Anda di halaman 1dari 60

BAB 1.

PERIKSAAN FISIK
TOPIK 1 PEMERIKSAAN VITAL SIGN
Pemeriksaan tanda-tanda vital merupakan suatu cara untuk mendeteksi adanya
perubahan sistem tubuh. Tanda vital meliputi suhutubuh, denyut nadi, frekwensi
pernafasan, dantekanan darah. Tanda vital mempunyai nilai sangat penting pada fungsi
tubuh, Adanay aperubahan tanda vital, misalnya suhu tubhuh da[at menunjukkan keadaan
metabolisme dalam tubuh; denyut nadi dapat menunjukkan perubahan pada sistem
kardiovaskuler, frekwensi pernapasan dapat menunjukkan fungsi pernapasan; dan tekanan
darah dapat menilai kemampuan sistem kardiovaskuler, yang dapat dikaitkan dengan
denyut nadi.

tanda-tanda vital adalah ukuran statistik berbagai fisiologis yang digunakan untuk
membantu menentukan status kesehatan seseorang, terutama pada pasien yang secara
medis tidak stabil atau memiliki faktor-faktor resiko komplikasi kardiopulmonal dan untuk
menilai respon terhadap intervensi. Tanda vital juga berguna untuk menentukan dosis yang
adekuat bagi tindakan fisioterapi, khususnya exercise.

Semua tanda vital tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Perubahan
tanda vital dapat terjadi bila tubuh dalam kondisi aktivitas berat/dalam keadaan sakit dan
perubahan tersebut merupakan indikator adanya gangguan sistem tubuh . Pemeriksaan
tanda vital yang dilaksanakan oleh perawat digunakan untuk memantau perkembangan
pasien. Tindakan ini bukan hanya merupakan kegiatan rutinpada klien, tetapi merupakan
tindaan pengawasan terhadap perubahan atau gangguan sistem tubuh. Pelaksanaan
pemeriksaan tanda vital pada senua klien berbeda satu dengan yang lain. Tingkat
kegawatan pasien seperti pada kondisi kritis akan membutuhkan pengawasan terhadaop
tanda vital yang lebih ketat dibandingkan pada kondisi pasien yang tidak kritis, demikian
sebaliknya. Prosedur pemeriksaan tanda vital yang dilakukan pada pasien meliputi
pengukuran suhu, pemeriksaan denyut nadi, pemeriksaan pernapasan, dan pegukuran
tekanan darah.

Kapan pengukuran tanda vital:

1. Pada saat baru masuk rumah sakit


2. Jadwal rutin rumah sakit (Pagi, Sore, Malam)
3. Sebelum dan sesudah operasi
4. Sebelum dan sesudah dilakukan diagnostik invasif
5. Sebelum dan sesudah pemberian obat tertentu yang mempengaruhi
kardiovaskuler, respirasi dan fungsi pengaturan temperatur
6. Dan lain-lain

A. Tekanan darah
Tekanan yang di alami darah pada pembuluh arteri ketika darah di pompa oleh jantung ke seluruh
anggota tubuh. Pengukuran tekanan darah dapat di ukurmelalui nilai sistolik dan diastolik. Tekanan
darah dapat diukur dengan alat sphygmomanometer dan stestoskop untuk mendengar denyut nadi.
Interpretasi hasil pengukuran tekanan darah pada usia ≥ 18 tahun : berdasarkan Joint National
Committee VII adalah sebagai berikut :

Klasifikasi tekanan darah TDS* mmHg TDD* mmHg


Normal < 120 < 80
Pre-Hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Stage 1 140-159 90-99
Hipertensi Stage 2 >160 >100
Persiapan alat
1. Stetoskop
2. Alat pengukur tekanan darah :
1) Sphygmomanometer atau
2) Alat Oscillometric ( Dinamap, Critican, dll)
3. manset sesuai ukuran
4. Alat tulis

Pelaksanaan Tindakan

a. Metode Auskultasi

1. Ucapkan salam dan perkenalkan diri


2. Pastikan identitas pasien
3. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuan pengukuran tekanan darah pada pasien
dan keluarga
4. Cuci tangan
5. Siapkan alat alat dan dekatkan ke pasien
6. Ukur tekanan darah setelah klien 3-5 menit istirahat
7. Review tekanan darah pasien sebelumnya
8. Cuci tangan dan bersihkan bagian diagfrahma dari stetoskop
9. Letakkan tensimeter ditempat yang aman dan tegak lurus sehingga air raksa mudah dibaca
10. Pilih tempat pengukuran tekanan darah (brakhial, radial, popliteal, posterior tibial dan
dorsalis pedis). Gunakan lengan kanan jika mungkin, ukur pada tempat dan posisi yang sama
dengan pengukuran sebelumnya jika mungkin
11. Pilih ukuran manset sesuai dengan pasien
12. Lebar manset kira kira 40% dari panjang lengan (antara sikut dan bahu), manset harus
menutupi lingkar lengan
13. Pasang manset dengan tepat pada ekstremitas di atas arteri bagian proksimal, dan jangan
pasang manset diatas pakaian
14. Buka pengunci air raksa pada sphygmomanometer dan tutup pengunci pada balon.
Kembangkan manset dengan memompa balon karet sampai tekanan 180 mmHg diatas
denyut arteri tidak teraba pada palpasi
15. Palpasi arteri ( sesuai lokasi pengukuran) dan letakkan permukaan bel stetoskop dibawah
tepi manset
16. Kempeskan manset 2-3 mmHg per detik dengan cara membuka pengunci balon karet sampai
air raksa turun perlahan lahan,dengan suara korotkoft ; suara yang pertama (sistolik) dan
suara yang terakhir (diastolik) dengan menggunakanstetoskop sambil melihat angka pada
sphigmomanometer ketika bunyi pertama dan terakhir
17. Buka manset dan tutup pengunci air raksa bila air raksa sudah dibawah nol
18. Rapihkan peralatan dan kembalikan ketempatnya
19. Cuci tangan
20. Dokumentasikan catatan hasil ukuran tekanan darah

b. Menggunakan Alat Otomatis / Oscilometric (Dinamap, Critican, dll)

