kegiatan utama, yaitu
kegiatan menggunakan dana (allocation of funds) dan mencari pendanaan
(raising of funds). Dua kegiaatan ini disebut sebagai fungsi keuangan.
Seperti yang telah dijelaskan di awal bahwa kegiatan utama atau peran
manajer keuangan adalah mengambil keputusan tentang bagaimana
mendapatkan dana yang disebut sebagai keputusan pendanaan, menggunakan
dana yang disebut sebagai keputusan investasi, dan kebijakan membagikan
laba yang disebut sebagai kebijakan deviden.

B. Tujuan Perusahaan dan Pentingnya Aspek Etika

Tujuan manajemen keuangan diperlukan karena prestasi manajer keuangan


perlu dievaluasi berdasarkan standar tertentu. Apabila manajer keuangan
mempunyai prestasi di atas standar berarti ia berhasil melakukan tugasnya.
Agar tujuan tersebut dapat diterapkan, maka perlu definisi operasional tujuan
manajemen keuangan yang kemudian diterjemahkan ke dalam variabel yang
dapat diukur.
Salah satu asumsi dalam keuangan konvensional adalah bahwa tujuan
perusahaan dan juga tujuan manajemen keuangan adalah memaksimalkan
kekayaan (kesejahteraan)pemilik perusahaan atau pemegang sahamnya.
Kesejahteraan pemegang saham yang maksimal tersebut dapat terwujud
apabila nilai pasar (market value) perusahaan dimaksimalkan. Nilai pasar pada
perusahaan publik adalah jumlah saham beredar dikalikan dengan harga saham
pada periode tertentu atau bisa disebut dengan kapitalisasi pasar. Dengan
5

demikian pemegang saham menginginkan agar manajer membuat keputusan


yang dapat memaksimalkan pasar.
Membuat keputusan yang memaksimalkan nilai pasar ini memfokuskan
perhatian manajer keuangan pada jumlah arus kas investasi yang diharapkan,
aspek waktu (timing) arus kas dan variabelitas (resiko) arus kas tersebut.
Menurut Hanafi (2008:5) nilai perusahaan dapat ditingkatkan dengan
menciptakan arus kas positif. Arus kas tersebut berbeda dengan laba akuntansi.
Laba akuntansi dihasilkan dengan mempertemukan antara pendapatan dengan
biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Perhitungan
akuntansi menjadi arus kas dapat dilakukan dengan sederhana, yaitu:

Arus Kas = Laba Bersih Akuntansi + Depresiasi

Untuk meningkatkan nilai perusahaan, manajemen perlu memperoleh arus


kas masuk yang tinggi dan berkelanjutan. Di samping arus kas dari aspek
jumlahnya (magnitude), manajer keuangan juga perlu memperhatikan aspek
waktu dan resiko arus kas. Aspek waktu arus kas menunjukkan bahwa arus kas
yang diterima saat ini memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada periode
mendatang.
Aspek lain yang diperhatikan adalah resiko arus kas. Misalnya arus kas A
dan B masing-masing memiliki nilai ekspektasi yang sama, yaitu Rp 10 juta.
Tetapi, keduanya memiliki penyimpangan (deviasi) yang berbeda. Misalnya
penyimpangan A lebih besar dari penyimpangan B. Penyimpangan yang tinggi
menunjukan tingkat ketidakpastian arus kas yang tinggi sehingga resikonya
tinggi. Dengan kata lain, arus kas yang memiliki tingkat kepastian yang lebih
tinggi (arus kas B) akan dipilih dari pada arus kas yang memiliki
ketidakpastiaan yang lebih tinggi.
Ekonomi tradisional berasumsi bahwa tujuan perusahaan adalah
maksimalisasi laba. Hanafi (2008:7, menyatakan bahwa tidak tepat apabila
tujuan manajemen keuangan adalah memaksimalkan laba dengan alasan laba
yang besar melalui jumlah saham beredar yang besar tidaklah sebaik yang
diinginkan yang berarti hanya membicarakan laba per lembar saham, dan laba
6

