Anda di halaman 1dari 19

Nama : Awalin Yesika Agustin

Nim : P27220021059

Kelas : 2B D3

MENYIAPKAN TEMPAT TIDUR AETHER BED

a. Pelaksanaan Tindakan
Sebelum melaksanakan tindakan sebaiknya mencuci tangan terlebih dahulu , ada
tempat tidur terbuka, angkatlah bantal dan bentangkan gulungan perlak dan handuk
pada bagian kepala .Kemudian pasang selimut tambahan hingga menutup seluruh
permukaan tempat tidur Lalu Letakkan buli-buli panas pada sprei dan selimut pada
bagian kaki, arahkan mulut buli-buli ke pinggir tempat tidur. Setelah itu Angkat buli-
buli panas sebelum pasien dibaringkan, setelah kembali dari kamar bedah Lalu Lipat
pinggir selimut tambahan bersama-sama selimut dari atas tempat tidur pada salah satu
sisi tempat masuknya klien, sampai batas pinggir kasur, lalu lipat sampai sisi yang lain.
Dan setelah Tindakan baiknya mencuci tangan

b. Analisis evidance based praticed


Di dalam artikel yang berjudul “Management of Shivering in Post-Spinal Anesthesia
Using Warming Blankets and Warm Fluid Therapy” disampaikan bahwa yang dapat
diperhatikan pada pasien post operasi adalah suhu tubuh pasien. Dapat diukur setiap
lima belas menit yaitu pada menit ke-15, 30, 40 dan 60 menggunakan termometer
aksila.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kestabilan hemodinamik tubuh


adalah dengan memberikan cairan infus hangat dan selimut hangat. Pemberian cairan
infus yang dihangatkan dapat meningkatkan suhu tubuh pada pasien yang mengalami
hipotermi melalui mekanisme konduksi.

Cairan intravena yang diberikan dalam keadaan hangat pada pasien hipotermi
bertujuan untuk mempertahankan suhu tubuh dalam kondisi normal. Hal ini dilakukan
dengan cara mengaktivasi mekanisme termoregulasi baik yang reflek maupun non
reflex sehingga memungkinkan terjadinya perubahan otonom, endokrin dan perilaku.
Sementara itu, hampir separuh dari pasien yang diberikan selimut hangat suhu
tubuhnya kembali normal setelah satu jam.

c. Opini
Perawat harus bisa lebih cekatan dan inisiatif, apabila buli-buli air hangat bocor dan
mengenai bed, harus segera diganti selimut dan juga buli-bulinya setelah itu perawat
perlu memastikan apakah buli-buli air hangat sudah diangkat sebelum pasien
dipindahkan ke bed
ANAMNESA DAN OBSERVASI TANDA-TANDA VITAL