1. Ikuti langkah langkah metode Auskultasi


2. Tekan tombol Start ( untuk BP 1 kali dengan perlahan) tunggu beberapa saat sampai terlihat
nilai sistolik, diastolik dan Mean Arteri Pressure (MAP)
3. Lepaskan manset
4. Cuci tangan
5. Dokumentasikan catatan hasil ukuran tekanan darah

Hal – hal yang perlu diperhatikan

1. Jangan gunakan ekstremitas yang injury, luka atau terpasang alat alat invasif seperti kateter
intra vena / intra arteri atau renal dialysis shunt
2. Jangan gunakan ekstremitas dengan gangguan sirkulasi

https://4.bp.blogspot.com/-gdhSzZl9tG0

B. Denyut nadi
Frekunsi denyut nadi manusia bervariasi,tergantung dari banyak faktor yang
mempengaruhinya, pada saat aktivitas normal:

1. Normal: 60-100 x/mnt


2. Bradikardi: < 60x/mnt
3. Takhikardi: > 100x/mnt
Pengukuran denyut nadi dapat dilakukan pada:
1) Arteri Radialis. Terletak sepanjang tulang radialis, lebih mudah teraba di atas
pergelangan tangan pada sisi ibu jari. Relatif mudah dan sering dipakai secara
rutin.
2) Arteri Brachialis. Terlertak di dalam otot biceps dari lengan atau medial di lipatan
siku. Digunakan untuk mengukur tekanan udara.
3) Arteri Karotis. Terletak di leher di bawah lobus telinga, di mana terdapat arteri
karotid berjalan di antara trakea dan otot sternokleidomastoideus.
Tahap pelaksanaan:
Persiapan alat
1. Jam tangan
2. Formulir pengawasan khusus / flow sheet
4. Alat tulis

Pelaksanaan Tindakan

1. Ucapkan salam dan perkenalkan diri


2. Pastikan identitas pasien
3. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuan pengukuran denyut nadi pada pasien dan
keluarga
4. Cuci tangan
5. Siapkan alat alat dan dekatkan ke pasien
6. Pasien sebaiknya dalam keadaan tidur / tenang, meraba arteri radialis / brachialis atau
carotis .
7. Menghitung jumlah frekuensi denyut nadi selama 1 menit
8. Menilai karakterikstik denyut nadi pasien : kekuatan, isi irama nadi atau adanya bounding
9. Rapihkan peralatan dan kembalikan ketempatnya
10. Cuci tangan
11. Dokumentasikan catatan hasil ukuran tekanan darah

Hal – hal yang perlu diperhatikan

Menhitung frekuensi denyut nadi dapat dilakukan bersamaan dengan pengukuran suhu atau
menghitung n Ilustrasi gambar
https://4.bp.blogspot.com/-gdhSzZl9tG0

C. Suhu tubuh
Temperatur (suhu) merupakan besaran pokok yang mengukur derajat panas suatu
benda/makhluk hidup.
Suhu tubuh dihasilkan dari:
1) Laju metabolisme basal diseluruh tubuh
2) Aktifitas otot
3) Metabolisme tambahan karena pengaruh hormon

Suhu tubuh manusia normalnya adalah berkisar antara 36,5 sampai 37,5 derajat
Celcius. Tetapi pada keadaan tertentu, seperti ketika sakit, panas tubuh dapat melonjak
tinggi. Dalam kesehatan, pemantauan dan pengukuran suhu tubuh saat sakit sangatlah
penting, karena suhu tubuh yang terlampau tinggi dapat berakibat fatal.
Demam adalah keadaan dimana ketika suhu tubuh meningkat . Pada keadaan ini,
pengukuran suhu tubuh anak yang sedang demam sangatlah penting untuk
menentukan tindakan yang tepat, oleh sebab itu pengukuran suhu tubuh juga harus
tepat dan akurat. Selisih 1 derajat Celcius saja bisa menentukan.
Pengukuran suhu tubuh, paling mudah dengan menggunakan termometer digital. Jenis
termometer ini dapat dilakukan di ketiak, mulut dan anus. Namun perlu diperhatikan,
pengukuran di tempat yang berbeda, juga memberikan hasil yang berbeda pula.
Pengukuran pada ketiak biasanya kurang tepat dan akuarat. Yang paling tepat adalah
di dubur. Apabila mengalami kesulitan atau kerepotan, pengukuran dapat dilakukan
lewat mulut saja mungkin lebih mudah. Perhatikan hasil pengukuran anda, jika
pengukuran di dubur menunjukkan suhu 38 derajat Celcius, pengukuran di mulut
biasanya menunjukkan 37,8 derajat dan di ketiak 37,2 derajat Celcius.
Apabila suhu tubuh telah diketahui, maka hasil itu dapat digunakan sebagai dasar
untuk mengambil tindakan selanjutnya. Suhu kritis bayi dan anak-anak adalah 38,3
derajat Celcius dan suhu kritis orang dewasa adalah 39,4 derajat Celcius
Apabila suhu tubuh dewasa lebih dari 39,4 derajat celcius, segeralah ke dokter untuk
mendapatkan perawatan medis. Sedangkan pada bayi dan anak-anak, suhu di atas 38
derajat Celcius, segeralah diperiksakan kondisinya.
Namun begitu kondisi kesehatan orang yang sakit lebih penting dibandingkan
suhu tubuh. Dikarenakan ada beberapa penyakit serius yang justru hanya menunjukan
tanda deman yang tidak tinggi. Oleh karena itu kondisi yang sakit jauh lebih penting,
misalnya lemas, tidak bertenaga, pingsan atau nafas pendek, itu merupakan tanda ada
masalah serius pada kesehatannya.
Baca juga : Pertolongan Pertama Saat Bayi Demam Tinggi
Cara mengukur suhu tubuh dan jenis Termometer yang digunakan
Banyak cara untuk mengukur suhu tubuh, diantaranya yang paling umum yaitu
dengan melakukan pengukuran di ketiak, mulut dan anus. Sebaiknya menggunakan
temometer Digital untuk memberikan hasil yang tepat serta akurat.
Tindakan dalam pemeriksaan suhu tubuh alat yang digunakan adalah termometer.
Jenis2 termometer yang biasa dipakai untuk mengukur suhu tubuh adalah termometer
air raksa dan digital.

