Anda di halaman 1dari 10

JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.

2, 2021

PENGENDALIAN PENGELOLAAN OBAT


DI INSTALASI FARMASI
SUATU RUMAH SAKIT SWASTA KOTA BANDUNG

Ida Lisni1, Herman Samosir2, Ester Mandalas3


1,2
Universitas Bhakti Kencana
3
Rumah Sakit Advent Bandung
Email korespondensi: ida.lisni@bku.ac.id

ABSTRAK
Pengelolaan obat meliputi proses kegiatan perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, distribusi dan pengendalian yang diselengarakan oleh suatu farmasi
rumah sakit agar ketersediaan obat dapat terjamin dalam jumlah yang cukup, dalam
pelaksanaannya membutuhkan dana yang cukup besar. Penelitian dilakukan untuk
mengevaluasi pengelolaan obat di farmasi rumah sakit swasta di kota Bandung dengan
menggunakan standar indikator yang telah ditetapkan. Penelitian menggunakan metode
observasional non eksperimental yang bersifat retrospektif. Data yang dikumpulkan
berupa data perencanaan dan pengadaan obat, pemakaian obat, kartu stok obat, laporan
stok opname. Hasil penelitian didapatkan bahwa pencapaian perencanaan obat 107,53%,
frekuensi pembelian untuk kategori rendah sebesar 34,70%, kategori sedang 41,08%
dan kategori tinggi 24,22%, persentase obat kadaluarsa 0,085% dan persentase stok
mati 3,81%.

Kata kunci : Evaluasi, pengelolaan obat, instalasi farmasi

92 https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.134
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.2, 2021

DRUG MANAGEMENT CONTROL


IN THE PHARMACY OF A PRIVATE HOSPITAL
BANDUNG CITY

ABSTRACT
Drug management is a series of planning, procurement, storage, distribution,
and control activities carried out by a hospital pharmacy so that drug availability can
be guaranteed in sufficient quantities, in its implementation requires a large number of
funds. The study was conducted to evaluate drug management in private hospital
pharmacies in the city of Bandung using predetermined standard indicators. This study
used a retrospective non-experimental observational method. The data collected is in
the form of planning data and drug procurement, drug use, drug stock cards, stock-
taking reports. The results showed that the achievement of drug planning (107.53%),
the frequency of purchase for the low category (34.70%), the medium category was
41.08% and the high category (24.22%), expired drugs (0.085%) and the dead stock
(3.81%).
Keywords : Evaluation, Drug Management, Hospital Pharmacy

PENDAHULUAN Saat ini, rumah sakit memiliki peran


Konsep kesatuan dari upaya sebagai organisasi pelayanan kesehatan
kesehatan dijadikan pedoman dan yang sedang memasuki lingkungan
pegangan bagi semua fasilitas kesehatan global yang kompetitif dan akan terus
di Indonesia, termasuk rumah sakit berubah sehingga membutuhkan
(Satibi, 2014). Tujuan dari upaya pengelolaan yang tepat. Seperti halnya
kesehatan agar terpelihara dan industri, rumah sakit dituntut harus
peningkatan Kesehatan. Tempat mampu bersaing agar dapat bertahan
penyelenggara upaya kesehatan disebut dalam persaingan global (Arnita, 2014).
sarana kesehatan. Rumah sakit termasuk Pekerjaan kefarmasian adalah
salah satu sarana kesehatan yang pembuatan termasuk pengendalian mutu
menyelenggarkan upaya Kesehatan. sediaan farmasi, pengamanan,
Rumah sakit beserta organisasi yang pengadaan, penyimpanan,
terdapat di dalamnya harus dikelola pendistribusian atau penyaluran obat,
dengan sebaik-baiknya, agar dapat pengelolaan obat, pelayanan obat atas
memberikan pelayanan kesehatan resep dokter, pelayanan informasi obat,
kepada masyarakat dengan baik, serta pengembangan obat, bahan obat
sehingga tujuan terciptanya derajat dan obat tradisional (Pemerintah RI,
kesehatan yang optimal dapat tercapai. 2009)

93 https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.134
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.2, 2021