per lembar saham juga bukan merupakan tujuan yang tepat karena tidak
memperhatikan nilai waktu uang dan resiko.
Sarker (1999) menyatakan bahwa tujuan perusahaan berbasis syariah
menjadi ganda, yaitu meningkatkan nilai perusahaan dan memaksimalkan
kesejahteraan atau falah. Sebuah perusahaan syariah akan mempertimbangkan
kepentingan seluruh masyarakat atau stakeholders dengan suatu prioritas.
Selain itu, tujuan perusahaan tersebut tidak terlepas dari pengaruh aspek etika.
Etika bisnis lahir di Amerika pada tahun 1970-an, kemudian meluas ke
Eropa pada tahun 1980-an dan menjadi penomena global pada tahun 1990-an.
Etika bisnis dinggap sebagai respon tepat atas krisis moral yang meliputi dunia
bisnis.
Tanggung jawab pertama suatu bisnis adalah tanggung jawab ekonomi,
yaitu meningkatkan nilai perusahaan., memperoleh laba agar perusahaan dapat
tetap menjalankan bisnisnya, melayani pelanggannya, dan menciptakan
lapangan pekerjaan. Akan tetapi, masyarakat di sekitar menuntut agar bisnis
juga memenuhi tanggung jawab sosial, etika, atau hukum. Sistem bisnis
beroperasi dalam suatu lingkungan yang menghendaki perilaku etis, tanggung
jawab sosial, peraturan pemerintah, dan undang-undang yang saling berkaitan
satu sama lain.
Etika adalah tatanan nilai dan moral dn standar perilaku yang membentuk
dasar bagi orang-orang dalam organisasi sewaktu mereka membuat keputusan
dan berinteraksi dengan pihak lain dengan pihak yang berkepentingan dalam
organisasi. Adapun etika dalam bisnis mencakup tatanan nilai moral dan
standar-standar perilaku yang dihadapi para pelaku bisnis sewaktu mereka
membuat keputusan dan memecahkan masalah.
Dalam ekonomi syariah, konformitas (penyesuaian) bagi perusahaan
terhadap etika bukanlah sebuah pilihan atau tentang masalah penentuan pilihan.
Manajer keuangan harus patuh terhadap norma-norma etika islam sebagaimana
yang terkandung dalam syariah. Apakah kepatuhan tersebut merupakan nilai
yang meningkat atau dianggap menghancurkan, hal ini sebagian besar
merupakan masalah analisis residu. Dalam penelitian terbaru tentang apa yang
7

seharusnya terkandung dalam pernyataan Visi-Misi-Tujuan bagi lembaga


keuangan Islam, responden merasa bahwa kompatibilitas syariah dan
kepatuhan terhadap nilai-nilai Islam harus terkandung di dalamnya dengan
acuan yang eksplisit berdasarkan Islam dan mempromosikan nilai-nilai itu.
Adapun maksimalisasi kekayaan pemegang saham tetap diakui sebagai tujuan
sekunder. Pernyatan tersebut secara eksplisit mengakui kepentingan
Stakeholder lain selain pemegang saham lebih penting, yaitu bicara tentang
tugas dan tanggung jawab yang lebih luas sebagai suatu masyarakat perusahaan
Islam, pelayanan kepada masyarakat muslim dan sejenisnya.
Salah satu yang umum dibicarakan mengenai bisnis adalah kontradiksi
antara etika dengan laba. Banyak perusahaan yang sadar bahwa perilaku etis
mendatangkan banyak manfaat. Selain itu, banyak perusahaan yang sadar
bahwa perilaku etis dapat menambah keuntungan dalam bisnis, yakni diyakini
terdapat korelasi yang positif antara perilaku tanggung jawab etika dan sosial
dengan semakin besarnya laba.
Suatu perusahaan juga dapat menentukan standar etika yang tinggi, yaitu
dengan cara:
1. Menciptakan suatu paham atau tradisi perusahaan serta
mengembangkan dan melaksanakan kode etik tersebut secara adil dan
konsisten;
2. Melakukan pelatihan etika;
3. Memperkerjakan orang yang tepat;
4. Melaksanakan audit etika secara berkala, tidak hanya sebatas aturan-
aturan;
5. Menetapkan contoh-contoh etika setiap waktu;
6. Menciptakan komunikasi dua arah dengan melibatkan karyawannya
dalam menetapkan standar etika.

