Anda di halaman 1dari 21

4-1

BAB IV
PRODUKSI BETON SEGAR

4.1. Umum
Campuran beton direncanakan berdasarkan suatu asumsi bahwa sifat-sifat
beton setelah mengeras sangat bergantung pada sifat-sifat komposisi
campurannya. Agar beton dapat mencapai sifat-sifat keras yang
dikehendaki, maka beton harus dipadatkan dengan keseragaman yang baik.
Apakah suatu campuran beton dapat dipadatkan dengan baik atau tidak,
sangat bergantung pada sifat-sifat beton segar itu sendiri
Campuran beton segar dapat dikatakan mempunyai sifat yang baik bila
memenuhi persyaratan utama campuran yaitu mampu memberikan
kemudahan pengerjaan (Workability), yaitu bila campuran tersebut tetap
bertahan seragam ketika berlangsung proses pengangkutan, pengecoran
dan pemadatan.
Sifat kemudahan pengerjaan merupakan permasalahan yang kompleks,
karena di dalamnya bergabung pengaruh sifat alami dan faktor-faktor lain
yang secara kebetulan terjadi pada saat pengerjaan. Sebagai contoh,
campuran beton yang memberi kemudahan untuk pekerjaan lantai belum
tentu akan mudah bila digunakan untuk mengerjakan pengecoran balok
dengan penampang yang sempit serta mempunyai penulangan yang rapat.

4.2. Kemudahan Pengerjaan/Workabilitas (workability)


Kemudahan pengerjaan beton merupakan kinerja utama beton segar.
Walaupun suatu struktur beton dirancang mempunyai kuat tekan yang tinggi,
tetapi jika rancangan tersebut tidak dapat diimplementasikan di lapangan
karena sulit dikerjakan, maka tujuan memperoleh kuat tekan yang tinggi
tersebut tidak akan tercapai. Sesungguhnya istilah workabilitas sulit untuk
didefinisikan dengan tepat, tetapi campuran beton bisa dikatakan mudah
dikerjakan jika mempunyai sekurang-kurangnya tiga sifat utama sebagai
berikut :
a. Kompaktibilitas, yaitu beton dapat dipadatkan sehingga rongga-rongga
udaranya menjadi hilang atau berkurang.
b. Mobilitas, yaitu beton dapat mengalir ke dalam cetakan beton yang dicor.
c. Stabilitas, yaitu kemampuan beton untuk tetap menjaga sebagai
massa yang homogen, koheren, dan stabil selama dikerjakan dan
digetarkan tanpa terjadi pemisahan butiran (segregasi) dari bahan
utamanya.

4.2.1. Faktor yang Mempengaruhi Workabilitas


Kemudahan pengerjaan dapat dilihat dari konsistensi adukan beton yang
identik dengan tingkat keplastisan adukan beton. Semakin plastis beton,
4-2

semakin mudah pengerjaannya. Adapun konsistensi adukan beton


dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut.
a. Jumlah air pencampur
Semakin banyak air, adukan beton akan lebih mudah untuk dikerjakan.
b. Kandungan semen
Jika perbandingan air-semen tetap, semakin banyak semen berarti
semakin banyak kebutuhan air sehingga keplastisannya juga akan lebih
tinggi.
c. Gradasi agregat
Agregat yang memenuhi syarat gradasi akan memberi kemudahan
pengerjaan beton.
d. Bentuk butiran agregat
Beton yang menggunakan agregat bentuk bulat akan lebih mudah
dikerjakan.
e. Butiran maksimum agregat
Pada penggunaan jumlah air yang sama, butiran maksimum agregat
yang lebih besar akan menghasilkan kemudahan yang lebih tinggi.
f. Cara pemadatan dan alat pemadat
Cara menggunakan alat pemadat dengan benar akan berpengaruh
terhadap kondisi terakhir beton basah setelah selesai pemadatan yang
memungkinkan tercapainya target mutu beton keras.
4.2.2. Pemisahan Butir/Segregasi
Jika segregasi, yaitu pemisahan butiran-butiran kasar dari campuran
beton terjadi, hal itu akan menyebabkan terjadinya ketidakseragaman beton
dan bahkan keropos dalam beton. Segregasi dapat disebabkan oleh
beberapa hal yaitu, kurang semen, terlalu banyak air, ukuran agregat
maksimum  40 mm, kekasaran permukaan butir agregat; semakin kasar
permukaan butir agregat semakin mudah terjadi segregasi.
Kecenderungan terjadinya segregasi dapat dicegah jika : tinggi jatuh
dibatasi, penggunaan air sesuai dengan yang telah ditetapkan, cukup
ruangan antara batang tulangan dengan acuan, ukuran agregat sesuai
dengan yang telah ditetapkan, dan pemadatan yang baik sesuai aturan.
4.2.3. Bleeding
Bleeding adalah kecenderungan air untuk naik ke permukaan pada beton
yang baru dipadatkan. Bleeding dapat diamati dengan terbentuknya lapisan
air yang tergenang di permukaan beton. Air yang naik ke permukaan ini
membawa semen dan butir-butir halus, yang pada saat beton mengeras
nantinya akan membentuk selaput yang tidak berguna.
Terjadinya bleeding dimungkinkan oleh faktor-faktor : gradasi agregat yang
kurang baik, terlalu banyak air, proses hidrasi yang lambat, dan pemadatan
yang berlebihan. Untuk mengurangi terjadinya bleeding dapat dilakukan
dengan cara : menggunakan semen lebih banyak, menggunakan sesedikit
mungkin air, menggunakan butir halus lebih banyak, dan memasukkan
sedikit udara ke dalam beton.
4-3