1) Oral. Termometer diletakkan dibawah lidah tiga sampai lima menit. Tidak
dianjurkan pada bayi
2) Axilla. Metode yang paling sering di lakukan . Dilakukan 5-10 menit dengan
menggunakan termometer raksa. Suhu aksila lebih rendah 0.6° C (1°F) dari pada
oral
3) Rectal. Suhu rektal biasanya berkisar 0.4°C (0.7°F) lebih tinggi dari suhu oral

http://momibu.blogspot.com/2017/03/cara-tepat-menggunakan-termometer.html

Tahap pelaksanaan:
Persiapan alat
1. Thermometer digital
2. Alkohol Swab
3. Tissu
4. Baki plastik untuk tempat kotoran
5. Alat tulis

Pelaksanaan Tindakan

1. Ucapkan salam dan perkenalkan diri


2. Pastikan identitas pasien
3. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuan pengukuran suhu tubuh pada
pasien dan keluarga
4. Cuci tangan
5. Siapkan alat alat dan dekatkan ke pasien
6. Membersihkan ujung thermometer dengan alkohol swab
7. Mengeringkan ketiak pasiendengan tissue
8. Menekan power thermometer digital sampai alat mengkalibrasi sendiri dan
menunjukan angka 0 ( nol )
9. Menjepitkan thermometer dengan reservoir tepat ditengah ketiak pasien 9 pada pasien
yang kooperatif dan dewasa, pasien dapat diminta kerjasamanya untuk menjepit
thermometer dan pada bayi letakan tangan bayi yang terpasang thermometer ketengah
dada dan dipegangi sampai alarm thermometer berbunyi
10. Mengangkat thermometer segera setelah alarm berbunyi dan lihat angka yang tertera
pada thermometer
11. Mematikan power thermometer dan membersihkan thermometer dengan alkohol
swab lalu keringkan dengan tissue
12. Mengucapkan terimakasih dan semoga lekas sembuh
13. Rapihkan peralatan dan kembalikan ketempatnya
14. Membuang sampah infeksius kedalam plastik kuning dan sampah non infeksius
kedalam plastik hitam
15. Cuci tangan
16. Dokumentasikan pada catatan

d. Pernapasan

Pemeriksaan sistem respirasi merupakan satu dari sistem-sistem yang ada pada
tubuh manusia. Pemeriksaan dilakukan untuk mendapatkan data objektif yang
dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan fisik
adalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang
dianggap perlu untuk nmemeperoleh data yang sistematik dan komprehensif,
memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan
tindakann keperawatan yang tepat bagi klien. Pemeriksaan sistem respirasi merupakan
satu dari sistem-sistem yang ada pada tubuh manusia. Pemeriksaan dilakukan untuk
mendapatkan data objektif yang dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi. Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau
hanya bagian tertentu yang dianggap perlu untuk nmemepertoleh data yang sistematid
dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah
dan merencanakan tindakann keperawatan yang tepat bagi klien

1. Tujuan

Tujuan dari pemeriksaan fisik sistem pernapasan meliputi hal-hal berikut ini:
a. Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
b. Untuk menambah, mengonfisrmasi, atau menyangkal data yang diperoleh
dalam riwayat keperawatan.
c. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosis keperawatan.
Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien
dan penatalaksanaannnya.
d. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan keperawatan.
2. Indikasi
Pemeriksaan fisik sistem pernapasan diindikasikan pada pasien :
a. Klien ARDS
b. Emfisema
c. Infeksi saluran pernapasan atas
d. Infeksi saluran pernapasan bawah
3. Kontraindikasi
Pemeriksaan fisik sistem permapasan di kontraindikasikan pada pasien :
a. Klien mengalami fraktur
b. Riwayat medis klien yang abnormal sejak lahir
c. Adanya lesi atau luka di daerah yang akan dipalpasi dan diperkusi
d. Tingkat kesadaran klien yang rendah
Frekuensi proses inspirasi dan ekspirasi dalam satuan
waktu/menit. Faktor yang mempengaruhi
Respiratory Rate:
1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Suhu Tubuh
4) Posisi tubu
5) Aktivita

Langkah-langkah Pemeriksaan

1. Pengkajian Awal
a. Salam Terapeutik
b. Jelaskan prosedur kepada klien
c. Cuci tangan
d. Atur posisi klien Semi fowler
e. Mulai pemeriksaan dengan klien pada posisi duduk serta semua pakaian dibuka sampai
pinggang.
f. Lakukan pengkajian cepat tentang klien untuk menetukan kemampuan klien berpartisipasi
dalam pemeriksaan.
g. Inspeksi penampilan umum secara keseluruhan dan posisi klien. Beri perhatian khusus
terhadap usaha bernapas, warna kulit wajah, ekspresinya, bibir, oto-otot yang digunakan,
serta pergerakan dada dalam tiga bagian torak (anterior, posterior, dan lateral)

2. Inspeksi Konfigurasi Dada


a. Atur Posisi Pasien
b. Pemeriksaan dimulai dengan memposisikan pasien pada posisi duduk dengan pakaian
dibuka sampai pinggang.
c. Hitung pernapasan selama satu menit penuh.
d. Saat menghitung pernapasan, observasi juga laju pernapasan, ritme, dan kedalaman siklus
pernapasan
e. Observasi pergerakan dada pada tiga bagian torak.
f. Laporkan bahwa pernapasan tenang, simetris, dan tanpa usaha yang berlebihan.
g. Sebelum dilanjutkan pada langkah berikutnya, minta klien untuk menarik napas dalam
dan observasi keterlibatan otot-otot.
h. Inspeksi warna kulit.
i. Laporkan apakah warna kulit dada (anterior, posterior, dan lateral) kosnsisten dengan
warna bagian tubuh lainnya.
j. Inspeksi konfigurasi dada
k. Lakukan pengukuran diameter anteroposterior dan tranversal dada. Pada orang dewasa
normal akan didapatkan hasil 1 : 2 bagian.