Instalasai Farmasi memiliki di Rumah Sakit (Kementrian Kesehatan


kewenangan dalam proses pengadaan RI, 2016)
obat/sediaan farmasi, dengan cara beli Berdasarkan uraian tersebut di
langsung maupun melaksanakan atas, dilakukan penelitian mengenai
produksi sendiri dalam skala kecil Pengendalian Pengelolaan Obat di
sesuai kebutuhan (Siregar, 2004). Farmasi pada suatu Rumah Sakit
Obat dan sediaan farmasi Swasta Kota Bandung untuk
lainnya yang dikelola dalam jumlah mengevaluasi pengelolaan obat di
banyak, membutuhkan biaya yang besar farmasi rumah sakit swasta di kota
dan biaya yang ditimbulkan akan Bandung berdasarkan standar indikator
meningkat jika pengelolaan persediaan yang telah ditetapkan.
tidak tepat. Dengan demikian rumah
sakit sangat penting melakukan
METODE PENELITIAN
pengendalian persediaan agar dapat
Penelitian merupakan penelitian
terciptanya suatu efisiensi dalam
observasional non eksperimental. Data
penggunaan modal. Persediaan obat
yang diambil adalah data retrospektif,
yang efektif adalah jika dapat
kemudian dianalisis secara kuantitatif
memenuhi keperluan dari unit
dan kualitatif serta data di sajikan secara
pelayanan kesehatan yang menjadi
deskriptif. Deskriptif adalah suatu
cakupannya. Jika terjadi kesalahan
penelitian yang digunakan untuk
dalam pengelolaannya akan
membuat penelitian terhadap suatu
menimbulkan dampak seperti
kondisi dan penyelenggaraan suatu
pemborosan, kekurangan obat, tidak
program kemudian hasilnya digunakan
tersalurnya obat, obat kadaluarsa dan
untuk menyusun perbaikan program
rusak, dan lain sebagainya. Suatu unit
tersebut (Notoatmodjo, 2012)
pelayanan yang sering mengalami
kesalahan dalam setiap rangkaian proses Rancangan Penelitian
pengeloaan, maka semakin tidak efektif 1. Pengambilan data
(Quick, 2012). Pengambilan data dilakukan secara
Apoteker bertanggungjawab retrospektif dari bulan Oktober
dalam pengendalian pengelolaan sampai Desember 2018 .
perbekalan farmasi. Tanggungjawab ini 2. Sumber data
diterapkan dan dilaksanakan terhadap Data diperoleh dari data perencanaan
jenis dan jumlah persediaan serta dan pembelian obat, data pemakaian
penggunaan sediaan farmasi, alat obat, kartu stok obat, daftar obat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai. kadaluarsa dan rusak serta data obat
Pengendalian penggunaan sediaan stok mati selama periode tiga bulan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan (Oktober-Desember 2018).
medis habis pakai dapat dilaksanakan 3. Pengolahan data
oleh farmasi rumah sakit harus bersama Dari data tersebut dilakukan analisis
dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi terhadap ketepatan perencanaan dan
pengadaan obat, frekuensi pembelian

94 https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.134
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.2, 2021

obat, persentase nilai obat kadaluarsa perencanaan dan pengadaan obat,


dan rusak serta persentase nilai stok frekuensi pembelian obat, persentase
mati. Data yang dikumpulkan nilai obat yang memasuki masa
kemudian dibandingkan hasilnya kadaluarsa dan rusak, dan persentase
dengan indikator pengelolaan obat di nilai stok mati, kemudian
rumah sakit. dibandingkan dengan standar
4. Penarikan Kesimpulan pelayanan kefarmasian di rumah
Dari hasil pengolahan data, ditarik sakit.
kesimpulan yaitu ketepatan

