Anda di halaman 1dari 4

Nama : Yusnadi Iswandi

NIM : 2222201.0050
Jurusan : Teknik Sipil
Non Reguler

UAS TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI

1. Terjadinya bleeding pada beton karena campuran air atau biasa disebut mixing water naik
kepermukaan beton sesaat setelah beton selesai dicor dan partikel aggregat kasar turun
kebawah.
Faktor yang membuat terjadinya bleeding pada beton adalah :
- Campuran terlalu basah (W/C ratio terlalu tinggi) atau adanya penambahan air pada saat
pengecoran
- Rancangan campuran beton yang kurang baik sehingga tidak cukup material halus untuk
menahan laju air kepermukaan beton.
2. Langkah yang dilakukan untuk mengurangi bleeding jika pada saat akan melakukan
pengecoran, namun kondisi lokasi dalam keadaan terik adalah :
- Mengkombinasi pasir kasar dengan pasir yang lebih halus atau dengan abu batu dengan
tujuan dari penambahan ini agar campuran beton lebih kohensif
- Menaikan jumlah semen (sampai batas tertentu), dari penambahan ini maka admixture
yang dibutuhkan untuk menjaga workbilitas akan bertambah.

3. Arti test slump adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui seberapa kental adukan
beton yang akan diproduksi dengan tujuan agar beton yang diproduksi dapat mencapai
kekuatan mutu beton dan mendapatkan nilai slump beton yang baik serta dapat menyesuaikan
dengan rencana kerja dari sebuah bangunan yang dibangun.

Cara untuk slump test adalah :

- Basahi cetakan dan letakkan di atas permukaan datar, lembab, tidak menyerap air dan
kaku. Cetakan harus ditahan secara kokoh di tempat selama pengisian, oleh operator yang
berdiri di atas bagian injakan. Dari contoh beton yang diperoleh menurut Butir 6, segera
isi cetakan dalam tiga lapis, setiap lapis sekira sepertiga dari volume cetakan. Sepertiga
dari volume cetakan slump diisi hingga keketebalan 67 mm , dua pertiga dari volume
diisi hingga ketebalan 155 mm.

- Padatkan setiap lapisan dengan 25 tusukan menggunakan batang pemadat. Sebarkan


penusukan secara merata di atas permukaan setiap lapisan. Untuk lapisan bawah akan ini
akan membutuhkan penusukan secara miring dan membuat sekira setengah dari jumlah
tusukan dekat ke batas pinggir cetakan, dan kemudian lanjutkan penusukan vertikal secar
spiral pada seputar pusat permukaan. Padatkan lapisan bawah seluruhnya hingga
kedalamannya. Hindari batang penusuk mengenai pelat dasar cetakan. Padatkan lapisan
kedua dan lapisan atas seluruhnya hingga kedalamannya, sehingga penusukan menembus
batas lapisan di bawahnya.

- Dalam pengisian dan pemadatan lapisan atas, lebihkan adukan beton di atas cetakan
sebelum pemadatan dimulai. Bila pemadatan menghasilkan beton turun dibawah ujung
atas cetakan, tambahkan adukan beton untuk tetap menjaga adanya kelebihan beton pada
bagian atas dari cetakan. Setelah lapisan atas selesai dipadatkan, ratakan permukaan
beton pada bagian atas cetakan dengan cara menggelindingkan batang penusuk di
atasnya. Lepaskan segera cetakan dari beton dengan cara mengangkat dalam arah vertikal
secara-hati-hati. Angkat cetakan dengan jarak 300 mm dalam waktu 5 ± 2 detik tanpa
gerakan lateral atau torsional. Selesaikan seluruh pekerjaan pengujian dari awal pengisian
hingga pelepasan cetakan tanpa gangguan, dalam waktu tidak lebih dari 2 ½ menit.