Interpretasi
a. Takhipnea :Bila pada dewasa pernapasan lebih dari 24 x/menit
b. Bradipnea : Bila kurang dari 10 x/menit disebut
c. Apnea : Bila tidak bernapas .

Tahap pelaksanaan
Persiapan alat
a. Jam tangan dengan jarum detik / timer
b. Formulir pengawasan khusus / flow sheet
c. Alat tulis

Pelaksanaan Tindakan

1. Ucapkan salam dan perkenalkan diri


2. Pastikan identitas pasien
3. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuan pengukuran nafas pada pasien dan
keluarga
4. Cuci tangan
5. Siapkan alat alat dan dekatkan ke pasien
6. Pasien sebaiknya dalam keadaan tidur / tenang,
7. Membuka baju pasien jika perlu
8. Memperhatikan gerakan naik turunnya dada pasien. Hitung selama 1 menit penuh, jika pasien
terpasang monitor jantung paru, bandingkan dengan pernafasan di monitor.
9. Memperhatikan irama dan kedalaman pernafasan retraksi sianosis adanya apnea, cutis
mermorata, apakah pasien sedang mendapatkan oksigen atau tidak dan jika pasien
menggunakan ventilator CPAP atau VENT
10. Mencatat hasilnya pada formulir pengawasan khusus atau flow sheet
11. Rapihkan peralatan dan kembalikan ketempatnya
12. Cuci tangan

Hal – hal yang perlu diperhatikan

Pada saat melakukan tindakan kondisi pasien anak anak diharapkan dalam keadaan
tenang/tidur/tidak sedang menangis
PEMERIKSAAN MATA
Tujuan Pembelajaran :

Setelah mempelajari keterampilan Pemeriksaan Mata diharapkan mahasiswa mampu :

Melakukan anamnesis terhadap pasien dengan keluhan gangguan mata.


Melakukan pemeriksaan tajam penglihatan central (visus), dan buta warna.
Memeriksa visus.
Melakukan koreksi visus.
Mendiagnosis berbagai macam kelainan refraksi.
Melakukan pemeriksaan buta warna menggunakan buku ishihara.
Melakukan pemeriksaan lapang pandang
Mengetahui batas batas lapang pandang.
Melakukan pemeriksaan lapang pandang dengan tes konfrontasi.
Menyebutkan hasil pemeriksaan lapang pandang.
Melakukan pemeriksaan otot ekstra okuler :
Menilai kesejajaran pasangan bola mata
Menilai ada tidaknya kelainan otot ekstra okuler.
Mengetahui inervasi otot ekstra okuler.
Melakukan pemeriksaan segmen anterior dan organ aksesorisnya (kelopak mata sampai
lensa)

Melakukan pemeriksaan refleks fundus:


Menilai kejernihan media refrakta.
Melihat refleks fundus.
Membedakan refleks fundus yang normal dan abnormal.
Melakukan pemeriksaan tekanan bola mata :
Menilai tekanan bola mata dengan palpasi.
Menggunakan tonometer Schiotz.
Menilai hasil pemeriksaan

Sebelum mempelajari keterampilan pemeriksaan mata, diharapkan mahasiswa telah


belajar tentang :

1. Anatomi mata dan organ aksesorisnya, sistem vaskularisasi dan inervasinya.

2. Fisiologi mata : proses melihat, gerakan bola mata


9
1. ANAMNESIS PASIEN DENGAN KELUHAN GANGGUAN PADA MATA
Untuk dapat mengumpulkan data-data pasien dilakukan anamnesis :
Data umum : nama, jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaan.

Keluhan utama : pasien dengan gangguan pada mata biasanya datang dengan keluhan
seperti :
Mata merah

Mata gatal

Mata berair

Mata nyeri

Belekan

Gangguan penglihatan (buta, penglihatan kabur, penglihatan ganda/dobel)

Benjolan pada mata (timbilan)

Kelilipan

Data yang harus digali dari keluhan utama :


Pada pasien dengan keluhan gangguan penglihatan ditanyakan apakah gangguan


terjadi saat melihat jauh atau dekat; onset mendadak atau gradual; di seluruh
lapang pandang atau hanya sebagian; jika defek lapang pandang hanya sebagian,
apakah letaknya sentral, perifer atau hanya pada satu mata.

Pada pasien dengan keluhan skotoma, ditanyakan apakah skotoma bergerak bila
bola mata bergerak atau terfiksasi; apakah pasien melihat kilatan-kilatan cahaya.

Adanya gejala sistemik : demam, malaise, sakit kepala.

Jika terdapat diplopia, ditanyakan apakah diplopia horisontal atau vertikal, kedua
mata atau salah satu mata, apakah persisten bila salah satu mata ditutup.

Gejala-gejala neurologis : gangguan motorik dan sensorik, gangguan syaraf kranial


yang lain.

Riwayat penyakit dahulu : hipertensi, diabetes melitus, trauma


1. PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN (VISUS)

Alat yang digunakan :

a. Trial lens
b. Trial frame
c. Kartu Snellen

Gambar 1. Trial lens dan trial frame

1. Astigmat dia
2. Kartu Ishihara
3. Ruangan dengan panjang 5 m atau 6 m
4. Penerangan yang cukup

Tahap Persiapan

Tahap Pelaksanaan

13. Visus sentralis jauh diperiksa dengan kartu Snellen.


14. Jarak pemeriksaan 5 meter atau 6 meter.
15. Tutup salah satu mata (sebaiknya mata kiri dulu),
untuk memeriksa visus mata kanan. Menutup bisa
memakai telapak tangan kiri atau occluder yang
diletakkan di depan trial frame mata kiri.
16. Huruf / angka / gambar / huruf E yang berbeda-beda
arah dengan berbagai ukuran, makin ke bawah
makin kecil, di pinggir dari tiap baris terdapat angka
yang menunjuk jarak yang diperlukan bagi orang
normal untuk dapat melihat dengan jelas.
(contoh:Bila pemeriksaan pada jarak 6m, penderita
(dengan satu mata) hanya dapat membaca huruf
yang bertanda 10 m, maka visus mata tersebut
adalah 6/10). Interpretasi Hasil

17. Bila huruf baris paling atas pun tidak terbaca, maka
diperiksa dengan hitungan jari tangan yang berarti
visusnya .../60.