C. Tujuan Perusahaan dalam Lingkup Tata Kelola Perusahaan

Bagian ini mempelajari tentang komparasi konsep tata kelola dari


perspektif barat dan Islam. Islam menyajikan nilai-nilai yang berbeda dan
8

karakteristik khusus pada tata kelola perusahaan yang bertujuan untuk


menegakan dan mempertahankan prinsip keadilan sosial tidak hanya kepada
pemegang saham perusahaan tetapi juga untuk semua stakeholder.
Tata kelola perusahaan merupakan salah satu elemen pokok dalam setiap
pengembangan perusahaan karena memainkan peran untuk merancang dan
menyebarluaskan prinsip keadilan, akuntabilitas, dan transparansi.
Tata kelola (governance) berasal dari kata latin gubernare yang berarti
mengarahkan atau memerintah. Oxford English Dictionary mendefinisikan
memerintah (govern) sebagai memandu, mengatur, atau mengarahkan
masyarakat. Secara umum, definisi tata kelola perusahaan dapat dibagi menjadi
dua bagian. Pertama, dalam arti sempit tata kelola perusahaan berarti suatu
sistem formal akuntabilitas manajemen senior kepada pemegang saham.
Kedua, dalam arti luas dapat tata kelola perusahaan didefinisikan sebagai
keseluruhan jaringan hubungan formal dan informal yang menyangkut sektor
perusahaan dan konsekuensinya bagi masyarakat secara umum.
Sedangkan tata kelola perusahaan menurut perspektif Islam tidak jauh
berbeda definisi konvensional karena hal tersebut mengacu pada sebuah sistem,
yaitu perusahaan diarahkan dan dikendalikan agar memenuhi tujuan
perusahaan dengan melindungi kepentingan dan hak semua stakeholder.
Namun dalam hal konsep pengambilan keputusan sistem konvensional
menggunakan dasar pemikiran (premis) epistemologi sosial-ilmiah, sedangkan
Islam didasarkan pada ketauhidan Allah.
Jika merujuk pada pembahasan akademis terdahulu tentang tata kelola
perusahaan dalam kasus Amerika Serikat, maka ditemukan bahwa fungsi tata
kelola perusahaan difokuskan kepada manfaat merger konglomerat dan
pengambilalihan sebagai mekanisme untuk mengontrol biaya agensi.
Tata kelola perusahaan dalam Islam dan barat berperan sangat penting
dalam rangka memenuhi tujuan tertentu dan tujuan perusahaan. Sebenarnya,
Islam sudah lebih jauh menambahkan nilai-nilainya dengan menegaskan unsur
maqasid syariah yang tidak ditemukan dalam konsep barat. Fungsi-fungsi
tujuan menempatkan maqasid syariah sebagai tujuan akhir kesejahteraan
9

manusia. Maqasid syariah bermakna perlindungan atas kesejahteraan manusia,


yang terletak dalam bentuk perlindungan hak asasi berupa keyakinan agama,
hidup, intelektual, keturunan, dan kesejahteraan (al-Ghazali, 1937: 139-140).

D. Model Tata Kelola Perusahaan dalam Perspektif Barat

Dari sejumlah model barat yang ada, bagian ini hanya berfokus pada dua
sistem tata kelola perusahaan yang dominan, yaitu pendekatan Anglo-Saxon
atau “Neo Liberal” dan model Eropa.
Setiap sistem memiliki cirinya tersendiri yang mencerminkan struktur
perusahaan yang berbeda dan tujuan perusahaan yang beragam. Perbedaan
antarmodel tata kelola perusahaan pada sistem keuangan terus-menerus
menjadi subjek perdebatan selama beberapa abad.
1. Model Anglo-Saxon
Model tata kelola perusahaan Anglo-Saxon yang juga dikenal
sebagai sistem berbsis pasar, sistem nilai pemegang saham, model
prinsipal-agen atau model keuangan. Anglo-Saxon dianggap sebagai
teori yang paling dominan dan diunggulkan Amerika Serikat dan
Inggris. Dasar pemikirannya bahwa pasar (khususnya pasar modal),
tenaga kerja manajerial, dan kontrol perusahaan memberikan batasan-
batasan yang paling efektif terhadap kebijakan manajerial.
Amerika Serikat dan Inggris dipengaruhi oleh model yang berbasis
single-board system, yaitu keanggotaan dewan komisaris dan dewan
direksi tidak dipisahkan. Dalam model ini, dewan komisaris merangkap
sebagai direksi dan kedua organ inilah yang disebut sebagai dewan
direksi. Sistem nilai pemegang saham ini merupakan tata kelola yang
dominan selama bertahun-tahun. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya
praktik perusahaan di sejumlah negara yang menggunakan sistem ini.
Seperti Australia, Selandia Baru, Kanada, Afrika Selatan, Cina, dan
sebagian besar negara-negara Asia Tenggara misalnya Malaysia,
Filipina, dan Singapura.
10

Aspek yang paling khas dari sistem ini adalah pada struktur
kepemilikan perusahaan, yaitu kepemilikan saham tersebar secara luas
dan pemegang saham mempunyai pengaruh yang lemah pada
manajemen. Hal itulah yang menjadi alasan mengapa dalam sistem ini
perusahaan perlu hukum yang kuat untuk melindungi para pemegang
saham. Singkatnya, pusat perhatian tata kelola perusahaan pada sistem
Anglo-Saxon adalah untuk melindungi kepentingan dan hak-hak
pemegang saham.