HASIL DAN PEMBAHASAN pengeluaran bulanan setelah dilakukan


perencanaan kemudian dilakukan proses
Gambaran Umum Sistem
pengadaan obat. Untuk pengadaan obat
Pengelolaan Obat
dilakukan dengan cara metode
Pengelolaan obat adalah bagian dari
pembelian langsung yaitu pihak
luang lingkup dari pelayanan farmasi
instalasi farmasi secara langsung
rumah sakit, harus dapat menciptakan
melakukan pengadaan obat (setelah
aspek keamanan, efektif dan ekonomis
barang habis atau stok berkurang )
dalam penggunaannya. Pengelolaan
kepada pihak Pedagang Besar Farmasi
obat diselenggarakan dengan baik
(Departemen Kesehatan RI, 2008)
supaya terjamin ketersediaan dan
Waktu pengadaan obat di farmasi
pelayanan obat yang rasional, efektif
rumah sakit dalam penelitian ini
serta efisien. Farmasi rumah sakit
dilakukan pada hari Senin sampai
sebagai unit pelaksana teknis,
Jumat, namun kuantitas pengadaan
melakukan perencanaan dan pengadaan
diutamakan pada hari Senin dan Kamis.
obat sesuai dengan kebutuhan dan
Hal ini dilakukan untuk dapat
anggaran, baik itu dalam pemilihan
memantau ketersediaan dan sisa obat
jenis, jumlah, dan harga obat.
yang ada.
Perencanaan obat diselenggarkan
dengan metode konsumsi yang
diperoleh dari data pemakaian obat Pencapaian Perencanaan
Hasil dari pencapaian perencanaan pada
bulan sebelumnya berdasarkan laporan
penelitian ini didapat dengan
pembelian, penerimaan obat dan
menggunakan rumus sebagai berikut :
X= A/B x 100%
Dimana A = Jumlah item obat dalam kenyataan pembelian
B = Jumlah item obat dalam perencanaan

Tabel I. Pencapaian Perencanaan Obat terhadap Pembelian Perbulan


Perencanaan Pengadaan Selisih Persentase
Bulan Persentase
(item) (item) (item) penyimpangan
Oktober 1479 1604 125 107.79% 7.79%
November 1503 1596 93 105.83% 5.83%
Desember 1503 1651 148 108.96% 8.96%
95 https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.134
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.2, 2021

4485 4851 366 322.58 22.58


Total Rata-Rata 122 107.53 7.53%

Proses perencanaan obat di Instalasi dokter yang berubah juga dapat


Farmasi, dimulai dengan pengumpulan membuat ketidaktepatan dalam
data penggunaan obat bulan sebelumnya perencanaan. Salah satu contoh terjadi
dan dilihat stok yang ada. Dari hasil pada Actifed 60 ml syrup yang tidak
penelitian diketahui metode yang ada dalam perencanaan namun
digunakan adalah metode konsumsi, dilakukan pembelian karena adanya
alasan menggunakan metode ini karena permintaan untuk obat tersebut.
dinilai lebih mudah dalam Ketepatan perencanaan diharapkan
pelaksanaannya ((DepKes RI, 2008). dapat menghindari kekosongan obat
Ketersediaan dana yang cukup akan ataupun stok mati. Keberhasilan dari
berpengaruh pada pelayanan. Karena ketepatan perencanaan bergantung pada
dengan ketersediaan dana yang metode yang digunakan dalam
memadai maka pengadaan dapat melakukan pengadaan obat, sehingga
diselenggarakan sesuai perencanaan dapat memperkecil biaya atau kerugian
(Mahdiyani, U dkk, 2018) rumah sakit. Perencanaan yang
Dapat dilihat pada Tabel I, bahwa dilakukan berdasarkan penggunaan obat
jumlah obat yang direncanakan oleh bulan sebelumnya, sehingga dapat
rumah sakit selama periode Oktober- diketahui jumlah penggunaan obat, dan
Desember 2018 adalah sebesar 4485 ketika melakukan perencanaan, petugas
dan jumlah pemakaiannya adalah 4851, juga melihat stok yang masih ada untuk
sehingga didapat hasil perhitungan menghindari penumpukan.
ketepatan perencanaan obat sebesar Hasil penelitian Ihsan dkk (2015)
107,53 %. Hasil dari penelitian diketahui adanya kesenjangan antara
perencanaan di farmasi rumah sakit perencanaan dan realisasi mencapai
tersebut belum memenuhi indikator 9,15 %, dan dari hasil penelitian
yang ditetapkan dalam penelitian Ismedsyah dan Rahayu (2019) diperoleh
Ismedsyah dan Rahayu,S (2019) yaitu penyimpangan perencanaan 4,7%.
indikator ketepatan perencanaan adalah Semakin besar persentase
100%. Ketidaktepatan ini disebabkan penyimpangan perencanaan, maka
adanya perencanaan yang dilakukan kualitas pelayanan farmasi semakin
tidak sesuai dengan pemakaian obat. berkurang.
Kondisi ini dapat terjadi karena adanya
Frekuensi Pengadaan tiap Item Obat
perubahan penyakit tertentu yang Pengadaan obat yang dilakukan di
memerlukan penanganan segera, farmasi rumah sakit dilakukan dengan
sehingga dilakukan pembelian baru, pembelian langsung. Frekuensi
dapat juga disebabkan karena pengadaan obat dalam 3 bulan
kekosongan obat oleh distributor diklasifikasikan berdasarkan frekuensi
tertentu sehingga dilakukan pengadaan menjadi 3 (Pudjaningsih,
perencanaan ulang atau pola peresepan 1996), yaitu frekuensi rendah (< 3),