18. Bila tidak bisa menghitung jari, digunakan goyangan


tangan dengan jarak 1 meter, yang berarti visusnya 1/300.
19. Bila tidak bisa melihat goyangan tangan, digunakan berkas cahaya dengan jarak 1

meter, yang berarti visusnya 1/

20. Bila visus kurang dari 6/6, dilakukan tes pinhole;


21. Bila dengan tes pinhole visus maju/ membaik (bisa 6/6), berarti terdapat kelainan
refraksi yang belum terkoreksi.

22. Bila dengan tes pinhole visus tidak maju/ tidak membaik kemungkinan terdapat kelainan
organik.

23. Apabila pinhole maju/ membaik maka dicoba untuk dikoreksi dengan lensa spheris
negatif atau positif.

Bila setelah koreksi maksimal visus belum mencapai 6/6, dilakukan pemeriksaan
astigmat dial

Bila pada astigmat dial melihat ada garis yang paling tegas, diperiksa dengan lensa
cylindris negatif atau positif (dengan metode trial and error) dimana axisnya tegak lurus
pada garis yang paling tegas tersebut, sampai dapat mencapai 6/6.
Demikian sebaliknya diperiksa visus mata kirinya.

24. Menyebutkan macam kelainan macam refraksinya.

25. Diperiksa tajam penglihatan terhadap warna dengan kartu Ishihara.

Gambar 3. Lembar Ishihara


IV. PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG DENGAN TES KONFRONTASI

Alat yang digunakan :

4 Tidak ada alat khusus, bisa dengan jari telunjuk atau suatu benda yang
warnanya menyolok (misalnya ballpen yang ujungnya berwarna merah, dsb).

Cara Pemeriksaan :

5. Pemeriksa memberikan instruksi pemeriksaan kepada pasien dengan jelas.

13
1. Penderita menutup mata kiri dengan telapak tangan kiri, telapak tangan tidak boleh
menekan bola mata.

2. Pemeriksa duduk tepat di depan pasien dalam jarak antara 60 cm, berhadapan, sama
tinggi. Pemeriksa menutup mata kanan dengan telapak tangan kanan. Lapang pandang
pemeriksa sebagai referensi (lapang pandang pemeriksa harus normal). Mata pasien
melihat mata pemeriksa.

3. Objek atau ujung jari pemeriksa digerakkan perlahan-lahan dari perifer ke sentral
(sejauh rentangan tangan pemeriksa kemudian digerakan ke central)dari delapan arah
pada bidang di tengah-tengah penderita dan pemeriksa.

4. Lapang pandang pasien dibandingkan dengan lapang pandang pemeriksa.

5. Kemudian diperiksa mata sebelahnya.

6. Menyebutkan hasilnya:

Lapang pandang penderita luasnya sama dengan lapang pandang pemeriksa.


Lapang pandang penderita lebih sempit dari lapang pandang

pemeriksa (sebutkan di daerah mana yang mengalami penyempitan)


Gambar 4. Pemeriksaan konfrontasi

V. PEMERIKSAAN OTOT EKSTRA OKULER

Alat yang digunakan :

- Senter

14
- Jari telunjuk/Ballpen/ pensil

Cara Pemeriksaan :

- Penderita duduk, memandang obyek yang letaknya jauh ( ± 6 m).

- Nyalakan senter dari jarak 60 cm, tepat di depan glabela penderita.

- Perhatikan refleks sinar tersebut pada kornea, bila simetris berarti pasangan bola mata
dalam orbita sejajar (tampak pantulan sinar di tengah pupil,sedikit ke medial).

- Kemudian penderita diminta mengikuti gerakan ujung jari pemeriksa, pensil /ballpen
yang digerakkan dari central ke perifer ke 6 arah kardinal tanpa menggerakkan kepala
(melirik saja).

- Diperhatikan gerakan kedua mata, keduanya bebas ke segala arah ataukah ada yang
tertinggal.

- Khusus untuk melihat gerakan bola mata ke bawah, angkatlah kedua kelopak atas
dengan ibu jari dan jari telunjuk.

- Untuk tes konvergensi, ujung jari/ senter/ ballpen/ pensil dari jarak ± 45 cm di depan
pangkal hidung didekatkan ke arah pangkal hidung hingga jarak 5 cm sampai 8 cm,
untuk menilai kekuatan konvergensi.
Gambar 5. Cara menggerakkan obyek

15
Gambar 6. Enam arah kardinal gerakan bola mata

VI. PEMERIKSAAN SEGMEN ANTERIOR

Alat yang digunakan :

- Senter

- Magnifying Loupe

- Lensa spheris positif

- Kapas steril

- Air dan sabun untuk cuci tangan

Cara Pemeriksaan:
- Penderita duduk berhadapan pemeriksa jarak  60 cm.

- Periksa mata dari bagian luar kedalam, dimulai dari mata kanan kemudian kiri;
menggunakan loupe dan senter yang terang dan dapat difokuskan dengan baik.

- Perhatikan kulit palpebra, adakah edema, hiperemia, hematoma, benjolan-benjolan,


kulit di atas benjolan terfiksasi atau dapat digerakkan.

- Periksa lebar rima palpebra, kanan kiri sama lebar atau tidak, gerakan membuka dan
menutup mata, ada yang tertinggal gerak atau tidak.

- Palpebra menutupi daerah pupil atau tidak (normalnya menutupi ± 2 mm kornea bagian
superior).

- Amati silia dan margo palpebra.

16
- Kemudian palpebra superior dilipat ke arah luar (eversio), diamati warna mukosa,
adanya benjolan-benjolan sikatriks, benda asing, bangunan-bangunan folikel, cobble’s
stone, dan lain-lain.