a. Pelaksanaan Tindakan
Anamnesa dan Observasi Sirkulasi atau Tanda-tanda vital terdiri dari pengukuran
tekanan darah, nadi, suhu, dan respirasi rate. Adapun yang diperhatikan dari komponen
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tekanan Darah
Pemeriksaan tekanan darah dapat dilakukan dengan tensi deengan satuan mmHg.
Jumlah tekanan darah normal berdasarkan usia dewasa yaitu 80/120 mmHg. Hal
yang perlu diperhatikan dalam pengukuran tekanan darah yaitu riwayat tekanan
darah sebelumnya sehingga dapat dibandingkan dengan riwayat tekanan darah
saat ini. Pasien dengan riwayat hipertensi kadang memiliki kecenderungan
tekanan darah yang tinggi yang mengakibatkan tubuh merasa pusing. Adapun
yang dirasakan pada pasien hipotensi pasien akan merasa lemas karena tekanan
darah rendah.
2. Nadi
Pemeriksaan denyut nadi merupakan denyutan dari gelombang dinding aorta yang
mengembang. Nilai normal nadi yaitu 60-100 x/menit. Selebihnya itu disebut
takikardi dan kurang dari rentan normal disebut bradikardi. Tempat untuk
menghitung nadi ada di arteri radialis, arteri carotis, arteri fermoralis, arteri
dorseralis pedis, arteri popliteal, arteri brakialis.
3. Suhu
Pemeriksaan suhu digunakkan untuk menilai kondisi metabolism dalam
tubuhrentan suhu normal yaitu 36 – 37,2 derajat celcius. Pemeriksaan suhu tubuh
dapat dilakukan dengan palpasi punggung tangan tetpi pemeriksaan yang akurat
dilakukan menggunakan thermometer. Pemeriksaan suhu tubuh dapat dilakukan di
oral, rektal, dan aksila. Biasanya anamnesa yang dilakukan berupa keluhan karena
peemeriksaan ini sangat membantu dalam menentukan diagnose medis
4. Respirasi rate
Respirasi rate atau pemeriksaan pernafasan merupakan pemeriksaan yang
dilakukan untuk menilai pengambilan okseigen dan pengeluaran oksigen. Rentan
normal pemeriksaan ini adalah 12 – 20 x/menit. Anamnesa yang biasa dilakukan
pada pemeriksaan ini adalah perawat menanyakan kepada pasien bahwa pasien
merasa sesak atau tidak. Biasanya peengukuran pernafasan ini dibarengi dengan
pengukuran saturasi oksigen untuk mengtahui kadar oksigen dalam tubuh
menggunakan oksimeter.
b. Analisis Praktik Berbasis Bukti
1. Tekanan Darah
1) Pengukuran tekanan darah merupakan keterampilan klinis yang penting untuk
perawat.
Perawat melakukan pengukuran tekanan darah kepada pasien harus terlatih
dan mengikuti sesuai dengan prosedur untuk mengukur tekanan darah dengan
menggunakan merkuri konvensional atau sphygmomanometer aneroid dan
monitor tekanan darah elektronik. Hal ini juga mengidentifikasi sebagai
sumber potensial kesalahan dalam pengukuran tekanan darah
(Wallymahmed,2008).
Pada umumnya tensimeter terbagi menjadi 2 yaitu tensimeter manual dan
tensimeter digital. Tensimeter manual terbagi lagi menjadi 2 yaitu tensimeter
air raksa dan tensimeter aneroid. Berikut merupakan penjelasan kelebihan dan
kekurangan dari masing-masing tensimeter tersebut :
a. Tensimeter Air Raksa.
 Kelebihan: Merupakan standar pemeriksaan tekanan
darah, hasil yang dapat akurat, dan alat tahan lama.
 Kelemahan: Memerlukan bantuan tenaga ahli dalam pengukuran, dapat
terkontaminasi dengan logam berat, dapat membahayakan pasien atau
dokter ataupun perawat jika air raksanya bocor atau pecah,
membutuhkan alat tambahan ketika melakukan pengukuran yaitu
stetoskop, dan biaya lebih mahal.
b. Tensimeter Aneroid.
 Kelebihan :Lebih praktis dari tensimeter air raksa, mudah dibawa
kemana-mana, hasil pengukuran cukup akurat, tidak terkontaminasi
logam berat.
 Kelemahan : Memerlukan bantuan tenaga ahli dalam pengukuran,
pegas mudah rusak , dan membutuhkan alat tambahan ketika
melakukan pengukuran yaitu stetoskop
c. Tensimeter Digital.
 Kelebihan : Tensimeter yang paling praktis dalam penggunaannya,
mudah dibawa kemana-mana, tidak terkontaminasi logam berat, tidak
memerlukan bantuan tenaga ahli saat melakukan pengukuran.
 Kelemahan: Hasil tekanan darah tidak selalu akurat karena dipengaruhi
beberapa faktor yaitu cara menggunakan alat, pergerakan saat
melakukan pemeriksaan, kekuatan baterai yang digunakan, dan
tensimeter digital harganya lebih mahal daripada tensimeter air raksa
atau aneroid walaupun tidak membutuhkan alat tambahan. ( Smeltzer,
Suzanne C, dan Brenda G.Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner&Suddarth Edisi 8 Vol 2 )
2) Pengkajian tekanan darah dapat diukur baik secara langsung (invasif) maupun
tidak langsung (non invasif).
a. Metode langsung (invasif)
Metode ini memerlukan insersi kateter kecil ke dalam arteri. Selang
menghubungkan kateter dengan alat pemantau elektronik. Monitor
menampilkan gelombang dan bacaan tekanan arteri secara konstan. Karena
ada resikon kehilangan darah secara tiba-tiba dari arteri, pemantau tekanan
darah invasif digunakan hanya untuk situasi perawatan intensif.
b. Metode tidak langsung (non invasif)
Metode ini memerlukan penggunaan sfigmomanometer dan stetoskop. cara
mengukur tekanan darah secara tidak langsung dengan menggunakan
auskultasi dan palpasi. Auskultasi merupakan teknik yang paling sering
digunakan. Ketika mengatur tekanan darah dengan menggunakan stetoskop,
perawat mengidentifikasi lima fase dalam rangkaian bunyi yang disebut
bunyi korotkoff. pertama perawat memompa manset hingga 30 mmHg di
atas titik tempat denyut nadi tidak teraba lagi. kemudian perawat
melepaskan tekanan secara perlahan sambil mengamati ukuran yang
tampak pada manometer dan mengaitkannya dengan bunyi yang terdengar
melalui stetoskop. terdapat lima fase, namun tidak semuanya terdengar.
Sistole: Kontraksi jantung mendorong darah dengan tekanan tinggi.
Diastole. Tekanan minimal yang mendesak dinding arteri setiap waktu.