4.2.4. Pengujian Workabilitas


Sifat kekentalan/konsistensi adukan beton dapat menggambarkan
kemudahan pengerjaan beton. Terdapat beberapa metode pengujian yang
dapat dilakukan untuk mengukur sifat kemudahan pengerjaan beton. Di sini
dijelaskan 3 metode.
a. Metode Slump
Prinsip Pengerjaan :
Suatu cetakan bentuk kerucut terpancung, tinggi 300 mm, diameter alas 200
mm, diameter atas 100 mm, diisi adukan beton dalam tiga lapis pengisian,
masing-masing lapis ditusuk sebanyak 25 kali dengan batang penusuk
berdiameter 16 mm. Cetakan diangkat vertikal secara hati-hati, jarak
penurunan permukaan beton yang diukur dari level permukaan beton
semula dinyatakan sebagai nilai slump adukan beton yang diuji.

Gambar 4.1 Memadatkan beton Gambar 4.2 Meratakan adukan beton di


dengan batang penusuk permukaan atas cetakan
keruc
ut slump
4-4

Gambar 4.3 Kerucut slump Gambar 4.4 Mengukur nilai slump


diangkat

Ada 3 bentuk slump, yaitu :

1) Slump sebenarnya (true slump)

Gambar 4.5 Tipikal slump benar

Bentuk slump seperti ini diperoleh dari adukan beton yang homogen dan
kohesif, sehingga nilai slump yang diukur adalah nilai slump yang
sebenarnya.

2) Slump geser (shear)

Gambar 4.6 Tipikal slump geser

Bila terjadi keruntuhan geser beton pada satu sisi atau sebagian massa
beton, pengujian harus diulangi dengan mengambil porsi lain dari adukan
yang sama. Kemudian bila dua pengujian berturutan pada satu contoh
beton menunjukkan keruntuhan geser, kemungkinan adukan beton kurang
plastis atau kurang kohesif sehingga harus dinyatakan sebagai adukan yang
tidak memenuhi syarat workabilitas.

3) Slump runtuh (collapse)

Gambar 4.7 Tipikal slump runtuh

Untuk beton normal tanpa penambahan superplasticiser, nilai slump yang


diperoleh dari adukan seperti ini akan melampaui batas nilai slump
4-5

maksimum sehingga harus dinyatakan sebagai adukan beton yang tidak


memenuhi workabilitas yang dimungkinkan oleh penggunaan air yang terlalu
banyak.

b. Metode Faktor Pemadatan


Peralatan yang digunakan seperti gambar di bawah ini.

Gambar 4.8 Alat uji faktor pemadatan

Prinsip Pengerjaan :
Hopper pertama diisi adukan beton hingga penuh, ”pintu” yang berengsel
yang terdapat pada bagian dasar hopper dibuka dan beton akan jatuh
mengisi hopper kedua, ”pintu” pada bagian alas hopper kedua dibuka dan
beton akan jatuh mengisi silinder. Adukan yang berlebih di atas permukaan
silinder diratakan, silinder ditimbang sehingga diketahui berat beton yang
ada dalam silinder (Wp).
Silinder dikosongkan dan kemudian diisi kembali dengan adukan beton yang
sama, dipadatkan secara sempurna dengan cara ditusuk-tusuk atau dengan
cara digetarkan. Silinder harus terisi hingga batas permukaan atasnya,
ditimbang sehingga diketahui berat betonnya (Wf). Nilai perbandingan
Wp/Wf dinyatakan sebagai faktor pemadatan.
Faktor pemadatan yang normal berkisar 0,80 – 0,92. Metode ini lebih cocok
untuk pengujian kering, dimana jika dilakukan dengan metode slump
memberikan hasil yang kurang memuaskan. Metode ini juga efektif untuk
ukuran agregat maksimum 37,5 mm.
4-6

c. Metode V-B
Skema alat uji seperti gambar di bawah ini.