Gambar 9. Minta pasien untuk melihat Gambar 10. Eversio palpebra superior. Pergunakan lidi
ke atas, pergunakan ibu jari untuk kapas yang diletakkan pada lipatan palpebra superior.
sedikit menekan dan menarik palpebra Balik dengan cara menarik bulu mata ke arah atas,
pasien diminta melirik ke arah bawah. Untuk
mengembalikannya, minta pasien melihat ke arah atas.
inferior ke arah bawah,
sehingga sklera dan
konjungtiva terpapar.

- Perhatikan konjungtiva bulbi, warna, oedema, bangunan-bangunan/ penonjolan-


penonjolan, pelebaran pembuluh darah, berkelok-kelok atau lurus, ikut pergerakan
konjungtiva atau tidak, ada sekret atau tidak,

- Amati pula skleranya, adakah penipisan atau penonjolan.


0
- Perhatikan kornea (menggunakan lampu senter dari arah 45 temporal kornea supaya
tidak silau, sesekali boleh bergerak ke nasal) : amati kejernihan, bentuknya, ukurannya,
kecembungannya, permukaan licin/ kasar, adanya pembuluh darah, pterygium, dan lain-
lain.

Periksa pula sensibilitas kornea menggunakan kapas bersih yang dipilin, dengan cara

kapas disentuhkan dari arah temporal ke sentral kornea.

17

Gambar 114. Pemeriksaan sensibilitas kornea terhadap sentuhan.


- Periksa kedalaman bilik mata depan dengan sinar yang diarahkan dari temporal limbus.

Tentukan dalam dan kejernihannya.

Gambar 12. Cara menilai kedalaman bilik mata depan

- Periksa reflex pupil terhadap cahaya langsung (direct), cahaya tidak langsung (indirect).
Perhatikan pula bentuk pupil, bulat atau tidak, sentral atau tidak.

- Periksa iris, bentuknya, gambarannya, warnanya, adakah synechia.


Gambar 13. Pemeriksaan refleks pupil (direct)

- Periksa lensa, sebaiknya pupil dilebarkan (kalau tidak ada kontra indikasi). Sinar dari
0 0
arah 30 -45 temporal kornea, perhatikan letak dan kejernihannya (shadow test, kalau
tidak ada bayangan iris di lensa berarti shadow test negatif, hal ini pada lensa yang
jernih atau pada katarak yang matur, dan sebaliknya).

18
VII. PEMERIKSAAN SEGMEN POSTERIOR

Alat yang digunakan :

- Oftalmoskop direk.

- Midriatikum yang cepat kerjanya, cepat hilang pengaruhnya..

Gambar 15. Pemeriksaan menggunakan


Gambar 14. Oftalmoskop oftalmoskop

Cara Pemeriksaan :

- Penderita duduk.

- Mata penderita ditetesi midriatikum, kemudian ditunggu ± 20 menit.

- Bila yang diperiksa mata kanan, oftalmoskop dipegang dengan tangan kanan, gunakan
mata yang kanan juga, jari telunjuk berada pada panel pengatur ukuran lensa dan
sebaliknya.
- Pandangan penderita diminta memfiksasi suatu titik jauh tak terhingga atau ± 6m.
- Peganglah oftalmoskop dengan cara menggenggam bagian pegangannya, sedangkan
jari telunjuk berada pada panel pengatur ukuran lensa, siap untuk menyesuaikan ukuran
lensa sehingga dapat diperoleh bayangan yang paling tajam.

0
- Pada jarak 30 cm , di depan temporal (±45 ) mata penderita, sinar oftalmoskop
diarahkan pada pupil mata penderita .
- Perhatikan reflex fundusnya : cemerlang atau tidak cemerlang/ gelap.

VIII. PEMERIKSAAN TEKANAN BOLA MATA

Alat yang digunakan :

- Tonometer Schiotz

- Lidocaine 2 % atau Panthocaine eye drops

19
- Chloramphenicol zalf atau tetes mata

- Kapas alkohol 70 %

Cara Pemeriksaan:

a. Pemeriksaan Cara Subjektif (Palpasi)

- Penderita duduk tegak, melirik ke bawah.

- Jari telunjuk kanan dan kiri pemeriksa bergantian menekan bola mata (dimata yang
0
sedang diperiksa) pada kelopak atas kearah belakang bawah (45 ) dengan halus
dan penuh perasaan. Tiga jari yang lain bersandar pada kening dan tulang pipi,
bandingkan kanan dan kiri.

+1 +2 +3 -1 -2 -3
- Hasilnya TN, TN , TN , TN ; TN , TN , TN .
Gambar 17. Cara palpasi tekanan bola mata

b. Pemeriksaan Cara Obyektif (Tonometer


Schiotz) Persiapan alat :
-Tonometer ditera dengan meletakkan tonometer tegak lurus pada lempengan pengetest, dan
jarum harus menunjuk angka O.

-Bersihkan dan permukaan kaki tonometer diusap dengan kapas alkohol.

Persiapan penderita :

- Penderita diberi penjelasan tentang apa yang akan dilakukan, cara pemeriksaan dan

bagaimana penderita harus bersikap.

20
- Penderita diminta tidur terlentang, posisi kepala horizontal. Mata penderita ditetesi
Panthocaine 0,5% atau 2%, 1 – 2 tetes, 5 menit kemudian ditetesi lagi satu tetes.

- Penderita diminta memandang ke satu titik tepat diatasnya, dengan cara memfiksasi
kepada ibu jarinya yang diacungkan di atasnya, sehingga sumbu optik mata benar-benar
vertikal.
- Kelopak atas dan bawah dibuka lebar dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari
tangan kiri, tidak boleh menekan bola mata, kemudian tonometer diletakkan dengan hati-
hati pada permukaan kornea, tepat di tengah, tanpa menggeser, posisi benar-benar
vertikal.

- Letakkan tonometer tepat di atas kornea tanpa menekan bola mata.