2. Nadi
Frekuensi nadi dapat dikaji pada setiap arteri, namun arteri radialis dan artei
karotid dapat dengan mudah diraba pada nadi perifer. Pada saat kondisi klien tiba-
tiba menurun, area karotid adalah area terbaik untuk menemukan nadi secara
cepat. Nadi radialis dan apikal merupakan tempat yang paling sering digunakan
untuk mengkaji nadi. Jika nadi radialis yang terletak pada pergelangan tangan
tidak normal atau intermitten akibat disritmia atau jika nadi yang tidak dapat
diraba karena balutan, gips, atau halangan lain, yang dikaji adalah nadi apikal.
Pada saat klien menggunakan medikasi (pengobatan) yang mempengaruhi
frekuensi jantung, nadi apikal dapat memberikan gambaran yang lebih akurat
terhadap fungsi jantung. Nadi apikal merupakan tempat terbaik untuk
mengkaji nadi bayi dan nadi anak karena nadi perifer dalam dan sulit untuk
dipalpasi dengan akurat.
Alasan penggunaan nadi yang spesifik

No Nadi Lokasi Alasan

1. Radialis Menjalar sepanjang Mudah diakses


tulang radial, sejajar ibu
jari dibagian dalam
pergelangan tangan
2. Temporalis Sisi superior dan lateral Digunakan ketika nadi
mata radialis tidak teraba

3. Karotis Pada sisi leher diantara Digunakan untuk


trakea dan otot menentukan sirkulasi
stemokleoidemasteoideus menuju otak

4. Apikal Pada apeks jantung. Rutin digunakan pada


bayi dan anak-anak
hingga usia 3 tahun
5. Brakialis Pada bagian otot bisep Digunakan untuk
atau ditengah-tengah menentukan adanya
ruang antekubiti ketidaksesuaian dengan
nadi radialis

6. Femorialis Menjalar sepanjang Digunakan untuk


ligamentum inguinale mengukur tekanan
darah

7. Poplitea Melintas di belakang Digunakan pada bayi


lutut dan anak-anak
Digunakan untuk
menentukan sirkulasi
menuju tungkai

8. Tibialis posterior Pada permukaan medial Digunakan untuk


pergelangan tangan, menentukan sirkulasi
melewati belakang menuju tungkai bawah
malleolus medialis
9. Dorsalis pedis Menjalar di sepanjang Digunakan untuk
kaki, pada garis khayal menentukan sirkulasi
yang ditarik dari menuju kaki
tengahtengah
pergelangan kaki menuju
ruang antara ibu jari dan
jari telunjuk kaki

3. Suhu
Pengukuran suhu dapat dilakukan pada membran timpani, mulut, rectum ( anus )
dan aksila( ketiak ). Untuk itu perlu dibedakan/diberi label untuk masing-masing
termometer tersebut agar tidak terjadi salah pemakaian.
1) Pengukuran suhu melalui mulut pada penderita dengan kesadaran baik
merupakan cara yang paling mudah dan memberikan hasil yang baik.
Termometer air raksa sebaiknya tidak digunakan untuk mengukur suhu
melalui mulut pada penderita dengan kesadaran menurun atau bila penderita
baru makan/minum panas atau dingin. Pemeriksaan dengan cara ini ditunda
10-15 menit agar tidak mempengaruhi hasil pengukuran.