Lempeng
transparan

Gambar 4.9 Alat uji V-B


Prinsip Pengerjaan :
Silinder yang di dalamnya telah terisi adukan beton diangkat/dilepas, adukan
beton digetarkan hingga permukaannya rata. Kerataan permukaan setalah
digetarkan dapat dilihat melalui lempeng transparan yang menempel di atas
permukaan beton. Waktu yang diperukan untuk mencapai permukaan beton
yang rata disebut waktu V-B dengan satuan detik.
Sehubungan dengan ketiga metode pengujian konsistensi di atas, Tabel 4.1
menjelaskan korelasi antara nilai-nilai dari masing metode, sedangkan Tabel
4.2 memberi petunjuk hubungan nilai-nilai slump dan faktor pemadatan
dengan tipe konstruksi yang cocok untuk sifat beton tersebut.

Tabel 4.1 Korelasi kemudahan kerja adukan beton


Slump Waktu V-B
Faktor pemadatan
(mm) (detik)
0 0,65 – 0,75  20
0 – 10 0,75 – 0,85 20 – 12
10 – 30 0,85 – 0,90 12 – 6
30 – 60 0,90 – 0,93 6–3
60 - 180  0,93 3–0

Tabel 4.2 Hubungan kemudahan kerja dengan tipe konstruksi


Derajat Slump Faktor
Tipe konstruksi
kemudahan kerja (mm) pemadatan
Sangat rendah 0 – 25 0,78 Untuk pekerjaan jalan atau pekerjaan
lain dengan penampang yang besar

Rendah 25 – 50 0,85 Untuk pekerjaan beton bertulang dari


yang sederhana hingga normal

Sedang 50 – 100 0,92 Untuk pekerjaan beton bertulang dari


normal hingga berat
4-7

Tinggi 100 - 175 0,95 Untuk penampang dengan tulangan


yang rapat, biasanya tidak bisa
menggunakan alat penggetar

4.3. Penakaran Bahan


Penakaran bahan baku pada pekerjaan beton dapat dilakukan secara
konvensional maupun masinal. Penakaran yang baik akan menghasilkan
kualitas beton yang seragam di keseluruhan volume pekerjaan. Penakaran
bahan-bahan campuran beton yang dihasilkan dari hasil rancangan
campuran dapat dilakukan berdasarkan penakaran berat atau berdasarkan
penakaran volume. Menurut besarnya volume pekerjaan, untuk pekerjaan
kecil  500 m3 biasanya penakaran dilakukan berdasarkan volume karena
jika dilakukan secara masinal menjadi tidak ekonomis. Tetapi jika
pertimbangannya adalah mutu, untuk beton yang mempunyai kekuatan fc’ 
20 Mpa proporsi penakarannya harus didasarkan atas penakaran berat.
Penakaran berdasarkan volume boleh dilakukan untuk produksi beton
dengan mutu fc’ < 20 Mpa dengan teknik mengkonversikan takaran berat ke
takaran volume.
Alat penakar harus dibuat dengan mengetahui secara pasti volumenya dan
harus disesuaikan dengan kapasitas alat pencampur. Khusus untuk semen,
penakaran tidak dapat dilakukan berdasarkan volume, karena semen sangat
peka terhadap getaran atau benturan serta tinggi jatuh selama proses
penakaran.
4.4. Pengadukan Campuran Beton
Secara umum, tujuan pengadukan bahan-bahan beton adalah menghasilkan
adukan beton segar yang plastis dengan indikasi merata secara visual,
konsistensinya cukup, dan homogen.
Metode pengadukan dapat dibedakan atas metode manual dan metode
dengan masinal. Pengadukan manual dilakukan dengan tangan, sedangkan
pengadukan masinal dengan memanfaatkan bantuan alat aduk seperti
pengaduk beton (concrete mixer) atau batching plant. Pengadukan dengan
tangan tidak dapat menghasilkan campuran yang benar-benar seragam
sehingga kualitasnya lebih rendah dibandingkan dengan beton yang
dicampur dengan mesin. Pengadukan dengan tangan biasanya dilakukan
untuk pekerjaan beton dengan volume kecil (10 m3) dalam suatu periode
yang pendek.
Alat pencampur secara masinal dapat dibagi menjadi dua macam yaitu,
mesin konvensional dan mesin otomatis. Pencampuran dan pengadukan
dengan mesin konvensional dilakukan dengan cara mengaduk bahan
agregat dan semen secara kering hingga merata, kemudian dilanjutkan
pemberian air secara bertahap sampai mengahasilkan beton segar yang
plastis. Pencampuran dengan mesin otomatis dilakukan dengan cara
memasukkan semua bahan secara bersamaan sesuai dengan proporsinya
hingga dicapai hasil adukan yang merata.
4-8