- Tinggi rendahnya tekanan bola mata menentukan besarnya indentasi yang ditimbulkan oleh
alat tersebut. Besar kecilnya indentasi menentukan besarnya simpangan jarum yang
dihubungkan pada lempeng tersebut.
- Bila dengan beban 5,5 gram menunjukkan angka skala 0 maka beban perlu ditambahkan
dengan beban 7,5gram atau 10 gram.

- Tonometer diangkat, dibersihkan dengan kapas alkohol.

- Mata diberi zalf mata (misalnya Chloramfenicol)

- Lihat tabel, berapa mmHg tekanan bola matanya.

- Cara baca dan menuliskan hasil : Misalnya dengan beban 5,5 gram simpangan jarum

tonometer menunjukkan angka 5 pada tabel terlihat hasilnya 17,3 mmHg.


21
Tabel 1. Tabel Tonometer Schiotz
22
Gambar 18. Cara melakukan pemeriksaan tonometri Schiotz

PETUNJUK PELAKSANAAN LATIHAN

- Baca petunjuk dengan seksama dulu, pelajari anatomi dan cara pemeriksaan sebelum
melakukan latihan-latihan.
- Lakukan pemeriksaan secara sistematik, biasakan dari mata kanan kemudian mata kiri.

23
LEMBAR EVALUASI

CHECKLIST PENILAIAN

KETERAMPILAN PEMERIKSAAN VISUS & KOREKSI VISUS

No.

9.

1.

10.
2.

3. 11.

4. 12.

5.

6.

7.

8.
osedur pemeriksaan

Mempersilakan penderita duduk pada jarak 5 m/ 6 m dari Optotipe


Skor
Snellen
Aspek Keterampilan yang Dinilai
Meminta penderita menutup satu matanya tanpa menekan 0 1 2

Me Meminta penderita memandang lurus, tidak melirik,


na tidak memicingkan mata
ny
ak
an Meminta penderita menyebutkan angka / huruf / simbol pada
ide
nti Optotipe Snellen yang ditunjuk dari atas ke bawah
tas
pe
nd Menyebutkan hasil pemeriksaan
eri
ta a. Bila pasien mampu menyebutkan angka/huruf/angka
pada Optotipe snellen, hasil menyesuaikan notasi yang
ada di Optotipe Snellen
Me b. Bila huruf paling atas dari Snellen tidak dapat
na disebutkan oleh penderita, dapat digunakan hitung jari.
ny
ak c. Bila hitung jari tidak tampak, dapat
an menggunakan goyangan tangan
kel
d. Bila goyangan tangan tidak tampak, dapat
uh
menggunakan lampu senter.
an
pe Bila mata visus  5/5 atau 6/6 dapat melakukan dan
nd
menjelaskan uji pinhole
eri
ta
Dapat menggunakan dan atau menjelaskan pemeriksaan Astigmat
Me
nj Dial
ela
sk
Dapat menyebutkan hasil koreksi visus
an
tuj
ua Melakukan pemeriksaan buta warna dengan benar
n
da
n JUMLAH SKOR
pr

Penjelasan :
0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna


2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% = ...................

24

24
CHECKLIST PENILAIAN

KETERAMPILAN PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2

1. Menanyakan identitas penderita

2. Menanyakan keluhan penderita

3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan dengan jelas

4. Pemeriksa mengambil posisi duduk berhadapan dengan


penderita, dengan posisi mata sama tinggi dengan jarak 60 cm

5. Meminta penderita menutup mata kirinya dengan telapak tangan kiri,


pemeriksa menutup mata kanan dengan telapak tangan kanan
6. Meminta penderita menutup mata kanannya dengan
telapak tangan kanan, pemeriksa menutup mata kiri
dengan telapak tangan kiri.
7. Menggerakkan ujung jari pemeriksa perlahan-lahan dari perifer ke
sentral dan dari delapan arah pada bidang di tengah-tengah
penderita dan pemeriksa.

8. Membandingkan lapang pandang penderita dengan lapang


pemeriksa

9. Melaporkan hasil pemeriksaan

JUMLAH SKOR

Penjelasan :
0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna


2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% = ...................

18

25
CHECKLIST PENILAIAN

KETERAMPILAN PEMERIKSAAN OTOT EKSTRAOKULER

SKOR
NO. Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2

1. Menanyakan identitas penderita

2. Menanyakan keluhan penderita

3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan yang


akan dilakukan

4. Mempersilakan penderita duduk memandang lurus


ke depan

5. Menyinarkan lampu senter ke arah glabela penderita

6. Mengamati pantulan sinar pada kornea, menentukan


kedua mata sejajar atau tidak

7. Menggerakkan objek ke 6 arah kardinal, penderita


diminta mengikuti gerak objek dari sentral ke perifer
tanpa menggerakkan kepala (saat menilai gerakan otot
ke inferior, pemeriksa mengangkat kelopak atas)
8. Mengamati gerakan kedua bola mata ada yang
tertinggal atau tidak

9. Melakukan pemeriksaan konvergensi kedua mata

10. Melaporkan hasil pemeriksaan (kesejajaran bola mata,


otot mata yang mengalami kelainan dan konvergensi
kedua mata)

JUMLAH SKOR
Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna


2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% = ...................

20

26
CHECKLIST PENILAIAN

KETERAMPILAN PEMERIKSAAN SEGMEN ANTERIOR

DAN POSTERIOR
14. M
e
m
e
Aspek Keterampilan yang Dinilai r
NO. i
k
s
1. Menanyakan identitas penderita a

k
2. Menanyakan keluhan penderita
a
m
Segmen Anterior e
r
a

3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan. o


k
4. Penderita dan pemeriksa duduk berhadapan pada jarak  60 cm. u
l
5. Menilai kelainan-kelainan pada kulit kelopak mata, lebar
i
rima palpebra, simetris tidak dengan bantuan pen light.