96 https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.134
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.2, 2021

sedang (3-6), dan tinggi (> 6). instalasi farmasi rumah sakit dalam
Volume pembelian obat yang besar merespons perubahan kebutuhan obat
menyebabkan frekuensi pembeliannya dalam jumlah sesuai dengan kebutuhan
rendah dan volume pembelian obat obat saat itu. Pengadaan obat yang
yang kecil maka frekuensi dalam berulang juga menggambarkan bahwa
pembeliannya tinggi. Besarnya jumlah yang tersedia di farmasi rumah sakit
item obat dengan frekuensi sedang dan merupakan obat dengan perputaran
tinggi menunjukkan kemampuan cepat.

Tabel II. Frekuensi Pengadaan Item Obat Oktober-Desember 2018


Frekuensi Jumlah Persentase Status
Pengadaan Item Obat (%)
<3 702 34,70 Rendah
3-6 831 41,08 Sedang
>6 490 24,22 Tinggi
Total 2023 100

Tabel II, terdapat frekuensi pembelian yang rendah yang jumlahnya mencapai
yang rendah sebesar 34,70% atau ada 34,70%, karena besar kemungkinan
702 item obat, hal ini dapat obat tersebut adalah obat dengan
mengakibatkan perputaran obat yang
perputaran yang rendah yang dapat
lambat sehingga berpotensi
menimbulkan stok mati bahkan dapat menyebabkan obat dengan stok mati
mengakibatkan obat kadaluarsa jika dan dapat menjadi kadaluarsa.
kurang dalam pengawasannya Jumlah Obat Kadaluarsa dan Rusak
Hasil perhitungan persentase frekuensi Tujuan dari manajemen pengelolaan
pengadaan tiap item obat didapat dari perbekalan kefarmasian di rumah sakit
data obat masuk di instalasi farmasi adalah menjamin persediaan efektif dan
kemudian diamati berapa kali item obat efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
dipesan, dimana didapatkan hasil kekurangan/kekosongan, kerusakan,
pengadaan obat untuk frekuensi rendah kadaluwarsa, dan kehilangan
sebanyak 34,70% dan untuk frekuensi (Kementrian Kesehatan, 2016). Pada
sedang sebanyak 41,08% sedangkan Tabel III, dapat dilihat jumlah dan nilai
untuk frekuensi tinggi sebanyak (rupiah) dari obat kadaluarsa dan rusak.
24,22%. Dari hasil frekuensi pengadaan Hasil perhitungan persentase dari nilai
obat didapatkan hasil untuk frekuensi obat kadaluarsa dan rusak, dikumpulkan
sedang dan tinggi sebesar 65,30%. dari data obat yang ada di farmasi
Tingginya frekuensi pengadaan obat, rumah sakit, masih ada obat yang
memiliki arti bahwa perputaran obat kadaluarsa dan rusak sebesar 0.085%
dalam rumah sakit berjalan baik dan dengan nilai sebesar Rp.3.316.200.
dapat mencegah persediaan obat yang Persentase ini didapat dari nilai total
mengendap. Perlu pengawasan terhadap obat yang kadaluarsa dibagi dengan
obat obat dengan frekuensi pembelian nilai stok opname dikalikan 100%.

97 https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.134
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.2, 2021

Walaupun penyimpangannya 0.085%, (2016), yaitu Rp 8.209.726 dan


namun ini juga dikatakan belum efisien, penelitian Ihsan, S (2015) yaitu Rp.
karena menyebabkan kerugian pada 6.591.654 (0,33%) serta dari hasil
rumah sakit. Nilai obat kadaluarsa pada penelitian Waluyo,dkk (2015) diperoleh
penelitian ini lebih rendah dibandingkan 7,01%
terhadap hasil penelitian Permata, D

Tabel III. Jumlah dan Nilai Obat Kadaluarsa


Bentuk Harga obat Nilai obat
Nama obat Jumlah
Sediaan ( Rp.) kadaluarsa (Rp.)
Dalacin 150 tablet 90 9.985 898.650
dynastat injeksi 8 119.800 958.400
hemocain Salep 2 73.700 147.400
ikaphen Injeksi 15 87.450 1.311.750
Total 3.316.200