Mutu beton hasil pengadukan juga dipengaruhi oleh waktu pencampuran


(mixing time). Waktu pencampuran yang terlalu sebentar akan
menyebabkan pencampuran bahan kurang merata sehingga pengikatan
antar bahan menjadi berkurang. Sebaliknya, pengadukan yang terlalu lama
akan menyebabkan naiknya suhu beton, keausan pada agregat, kehilangan
sebagian air, perubahan nilai slump, yang pada akhirnya akan berdampak
negatif terhadap kekuatan.
Umumnya waktu pengadukan antara 1 – 1 ½ menit dianggap memadai.
Pada beberapa tempat pengaduk yang kecepatan putarnya lebih tinggi,
waktu 35 detik sudah cukup untuk hampir semua jenis beton. ASTM C 94
dan ACI 318 merekomendasikan waktu pengadukan beton sebagai berikut :

Kapasitas mesin pengaduk (m3) Waktu pengadukan

0,8 – 3,1 1 menit


3,8 – 4,6 2 menit
7,6 3 menit

Prinsip umum penggunaan alat pencampur beton :


a. Pemasukan semen, pasir, dan agregat ke dalam alat pencampur secara
simultan sehingga curahan dari tiap-tiap bahan berlangsung pada periode
yang sama
b. Air harus diisikan ke dalam alat pencampur pada waktu yang bersamaan;
c. Pencampuran harus berlangsung terus sampai beton menunjukkan
keseragaman konsistensi dan warnanya.
d. Alat pencampur tidak boleh diisi melebihi kapasitasnya.
e. Alat pencampur harus disetel dengan teliti sehingga sumbu putar wadah
pencampur berada dalam posisi horizontal.
f. Alat pencampur harus berputar pada kecepatan yang benar sebagaimana
yang dinyatakan oleh pabrik pembuatnya;
g. Pada setiap akhir dari siklus pencampuran harus dilakukan pembersihan
dari beton yang melekat pada pisau putar atau permukaan dalam wadah
putar untuk mencegah beton melekat dan mengeras.

4.5. Pengangkutan Beton Segar


Dalam hal beton segar harus diangkut dari tempat pencampuran ke tempat
penuangannya atau ke lokasi dimana konstruksi akan dibuat, maka
pengangkutan harus dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya
pemisahan atau kehilangan material serta keterlambatan yang akan
menyebabkan hilangnya plastisitas sebelum beton segar dituangkan. Alat
angkut yang digunakan, apapun jenisnya apakah manual atau dengan
mesin harus mampu menyediakan beton segar di tempat pengecoran tetap
memiliki sifat kemudahan pengerjaan, tanpa segregasi dan belum terjadi
pengikatan.
Untuk pengangkutan dengan jarak cukup jauh atau untuk pengangkutan
dalam kemacetan lalu lintas di perkotaan, biasanya memerlukan waktu
tempuh cukup lama. Untuk kondisi seperti itu sebaiknya menggunakan
4-9

bahan tambahan (admixture) yang dapat menunda waktu pengikatan.