- Setelah beton menunjukkan penurunan pada permukaan, ukur segera slump dengan
menentukan perbedaan vertikal antara bagian atas cetakan dan bagian pusat permukaan
atas beton. Bila terjadi keruntuhan atau keruntuhan geser beton pada satu sisi atau
sebagian massa beton, abaikan pengujian tersebut dan buat pengujian baru dengan porsi
lain dari contoh.
4. Bahan yang ditambahkan pada campuran beton pada tahap pencampurannya adalah terdiri
atas semen, air, pasir (agregat halus) dan kerikil (agregat kasar) yang dicampur dengan
perbandingan tertentu dan untuk menghasilkan kekuatan tertentu pula. Kekuatan yang diukur
pun biasanya hanya kuat tekannya saja yang diuji pada standar umur 28 hari. Beton yang
dibuat secara konvensional umumnya mempunyai kuat tekan antara 18 – 32 MPa. (N/mm2)
dan berat 2,4 ton/m3, biasanya disebut sebagai beton norma/konvensional, sedangkan beton
yang mempunyai kuat tekan di atas 35 MPa biasanya disebut dengan beton mutu tinggi.
Selain kualitas dan gradasi agregat halus dan kasar, kualitas beton yang dibuat juga
bergantung pada nilai perbandangan berat penggunaan air dengan semen, yang disebut
sebagai faktor air semen (fas). Nilai fas ini juga akan mempengaruhi tingkat kemudahan
pengerjaan (workability) dari beton yang dibuat.
Disamping itu, untuk keperluan tertentu terkadang campuran beton tersebut masih
ditambahkan bahan tambah berupa zat-zat kimia tambahan (chemical additive) dan
mineral/material tambahan. Zat kimia tambahan tersebut biasanya berupa serbuk atau cairan
yang secara kimiawi langsung mempengaruhi kondisi campuran beton. Sedangkan
mineral/material tambahan berupa agregat yang mempunyai karakteristik tertentu.
Penambahan zat-zat kimia atau mineral tambahan ini diharapkan dapat merubah performa dan
sifat-sifat campuran beton sesuai dengan kondisi dan tujuan yang diinginkan, serta dapat pula
sebagai bahan pengganti sebagian dari material utama penyusun beton. Standar pemberian
bahan tambahan beton ini pun sudah diatur dalam SNI S-18-1990-03 tentang Spesifikasi
Bahan Tambahan pada Beton.

5. Sifat fisik aggregat adalah yang paling mudah terlihat dan mereka juga memiliki efek paling
langsung tentang bagaimana agregat melakukan baik sebagai konstituen materi trotoar atau
oleh dirinya sebagai dasar atau bahan subbase. Umumnya diukur sifat agregat fisik :

a. Ukuran butir
Ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal terdistribusi dari yang berukuran besar
sampai yang berukuran kecil. Semakin besar ukuran maksimum agregat yang dipakai
semakin banyak variasi ukurannya dalam campuran tersebut.
b. Gradasi agregat
Gradasi agregat adalah pembagian (distribusi) dari variasi ukuran butir agregat yang
dinyatakan dalam persen dari berat total. Seluruh spesifikasi perkerasan mensyaratkan
bahwa partikel agregat harus berada dalam rentang ukuran tertentu dan untuk masing
masing ukuran partikel harus dalam proporsi tertentu.
c. Kebersihan Agregat
Agregat yang kotor akan memberikan pengaruh yang buruk pada kualitas perkerasan
jalan, seperti berkurangnya ikatan antara aspal dengan agregat yang disebabkan karena
banyaknya kandungan lempung pada agregat tersebut.
d. Kekerasan
Semua agregat yang digunakan harus kuat, mampu menahan abrasi dan degradasi selama
proses produksi dan operasionalnya di lapangan.
e. Bentuk butir agregat
Bentuk partikel agregat yang bersudut memberikan ikatan antar agregat (aggregates inter
locking) yang baik yang dapat menahan perpindahan agregat yang mungkin terjadi.
Agregat yang bersudut tajam, berbentuk kubikal dan agregat yang memiliki lebih dari satu
bidang pecah akan menghasilkan ikatan antar agregat yang paling baik.
f. Tekstur permukaan agregat
Tekstur permukaan agregat selain memberikan sifat ketahanan terhadap gelincir (skid
resistance) pada permukaan perkerasan, juga merupakan faktor lainnya yang menentukan
kekuatan, workabilitas dan durabilitas campuran beraspal.
g. Daya serap agregat
Keporusan agregat menentukan banyaknya zat cair yang dapat diserap agregat.
Kemampuan agregat untuk menyerap air dan aspal adalah suatu informasi yang penting
yang harus diketahui dalam pembuatan campuran beraspal.
h. Kelekatan terhadap aspal
Kelekatan agregat terhadap aspal adalah kecenderungan agregat untuk menerima,
menyerap dan menahan lapisan aspal.