Pemegang Saham

Manajer Dewan Direksi

Karyawan

Gambar 1.1 Tata Kelola Perusahaan Model Anglo-Saxon

Gambar 1.1 menunjukan bahwa model Anglo-Saxon didasarkan


pada konsep hubungan wewenang dalam persahaan antara pemegang
saham dan manajer yang dimotivasi oleh perilaku berorientasi laba.
Konsep ini berasal dari keyakinan kapitalisme pasar di mana
kepentingan dan pasar dapat berfungsi dalam mengatur dirinya dan
berfungsi secara seimbang.
2. Model Eropa
Dengan hanya mengunggulkan kepentingan dan hak pemegang
saham, banyak yang percaya bahwa terdapat masalah yang signifikan
dengan sistem Anglo-Amerika. Pendekatan lain yang diperkenalkan
untuk menjawab masalah tersebut adalah dengan model Eropa atau
disebut juga teori stakeholder. Dalam sistem ini, sebagian besar
perusahaan meningkatkan keuangan eksternal mereka dari bank-bank
yang telah berhubungan dekat dan dari hubungan jangka panjang
11

dengan pelanggan mereka. Model Eropa difokuskan pada model


berbasis hubungan yang menekankan maksimalisasi kepentingan
kelompok yang lebih luas daripada hanya kepentingan pemegang
saham.
Model stakeholder dipraktikkan oleh mayoritas negara-negara
Eropa seperti Jerman, Prancis, Italia, Spanyol dan Yunani karena
banyak perusahaan besar merupakan bagian dari struktur sosisal dan
ekonomi.model ini isinya menolak tiga proposisi utama model amerika
yang menyatakan bahwa semua stakeholder memiliki hak untuk
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan perusahaan yang
berdampak pada mereka, manajer bertugas terutama untuk melindungi
kepentingan seluruh stakeholder, dan perusahaan bertujuan untuk
meningkatkan kepentingan stakeholder dan bukan hanya pemegang
saham ( Iqbal dan Mirakhor, 2004:46).

Pemegang Saham

Dewan Direksi Dewan Pengawas

Tata Kelola
Perusahaan

Trade Union Dewan Pekerja

Gambar 1.2 Gaya Tata Kelola Perusahaan Model Eropa

Stakeholder merupakan kelompok-kelompok konsituen yang


mempunyai klaim yang sah pada perusahaan atau dapat diartikan orang
yang memberikan kontribusi secara langsung atau tidak langsung pada
perusahaan. Stakeholder dapat diklasifikasikan menjadi pemegang
saham, stakeholder internal (karyawan dan saerikat pekerja), para mitra
operasional (pelanggan, pemasok, kreditur, dan kontraktor), dan
12

komunitas sosial (otoritas negara, kantor dangang, organisasi non


pemerintah/LSM, dan masyarakat sipil).
Ciri khusus model Eropa adalah praktik sistem dua tingkat (two-
tier) yang terdiri atas dewan pengawas dan dewan manajemen (direksi)
seperti yang dipratikan oleh perusahaan-perusahaan di Jerman atau
Perancis yang disebut conseil de surveillance. Kedua dewan ini terpisah
dari direktur eksekutif, yaitu struktur dua dewan yang bertemu secara
terpisah. Pada gambar di atas ditampilkan gaya tata kelola perusahaan
model Eropa.