Mengingat besarnya resiko kegagalan akibat kesalahan cara mengangkut
beton segar, kiranya perlu diperhatikan cara mengangkut adukan beton
dengan benar.
4.6. Pengecoran
Dalam melaksanakan pekerjaan pengecoran/penuangan beton harus
diperhatikan beberapa hal berikut.
a. Beton segar yang akan dicorkan hendaknya ditempatkan sedekat
mungkin dengan tempat/cetakan dimana beton akan dituangkan.
b. Konsistensi beton harus diperiksa sesaat sebelum adukan dicorkan,
dengan memperhatikan bentuk dan nilai slump yang disyaratkan.
c. Pengecoran harus dilaksanakan dengan kecepatan penuangan yang
diatur sedemikian sehingga adukan beton selalu dalam keadaan plastis
dan dapat mengalir ke tempat tujuannya, terutama ke dalam rongga di
antara tulangan.
d. Adukan beton yang telah mengeras atau yang telah terkotori oleh
material lain tidak boleh dituangkan ke dalam struktur.
e. Adukan beton yang telah mengalami penambahan air tidak boleh
dituangkan, kecuali telah disetujui oleh pengawas ahli.
f. Tinggi jatuh adukan beton tidak boleh lebih di 1,50 m. Jika terjadi jarak
yang lebih besar harus dilakukan dalam beberapa tahap yang masing-
masing tingginya tidak lebih dari 1,50 m, atau menggunakan alat bantu
seperti tremi atau pipa.
g. Tidak dilakukan pengecoran selama terjadi hujan, kecuali ada atap yang
melindungi dan dapat menghindari penambahan air ke dalam adukan
beton.
h. Tebal lapisan maksimum setiap kali penuangan adalah 30 – 45 cm.
i. Pengecoran beton ke dalam acuan harus selesai sebelum terjadinya
pengikatan awal beton seperti ditunjukkan dalam hasil pengujian beton
dari laboratorium, atau dalam waktu yang lebih pendek.
j. Pengecoran beton harus berkesinambungan tanpa berhenti sampai
dengan lokasi sambungan pelaksanaan (construction joint) yang telah
disetujui sebelumnya atau sampai pekerjaan selesai.
k. Pengecoran beton ke dalam acuan struktur yang berbentuk rumit dan
penulangan yang rapat harus dilaksanakan secara lapis demi lapis
dengan tebal yang tidak melampaui 15 cm. Untuk dinding beton, tebal
lapis pengecoran dapat sampai 30 cm menerus sepanjang seluruh
keliling struktur.
l. Dalam hal pengecoran di bawah air dengan menggunakan beton tremi
maka campuran beton tremi tersebut harus dijaga sedemikian rupa agar
campuran tersebut mempunyai slump tertentu, kelecakan yang baik dan
pengecoran secara keseluruhan dari bagian dasar sampai atas tiang
pancang selesai dalam masa setting time beton. Untuk itu harus
dilakukan campuran percobaan dengan menggunakan bahan tambahan
(retarder) untuk memperlambat pengikatan awal beton, yang lamanya
tergantung dari lokasi pengecoran beton, pemasangan dan penghentian
pipa tremi serta volume beton yang dicor. Pipa tremi dan sambungannya
4-10

harus kedap air dan mempunyai ukuran yang cukup sehingga


memungkinkan beton mengalir dengan baik. Tremi harus selalu terisi
penuh selama pengecoran. Bilamana aliran beton terhambat maka tremi
harus ditarik sedikit keatas dan diisi penuh terlebih dahulu sebelum
pengecoran dilanjutkan. Baik tremi atau Drop-Bottom-Bucket harus
mengalirkan campuran beton di bawah permukaan beton yang telah
dicor sebelumnya.

Ke crane

Bak pemasukan tremi

Pipa tremi dengan permukaan


dinding dalam halus dan
sambungan kedap air

Muka air

Ujung pipa tremi yang masuk ke dalam


beton sampai pengecoran selesai

Gambar 4.10 Pengecoran beton tremi

m. Apabila dilakukan pengecoran beton yang menggunakan pompa beton


dari alat Ready Mix, maka perlu diperhatikan kapasitas, daya
pemompaan, kelecakan beton untuk mendapatkan hasil pengecoran
yang sesuai dengan ketentuan.

Luncuran

Memadai

Benar

Benar
4-11

Benar Salah

Gambar 4.11 Cara-cara pengecoran beton


4-12

Penahan

Benar Salah Salah

Benar Salah

Luncuran
fleksibel

Benar Salah

Benar Salah
Luncuran
Luncuran

Penahan

Benar Salah

Gambar 4.11 Cara-cara pengecoran beton (lanjutan)


4-13

Gambar 4.11 Cara-cara pengecoran beton (lanjutan)