2) Pengukuran pada aksila dapat dilakukan pada penderita yang sadar maupun
tidak sadar, tetapi terkadang harus membuka baju penderita. Hasil kurang
tepat bila terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kulit (misal hipovolemia,
syok, suhu sekitar dingin, habis mandi).
3) Suhu rektal merupakan suhu inti tubuh (core temperature) karena itu
merupakan pengukuran yang paling tepat dibandingkan cara oral dan aksila.
Namun demikian cara ini lebih sulit dan kurang nyaman bagi penderita.
Pengukuran suhu rectum merupakan gold standar dalam mengetahui nilai
suhu inti tubuh.
 Oral rata rata: 37°C
 Rektal rata rata: 37,5°
 Aksila rata rata: 36,5°C
Suhu tubuh normal antara suhu 36 °C -37,5°C
No Lokasi Keuntungan Kerugian

1. Oral 1. Mudah dijangkau- 1. Dipengaruhi oleh


tidak membutuhkan cairan atau makanan
perubahan posisi. yang dicerna.
2. Nyaman bagi klien. 2. Tidak boleh
3. Memberi dilakukan pada klien
pembacaan suhu yang yang bernapas dengan
akurat. mulut.
3. Tidak boleh
dilakukan pada klien
yang mengalami bedah
atau trauma oral,
riwayat epilepsi, atau
gemetar akibat
kedinginan.
4. Tidak boleh
dilakukan pada bayi,
anak kecil, anak yang
sedang menangis, tidak
sadar atau tidak
kooperatif.
5. Resiko terpapar
cairan tubuh.

2. Rektal / anus 1. Terbukti lebih dapat 1. Pengukuran suhu


diandalkan bila suhu inti lebih lambat
oral tidak dapat selama perubahan suhu
diperoleh. yang cepat.
2. Menunjukkan suhu 2. Tidak boleh
inti dilakukan pada klien
yang mengalami bedah
rektal, kelainan rektal,
nyeri pada rektal, atau
yang cenderung
perdarahan.
3. Memerlukan
perubahan posisi dan
dapat merupakan
sumber rasa malu dan
ansietas klien.
4. Resiko terpajan
cairan tubuh.
5. Memerlukan
lubrikasi.
6. Dikontraindikasikan
pada bayi baru lahir.

3. Aksilla 1. Aman dan non- 1. Waktu pengukuran


invasif 2. Cara lama.
yanglebih disukai 2. Memerlukan
pada bayi baru lahir bantuan perawat untuk
dan klien yang tidak mempertahankan
kooperatif posisi klien.
3. Tertinggal dalam
pengukuran suhu inti
pada waktu perubahan
suhu yang cepat.
4. Memerlukan
paparan toraks.

4. Timpani/Aurikular 1. Tempat yang 1. Alat bantu dengar


mudah dicapai. harus dikeluarkan
2. Perubahan posisi sebelum pengukuran.
tubuh yang 2. Tidak boleh
dibutuhkan minimal. dilakukan pada klien
3. Memberi yang mengalami bedah
pembacaan inti yang telinga atau membran
akurat. timpani.
4. Waktu pengukuran 3. Membutuhkan
sangat cepat (2-5 pembungkus probe
detik). 5. Dapat sekali pakai.
dilakukan tanpa 4. Impaksi serumen
membangunkan atau dan otitis media dapat
menggangu klien. menggangu
pengukuran suhu.
5. Keakuratan
pengukuran pada bayi
baru baru lahir dan
anak di bawah usia 3
tahun masih diragukan.
6. Variabilitas
pengukuran melebihi
pengukuran
variabilitas alat suhu
inti yang lain.

4. Respirasi rate
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengkajian pernafasan:
1) Frekuensi pernafasan
Perawat mengobservasi inspirasi dan ekspirasi penuh pada saat menghitung
frekuensi ventilasi dan pernapasan. Frekuensi pernapasan normal turun
sepanjang hidup.
2) Kedalaman pernafasan
Kedalaman dikaji dengan mengobservasi derajat peyimpangan atau gerakan
dinding dada. Perawat menggambarkan gerakan ventilator sebagai dalam,
normal dan dangkal. Pernapasan yang dalam melibatkan ekspansi penuh
paru dengan ekshalasi penuh.
3) Irama pernafasan
Dengan bernapas normal interval reguler terjadi setelah setiap siklus
pernapasan. Bayi cenderung untuk kurang teratur dalam bernapas. Anak-
anak kecil mungkin beranpas secara lambat selama beberapa detik dan
kemudian tiba-tiba bernapas secara cepat. Irama pernapasan teratur dan tidak
teratur.