E. Model Tata Kelola Perusahaan dalam Perspektif Islam

Secara umum diketahui bahwa tujuan utama perusahaan adalah untuk


memaksimalkan nilai kesejahteraan perusahaan. Jika demikian, maka hal ini
menadakan bahwa perusahaan tersebut, termasuk juga perusahaan Islam yang
memiliki tujuan tersebut, dalam praktiknya masih mengadopsi tata kelola
perusahaan model Anglo-Saxon.
Dalam konteks tata kelola perusahaan Islam, terdapat beberapa studi yang
dilakukan khususnya pada lembaga keuangan Islam dan ditemukan model tata
kelola perusahaan alternatif.
Studi yang pertama mengacu pada model tata kelola perusahaan
berdasarkan prinsip konsultasi yang menegaskan bahwa semua stakeholder
memiliki tujuan yang sama, yaitu tauhid dan keesaan Allah. Studi selanjutnya
mengadopsi sistem nilai stakeholder dengan beberapa modifikasi. Dalam
konteks Islam, kepentingan stakeholder bukan hanya seputar return financial
atau memaksimalkan keuntungan, tetapi kepentingan tersebut juga meliputi
unsur etika, syariah dan prinsip tauhid.
1. Pendekatan Berbasis Tauhid dan Musyawarah
Perusahaan Islam memiliki nilai tata kelola perusahaan barat.
Choudhury dan Hoque membahas dasar epistemologi tauhid sebagai
acuan pada model tata kelola perusahaan Islam. Sebagai dasar iman
Islam adalah tauhid, dasar kerangka tata kelola perusahaan juga berasal
13

dari konsep ini. Konsep tata kelola perusahaan dalam perspektif Islam
oleh Choudhury dan Hoque, tampak pada gambar 1.3
Tauhid sebagai Pilar

Dewan Syariah: Puncak Tata Kelola

Musyawarah atau
Konsultasi
Pemegang Saham Masyarakat

Kesejahteraan Sosial

Penetapan proses interaktif,


Pengujian kesatuan
integratif dan evolusi yang
pengetahuan menurut
melengkapi tujuan
aturan syariah
perusahaan dan sosial
Gambar 1.3 Konsep Tata Kelola Perusahaan Perspektif Islam

Gambar 1.3 menunjukan bahwa pendekatan tata kelola perusahaan


Islam didasarkan pada model epistemologi tauhid yang peran
fungsional perusahaannya bekerja melalui aturan syariah. Prinsip tauhid
menurunkan konsep penting khilafah dan keadilan atau keseimbangan.
Prinsip keseimbangan sosial dalam konteks ekonomi memberikan
konfigurasi terbaik pada kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi.
Dalam konteks ini, kebutuhan semua anggota masyarakat merupakan
prioritas pertama di atas individu.
Para stakeholder sebagai khalifah Allah mempunyai tugas
menegakan prinsip keadilan distributif melalui proses
permusyawaratan. Chapra (1992:234) menyebutkan bahwa praktik
musyawarah bukan merupakan pilihan, tetapi suatu kewajiban. Unsur
musyawarah memberikan seluas mungkin partisipasi stakeholder dalam
urusan negara, termasuk juga perusahaan, baik secara langsung maupun
wakil-wakil. Terdapat dua lembaga utama yang terlibat dalam proses
14

tata kelola perusahaan di atas, yaitu dewan syariah dan unsur dari
sekelompok-kelompok anggota musyawarah (semua stakeholder).
Dalam menentukan caakupan syariah, lembaga dewan syariah masuk ke
dalam struktur dan memainkan peran penting untuk memastikan bahwa
semua kegiatan perusahaan sejalan dengan prinsip-prinsip syariah.
2. Pendekatan Berbasis Stakeholder secara Islam
Prinsip hak-hak kepemilikan dalam Islam dengan jelas
memberikan kerangka yang komprehensif untuk mengidentifikasi,
mengakui, menghormati, dan melindungi kepentingan dan hak setiap
individu, masyarakat, negara, dan perusahaan. Dalam hal hak-hak
kepemilikan, Islam menyatakan bahwa Allah adalah pemilik tunggal
atas harta dan manusia hanyalah wakil dan pemeliharaan. Hal tersebut
menunjukan adanya pengakuan untuk menggunakan dan mengelola
harta tersebut sesuai dengan aturan syariah. Terdapat berbagai ayat al-
Qur’an yang menyebutkan prinsip hak milik, salah satunya adalah
dalam QS 57:7.
Meringkas tata kelola perusahaan secara Islam berdasarkan model
berorientasi stakeholder. Ada dua konsep dasar prinsip-prinsip syariah,
yakni prinsip hak milik dan prinsip kerangka kontrak. Tata kelola setiap
perusahaan dalam Islam diatur oleh syariah bagi semua stakeholder
termasuk pemegang saham, manajemen, dan stakeholder lain seperti
karyawan, para pemasok, para pemodal, dan masyarakat.
Berikut ini adalah perbedaan tata kelola perusahaan modal Anglo-
Saxon, Eropa, dan Syariah:
Aspek-Aspek Model Model Model
Anglo-Saxon Eropa Syariah
Filosofi Paham Paham Tauhid atau
rasionalisme rasionalisme keesaan Allah
dan dan
rasionalitas rasionalitas
Tujuan
 Hak dan Kepentingan Melindungi Melindungi Melindungi
15

kepentingan hak komunitas kepentingan


dan hak yang dan hak
pemegang berhubungan semua
saham dengan stakeholder
perusahaan yang tunduk
pada tuntunan
syariah
 Tujuan Perusahaan