5. Sketsa gambar Slump Test untuk mengukur workability campuran beton adalah sebagai
berikut :

Berdasar PBI 1971 N.I.-2

Pengukuran slump berdasar peraturan ini dilakukan dengan alat sebagai berikut :
a. Kerucut Abrams :
 Kerucut terpancung, dengan bagian atas dan bawah terbuka
 Diameter atas 10 cm
 Diameter bawah 20 cm
 Tinggi 30 cm
b. Batang besi penusuk :
Diameter 16 mm
 Panjang 60 cm
 Ujung dibulatkan
c. Alas : rata, tidak menyerap air

Berdasar SNI 1972:2008

Pengukuran slump berdasar peraturan ini dilakukan dengan alat sebagai berikut :
a. Kerucut Abrams :
 Kerucut terpancung, dengan bagian atas dan bawah terbuka
 Diameter atas 102 mm
 Diameter bawah 203 mm
 Tinggi 305 mm
 Tebal plat min 1,5 mm
b. Batang besi penusuk :
Diameter 16 mm
 Panjang 60 cm
 memiliki salah satu atau kedua ujung berbentuk bulat setengah bola dengan diameter 16
mm
c. Alas : datar, dalam kondisi lembab, tidak menyerap air dan kaku
Workability beton segar pada umumnya diasosiasikan dengan :
 Homogenitas atau kerataan campuran adukan beton segar (homogenity)
 Kelekatan adukan pasta semen (cohesiveness)
 Kemampuan alir beton segar (flowability)
 Kemampuan beton segar mempertahankan kerataan dan kelekatan jika dipindah dengan
alat angkut (mobility)
 Mengindikasikan apakah beton segar masih dalam kondisi plastis (plasticity)

- Sketsa gambar Compaction Faktor Test untuk mengukur workability campuran beton adalah
sebagai berikut :

Compacting Factor Test


Uji faktor pemadatan beton bekerja berdasarkan prinsip menentukan tingkat pemadatan yang
dicapai oleh jumlah pekerjaan standar yang dilakukan dengan membiarkan beton jatuh melalui
ketinggian standar. Ini dirancang khusus untuk penggunaan laboratorium, tetapi jika keadaan
mendukung, tes ini juga dapat dilakukan di lokasi kerja/proyek.

Uji faktor pemadatan beton lebih tepat dan sensitif daripada uji kemerosotan beton (test slump).
Oleh karena itu lebih menguntungkan dan berguna untuk beton yang bisa dikerjakan atau beton
kering yang umumnya digunakan ketika beton akan dipadatkan oleh getaran.
Menurut ‘A.M. Neville '(Penulis Properti Properti Beton), deskripsi tingkat kemampuan kerja
beton dan faktor pemadatannya adalah sebagai berikut:
 Jika faktor pemadatan adalah 0,78 maka dianggap sebagai daya kerja beton yang sangat
rendah,
 Jika faktor pemadatan adalah 0,85 maka dianggap sebagai rendahnya daya kerja beton,
 Jika faktor pemadatan adalah 0,92 maka dianggap sebagai kemampuan kerja beton sedang,
 Jika faktor pemadatan adalah 0,95 maka dianggap sebagai kemampuan kerja beton yang
tinggi.

Anda mungkin juga menyukai