Prosedur pemeriksaan pernapasan:

1) Pemeriksaan inspeksi: Perhatikan gerakan pernafasan pasien secara


menyeluruh (lakukan inspeksi tanpa mempengaruhi psikis dari pasien). Pada
inspirasi, perhatikan: Gerakan iga ke arah lateral, pelebaran sudut epigastrium,
adanya retraksi dinding dada (supraklavikuler, suprasternal, interkostal,
epigastrium), penggunaan otot-otot pernafasan aksesoris serta penambahan
ukuran anteroposterior pada rongga dada. Pada ekspirasi, perhatikan: Masuknya
kembali iga, menyempitnya sudut epigastrium dan pengurangan diameter
anteroposterior di rongga dada.
2) Pemeriksaan palpasi: pemeriksa meletakkan telapak tangan untuk
merasakan naik turunnya gerakan dinding dada.

3) Pemeriksaan auskultasi: menggunakan membran stetoskop yang diletakkan


pada dinding dada di luar lokasi bunyi jantung.

Interpretasi pemeriksaan pernapasan

1. Frekuensi. Hitung frekuensi pernafasan selama 1 menit penuh dengan


inspeksi, palpasi, atau dengan menggunakan stetoskop. Normalnya frekuensi
nafas orang dewasa sekitar 14 – 20 kali per menit dengan pola nafas yang
teratur.

2. Irama pernapasan. Irama pernapasa dapat reguler atau irregular.

c. Opini
Penting bagi dokter mewawancarai pasien untuk menggambarkan secara jelas
mengenai gejala penyakit yang sedang dialaminya dengan bahasanya sendiri dan
keluhan pasien harus didokumentasi dengan lengkap dari awal pemeriksaan.

Observasi sirkulasi Penting bagi dokter untuk mengetahui indicator


dari status kesehatan, pemeriksaan inimenunjukkan keefektifan sirkulasi, respirasi fungi
neural dan endokrin tubuh.
OBSERVASI PERDARAHAN

a. Pelaksanaan tindakan
Hal yang pertama harus segera dinilai adalah mengetahui sumber perdarahan eksternal
dan internal, tingkat kesadaran, nadi dan periksa warna kulit dan tekanan darah.
Manajemen perdarahan eksternal adalah dengan melakukan penekanan secara
langsung pada luka. Penggunaan tourniquet efektif pada perdarahan masif di
ekstremitas, dan hanya dilakukan bila penekanan langsung tidak efektif. Sedangkan
pemeriksaan fisik harus jeli dilakukan untuk dapat mengetahui perdarahan internal.
Adapun manajemen yang dapat dilakukan adalah pembidaian, hingga intervensi bedah.
b. Analisis evidence based practice
Pengelolaan dalam mengontrol perdarahan, Greenberg dalam Arsani, 2011 antara lain
1) Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
Perdarahan eksternal segera dihentikan dengan penekanan pada luka. Cairan
resusitasi yang dipakai yaitu Ringer Laktat atau NaCl 0,9℅ adanya dua jalur
dari intra vena. Pemberian cairan jangan diragukan, karena cedera sekunder
akibat dari hipotensi lebih berbahaya terhadap cedera otak dibanding edema
pada otak akibat adanya pemberian cairan yang berlebihan.
2) Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi
pada ahli bedah
3) Pasangkan kateter IV 2 jalur ukuranterbesar sekaligus mengambil sampel darah
untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur),
golongan darah dan cross-match serta Analisa Gas Darah (BGA).
4) Berikan cairan kristaloid telah dihangatkan dengan tetesan tercepat, pasangkan
PSAG/bidai pneumatik untuk mengontrol perdarahan pada pasien fraktur pelvis.
5) Fraktur pelvis yang mengancam nyawa, cegah adanya hipotermia dengan posisi
tidur yaitu kepala diposisikan datar, cegah head down (kepala lebih rendah dari
leher) karena dapat menyebabkan bendungan vena di kepala serta menaikkan
tekanan intracranial.
c. Opini
Perawat harus cepat sigap tepat saat menangani pasien perdarahan karena kehilangan
darah yang banyak dapat mengakibatkan pasien meningeal dunia