4.7. Pemadatan
Pemadatan beton segar dimaksudkan untuk menghilangkan rongga-rongga
udara yang terdapat di dalamnya. Sifat-sifat kekuatan (strength), keawetan
(durability), dan kekedapan (impermeability) beton setelah mengeras
ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya adalah pencapaian derajat
kepadatan saat beton dipadatkan dalam kondisi masih plastis. Tinggi atau
rendahnya sifat-sifat tersebut sebanding dengan tinggi atau rendahnya
derajat kepadatan beton. Alat getar adukan beton segar terbagi ke dalam
dua tipe, yaitu :
a. Alat getar intern (internal vibrator), yaitu alat getar yang berupa
batang dan digerakkan dengan mesin. Dalam menggunakannya, batang
4-14

penggetar ditusukkan ke dalam beton segar selama waktu tertentu tanpa


terjadi segregasi atau bleeding.
b. Alat getar cetakan (external vibrator or form vibrator), yaitu alat getar
yang dipasang pada cetakan untuk menggetarkan cetakan (form work)
sehingga betonnya bergetar dan memadat.

Pada pengerjaan beton dengan kapasitas kecil dapat digunakan alat


pemadat sederhana berupa batang kayu atau batang besi tulangan dengan
cara ditusuk-tusukkan. Untuk pengecoran dengan kapasitas lebih besar, alat
pemadat mesin harus digunakan. Alat pemadat mesin ini lebih dikenal
dengan nama vibrator atau penggetar. Pemadatan beton segar dilakukan
dengan penggetaran. Pada saat digetarkan adukan beton akan mengalir
dan memadat, karena rongga-rongga akan terisi butir-butir yang lebih halus.

Berikut ini pedoman untuk memadatkan beton segar :


1) Beton harus dipadatkan dengan penggetar mekanis dari dalam atau
dari luar acuan. Bilamana diperlukan, penggetaran harus disertai
penusukan secara manual dengan alat yang cocok untuk menjamin
kepadatan yang tepat dan memadai.
2) Alat penggetar tidak boleh digunakan untuk memindahkan campuran
beton dari satu titik ke titik lain di dalam acuan.
3) Pemadatan harus dilakukan secara hati-hati untuk memastikan
semua sudut, di antara dan sekitar besi tulangan benar-benar terisi
tanpa menggeser tulangan sehingga setiap rongga dan gelembung
udara terisi.
4) lama penggetaran harus dibatasi (sekira 15 detik pada suatu titik)
hingga tercapai kepadatan maksimum, yaitu saat permukaan beton
tampak mengkilap dan dengan jarak penempatan batang penggetar
yang sesuai, agar tidak terjadi segregasi pada hasil pemadatan yang
diperlukan.
5) Pemadatan harus merata.
6) Tidak terjadi kontak antara alat getar dengan cetakan atau dengan
tulangan.
7) Alat penggetar mekanis dari luar harus mampu menghasilkan
sekurang-kurangnya 5000 putaran per menit dengan berat efektif 0,25
kg, dan boleh diletakkan di atas acuan supaya dapat menghasilkan
getaran yang merata.
8) Posisi alat penggetar mekanis yang digunakan untuk memadatkan
beton di dalam acuan harus vertikal sedemikian dan masuk ke dalam
beton dengan beratnya sendiri hingga dapat melakukan penetrasi
sampai kedalaman 10 cm dari dasar beton yang baru dicor sehingga
menghasilkan kepadatan yang menyeluruh pada bagian tersebut.
9) Apabila alat penggetar tersebut akan digunakan pada posisi yang
lain maka, alat tersebut harus ditarik secara perlahan dan dimasukkan
kembali pada posisi lain dengan jarak tidak lebih dari 45 cm.
4-15

Gambar 4.12 Vibrator yang dilengkapi pengatur jarak penempatan

Tabel 4.3 Jumlah Minimum Alat Penggetar Mekanis dari Dalam


Kecepatan Pengecoran Beton Jumlah Alat
(m3 / jam)
4 2
8 3
12 4
16 5
20 6
> 20 >6

10) Apabila kecepatan pengecoran 20 m3/jam, maka harus digunakan alat


penggetar yang mempunyai dimensi lebih besar dari 7,5 cm.
11) Dalam segala hal, pemadatan beton harus sudah selesai sebelum
terjadi waktu ikat awal (initial setting).