Nilai stok opname 3.863.116.985

Terjadinya obat kadaluarsa dan rusak


menunjukkan kurangnya ketepatan Persentase Stok Mati (Dead Stock)
perencanaan dan pengamatan Adanya stok mati pada persediaan obat
penyimpanan obat serta perubahan pola di rumah sakit sangat berkaitan dengan
penyakit. Obat rusak dan kadaluarsa proses perencanaan. Perencanaan obat
dapat terjadi karena kurangnya yang baik dapat mencegah terjadinya
pengendalian serta pengawasan mutu stok mati. Presentase stok mati didapat
dari hitungan perbandingan antara
(Waluyo, dkk, 2015). Adanya
jumlah obat yang tidak ada transaksi
persentase obat kadaluarsa disebabkan dalam jangka waktu 3 bulan terus
kurangnya pengawasan dalam tahap menerus dengan total jumlah obat
penyimpanan yang menyebabkan obat yang ada stoknya dikalikan dengan
kadaluarsa. Adanya peresepan dokter 100% (Ihsan, S dkk, 2014). Indikator
yang bervariasi, dapat menyebabkan dari stok mati adalah persentase stok
perubahan dalam penggunaan obat mati adalah 0% (Departemen Kesehatan
RI, 2008)
sehingga ada obat yang tidak keluar dan
tidak digunakan menyebabkan Paraturan Menteri Kesehatan RI No.72
penumpukan dan menjadi kadaluarsa. tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Rumah Sakit menyatakan bahwa
Untuk mengatasi agar tidak terjadi stok
salah satu cara pengendalian cara untuk
yang kadaluarsa perlu dilakukan pengendalian dalam pengelolaan
evaluasi dalam pelaksanaan sediaan farmasi di rumah sakit adalah
penyimpanan dan juga kemampuan melakukan evaluasi persediaan yang
serta ketrampilan dari petugas farmasi tidak digunakan dalam waktu tiga bulan
dalam pemantauan obat-obat yang berturut-turut (dead stock).
mendekati waktu kadaluarsa.
98 https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.134
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.2, 2021

Pada Tabel IV, dapat dilihat jumlah dan persentase obat dead stock.

Tabel IV. Persentase Stok Mati


Jumlah item obat >3 bulan Jumlah item obat Persentase stok
tidak terpakai yang ada stoknya mati
59 1548 3.81 %

Hasil pengamatan yang didapat untuk 2011 sebanyak 12,76% senilai Rp


persentase stok mati, yaitu obat obat 45.191.156. Semakin tinggi persentase
yang tidak digunakan atau tidak stok mati maka akan semakin
terdapat transaksi selama 3 bulan berdampak terhadap pelayanan obat di
sebesar 3.81%. Terdapat 59 item obat rumah sakit.
stok mati, yaitu obat obat yang tidak ada
transaksi dari 1548 jenis obat yang KESIMPULAN
stoknya tersedia. Kerugian rumah sakit Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
akibat dari stok mati adalah perputaran 1. Pencapain perencanaan obat
uang yang terhambat, dan berpotensi terhadap pembelian mencapai nilai
terhadap kadaluarsa obat bahkan 107,53 %.
kerusakan obat karena terlalu lama 2. Frekuensi pengadaan obat untuk
disimpan. Seperti contoh obat Plantacid kategori rendah sebesar 34,70%,
Forte sebanyak 100 tablet tidak kategori sedang 41,08% dan
mengalami transaksi selama lebih dari 3 kategori tinggi 24,22%.
bulan. Kondisi ini dikarenakan dokter 3. Terdapat Obat Kadaluarsa dan
tidak meresepkan obat tersebut, rusak sebesar 0.085%, dan obat
melainkan dokter meresepkan obat yang stok mati sebesar 3,81%.
lain dan juga kurang tepatnya 4. Peran aktif apoteker rumah sakit
perencanaan pengadaan obat. Untuk dalam pengendalaian pengelolaaan
mengurangi kerugian dapat dilakukan obat perlu ditingkatkan untuk
dengan mengembalikan obat tersebut menjamin persediaan efektif dan
kepada distributor. Apoteker rumah efisien.
sakit sebaiknya aktif berkomunikasi dan
koordinasi dengan dokter melalui Tim
Farmasi dan Terapi untuk mengurangi UCAPAN TERIMAKASIH
dead stock. Pada kesempatan ini, peneliti ingin
Hasil dari penelitian ini lebih besar jika mengucapkan terima kasih kepada
dibandingkan terhadap penelitian berbagai pihak yang telah membantu
Dyahariesti, N., Yuswantina, R (2019), terwujudnya penelitian ini :
persentase stok mati adalah 2,7 % dan 1. Dekan Fakultas Farmasi
lebih rendah jika dibandingkan terhadap Universitas Bhakti Kencana
hasil penelitian Permata, D. 2016 yaitu 2. Pimpinan Salah Satu Rumah Sakit
diperoleh stok mati tahun 2010 dan Swasta di Bandung