Pemegang Masyarakat Tujuan


saham mengontrol syariah atau
mengontrol perusahaan maqasid
manajer bertujuan syari’ah
dengan tujuan untuk
profit kesejahteraan
pemegang sosial
saham
Sifat Manajemen Dominasi Dominasi Konsep
mengontrol mengntrol kholifah,
manajemen pemegang musyawarah
saham dan proses
interaktif,
integrasi, dan
evolusi
Dewan Manajemen Satu tingkat Dua tingkat Dewan
dewan dewan: syariah
tanggung sebagai tata
jawab kelola utama
eksekutif dan
superpvisor
terpisah
Struktur kepemilikan terkait Kepemilikan Bank dan Pemegang
modal terebar luas; perusahaan saham dan
dividen lain adalah deposan atau
diprioritas pemegang pemilik modal
saham utama; investasi
deviden
16

kurang
diprioritaskan

Perbedaan konsep tata kelola perusahaan syariah dan barat yang


ditampilkan secara sederhana pada tabel diatas memberikan tinjauan
pendekatan yang berbeda tentang gaya dan struktur tata kelola perusahaan.
Dalam aspek metode epistemologis (filosofis), Islam menolak rasionalitas dan
menggantinya dengan tuhid.
Keharusan melibatkan Dewan Pengawasan Syariah dalam struktur dan
kegiatan perbankan syariah sudah diberlakukan secara formal dalam sejumlah
hukum positif inidonesia. Bagi perseroan terbatas yang menjalankan kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip syariah, mereka diwajibkan pula melibatkan
DPS. Hal ini dicantumkan dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan
terbatas. Pada UU tersebut tercantun satu pasal yang menyinggung tentang
Dewan Pengawas Syariah, yaitu pada bagian 2 dewan komisaris pasal 109,
yang dinyatakan sebagai berikut:
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai
Dewan Pengawasan Syariah.
2. Dewan pengawasan syariah sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1)
terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS
atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
3. Dewan pengawasan syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta
mengawasi kegiatan perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah.
Sesuai dengan berkembangnya kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah,
undang-undang ini mewajibkan perseroan yang menjalankan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah, selain mempunyai dewan komisaris, juga
mempunyai dewan pengawas syariah. Tugas DPS adalah memberikan nasihat
17

dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan perseroan agar sesuai
dengan prinsip syariah.
BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari berbagai penjelasan yang telah penulis paparkan di bab


sebelumnya, penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1. Peran manajer keuangan adalah mengambil keputusan
pendanaan, keputusan investasi, dan memutuskan kebijakan
deviden;
2. Banyak perusahaan yang sadar bahwa perilaku etis
mendatangkan banyak manfaat. Banyak perusahaan yang sadar
bahwa perilaku etis dapat mencapai tujuan perusahaan yakni
menambah keuntungan;
3. Dalam hal konsep pengambilan keputusan sistem konvensional
menggunakan dasar pemikiran (premis) epistemologi sosial-
ilmiah, sedangkan Islam didasarkan pada ketauhidan Allah;
4. Dari sejumlah model barat yang ada, bagian ini hanya berfokus
pada dua sistem tata kelola perusahaan yang dominan, yaitu
pendekatan Anglo-Saxon atau “Neo Liberal” dan model Eropa;
5. Model tata kelola perusahaan dalam perspektif Islam dibagi
menjadi dua yakni pendekatan berbasis tauhid dan musyawarah,
serta pendekatan berbasis stakeholder secara Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Husnan, Suad dan Enny Pudjiastuti. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan


Edisi Kelima. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Najmudin. 2011. Manajemen Keuangan dan Aktualisasi Syar’iyyah Moderen.
Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET.
Muhamad. 2014. Manajemen Keuangan Syari’ah: Analisis Fiqih dan Keuangan.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
18
19

Anda mungkin juga menyukai