Benar Salah

Gambar 4.13 Cara menggunakan vibrator


4-16

4.8. Pembetonan Pada Cuaca Panas


Bila pembetonan dikerjakan pada cuaca panas, hal yang utama harus
diperhatikan adalah mengendalikan semaksimal mungkin penguapan air
beton yang bisa terjadi berlebihan bila suhunya tinggi. Keadaan akan
semakin kritis bilamana suhu yang tinggi disertai oleh kelembaban relatif
yang rendah dan oleh tiupan angin kering, sehingga akan terbentuk retak-
retak beton, sebelum maupun setelah pengerasan.
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan :
a. timbunan persediaan agregat dilindungi dari sinar matahari;
b. agregat disiram air secara periodik;
c. air campuran dijaga sedingin mungkin dengan cara menyimpannya di
dalam tangki yang terlindung dari sinar matahari atau dicat putih;
d. pada daerah yang sangat panas, mungkin perlu penambahan es pada air
campuran;
e. penggunaan semen yang panas sedapat mungkin dihindari;
f. pengecoran tidak boleh dilakukan bilamana tingkat penguapan melampaui
1,0 kg/m2 / jam.

Cara menggunakan grafik :


1. Masukkan besarnya suhu udara,
gerakkan ke atas sampai ke
kelembaban relatif
2. Gerakkan ke kanan sampai ke suhu
beton
3. Gerakkan ke bawah sampai ke
kecepatan angin
4. Gerakkan ke kiri, kemudian baca
perkiraan kecepatan penguapan.

Gambar 4.14 Cara menentukan tingkat penguapan


4-17

4.9. Perawatan (Curing) Beton


Proses hidrasi merupakan proses perubahan kimia yang selalu diiringi
dengan peningkatan temperatur yang kemudian menyebabkan beton
berubah dari kondisi plastis menjadi keras secara tahap demi tahap
(gradual). Kemungkinan tencapainya kekuatan beton keras sebagaimana
yang direncanakan sangat bergantung pada baik atau tidaknya perawatan
beton setelah pengecoran dan pemadatan beton selesai. Tindakan
perawatan beton dimaksudkan untuk memberi kesempatan semen
berhidrasi dengan kecepatan tertentu, dimana temperatur yang terjadi tidak
menyebabkan penguapan air pencampur secara berlebihan. Selain karena
temperatur tinggi, air pencampur juga bisa hilang karena panas matahari
dan hembusan angin.
Bila perawatan kurang baik, kerugian yang akan terjadi tidak hanya terhadap
kekuatan beton, tapi juga terhadap keawetan, kekedapan terhadap air,
ketahanan terhadap aus, serta stabilitas dimensi struktur. Pekerjaan
perawatan harus segera dimulai setelah beton mulai mengeras (sebelum
terjadi retak susut basah) dengan menyelimutinya dengan bahan yang dapat
menyerap air. Lembaran bahan penyerap air ini yang harus dibuat jenuh
dalam waktu paling sedikit 7 hari. Semua bahan perawatan atau lembaran
bahan penyerap air harus menempel pada permukaan yang dirawat.
Perawatan beton dilakukan minimal selama 7 hari untuk beton biasa, dan
minimal 3 hari untuk beton berkekuatan awal tinggi. Selain minimal 3 hari,
beton yang mempunyai sifat kekuatan awal yang tinggi harus dibasahi
sampai kuat tekannya mencapai 70% dari kekuatan rancangan beton
berumur 28 hari.
Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin lama beton dibiarkan
mengeras dengan proses perawatan yang baik, maka akan menghasilkan
beton dengan kualitas yang semakin baik.

Gambar 4.15 Pengaruh perawatan terhadap kekuatan beton


4-18

Perawatan beton dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan


pembasahan, atau dengan penguapan, atau dengan menggunakan
membrane. Pemilihan cara mana yang digunakan, bisa mengambil
pertimbangan jenis konstruksi dan pertimbangan biaya.
4.9.1. Perawatan dengan Pembasahan
Perawatan dengan pembasahan dapat dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu :
a. Mengkondisikan ruangan yang lembab.
b. Membuat genangan air di atas permukaan beton.
c. Merendam beton dalam air.
d. Menyelimuti permukaan beton dengan air.
e. Menyelimuti permukaan beton dengan bahan selimut yang basah.
f. Menyirami permukaan beton dengan air secara terus-menerus.
g. Bilamana acuan kayu tidak dibongkar, maka acuan tersebut harus
dipertahankan dalam kondisi basah sampai acuan dibongkar, untuk
mencegah terbukanya sambungan-sambungan dan pengeringan beton.
h. Beton semen yang mempunyai sifat kekuatan awal yang tinggi, harus
dibasahi sampai kuat tekannya mencapai 70 % dari kekuatan rancangan
beton berumur 28 hari.