99 https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.134
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.2, 2021

Terpadu RSUP Haji Adam Malik


DAFTAR PUSTAKA Medan. Jurnal Surya Medika
Arnita, A. A.2014. Analisis Faktor- Volume 4 No.2 hal 41-50.
Faktor Yang Mempengaruhi Obat https://doi.org/10.33084/jsm.v4i2.5
Stagnant Di Instalasi Farmasi 46.
Rumah Sakit. Universitas
Hasanuddin Makassar Tahun
2014. Tesis Universitas Kementerian Kesehatan RI, 2016.
Hasanuddin Makassar. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 72
tentang standar pelayanan
Departemen Kesehatan RI, 2008. kefarmasian di Rumah Sakit, Jakarta.
Jendral Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan, Pedoman
Pengelolaan Perbekalan Farmasi Mahdiyani, U., Wiedyaningsih, C.,
Di Rumah Sakit. Departemen Endarti, D. 2018. Evaluasi
Kesehatan RI, Jakarta. Pengelolaan Obat Tahap
Perencanaan dan Pengadaan di
RSUD Muntilan Kabupaten
Dyahariesti, N., Yuswantina, R. 2019. Magelang Tahun 2015 –2016. Jurnal
Evaluasi Keefektifan Penggelolaan Manajemen dan Pelayanan Farmasi
Obat di Rumah Sakit. Media Volume 8 No. 1 hal 24-31.
Farmasi Indonesia Vol 14 No 1, hal https://doi.org/10.22146/jmpf.31883.
1485-1492.
https://mfi.stifar.ac.id/MFI/article/v Pemerintah RI, 2009. Peraturan
iew/109/90 Pemerintah No.51 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, Jakarta.

Ihsan, S,, Amir, S.A., Sahid, M.2015.


Evaluasi Pengelolaan Obat di Permata, D. 2016. Strategi
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pengendalian Persediaan Obat Pada
Umum Daerah Kabupaten Muna Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam
Tahun 2014. Pharmauho: Jurnal Ibnu Sina Bukittinggi. Jurnal
Farmasi, Sains, dan Kesehatan Vol Ekonomi STIE Agus Salim
1, No 2. Bukittinggi Volume 19 No. 1 (2016)
http://ojs.uho.ac.id/index.php/phar hal 1-14.
mauho/article/view/3465/2619. https://doi.org/10.47896/je.v19i1

Ismedsyah & Rahayu,S. 2019. Ecaluasi Pudjaningsih. D. 1996. Pengembangan


Perencanaan Obat dan Perbekalan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat
Farmasi di Depo Pusat Jantung di Farmasi Rumah Sakit. Tesis.

100
https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.134
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.2, 2021

Magister Manajemen Rumah Sakit. 25 – 49, Penerbit Buku Kedokteran


Yogyakarta. Universitas Gajah Mada EGC, Jakarta.

Quick, D.J., Hume, M.L, Raukin Waluyo,YW., Athiyah,U., dan Rochma,


J.R,Laing, RO., and O’Connor, TN. 2015. Analisis Faktor yang
RW.,2012, Managing Drug Supply, Mempengaruhi Pengelolaan Obat
Revised and Expanded, Kumarin Publik di Instalasi Farmasi
Press, West Hartford. Kabupaten (wilayah Papua Selatan
tahun 2014). Jurnal Ilmu
Kefarmasian Indonesia Volume 13
Satibi. 2004. Manajemen Obat di rumah tahun 2015 hal 94-101.
sakit, Yogyakarta, Gadjah Mada http://jifi.farmasi.univpancasila.ac.i
University Press d/index.php/jifi/article/view/131

Siregar dan Amalia, Lia.2004, Farmasi


Rumah Sakit, Teori dan Penerapan,

101
https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.134

Anda mungkin juga menyukai