PEMERIKSAAN KESADARAN
a. Pelaksanaan Tindakan
Melakukan pemeriksaan kesadaran untuk menilai derajat kesadaran dengan
menggunakan skala koma dari Glasgow (Glasgow Coma Scale = GCS) dan
mengetahui letak lesi pada susunan saraf pusat serta membantu menetukan prognosis
klien. Tingkat kesadaran seseorang umumnya dapat dinilai dari tiga aspek, yaitu mata
(kemampuan membuka mata), suara (kemampuan bicara), dan gerakan tubuh. Tiga
aspek ini dinilai melalui pengamatan, kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan
angka GCS.

b. Analisis Evidence Based Practice


Menurut laporan Christensen, B. Medscape (2014) melaporkan bahwa pemeriksaan
kesadaran dapat digunakan untuk memprediksi risiko kematian di awal trauma.

c. Opini
Perawat harus dapat mengukur kesadaran pasien dengan benar, tepat, dan cepat
karena penilaian ini dapat digunakan untuk melakukan penilaian awal dan
berkelanjutan, membandingkan efektifitas perawatan yang diberikan, serta
menentukan prognosis pasien.

OBSERVASI BISING USUS

a. Pelaksanaan Tindakan
Observasi bising usus cukup sederhana dilakukan dengan teknik
auskultasi,pemeriksaan dilakukan selama beberapa menit karena bising usus
umumnya muncul dalam siklus setiap 30 menit sekali. Frekuensi bising usus orang
dewasa yang normal adalah 5-30 kali per menit. Dokter atau perawat mungkin akan
mendengar bunyi deguk yang panjang sesekali. Dengarkan suara perut untuk
mengetahui apakah deguk tersebut normal. Frekuensi bising usus lebih rendah dari
rentang normal (hipoaktif) menandakan bahwa terjadi penurunan aktivitas usus.
Sebaliknya, nilai frekuensi yang lebih tinggi (hiperaktif) menandakan bahwa aktivitas
usus meningkat. Suara yang dihasilkan usus belum tentu menjadi gejala dari masalah
pencernaan. Akan tetapi, bising usus yang disertai gejala tertentu bisa saja
menandakan penyakit pada sistem pencernaan

b. Analisis Evidence Based Practice


Observasi bising usus bertujuan untuk mengetahui apakah aktivitas usus termasuk
Normal.Jika bising usus tidak normal dapat menandakan masalah gangguan
pencernaan yaitu obstruksi usus halus dan obstruksi usus besar (Price, 1997 : 502)

c. Opini
Penyumbatan usus dapat menyebabkan masalah serius jika dibiarkan. Maka itu,
perawat harus memeriksa suara bising usus normal atau tidak. Bising usus adalah
suara yang muncul di dalam area perut dan dapat didengarkan melalui stetoskop
MELATIH AMBULASI

a. Pelaksanaan Tindakan

Ambulasi merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien pascaoperasi
dimulai dari duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan
bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien.

b. Analisis Evidence Based Practice

Menurut laporan Kozier (2015) melaporkan bahwa ambulasi merupakan komponen


penting dalam perawatan – perawatan dalam pascaoperasi karena jika pasien
membatasi pergerakannya di tempat tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi
pasien akan semakin sulit untuk memulai berjalan.

c. Opini

Perawat harus terlatih dalam memberikan pendidikan tentang ambulasi terhadap pasien,
agar dalam pelaksanaan ambulasi dapat berjalan sesuai tujuan, serta untuk mencegah
terjadinya cidera.
PERAWATAN AMPUTASI

a. Pelaksanaan tindakan
Amputasi diklasifikasikan berdasarkan ekstremitas yang terkena dan tingkat amputasi.
Amputasi pada tangan disebut below-the-elbow amputation (BEA), amputasi lengan
bawah dan pada lengan atas disebut above-the-elbow amputation (AEA). Amputasi
kaki bisa below-the-knee amputation (BKA) atau above-the knee amputation (AKA).

b. Analisis Evidence Based Practice


Terkadang, hanya jari atau jari kaki yang diamputasi. Contoh dari penjelasan ini
adalah "amputasi jari pertama, tangan kanan, bawah ruas jari kedua (Rosdahl &
Kowalski, 2012).