4.9.2. Perawatan dengan Selimut Kedap Air


Metode ini dilakukan dengan menyelimuti permukaan beton dengan bahan
lembaran kedap air yang bertujuan mencegah kehilangan kelembaban ari
permukaan beton. Beton harus basah pada saat lembaran kedap air ini
dipasang. Lembaran bahan ini aman untuk tidak terbang/pindah tertiup
angin dan apabila ada kerusakan/sobek harus segera diperbaiki selama
periode perawatan berlangsung.

Gambar 4.16 Perawatan beton dengan selimut kedap air


4-19

4.9.3. Perawatan dengan Penguapan


Perawatan dengan penguapan biasanya digunakan untuk produksi beton
pracetak. Perawatan dengan uap dapat dibagi menjadi dua, yaitu perawatan
dengan tekanan uap rendah dan perawatan dengan tekanan uap tinggi.
a. Perawatan dengan Uap Tekanan Rendah
Dengan cara ini perawatan dipercepat pada tekanan atmosfir dan
temperatur 40o – 55oC berlangsung selama 10 – 12 jam. Komponen
pracetak ditempatkan pada suatu ruangan perawatan dan dipanaskan
dalam keadaan jenuh dalam jangka waktu tertentu. Proses pengeringan
didahului dengan proses hidrasi semen secara normal. Hasil proses hidrasi
dengan cara ini mempunyai sifat yang sama dengan cara bila beton dirawat
dengan temperatur 20oC , tetapi dengan waktu yang lebih cepat.
b. Perawatan dengan Uap Tekanan Tinggi
Perawatan berlangsung selama 10 – 16 jam pada temperatur 65 o – 95oC.
Cara ini digunakan bila diperlukan pekerjaan beton yang memerlukan
persyaratan berikut :
1) Diperlukan kekuatan awal tinggi dan kekuatan 28 hari dapat dicapai
dalam waktu 24 jam.
2) Diperlukan keawetan yang tinggi dengan ketahanan terhadap
serangan sulfat atau bahan kimia lainnya, juga terhadap pengaruh
pembekuan atau temperatur yang tinggi.
3) Diperlukan beton dengan susut dan rangkak rendah.
Dengan cara perawatan seperti ini komposisi kimia yang terjadi pada saat
pengerasan akan berbeda bila dibandingkan dengan metode perawatan uap
bertekanan rendah. Secara umum bisa dikatakan bahwa perawatan dengan
uap bertekanan tinggi akan memberikan kualitas kekuatan dan keawetan
yang tinggi, tetapi bersifat agak getas.
Perawatan dengan uap untuk beton harus mengikuti ketentuan di bawah ini:
(1) Tekanan uap pada ruang uap selama perawatan beton tidak boleh melebihi
tekanan luar.
(2) Temperatur pada ruang uap selama perawatan beton tidak boleh melebihi
38oC selama 2 jam sesudah pengecoran selesai, dan kemudian temperatur
dinaikkan berangsur-angsur sehingga mencapai 65oC dengan kenaikan
temperatur maksimum 14oC / jam secara bertahap.
(3) Perbedaan temperatur pada dua tempat di dalam ruangan uap tidak boleh
melebihi 5,5oC;
(4) Penurunan temperatur selama pendinginan dilaksanakan secara bertahap
dan tidak boleh lebih dari 11oC per jam.
(5) Perbedaan temperatur beton pada saat dikeluarkan dari ruang penguapan
tidak boleh lebih dari 11oC dibanding udara luar.
(6) Selama perawatan dengan uap, ruangan harus selalu jenuh dengan uap
air.
(7) Semua bagian struktural yang mendapat perawatan dengan uap harus
dibasahi selama 4 hari sesudah selesai perawatan uap tersebut.
4-20

4.9.4. Perawatan dengan Membran Cair


Membran cair yang digunakan untuk perawatan beton merupakan senyawa
kimia yang membentuk suatu lapis penghalang terhadap terjadinya
penguapan air. Bahan yang digunakan harus sudah kering dalam waktu 4
jam (sesuai final setting time), membentuk lapis yang kontnyu, melekat tapi
tidak bersenyawa dengan beton, tidak beracun, tidak selip, bebas dari
lubang-lubang halus dan tidak membahayakan beton. Suatu selaput
membran yang menempel sempurna selama 4 minggu memberikan hasil
perawatan pada beton yang setara dengan membasahinya secara terus
menerus selama 14 hari. Agar diperoleh hasil yang lebih baik, disarankan
juga untuk melakukan pembasahan dengan air di atas selaput membran
yang sudah kering.

Gambar 4.17 Perawatan beton dengan membran cair


4-21

Anda mungkin juga menyukai