Anda di halaman 1dari 2

Cerita Pendek

“MERAIH MIMPI”
“Jangan-jangan …. Apa yang diisukan teman-teman benar,” kata Tasya.
“Maksud kamu Vio menghabiskan uang kita?” Nina mencoba menebak.
“Wah … Kalau benar, bisa berabe nih,” ujar Tasya. Tasya berjalan lunglai memasuki kelas.
“Tasya, kamu tidak usah cemberut dong. Bagaimana kalau kita bertiga bayar uang buku
lagi?” usul Nina.
“Kamu kira aku ini Bank. Aku tidak mau,”jawab tasya sewot.
“Payah kamu, Tasya. Maksud saya kita bertiga membayar uang buku lagi. Bayarnya
langsung ke kantor, yang penting kita bisa ikut ujian. Dengan syarat, si sial Vio harus
mengembalikan uang kita,” kata Nina.
“Ayulah Sya, kamu setuju tidak ?” tanya Dina.
“Terserah kamu berdua deh,” kata Tasya.
“ Nah, gitu dong baru namanya teman. Ya tidak Nin?” kata dina
“Akur … ,” ketiganya tersenyum.
Ujian semester selesai. Vio bergegas keluar kelas.
“Vio, jangan lupa besok bawa uang Tasya,” kata Dina dengan sinis.
Wajah Vio memucat, namun hanya sesaat . Ia masih terpaku, kalau saja Ocha tidak
menepuk bahunya.
“Kamu melamun?” tasya Ocha
“Eh, oh … tidak,” Vio berusaha menutupi kegugupannya.
“Minum es cendol dulu yuk,” ajak Ocha
Mereka menuju kantin. Ocha berkata,” Kamu tau tidak, kalau temen sekelas kita menjauhi
kamu,”
Vio diam.
“Mengapa sih kamu nekad sebodoh itu?” tanya Ocha.
“Cha kalau aku harus terus terang , kamu tidak akan menertawakan aku, kan,?” tanya Vio
sambil menunduk.
“Tidak. Percaya deh, rahasiamu akan aman di tanganku. Asal ….”
“Asal apa Cha?”
“Asal kamu berjanji tidak akan mengulangi perbuatan ini lagi. Kamu bisa?”
Vio mengangguk. Lalu Vio bercerita. “Cha aku memang jahat. Aku tidak bisa mengendalikan
diri. Aku ingin bisa seperti Dina dan genknya.Bisa jajan setiap hari, dikelilingi orang-orangkarena
mentraktir teman. Aku sebenarnya sadar. Aku tidak bisa seperti mereka. Maklum Cha keluargaku
serba pas-pasan.Aku sedih tidak bisa mentraktir teman-teman. Karena itu aku nekat,makan uang
buku kalian. Tanpa sadar aku harus menyetorkannya pada pa Darwanto. Hingga hari yang
mengerikan itu datang. Pak Darwanto menagih uang buku sebelum membagikan kartu ujian. Aku
bingung Cha, tidak tau harus berbuat apa.”
“Vio terus terang aku terharu mendengar ceritamu. Ketahuilah Vio, apa yang kamu lakukan
iti merupakan kesalahan besar,” Ocha berhenti sejenak. Ia memandang sederetan semut di dinding
lalu menatap Vio.
“Kamu mengerti mengapa aku memandangi semut itu? Coba pikirkan, jika semut itu
memaksakan diri mengangkat roti. Padahal roti itu lebih besar dibandingkan ukuran tubuhnya.
Semut itu tidak akan mampu mengangkat sendirian. Kamu mengerti sekarang?” tanya Ocha.
Vio mengangguk.
“Begitu juga dengan kita. Janganlah memaksakan diri melakukan sesuatu di luar
kemampuan kita. Kita akan menderita. Sesungguhnya Tuhan telah memberi kita bakat yang
berharga. Tinggal bagaimana kita mengembangkannya. Aku percaya kamu mempunyai bakat juga.
Aku dengar kamu jago mengarang. Mengapa tidak kamu coba mengirimkannya ke majalah? Siapa
tahu diterima, terus dimuat. Itu dapat kamu gunakan untuk membantu keluargamu.
Vio tersenyum.
“Darimana kamu tahu aku bisa mengarang?”
“Vio telingaku ada dimana-mana,” kata Ocha menyombongkan diri.
“benarkan kamu jago mengarang?” tanya Ocha. Vio mengangguk
“Wah kamu hebat dong! Kirimkan saja karanganmu itu ke majalah. Kalau karanganmu
dimuat, bukan saja kamu yang senang. Orangtuamu,aku dan teman-teman juga senang. Kamu bisa
menjadi idola kelas. Kamu tidak perlu berbuat bodoh seperti kemarin,” kata Ocha.
“Aku senang mempunyai teman seperti kamu Cha. Tapi, …”
“Tapi apa Vio?” tanya Ocha.
“Besok aku harus mengganti uang buku Dina,Nina dan Tasya.Aku belum sanggup,”kata Vio
Ocha tersenyum.
“Jangan khawatir. Aku bersedia membantumu. Apalagi kamu sudah menyadarinya,”
“Terimakasih,Ocha?” kata Vio
“Sudahlah jangan dipikirkan,mari kita pulang,” kata Ocha.
Vio dan Ocha pulang dengan perasaan lega.
(Sumber : Kumpulan cerpen Aneka Yes, 20 Desember 2000, Karya Rolihami Rezeki S)

Anda mungkin juga menyukai