c. Opini
Perawat harus bisa menjaga agar bagian yang diamputasi tersebut tidak terjadi infeksi
yang dapat menyebabkan kerusakan disekitar bagian amputasi ketika melakukan
perawatan harus menggunakan alat yang steril dan tindakan yang steril, serta pantau
tanda dan gejala infeksi
PERAWATAN PASCA OPERASI

a. Pelaksanaan Tindakan
Post Operasi merupakan masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat
pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya.
Tahap pasca-operasi dimulai dari memindahkan pasien dari ruangan bedah ke unit
pasca operasi dan berakhir saat pasien pulang. Perawatan yang dilakukan untuk
meningkatkan proses penyembuhan luka dan mengurangi rasa nyeri pasca operasi
dengan cara merawat luka serta memperbaiki asupan makanan tinggi protein dan
vitamin.
b. Analisis Evidence Based Practice
Lama perawatan di ruang bedah tentunya berhubungan dengan faktor- faktor yang
mempengaruhi perawatan. Beberapa faktor baik yang berhubungan dengan keadaan
klinis pasien, tindakan medis, pengelolaan pasien di ruangan maupun masalah
adminstrasi rumah sakit bisa mempengaruhi terjadinya penundaan pulang pasien. Ini
akan mempengaruhi LOS. Terutama untuk pasien yang memerlukan tindakan medis
atau pembedahan (Wartawan, 2012). Faktor-faktor yang berpengaruh tersebut antara
lain: komplikasi atau infeksi luka operasi, jenis operasi, jenis kasus atau penyakit,
tenaga dokter yang menangani atau pelaksana operasi, hari masuk Rumah Sakit, hari
pulang dari Rumah Sakit, umur penderita, pekerjaan, jenis penanggung biaya, alasan
keluar dari Rumah Sakit, pemeriksaan penunjang medis, pemilikan, kebijakan dan
kegiatan administrasi Rumah Sakit, serta kelas perawatan yang di pilih.

Proses penyembuhan pasien pasca tindakan pembedahan dapat berjalan dengan baik
dan tidak memakan waktu yang lama karena didukung oleh berbagai macam faktor,
diantaranya adalah mobilisasi dini. Mobilisasi dini adalah protap untuk selekas
mungkin membimbing pasien keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya
selekas mungkin berjalan (Soelaiman, 2003). Sedangkan menurut Kozeir (1999)
mobilisasi dini dapat mempercepat waktu penyembuhan luka pasca operasi, dengan
mobilisasi dapat meningkatkan vaskularisasi sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke
jaringan menjadi lebih optimal.

c. Opini
Dalam proses perawatan pasca operasi, hal yang perlu dilakukan perawat untuk
menunjang yaitu memberikan pelatihan mobilisasi dini, merawat luka pasca operasi
dan juga edukasi asupan makanan tinggi protein dan vitamin. Dengan perawatan luka
yang sesuai prosedur dan dilakukan pelatihan mobilisasi. Mobilisasi dilakukan
bertahap untuk menunjang kemandirian pasien dan mengurangi ketergantungan
pasien akan orang lain selama pasca operasi.

PERAWATAN LUKA POST OPERASI

a. Pelaksanaan Tindakan
Perawatan luka post operasi adalah tindakan untuk merawat luka dan melakukan
pembalutan untuk menjadikan luka kotor menjadi luka bersih. Perawatan luka post
operasi ini diperlukan demi mencapai proses penyembuhan luka yang optimal serta
mencegah supaya tidak terjadi infeksi pada luka.

b. Analisis Evidence Based Practice


Perawatan luka pada pasien diawali dengan pembersihan luka selanjutnya tindakan
yang dilakukan untuk merawat luka dan melakukan pembalutan yang bertujuan
untuk mencegah infeksi silang serta mempercepat proses penyembuhan luka
(Lusianah, Indaryani, & Suratun, 2012).

c. Opini
Perawat harus bisa menjaga bagian yang dioperasi tersebut agar tidak terjadi infeksi
disekitar bagian operasi.mencegah masuknya kuman dan kotoranke dalam luka post
operasi. Ketika melakukan perawatan hatus menggunakan alat yang steril dan
tindakan yang steril. Serta memantau tanda dan gejala infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

CAESARIA, Pembedahan Sectio. Journal of Emergency. Journal of Emergency, 2011,


1.1: 45-49.

Agus Sulistyowati, S.Kep., M.Kes. 2018. Buku Pemeriksaan Tanda Vital.


http://eprints.kertacendekia.ac.id/id/eprint/39/1/290999-pemeriksaan-tanda-tanda-vital-
bf801e8f.pdf

Anda mungkin juga menyukai