6. Menilai bulu matanya, teratur atau tidak, arah tumbuhnya, ada sekret a
atau tidak dengan bantuan pen light. n
t
7. Melakukan eversio palpebra superior dan melakukan pemeriksaan e
konjungtiva palpebra superior, kemudian menarik palpebra inferior r
untuk memeriksa konjungtiva palpebra inferior dengan bantuan pen i
light.(warna, benda asing,hipertrofi papil, folikel, benjolan) o
8. Memeriksa konjungtiva bulbi dengan menarik palpebra atas memakai r
jari telunjuk dan palpebra bawah dengan ibu jari dengan bantuan
pen light.(injeksi, penebalan, benjolan) d
e
9. Melakukan pemeriksaan orificium/punctum ductus n
lakrimalis (ada/tidak sumbatan) g
10. Melakukan pemeriksaan sklera (warna, benjolan, penipisan) a
n
11. Melakukan pemeriksaan nodus limfatikus pre aulikular
p
12. Melakukan pemeriksaan kornea dengan lampu pen light dari sudut e
0
45 temporal mata. n

13. Melakukan pemeriksaan sensibilitas kornea. l


i
ght dari arah limbus bagian temporal .

15. Memeriksa refleks pupil direct dan indirect dengan pen light.
SKOR
16. Memeriksa kejernihan lensa (pada prinsipnya untuk melihat lensa
perlu ditetesi midriatikum) dengan pen light.

17. Melaporkan hasil pemeriksaan segmen anterior bola mata. 0 1 2

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna


2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% = ...................

34

27
CHECKLIST PENILAIAN

KETERAMPILAN PEMERIKSAAN SEGMEN POSTERIOR

SKOR
Aspek Keterampilan yang Dinilai
NO. 0 1 2

1. Menanyakan identitas penderita

2. Menanyakan keluhan penderita

Segmen Posterior

3. Mencuci tangan sebelum memeriksa pasien

4. Penderita diminta melihat obyek pada jarak lebih dari 6 meter.

5. Lensa oftalmoskop disesuaikan dengan refraksi pemeriksa

6. Memegang oftalmoskop dengan benar.

7. Menggunakan oftalmoskop dengan benar.

8. Memeriksa fundus refleks pada jarak 30 cm dari arah


0
45 temporal pasien.

9. Menyimpulkan hasil pemeriksaan.

JUMLAH

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna


2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% = ...................

18

28
CHECKLIST PENILAIAN

KETERAMPILAN PEMERIKSAAN TEKANAN BOLA MATA

SKOR
NO. Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2

1. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan yang akan

dilakukan

2. Mempersilahkan penderita duduk, melirik ke bawah

3. Meletakkan kedua jari telunjuk dan jari-jari yang lain


dengan benar

4. Melakukan palpasi bola mata dengan benar

5. Menentukan hasilnya

6. Mengetes tonometer Schiotz

7. Membersihkan dan mensterilkan tonometer

8. Menerangkan kepada penderita mengenai pemeriksaan


yang akan dilakukan dan tentang sikap penderita

9. Mempersilakan penderita berbaring terlentang kepala horizontal

10. Meneteskan anestesi lokal ke dalam mata penderita

11. Meminta penderita memandang ke satu titik tepat diatasnya

12. Membuka kelopak mata dengan lebar tanpa menekan


bola mata

13. Meletakkan tonometer dengan hati-hati tepat di tengah kornea,


vertikal, tanpa menekan atau menggeser

14. Membaca angka yang ditunjuk jarum

15. Mengangkat tonometer, membersihkan alat dengan alkohol

16. Memberikan zalf atau tetes mata antibiotika


17. Menentukan tekanan bola mata dengan membaca tabel

18. Melaporkan hasil pemeriksaan

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna


2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% = ...................

36
29
14. Apabila ingin diulang tunggu minimal 30 detik

15. Melepas manset dan merapikannya.

16. Dapat melaporkan hasil tekanan sistolik dan diastolik

ILUSTRASI GAMBAR
B. PEMERIKSAAN NADI

1. Meletakkan lengan yang akan diperiksa dalam keadaan rileks

2. Menggunakan jari telunjuk dan jari tengah untuk meraba a. Radialis

3. Menghitung frekuensi denyut nadi minimal 15 detik

4. Melaporkan hasil frekuensi nadi dalam satu


Menit
ILUSTRASI GAMBAR

C. PEMERIKSAAN SUHU BADAN

AXILLA

Membersihkan dengan tissue atau cucilah dalam air dingin bila disimpan dalam
1.

desinfektan serta bersihkan dengan lap bersih


Memegang ujung termometer yang tumpul dengan ibu jari dan jari kedua, turunkan
2

tingkat air raksa sampai angka 35 derajat celsius

Membuka lengan pasien dan membersihkan keringat pasien dengan handuk yang
3

kering/ tissue

Menempatkan ujung termometer yang berisi air raksa pada apex fossa aksillaris kiri

5 dengan sendi bahu adduksi maksimal lalu menurunkan lengan dan silangkan lengan
bawah pasien ke atas dada, sedangkan pada anak, pegang tangannya dengan lembut.

6. Menunggu sampai 3 – 5 menit, kemudian dilakukan pembacaan

Mengangkat termometer dan bersihkan dengan soft tissue/ lap bersih dengan gerak
6

rotasi.

7 Menurunkan tingkat air raksa ≤ 0°C.

Mencuci tangan dan menginformasikan ke pasien dan catat hasil pemeriksaan pada
8

buku.
ILUSTRASI GAMBAR

D. PEMERIKSAAN PERNAFASAN

7. Meminta penderita melepas baju (duduk atau berbaring)

Melakukan inspeksi atau melakukan palpasi dengan kedua tangan pada

8. punggung/dada untuk menghitung gerakan pernafasan selama 1 menit. Gerakan naik (inhalasi)
dan turun (ekhalasi) dihitung 1 frekuensi napas

9. Melaporkan hasil frekuensi nafas per menit


Somantri, Irman. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sitem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Carpenito, L.J. 1995. Buku saku : Diagnosis Keperawatan. Edisi 6. Jakarta : penerbit buku kedokteran EGC
Himawan, S. 1986. Patologi, Jakarta : EGC
Priharjo, Robert. 1996. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai