Anda di halaman 1dari 9

Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2021; 11 (1) : 1 – 9 e-ISSN 2657-0815, p-ISSN 1979-1763

http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia

STUDI PERENCANAAN PENGADAAN SEDIAAN FARMASI DI APOTEK X


BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 73
TAHUN 2016

Ni Made Irma Febby Prasasti Dewi1*, I Made Agus Gelgel Wirasuta1


1
Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Udayana
Jalan Kampus Unud-Jimbaran, Jimbaran-Bali, Indonesia
80364 Telp/Fax: 0361-70837
*E-mail: irmafebby02@gmail.com

ABSTRAK
Perencanaan dan pengadaan obat merupakan bagian penting dalam tahap pengelolaan obat di
Apotek. Perencanaan obat yang tidak tepat akan menyebabkan pemborosan dalam anggaran pengadaan
obat, biaya untuk pengadaan akan membengkak, serta terjadi kekurangan maupun kelebihan obat.
Pengadaan yang tidak efektif menyebabkan tidak tercapainya ketersediaan obat dalam jumlah yang
tepat dengan harga sesuai. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif observasional yang dilakukan
dengan wawancara terhadap apoteker pengelola apotek dan didukung dengan data kuntitatif yang
diambil secara retrospektif dari Apotek X sehingga dapat memberikan gambaran sistem perencanaan
pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di Apotek tersebut. Objek
penelitian ini dikhususkan pada Apotek X di Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Perencanaan di
Apotek X dilakukan dengan mengacu pada Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang tertera
pada Peraturan Menteri Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Metode perhitungan kebutuhan yang digunakan dalam perencanaan adalah metode Proxy Consumption
dan metode analisis perencanaan yang digunakan untuk menilai efesiensi perencanaan dan anggaran
adalah metode Analisis ABC atau Pareto. Metode tersebut dapat meminimalisir kerugian akibat barang
expired serta persentase barang fast moving yang lebih tinggi dari slow moving.
Kata kunci: Perencanaan, sediaan farmasi, Apoteker, Apotek, Metode Proxy Consumption, Analisis
ABC(Pareto)

ABSTRACT
Drug planning and procurement is an important part of the drug management stage at the
Pharmacy. Improper drug planning will cause waste in the drug procurement budget, costs for
procurement will swell, and there will be a shortage or excess of drugs. Ineffective procurement results
in not achieving the availability of drugs in the right amount at the right price. This study uses an
observational descriptive method which is conducted by interviewing pharmacists managing
pharmacies and supported by quantitative data retrospectively taken from X Pharmacy so as to provide
an overview of the procurement planning system for pharmaceutical preparations, medical devices and
consumable medical materials at the Pharmacy. The object of this study is devoted to X Pharmacy in
Badung Regency, Bali Province. Planning at X Pharmacy is carried out with reference to the
Pharmaceutical Service Standards at the Pharmacy which are listed in the Peraturan Menteri Nomor 73
Tahun 2016 concerning Pharmaceutical Service Standards at the Pharmacy. The need calculation
method used in planning is the Proxy Consumption method and the planning analysis method used to
assess the efficiency of planning and budget is the ABC or Pareto Analysis method. This method can
minimize losses due to expired goods and the percentage of fast moving goods which is higher than
slow moving.
Keyword: Planning, pharmaceutical preparation, Pharmacist, Pharmacy, Proxy Consumption
Method, ABC Analysis (Pareto)

1
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2021; 11 (1) : 1 – 9 e-ISSN 2657-0815, p-ISSN 1979-1763
http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia

PENDAHULUAN dukungan data bagi estimasi


Farmasi forensik merupakan “the pengadaan, penyimpanan dan biaya
application of science to the law” distribusi sediaan farmasi, alat
yang berarti ilmu farmasi yang kesehatan dan BMHP. Perencanaan
mempelajari dan menerapkan ilmu dilakukan dengan beberapa tahapan
pengetahuan dan teknologi yaitu tahap persiapan, pengumpulan
kefarmasian untuk kepentingan data, penetapan jenis dan jumlah yang
hukum dan peradilan. Dalam direncanakan menggunakan metode
menjalankan pekerjaan perhitungan kebutuhan, evaluasi
kefarmasiannya, apoteker hendaknya perencanaan, revisi rencana
didasarkan pada ilmu Farmasi kebutuhan obat (jika diperlukan), dan
Forensik. Farmasi Forensik bukan apabila apotek bekerjasama dengan
hanya berperan dalam penyelesaian BPJS diwajibkan untuk mengirimkan
suatu kasus hukum semata, melainkan RKO yang sudah yang sudah disetujui
juga melindungi serta menata diri oleh pimpinan Apotek melalui
seorang apoteker dalam menjalankan Aplikasi E-monev [3].
pekerjaan kefarmasiannya agar sesuai Menurut Petunjuk Teknis Standar
dengan peraturan atau regulasi yang Pelayanan Kefarmasian di Apotek
berlaku [1]. terdapat tiga metode yang dapat
Berdasarkan Peraturan Menteri digunakan untuk perhitungan
Kesehatan Republik Indonesia No 73 kebutuhan pada perencanaan, yaitu
Tahun 2016 tentang Standar Metode Konsumsi, Metode
Pelayanan Kefarmasian di Apotek Morbiditas dan Metode Proxy
Pasal 3 Ayat 2 menyebutkan bahwa Consumption. Selain perhitungan
pengelolaan sediaan farmasi, alat obat, pada tahap perencanaan juga
kesehatan, dan bahan medis habis terdapat analisis atau evaluasi rencana
pakai salah satunya adalah tahap kebutuhan sediaan farmasi yang
perencanaan. Perencanaan merupakan bertujuan untuk menjamin
kegiatan penentuan penyusunan daftar ketersediaan obat dan efesiensi
kebutuhan obat (jenis dan jumlah) anggaran. Evaluasi perencanaan
sesuai dengan kebutuhan dan tersebut dapat dilakukan dengan
anggaran, sebelum dilakukannya berbagai metode, yaitu Analisis ABC,
proses pengadaan [2]. Adapun tujuan Analisis VEN, dan Analisis
dilakukannya perencanaan adalah Kombinasi [4]. Setelah tahap
untuk menyusun kebutuhan obat yang perencanaan dilakukan, maka
tepat dan sesuai dengan kebutuhan dilanjutkan dengan tahap pengadaan.
untuk mencegah terjadinya Pengadaan adalah proses
kekurangan atau kelebihan persediaan penyediaan obat yang dibutuhkan di
farmasi; menjain stok sediaan Apotek dan untuk unit pelayanan
farmasi, alat kesehatan dan BMHP kesehatan lainnya yang diperoleh dari
tidak berlebih; meningkatkan pemasok eksternal melalui pembelian
penggunaan persediaan farmasi secara dari manufaktur, distributor, atau
efektif ;efisien serta memberikan pedagang besar farmasi (PBF).

2
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2021; 11 (1) : 1 – 9 e-ISSN 2657-0815, p-ISSN 1979-1763
http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia

Landasan hukum dalam proses secara umum dilakukan dengan SOP


pengadaan PMK No 73 Tahun 2016 seperti yang tertera pada Gambar 1.
yang mengatur bahwa pengadaan Dalam proses pengadaan ini, terdapat
merupakan salah satu tahapan beberapa hal yag harus diperhatikan
pengelolaan sediaan Farmasi, alat seperti pemasok sediaan farmasi
kesehatan, dan BMHP yang mana adalah Pedagang Besar Farmasi (PBF)
untuk menjamin kualitas Pelayanan yang memiliki izin; Alat Kesehatan
Kefarmasia maka pengadaan Sediaan dan BMHP diperoleh dari Penyalur
Farmasi harus dilakukan melalui jalur Alat Kesehatan (PAK) yang memiliki
resmi sesuai dengan peraturan izin; terjaminnya keaslian, legalitas
perundang-undangan [2]. Proses dan kualitas produk yang dibeli;
pengadaan sediaan farmasi, alat sediaan farmasi, alat kesehatan dan
kesehatan dan BMPH harus BMHP yang dipesan datang tepat
berpedoman pada beberapa regulasi waktu; dokumen terkait sediaan
atau peraturan berikut ini: farmasi, alat kesehatan dan BMHP
1. Petunjuk Teknis Pelaksanaan mudah ditelusuri; dan sediaan
Standar Pelayanan Kefarmasian farmasi, alat kesehatan dan BMHP
di Apotek (SK nomor lengkap sesuai dengan perencanaan
1027/MENKES/SK/IX/2004) [3].
[3] Penelitian ini bertujuan untuk
2. Kepmenkes RI Nomor : untuk mengetahui gambaran sistem
347/MenKes/SK/VII/1990 manajemen perencanaan pengadaan
tentang Obat Wajib Apotik [5] sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
3. PMK Nomor : BMHP yang diterapkan di Apotek
924/MENKES/PER/X/1993 untuk pemenuhan kebutuhan
tentang Daftar Obat Wajib konsumen serta kesesuaiannya dengan
Apotek No.2 [6] Petunjuk Teknis Standar Pelayanan
4. Kepmenkes RI Nomor : Kefarmasian di Apotek. Dengan
1176/MenKes/SK/X/1999 adanya publikasi terkait sistem
tentang Daftar Obat Wajib manajemen perencanaan yang
Apotek No.3 [7] optimal, maka diharapkan dapat
5. Peraturan BPOM Nomor 4 meningkatkan kualitas pelayanan
tahun 2018 tentang Pengawasan kefarmasian khususnya dalam ruang
Pengelolaan Obat, Bahan Obat, lingkup Apotek. Penelitian ini
Narkotika, Psikotropika, dan menggunakan metode deskriptif
Prekursor Farmasi di Fasilitas observational dengan perolehan data
Pelayanan Kefarmasian [8] kualitatif untuk memberikan
6. Peraturan BPOM Nomor 7 gambaran mengenai sistem
tahun 2016 Pedman Pengelolaan perencanaan pengadaan sediaan
Obat-Obat Tertentu yang Sering farmasi, alat kesehatan, dan bahan
Disalahgunakan [9]. medis pakai di Apotek, serta didukung
Berdasarkan hal tersebut, dengan data kuantitatif yang diambil
pengadaan sediaan farmasi di apotek secara retrospektif dari dokumen yang

3
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2021; 11 (1) : 1 – 9 e-ISSN 2657-0815, p-ISSN 1979-1763
http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia

tersedia di Apotek. Objek dalam satu Apotek di wilayah Kabupaten


penelitian ini dikhususkan pada salah Badung, Provinsi Bali.

Pengumpulan data obat dan Bahan Medis Habis Pakai


Persiapan yang akan dipesan berdasarkan buku defecta (buku
barang habis) dari bagian penerimaan

SP Narkotika

Pemesanan Persiapan SP Psikotropika

SP Obat Selain Narkotika-


Psikotropika, Alkes dan
Bahan Medis Habis Pakai
Pembelian dalam
jumlah terbatas

Pembelian secara Disesuaikan dengan


Pembelian
Spekulasi kebutuhan konsumen

Pembelian
terencana

Outcome: Tersedianya sediaan farmasi, alkes, dan bahan medis habis


pakai dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan
pelayanan di Apotek

Gambar 1. Flowchart SOP Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat


Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Apotek

METODE PENELITIAN terhadap sampel dan mencatat kondisi


Bahan dan Peralatan di lapangan sesuai dengan lembar
Sampel pada penelitian ini adalah isian observasi yang telah disusun.
salah satu Apotek yang berlokasi di
wilayah Kabupaten Badung. Metode
Instrumen yang digunakan pada Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah lembar isian penelitian ini adalah deskriptif
observasi dengan melakukan observational. Data kualitatif
pengamatan langsung dan wawancara diperoleh dengan cara melakukan

4
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2021; 11 (1) : 1 – 9 e-ISSN 2657-0815, p-ISSN 1979-1763
http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia

wawancara terhadap apoteker pengelola apotek, tenaga teknis


pengelola apotek yang bertugas di kefarmasian, dan karyawan. Dari
apotek tersebut. Wawacara ini ketiga metode perhitungan yang ada,
berkaitan dengan metode perencanaan Apotek X memilih menggunakan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan metode Proxy Consumption yang
BMHP serta kesesuaian prosedurnya merupakan perhitungan kebutuhan
dengan Permenkes RI No 73 tahun berdasarkan epidemiologi penyakit
2016. Selain itu data kuantitatif dan konsumsi masyarakat.
diambil secara retrospektif untuk Narasumber berpendapat bahwa
mengetahui omset penjualan dari metode ini adalah metode yang paling
bulan, data produk expired date (ED), efektif dan efisien untuk perhitungan
persentase barang fast moving dan kebutuhan sedian farmasi, alat
slow moving dan dokumen lain kesehatan dan BMHP. Terdapat tiga
periode Januari-Mei 2020 yang hal yang harus diperhatikan dalam
berkaitan dengan perencanaan di perencanaan pengadaan sediaan
Apotek X. Pengolahan data dilakukan farmasi, alat kesehatan dan BMHP,
dengan menyajikan data dalam bentuk yaitu jumlah, jenis dan waktu.
tabel. Narasumber berpendapat bahwa
perencanaan pengadaan adalah faktor
HASIL dan PEMBAHASAN kunci sebuah apotek karena dapat
Apotek merupakan salah satu meningkatkan cash flow dan
fasilitas pelayanan kesehatan bagi meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat. Pasien dapat membeli konsumen.
obat ataupun menukarkan resep di Standar Operasional Prosedur
Apotek. Apoteker pengelola apotek (SOP) perencanaan di Apotek X
bertanggungjawab atas perencanaan digambarkan dalam Gambar 2, yang
pengadaan sediaan farmasi di Apotek. mana diawali dengan melakukan
Perencanaan bertujuan untuk seleksi atau penilaian terhadap jenis
menyusun kebutuhan obat yang tepat sediaan farmasi dan alat kesehatan
dan sesuai dengan kebutuhan untuk yang diperlukan, melakukan
mencegah terjadinya kekurangan atau perencanaan dengan
kelebihan persediaan farmasi serta mempertimbangkan tingkat
meningkatkan penggunaan persediaan kebutuhan, jumlah anggaran, pola
farmasi secara efektif dan efisien [2]. penyakit, dan tingkat penggunaan
Di samping itu, hal terpenting yang obat periode sebelumnya, Apoteker
juga harus diperhatikan dalam hal melakukan review terhadap
ketersediaan obat ialah harus tepat kemampuan daya beli masyarakat,
jenis dan jumlahnya harus sesuai melakukan kompilasi pemakaian obat
dengan pola penyakit dan kebutuhan setiap bulan dengan cara menghitung
pada pelayanan kesehatan [11]. stok optimum sebagai dasar untuk
Berdasarkan hasil wawancara menentukan jumlah sediaan farmasi
dengan narasumber Perencanaan di dan alat kesehatan yang dibutuhkan
Apotek X melibatkan apoteker untuk memenuhi kebutuhan

5
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2021; 11 (1) : 1 – 9 e-ISSN 2657-0815, p-ISSN 1979-1763
http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia

pelayanan, dan menyusun perkiraan penyediaan obat dimaksudkan untuk


perencanaan kebutuhan sediaan memprioritaskan perencanaan
farmasi dan alat kesehatan serta pembelian obat yang sering digunakan
perkiraan pembelian. Proses tersebut dan biasanya jenisnya sedikit akan
telah sesuai dengan standar pelayanan tetapi mempunyai biaya investasi
kefarmasian serta diadaptasikan yang besar. Selain itu, tanpa
dengan kondisi atau kebutuhan apotek memperhatikan harga perlu juga
[3]. Dokumen yang diperlukan pada dipertimbangkan pengendalian obat-
tahap perencanaan ini adalah kartu obat yang paling banyak dikonsumsi
stok dan lembar hasil stok opname. masyarakat agar pelayanan kesehatan
Dalam melakukan perencanaan, tetap dapat berjalan optimal.
apoteker di Apotek X juga Dengan menggunakan metode
memerhatikan DOEN (Daftar Obat perencanaan tersebut, apotek X
Esensia Nasional), dan anggaran yang menghasilkan omset rata-rata adalah
tersedia. Menurut Narasumber, Rp. 40.000.000/bulan dihitung dari
sistematika perencanaan yang dibuat omset penjualan periode Januari-Mei.
menyesuaikan dengan jumlah Selain itu bila dilihat dari persentase
anggaran yang disediakan agar tidak barang fast moving dan slow moving
terjadi defisit. yaitu 60% dan 40%. Terkait dengan
Selain melakukan perhitungan expired date (kadaluarsa), narasumber
kebutuhan sediaan farmasi, alat menjelaskan bahwa tidak terdapat
kesehatan dan BMHP, apoteker di produk yang kadaluarsa karena staff
Apotek X juga melakukan analisis apotek rutin melakukan pengecekan
rencana kebutuhan sediaan farmasi barang dan apotek juga telah
sebagai bagaian dari perencanaan bekerjasama dengan distributor atau
pengadaan sediaan farmasi yang PBF untuk pengembalian barang tiga
bertujuan untuk menjamin bulan sebelum expired date produk
ketersediaan obat dan efisiensi tersebut. Hal tersebut merupakan
anggaran. Metode analisis yang suatu strategi yang dilakukan oleh
dipilih adalah analisis ABC (Pareto). apoteker untuk menjamin pengelolaan
Metode ini dilakukan dengan sediaan farmasi dapat berlangsung
menyesuaikan rencana pengadaan dengan baik. Dengan menggunakan
obat dengan jumlah dana yang metode Proxy Consumption untuk
tersedia, sehingga skala prioritas obat perhitungan kebutuhan sediaan
dan jumlah obat yang akan dibeli farmasi dan metode analisis ABC
dapat dioptimalkan untuk menjamin maka akan lebih mudah untuk
ketersediaan obat yang bermutu memperhitungkan produk yang
tinggi, tepat jenis, tepat jumlah, dan dibutuhkan oleh masyarakat sehingga
tepat waktu untuk dapat digunakan dapat meminimalisir adanya barang
secara rasional [10]. Penggunaan atau produk yang expired date.
metode Pareto (ABC) untuk

6
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2021; 11 (1) : 1 – 9 e-ISSN 2657-0815, p-ISSN 1979-1763
http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia

Seleksi jenis sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diperlukan

Mempertimbangkan tingkat kebutuhan, jumlah anggaran, pola


penyakit dan tingkat penggunaan obat periode sebelumnya

Mereview kemampuan daya beli masyarakat

Menghitung stok optimum untuk menentukan jumlah sediaan


farmasi dan alat kesehatan yang dibutuhkan

Menyusun perkiraan perencanaan kebutuhan sediaan farmasi


dan alat kesehatan serta perkiraan pembelian
Gambar 2. Bagan Alur Standar Operasional Prosedur Perencanaan di Apotek X

Tabel 1. Hasil Observasi di Apotek X


Indikator Hasil
Metode Perhitungan Kebutuhan Proxy Consumption
Metode Analisis Perencanaan Analisis ABC (Pareto)
Rata-rata omset Rp. 40.000.000/bulan
Persentase barang fast moving 60%
Persentase barang slow moving 40%
Kerugian Expired Rp. 0

Kompetensi yang harus dimiliki kesehatan, dan bahan medis habis


seorang apoteker untuk dapat pakai dengan tepat; memilih sediaan
melakukan perencanaan pengadaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
sediaan farmasi di Apotek adalah medis habis pakai sesuai dengan
mampu menghitung rencana kebutuhan masyarakat dengan
pengadaan sediaan farmasi, alat memperhatikan pola prevalensi

7
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2021; 11 (1) : 1 – 9 e-ISSN 2657-0815, p-ISSN 1979-1763
http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia

penyakit, ketersediaan sarana KESIMPULAN


pelayanan kesehatan, faktor sosial Perencanaan di Apotek X yang
ekonomi dan budaya masyarakat, merupakan salah stau apotek yang
sumber daya manusia, genetika, berada di wilayah Kabupaten Badung
demografi dan lingkungan. Untuk itu sudah dilaksanakan sesuai dengan
seorang apoteker harus memahami Standar Pelayanan Kefarmasian di
ilmu farmasi yang terkait dengan hal Apotek yang tertera pada Peraturan
tersebut. Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Berdasarkan hasil wawancara, Nomor 73 Tahun 2016. Metode
narasumber mengatakan bahwa agar perhitungan kebutuhan sediaan farmasi
dapat menjalankan tupoksinya dalam yang digunakan adalah metode Proxy
melakukan perencanaan dengan baik, Consumption yang mengombinasikan
maka seorang apoteker harus Metode Konsumsi dan metode
memahami ilmu manajemen farmasi, Epidemiologi (Morbiditas). Metode ini
farmakoterapi, dan epidemiologi dianggap strategis untuk perhitungan
dengan baik. Ketiga ilmu farmasi kebutuhan sediaan farmasi, sehingga
tersebut adalah suatu landasan yang dapat memenuhi kebutuhan
dapat digunakan dalam melakukan masyarakat dalam pelayanan
perencanaan pengadaan sediaan kesehatan. Selain perhitungan
farmasi agar sesuai dengan kebutuhan kebutuhan, untuk menilai efisiensi
masyarakat pada pelayanan kesehatan. perencanaan, maka dilakukan analisis
Ilmu manajemen farmasi terhadap perencanaan dengan
merupakan suatu ilmu yang digunakan menggunakan metode ABC atau
dalam usaha atau kegiatan agar Pareto. Metode ini dapat
kegiatan mampu terlaksanan dengan meminimalisir adanya barang expired
efektif dan efisien dalam mencapai date serta dapat menghasilkan
tujuan yang telah ditetapkan[10]. Ilmu persentase barang fast moving yang
epidemiologi merupakan ilmu yang lebih tinggi dibandingkan persentase
mempelajari tentang ditribusi atau pola barang slow moving.
penyakit pada populasi tertentu.
Dengan memahami ilmu epidemiologi, UCAPAN TERIMA KASIH
seorang apoteker diaharapkan mampu Terimakasih saya ucapkan kepada
menentukan pola penyakit di seluruh pihak yang terlibat dalam
masyarakat sehingga dapat penyusunan artikel ini, khususnya
mempermudah perencanaan yang Apoteker Pengelola Apotek X yang
dilakukan [12], karena dalam telah berkenan sebagai narasumber
perhitungan kebutuhan sediaan farmasi hinga terselesaikanya artikel ini, dan
dengan menggunakan metode Proxy seluruh karyawan Apotek X.
Consumption harus ditentukan pola
penyakit masyarakat [13]. Ilmu DAFTAR PUSTAKA
Farmakoterapi berperan dalam terapi [1] Anderson, P. D. 2012. The
yang tepat bagi pasien. Broad Field of Forensic

8
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2021; 11 (1) : 1 – 9 e-ISSN 2657-0815, p-ISSN 1979-1763
http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia

Pharmacy. Journal of Pharmacy [8] BPOM RI. 2018. Peraturan


Practice. 25 (1): 7-12. BPOM Nomor 4 tahun 2018
[2] Kemenkes RI, 2016. Peraturan tentang Pengawasan Pengelolaan
Menteri Kesehatan Republik Obat, Bahan Obat, Narkotika,
Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 Psikotropika, dan Prekursor
tentang Standar Pelayanan Farmasi di Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kefarmasian. Jakarta: Badan
Kementerian Kesehatan Repubik Pengawas Obat dan Makanan
Indonesia. Republik Indonesia.
[3] Kemenkes RI. 2019 Petunjuk [9] BPOM RI. 2016. Peraturan
Teknis Standar Pelayanan BPOM Nomor 7 tahun 2016
Kefarmasian di Apotik. Jakarta: Pedman Pengelolaan Obat-Obat
Kementerian Kesehatan Tertentu yang Sering
Republik Indonesia Disalahgunakan. Jakarta: Badan
[4] Devnani, M., Gupta, A.K., Nigah, Pengawas Obat dan Makanan
R., 2010. ABC And VED Republik Indonesia.
Analysis Of The Pharmacy Store [10] Quick, JD., Rankin, Dias, Vimal.
Of A Tertiary Care Teaching, 2012. Inventory Managemen
Research And Referral Drug Supply. Third Edition,
Healthcareinstitute Of India. Managing access to medicines
Journal of Young Pharmacists and health technologies.
2(2):201-205. Arlington: Management
[5] Kemenkes RI. 1990. Kepmenkes Sciences for Health. Managing.
RI [11] Departemen Kesehatan RI., 2004.
Nomor:347/MenKes/SK/VII/199 Sistem Kesehatan Nasional.
0 tentang Obat Wajib Apotik. Departemen Kesehatan RI,
Jakarta: Kementerian Kesehatan Jakarta.
Republik Indonesia. [12] Amiruddin, R. S. 2013.
[6] Kemenkes RI. 1993. PMK Kesehatan Masyarakat. Bogor:
Nomor: IPB Press
924/MENKES/PER/X/1993 [13] Setiani, N. 2012. Laporan
tentang Daftar Obat Wajib Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek No.2. Jakarta: di Direktorat Bina Produksi dan
Kementerian Kesehatan Distribusi Kefarmasian,
Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Bina
[7] Kemenkes RI. 1999. Kepmenkes Kefarmasian dan Alat
RI Nomor: Kesehatan, Kementerian
1176/MenKes/SK/X/1999 Kesehatan Republik Indonesia
tentang Daftar Obat Wajib Periode 16 Januari-27 Januari
Apotek No.3. Jakarta: 2012. Depok: Fakultas Farmasi,
Kementerian Kesehatan Program Profesi Apoteker,
Republik Indonesia. Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai