Anda di halaman 1dari 73

GEOLOGI DAN PENENTUAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH

DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS


(AHP) DAERAH JINGKANG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN
KARANGJAMBU, KABUPATEN PURBALINGGA, JAWA TENGAH

SKRIPSI

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

Oleh :

Yosafat Sitorus
H1F014010

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
PURWOKERTO
2019

i
GEOLOGY AND DETERMINATION OF SOIL MOVEMENT
VULNERABILITY ZONE USING ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS
METHOD (AHP) METHOD OF JINGKANG AND SURROUNDING AREAS,
KARANGJAMBU SUBDISTRICT, PURBALINGGA DISTRICT,
CENTRAL JAVA

UNDERGRADUATE THESIS

DEPARTEMENT OF GEOLOGICAL ENGINEERING

By :

Yosafat Sitorus
H1F014010

MINISTRY OF EDUCATION AND CULTURAL


JENDERAL SOEDIRMAN UNIVERSITY
FACULTY OF ENGINEERING
DEPARTMENT OF GEOLOGICAL ENGINEERING
PURWOKERTO
2019

ii
LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI

GEOLOGI DAN PENENTUAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH


DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS
(AHP) DAERAH JINGKANG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN
KARANGJAMBU, KABUPATEN PURBALINGGA, JAWA TENGAH

GEOLOGY AND DETERMINATION OF SOIL MOVEMENT VULNERABILITY ZONE


USING ANALYTICAL HIERARHY PROCESS (AHP) METHOD OF JINGKANG AND
SURROUNDING AREAS, KARANGJAMBU SUBDISTRICT, PURBALINGGA
DISTRICT, CENTRAL JAVA

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Teknik pada
Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Jenderal Soedirman

Oleh :

Yosafat Sitorus
H1F014010

Diterima dan disetujui

Pada tanggal : .......................

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Indra Permanajati, S.T.,M.T. Januar Aziz Z, S.T., M.Eng.


NIP. 197701192006041002 NITK. 1991010420180510K

Mengetahui :
Dekan Fakultas Teknik

Dr. Eng. Suroso, S.T.,M.Eng.


NIP. 197812242001121002

iii
BIODATA PENULIS

Nama : Yosafat Sitorus


NIM : H1F014010
Tempat, Tanggal Lahir : Parongil, 01 Juli 1996
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Sidikalang Medan Km. 8 No. 87B
Agama : Kristen
Nama Ayah : Dawala Sitorus
Nama Ibu : Demak Siburian
Alamat Email : yosafatstrs@gmail.com
Nomer Telepon : +62 82277075872
Riwayat Pendidikan : (2002-2008) SD Swasta Santo Yosef Sidikalang
(2008-2011) SMP Negeri 1 Sidikalang
(2011-2014) SMA Negeri 1 Sidikalang

iv
HALAMAN KEASLIAN PENELITIAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan berdasarkan
apa yang penulis ketahui tidak terdapat pula karya dengan sifat sama atau serupa dengan
apa yang ditulis dalam Skripsi ini yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain
kecuali yang tertulis sebagai acuan dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Purbalingga, Oktober 2019

Yosafat Sitorus
H1F014057

v
SARI
“Geologi dan Penentuan Zona Kerentanan Gerakan Tanah Dengan Menggunakan
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Daerah Jingkang dan Sekitarnya,
Kecamatan Karangjambu, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah”

Oleh:
Yosafat Sitorus
H1F014010
Daerah Jingkang dan sekitarnya, Kecamatan, Karangjambu, Kabupaten Purbalingga,
Jawa Tengah merupakan daerah yang cukup tinggi terhadap ancaman gerakan tanah. Hal
ini terbukti dari banyaknya lokasi gerakan tanah yang ditemukan dan telah menimbulkan
kerugian. Beberapa faktor utama penyebab terjadinya gerakan tanah antara lain adalah
kondisi alam dan aktivitas manusia. Faktor alam yang menjadi penyebab terjadinya
gerakan tanah antara lain tingginya curah hujan, kondisi batuan, struktur geologi, dan
faktor kemiringan lereng. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menjelaskan
keadaan geologi pada daerah penelitian dan melakukan analisis hubungan kondisi geologi
yang ada pada daerah penelitian terhadap gerakan tanah pada daerah penelitian. Metode
studi geologi dilakukan penelitian lapangan dan analisis laboratorium: analisis
geomorfologi, analisis mikropaleontologi, analisis stratigrafi, analisis petrografi, analisis
struktur geologi. Hasil dari penelitian ini adalah geologi daerah penelitian yang terdiri
dari 3 satuan geomorfologi yaitu satuan perbukitan struktural (S4) dan satuan perbukitan
vulkanik aliran lava (V9), dan satuan perbukitan vulkanik (V4). Kemudian di daerah
penelitian ditemukan struktur geologi yaitu Sesar Mendatar Kiri Kali Tambra, dan Sesar
Mendatar Kanan Kali Lempayan. Stratigrafi daerah penelitian tersusun dari satuan
batupasir-batulempung (Tmph), satuan lava andesit (Tmpk), dan satuan breksi Tmpk).
Metode studi khusus mengunakan Analytical Hierachy Process (AHP), penilaian dan
pembobotan terhadap faktor penyebab terjadinya gerakan tanah, perhitungan tersebut
dikombinasikan dengan data primer dan sekunder. Data dan perhitungan dimasukkan
kedalam peta parameter kemudian ditumpang susunkan (overlay) sehingga diperoleh peta
zona kerentanan gerakan tanah. Hasil analisa menunjukkan daerah penelitian terbagi ke
dalam 3 tingkat kerentanan gerakan tanah, yakni tingkat kerentanan rendah, rendah,
menengah dan tinggi.

Kata kunci : Gerakan tanah, Kondisi geologi, Zona kerentanan gerakan tanah, Analytical
Hierachy Process (AHP), overlay, Daerah Jingkang, Kecamatan Karangjambu,
Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.

vi
ABSTRACT
“Geology and Determination of Soil Movement Vulnerability Zone Using Analytical
Hierarchy Process (AHP) Methoed of Jingkang and Surrounding Areas, Karangjambu
Subdistrict, Purbalingga District, Central Java”

By:
Yosafat Sitorus
H1F014010
The Jingkang and surrounding area, Karangjambu Subdistrict, Purbalingga County,
Central Java is a fairly high area against the threat of land movement. This is evident
from the large number of locations of soil movements found and has inflicted losses. Some
of the main factors for the occurrence of soil movement among others are natural
conditions and human activity. Natural factors that are the cause of soil movement
include high precipitation, rock conditions, geological structures, and slope factors. The
purpose of this research being conducted was to explain the geological state in the
research area and conduct an analysis of the relationship of the geological conditions
present in the research areas to the soil movement in the research area. Geological
studies methods conducted field research and laboratory analysis: geomorphological
analysis, micropaleontological analysis, stratigraphic analysis, petrographic analysis,
geological structure analysis. The result of this study was the geology of a research area
consisting of 3 geomorphological units namely structural units of hills (S4) and units of
volcanic hills of lava flow (V9), and units of volcanic hills (V4). Later in the research
area found geological structures namely the Tambra Left-Inducing Fault, and the Right-
Inducing Fault of the Left-handed Kali. Stratigraphy of research areas is composed of
sandstone-scroll units (Tmph), andesite lava units (Tmpk), and units of breccia (Tmpk).
Special study methods use the Analytical Hierachy Process (AHP), assessment and
weighting against the causative factors of soil movement, such calculations combined
with primary and secondary data. The data and calculations are inserted into the
parameter map then overgrown (overlay) so that a map of the soil motion susceptibility
zone is obtained. Analyzing results show research areas divided into 3 levels of soil
movement vulnerability, which are low, low, medium and high levels of vulnerability.

Keyword : Ground movement, Geological condition, Soil movement vulnerability zone,


Analytical Hierarchy Process (AHP), Jingkang area, Karangjambu subdistrict,
Purbalingga district, central java.

vii
PRAKATA

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
kasih setia-Nya, sehingga pelaksanaan Tugas Akhir yang berjudul “Geologi dan
Penentuan Zona Kerentanan Gerakan Tanah Dengan Menggunakan Metode Analytical
Hierarchy Process (AHP) Daerah Jingkang, Kecamatan Karangjambu, Kabupaten
Purbalingga, Jawa Tengah” ini dapat juga diselesaikan. Tulisan ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Teknik Geologi, Jurusan
Teknik, Fakultas Teknik, Universitas Jenderal Soedirman.
Proses penyusunan Laporan Tugas Akhir ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terimakasih
sebesar-besarnya kepada :
1. Ibunda tercinta yang selalu memberikan nasihat, semangat, kasih sayang, serta doa
yang tiada hentinya. Terimakasih Bunda sudah mendidik dengan sabar sampai
sekarang
2. Abang dan Kakak tercinta yang selalu memberikan semangat, kasih sayang, serta
perhatiannya
3. Bapak Adi Candra, S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Geologi yang telah
mengawasi dan juga mengetahui jalannya penelitian skripsi ini
4. Bapak Dr. Rachmad Setijadi, S.Si., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
selalu membimbing penulis saat aktivitas perkuliahan
5. Bapak Dr. Indra Permanajati, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing I senantiasa
membimbing, meluangkan banyak waktu, memberikan saran dan masukan serta
arahannya kepada penulis.
6. Bapak Yanuar Aziz Z, S.T., M.Eng. selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, motivasi, wawasan, dan memfasilitasi penulis dalam
pengerjaan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen Teknik Geologi Unsoed yang senantiasa memberikan ilmunya.
8. Asbahal Gumelar sebagai partner pemetaan di lapangan.
9. Wisma Panji M, Arifin Hardjanto, Panggah Bagaskara sebagai patner dalam studi
10. Keluarga Teknik Geologi 2014 “Archipelago” sebagai teman perkuliahan dari awal
sampai akhir sehingga penulis mendapatkan bekal untuk menulis tulisan ini.
11. Texas Companion
12. Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu.

viii
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan laporan ini, penulis
sangat terbuka atas segala saran dan kritikan dari semua pihak agar tulisan ini menjadi
tulisan yang lebih baik. Penulis berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat baik bagi
pembacanya.

Purbalingga, Oktober 2019

Penulis

ix
DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM SATU ........................................................................................... i

SAMPUL DALAM DUA ............................................................................................ ii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ iii

BIODATA PENULIS ................................................................................................. iv

HALAMAN KEASLIAN PENELITIAN .....................................................................v

SARI ........................................................................................................................... vi

ABSTRACT ................................................................................................................ vii

PRAKATA ............................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................................................x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xii

DAFTAR TABEL .................................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................................xv

DAFTAR LAMPIRAN LEPAS ................................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................1

I.1. Latar Belakang ......................................................................................................... 1

I.2. Rumusan Masalah .................................................................................................... 1

I.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ................................................................................. 2

I.4. Batasan Masalah....................................................................................................... 2

I.5. Manfaat Penelitian ................................................................................................... 2

I.6. Lokasi Penelitian ...................................................................................................... 2

I.7. Studi Terdahulu ........................................................................................................ 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................4

II.1. Geologi Regional .................................................................................................... 4

II.1.1. Fisiografi Regional ............................................................................................ 4


II.1.2. Struktur Geologi Regional................................................................................. 4
II.1.3. Stratigrafi Regional ........................................................................................... 6
II.2. Gerakan Tanah ........................................................................................................ 7
x
II.2.1. Faktor-Faktor Penyebab Gerakan Tanah ........................................................... 7
II.2.2. Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah .................................................................. 8
BAB III METODE PENELITIAN ...............................................................................9

III.1. Metode Studi Geologi............................................................................................ 9

III.1.1. Metode Pengambilan Data Lapangan .............................................................. 9


III.1.2. Alat yang Digunakan...................................................................................... 10
III.1.3. Analisis Laboratorium.................................................................................... 10
III.1.3.1 Analisis Geomorfologi ................................................................................. 10
III.1.3.3. Analisis Stratigrafi ...................................................................................... 15
III.1.3.4. Analisis Petrografi ....................................................................................... 16
III.1.3.5. Analisis Struktur Geologi ............................................................................ 17
III.2. Metode Studi Khusus .......................................................................................... 19

III.2.1. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) ............................................... 19


III.2.2. Sistem Informasi Geografis (SIG) ................................................................. 21
III.3. Diagram Alir Metode Penelitian ......................................................................... 22

BAB IV PEMBAHASAN...........................................................................................23

IV.1. Geologi Daerah Penelitian .................................................................................. 23

IV.1.1. Geomorfologi Daerah Penelitian ................................................................... 23


IV.1.2. Stratigrafi Daerah Penelitian .......................................................................... 29
IV.1.2.2. Satuan Lava Andesit ................................................................................... 35
IV.1.2.3. Satuan Breksi Piroklastik ............................................................................ 38
IV.1.3. Struktur Geologi Daerah Penelitian ............................................................... 42
IV.1.4. Sejarah Geologi Daerah Penelitian ................................................................ 43
IV.2. Studi Khusus ....................................................................................................... 44

IV.2.1. Parameter Faktor yang Mempengaruhi Kerentanan Gerakan Tanah ............. 44


IV.2.2. Penentuan Bobot Parameter Faktor Kerentanan Gerakan Tanah .................. 49
IV.2.3. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Daerah Penelitian ..................................... 51
BAB V KESIMPULAN ..............................................................................................55

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................56

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar I. 1. Lokasi penelitian ........................................................................................ 3

Gambar II. 1. Fisiografi Jawa Tengah menurut Van Bemmelen (1949). ....................... 4
Gambar II. 2. Pola Struktur Pulau Jawa Pulunggono dan Martodjojo (1994) ................ 5
Gambar II. 3. Sistem pembagian sesar-sesar utama di Jawa Situmorang dkk., (1976). . 6
Gambar II. 4. kolom stratigrafi regional daerah penelitian............................................. 7

Gambar III. 1. Tipe pola pengaliran menurut Zenith (1932) (A) dan Pola Pengaliran
Modifikasi Sungai menurut Howard (1967) (B dan C) ...................... 12
Gambar III. 2. Klasifikasi Streckeisen (1976) untuk penamaan batuan volkanik ........ 16
Gambar III. 3. Klasifikasi batuan sedimen menurut Pettijohn (1973).......................... 17
Gambar III. 4. Klasifikasi lipatan menurut Fleuty (1964) ............................................ 18
Gambar III. 5. Pemodelan sesar mendatar Moody dan Hill (1956) ............................. 19
Gambar III. 6. Klasifikasi Sesar menurut Rickard (1972) ............................................ 19
Gambar III. 7. Diagram Alir Metode Penelitian .......................................................... 22

Gambar IV. 1. Peta Topografi Daerah Penelitian. ........................................................ 23


Gambar IV. 2. Peta Perhitungan Persen Lereng Daerah Penelitian .............................. 24
Gambar IV. 3. Pola Aliran dan Tipe Genetik Sungai Daerah Penelitian ...................... 25
Gambar IV. 4. Peta Pola Kelurusan Bukit dan Lembah Daerah Peneltian ................... 26
Gambar IV. 5. Peta Geomorfologi Daerah Penelitian. ................................................. 27
Gambar IV. 6. Kenampakan morfologi Satuan Lereng Perbukitan Vulkanik (V4). .... 28
Gambar IV. 7. Kenampakan morfologi Satuan Lereng Perbukitan Vulkanik (V9). .... 28
Gambar IV. 8. Kenampakan morfologi Satuan Lereng Perbukitan Struktural (S4). .... 29
Gambar IV. 9. Peta Geologi Daerah Daerah Penelitian ................................................ 30
Gambar IV. 10. Kolom Stratigrafi Daerah Penelitian. .................................................. 31
Gambar IV. 11. Singkapan batupasir sisipan batulempung pada lokasi pengamatan YS
3.31 ..................................................................................................... 32
Gambar IV. 12. Sayatan tipis batupasir YS 3.31. ......................................................... 32
Gambar IV. 13. Sayatan tipis batulempung YS 3.31. ................................................... 34
Gambar IV. 14. Singkapan andesit pada lokasi pengamatan YS 2.15. ......................... 36
Gambar IV. 15. Sayatan tipis andesit YS 2.15.............................................................. 36

xii
Gambar IV. 16. Singkapan breksi piroklastik pada lokasi pengamatan YS 3.23 ......... 38
Gambar IV. 17. Sayatan tipis fragmen breksi YS 3.23. ................................................ 39
Gambar IV. 18. Sayatan tipis matriks breksi YS 3.23. ................................................. 40
Gambar IV. 19. Peta Penyebaran Litologi Derah Penelitian ........................................ 44
Gambar IV. 20. Peta Kemiringan Lereng Derah Penelitian ......................................... 45
Gambar IV. 21. Peta Buffering Struktur Geologi Derah Penelitian ............................. 46
Gambar IV. 22. Peta Intensitas Curah Hujan Derah Penelitian .................................... 47
Gambar IV. 24. Peta Penggunaan Lahan Derah Penelitian .......................................... 48
Gambar IV. 25. Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah dan Titik Longsorpada Derah
Penelitian ............................................................................................ 52
Gambar IV. 26. Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah pada Derah
Penelitian ............................................................................................ 52
Gambar IV. 27. Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah Rendah pada Derah Penelitian .. 53
Gambar IV. 28. Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah Menengah pada Derah Penelitian
............................................................................................................ 53
Gambar IV. 29. (a) dan (b) Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi pada Derah
Penelitian ............................................................................................ 54

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel III. 1. Klasifikasi morfografi menurut Van Zuidam (1985) ................................ 11


Tabel III. 2. Karakteristik Pola Pengaliran dasar Howard (1967) ................................. 12
Tabel III. 3. Pembagian kemiringan lereng berdasarkan klasifikasi Van Zuidam (1985)
................................................................................................................... 13
Tabel III. 4. Warna yang disarankan didasarkan pada morfogenesanya ....................... 14
Tabel III. 5. Tingkat Kepentingan Parameter menurut Saaty (1980) ............................ 20
Tabel III. 6. Ratio index menurut Saaty (1980)............................................................. 21

Tabel IV. 1. Sub Parameter Litologi .............................................................................. 45


Tabel IV. 2. Sub Parameter Kemiringan Lereng ........................................................... 46
Tabel IV. 3. Sub Parameter Baffering Struktur Geologi ............................................... 47
Tabel IV. 4. Sub Parameter Curah Hujan ...................................................................... 48
Tabel IV. 6. Sub Parameter Penggunaan Lahan ............................................................ 49
Tabel IV. 7. Matrik Perbandingan Berpasangan Parameter Gerakan Tanah. ................ 49
Tabel IV. 8. Matrik Perbandingan Berpasangan Ternormalisasi Parameter Gerakan
Tanah. ........................................................................................................ 50
Tabel IV. 9. Kelas, Bobot dan Skoring Parameter Gerakan Tanah ............................... 51

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A (Kolom Stratigrafi)……………………………………………………. 58


Lampiran B (Hasil Analisis Mikropaleontologi)…...………………………………. 58

xv
DAFTAR LAMPIRAN LEPAS

Lanmpiran C (Peta Topografi)………………………………………………………. 59


Lanmpiran D (Peta Lintasan)…..……………………………………………………. 59
Lanmpiran E (Peta Persen Kemiringan Lereng)…….………………………………. 59
Lanmpiran F (Peta Pola Aliran dan Tipe Genetik Sungai)………………….………. 59
Lanmpiran G (Peta Pola Kelurusan Bukit dan Lembah)……………………………. 59
Lanmpiran H (Peta Geomorfologi)…………..……………………....……………… 59
Lanmpiran I (Peta Geologi)...……………………………………………….………. 59
Lanmpiran J (Peta Persebaran Litologi)…………….………………………………. 59
Lanmpiran K (Peta Persen Kemiringan Lereng)……….………………...…………. 59
Lanmpiran L (Peta Buffering Struktur)………...………………………...…………. 59
Lanmpiran M (Peta Curah Hujan)...….………...…………………………...………. 59
Lanmpiran N (Peta Penggunaan Lahan)…...…...……………………………...……. 59
Lanmpiran O (Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah)……...…………………...…. 59

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Pada saat ini pengetahuan dalam bidang geologi yang terjadi di kalangan masyarakat
semakin meningkat drastis, dengan adanya kemajuan teknologi mayarakat dapat dengan
mudah mengetahui segala informasi yang dibutuhkan salah satunya mengenai potensi
alam yang terdapat pada suatu wilayah, dalam hal ini bidang geologi muali memiliki
peranan penting, khususnya informasi mengenai kondisi geologi yang berkembang di
daerah tersebut. Data tentang kondisi stratigrafi, geomorfologi, struktur geologi, serta
aspek geologi teraplikasi lainnya. Daerah penelitian merupakan daerah yang cukup
menarik untuk dilakukan penelitian. Daerah ini memiliki beberapa litologi yang berbeda
dengan kemiringan datar sampai terjal serta dipengaruhi oleh kontrol struktur yang
beragam, sehingga penelitian dilakukan untuk mengetahui penyebaran litologi,
morfologi, dan struktur yang terdapat pada daerah tersebut.

Gerakan tanah merupakan salah satu peristiwa alam yang sering menimbulkan bencana
dan kerugian material, atau biasa diartikan dengan perpindahan material pembentuk
lereng, berupa batuan, tanah, bahan timbunan dan material campuran yang bergerak
kearah bawah dan keluar dari lereng. Beberapa faktor utama penyebab terjadinya gerakan
tanah antara lain adalah kondisi alam dan aktivitas manusia. Faktor alam yang menjadi
penyebab terjadinya gerakan tanah antara lain tingginya curah hujan, kondisi tanah,
batuan, vegetasi, dan faktor kegempaan sebagai pemicunya. Aktivitas manusia juga dapat
menjadi penyebab terjadinya gerakan tanah, sebagai contohnya adalah penggunaan lahan
yang tidak teratur, seperti pembuatan areal persawahan pada lereng yang terjal,
pemotongan lereng yang terlalu curam, penebangan hutan yang tidak terkontrol, dan
sebagainya.

I.2. Rumusan Masalah


Pada penelitian ini, ada beberapa pokok permasalahan yang dihadapi. Adapun
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini di antaranya sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik dan kondisi geomorfologi di daerah penelitian?
2. Bagaimana karakteristik dan kondisi stratigrafi di daerah penelitian?
3. Bagaimana karakteristik dan kondisi struktur di daerah penelitian?

1
4. Bagaimana pengaruh dari faktor kondisi alam dan aktivitas manusia terhadap gerakan
tanah pada daerah penelitian?
5. Bagaimana zona kerentanan gerakan tanah pada daerah penelitian?

I.3. Maksud dan Tujuan Penelitian


Maksud dari kegiatan penelitian ini adalah sebagai syarat wajib untuk menempuh
pendidikan strata-1 di Program Studi Teknik Geologi, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas
Teknik, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Tujuan dilakukannya penelitian di daerah ini adalah:
1. Untuk mengetahui karakteristik dan kondisi geomorfologi daerah peneltian.
2. Untuk mengetahui karakteristik dan kondisi stratigrafi daerah penelitian.
3. Untuk mengetahui karakteristik dan kondisi struktur geologi daerah penelitian.
4. Untuk mengetahui pengaruh dari kondisi alam dan aktivitas manusia terhadap
pergerakan tanah di daerah penelitian.
5. Untuk mengetahui zona kerentanan gerakan tanah di daerah penelitian.

I.4. Batasan Masalah


Batasan masalah yang akan dipelajari dalam penelitian ini adalah untuk menentukan
faktor utama yang menyebabkan terjadinya gerakan tanah, kemudian menghitung skor
dari setiap faktor yang menyebabkan terjadinya gerakan tanah dengan menggunakan
metode analytical hierarchy process (AHP), lalu menentukan zona kerentanan gerakan
tanah berdasarkan hasil skoring setiap faktor dan kemudian seluruh peta faktor di overlay
dengan bantuan software ArcGis.

I.5. Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi geologi pada daerah penelitian. Informasi tersebut berupa peta
dan laporan geologi daerah penelitian.
2. Menghasilkan suatu acuan referensi untuk penelitian atau studi geologi lanjutan pada
daerah penelitian.
3. Memberikan informasi potensi terjadinya gerakan tanah di daerah penelitian.

I.6. Lokasi Penelitian


Daerah penelitian terletak di Jingkang Kecamatan Karangjambu Kabupaten Purbalingga
Provinsi Jawa Tengah (Gambar I.1). Luas daerah penelitian mencapai 25km² (5 x 5 km).

2
Daerah penelitian terletak sekitar ±42 km dari pusat Kota Purbalingga .

Gambar I. 1. Lokasi penelitian

I.7. Studi Terdahulu


Pada daerah penelitian sebelumnya sudah pernah di teliti oleh beberapa peneliti
terdahulu, diantaranya adalah :
1. Anonim (2015)
Kelerengan yang sangat terjal sehingga mudah terjadi longsor, pemukiman terletak di
muka alur sungai, struktur geologi berupa sesar yang intensif di daerah ini,
menyebabkan batuan mudah retak dan hancur, curah hujan dengan intensitas tinggi
dan lama memicu gerakan tanah pada lokasi ini.
2. Indra Permanajati dan Sachrul Iswahyudi (2019)
Zona pelapukan sebagai pengontrol longsoran di daerah Jingkang dan sekitarnya.
Longsoran ini menjadi kajian penelitian karena terjadi pada zona tertentu dalam
tingkat pelapukan batuan. Metode yang digunakan adalah deskripsi tingkat pelapukan
dengan metode British Standard BS EN ISO 14689-1 pada daerah longsoran.
3. Djuri. dkk., (1996)
Penelitian yang dilakukan oleh Djuri. dkk., (1996) adalah penelitian berupa peta
geologi lembar purwokerto dan tegal dengan skala 1:100.000 yang memuat unsur-
unsur stratigrafi dan struktur geologi regional daerah penelitian.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Geologi Regional


Secara regional daerah penelitian masuk kedalam peta geologi lembar Purwokerto-Tegal
skala 1:100.000 yang diterbitkan oleh oleh pusat penelitian dan pengembangan Geologi
Bandung, Djuri. dkk., (1996). Pada sub bab geologi regional ini dibagi menjadi tiga pokok
pembahasan yaitu Fisiografi Regional, Struktur Regional, dan Stratigrafi Regional.

II.1.1. Fisiografi Regional


Secara fisiografi jawa tengah oleh Van Bemmelen (1949), terbagi menjadi 7 zona
fisiografi yaitu: Datara Aluvial Jawa Utara, Gunungapi Kuarter, Antiklinorium Bogor –
Serayu Utara – Kendeng, Depresi Jawa Tengah, Pegunungan Serayu Selatan, dan
Pegunungan Selatan Jawa (Gambar II.1).

Gambar II. 1. Fisiografi Jawa Tengah menurut Van Bemmelen (1949).

Berdasarkan pembagian zona ini, daerah penelitian termasuk Zona Serayu Utara. Ke arah
utara, daerah ini berbatasan dengan Dataran Aluvial Jawa Utara. Di bagian selatan
dibatasi oleh depresi Jawa Tengah.

II.1.2. Struktur Geologi Regional


Pembagian struktur di Indonesia Barat secara umum dapat dibagi menjadi tiga periode,
yaitu periode pertama yang dikenal sebagai Paleogene Extentional Rifting, periode kedua
yang dikenal sebagai Neogene Compressional Wrenching, dan periode ketiga yang
dikenal sebagai Plio-Pleistocene Compressional Thrust Folding, Pulunggono dan
Martodjojo (1994).

4
Pulau Jawa mempunyai tiga pola kelurusan dominan yang terbentuk akibat periode
pembentukan struktur di Indonesia bagian barat (Gambar II.2), yaitu:
1) Pola meratus yang berarah timur laut–barat daya terbentuk pada 80 sampai 53 juta
tahun yang lalu (Kapur Akhir–Eosen Awal). Pola ini diwakili oleh Sesar Cimandiri di
Jawa Barat, yang dapat diikuti ke timur laut sampai batas timur Cekungan Zaitun dan
Cekungan Biliton.
2) Pola sunda berarah utara–selatan terbentuk 53 sampai 32 juta tahun yang lalu (Eosen
Awal–Oligosen Awal). Pola Sunda diwakili oleh sesar-sesar yang membatasi
Cekungan Asri, Cekungan Sunda, dan Cekungan Arjuna.
3) Pola jawa berarah barat–timur terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalu. Pola Jawa ini
diwakili oleh sesar-sesar naik seperti Sesar Baribis, serta sesar-sesar naik yang terdapat
di dalam Zona Bogor menurut Van Bemelen (1949).

Pola Jawa

Pola Meratus

Pola Sunda

Gambar II. 2. Pola Struktur Pulau Jawa Pulunggono dan Martodjojo (1994)

Penelitian oleh Situmorang. dkk., (1976), menunjukkan bahwa daerah penelitian


memiliki pola struktur perlipatan utama berarah barat–timur (Pola Jawa). Hal ini
disebabkan oleh tumbukan Lempeng Samudera Hindia dan Lempeng Mikrosunda yang
mencapai puncaknya pada Plio-Plistosen.

Sesar-sesar utama di Jawa dapat dibagi menjadi beberapa orde, yakni orde pertama,
kedua, dan ketiga. Analisis ini didasarkan pada kompresi lateral yang berarah utara-
selatan sebagai akibat dari pergerakan relatif ke utara dari Lempeng Indo-Australia
terhadap Lempeng Eurasia. Sesar yang termasuk ke dalam orde pertama antara lain sesar
mendatar mengiri yang berarah timurlaut-baratdaya dan sesar geser menganan yang
berarah baratlaut-tenggara.

5
Situmorang. dkk., (1976) lebih jauh telah menjelaskan, bahwa sistem sesar mendatar orde
pertama telah mengakibatkan Pulau Jawa terfragmentasi menjadi tiga blok. Blok I (Jawa
Tengah) terangkat secara vertikal relatif terhadap kedua blok lainnya (Blok II: Jawa
Barat; dan Blok III: Jawa Timur). Blok yang terangkat berperan sebagai sumber material
klastik bagi blok di sekitarnya (Gambar II.3).

Gambar II. 3. Sistem pembagian sesar-sesar utama di Jawa Situmorang dkk., (1976).

Secara umum di daerah penelitian, struktur yang berkembang adalah struktur–struktur


dengan arah umum relatif barat laut-tenggara. Pola tersebut muncul sebagai akibat dari
adanya kompresi dengan arah tegasan utama timur laut-barat daya.

II.1.3. Stratigrafi Regional


Pembahasan stratigrafi regional dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum dari
beberapa formasi yang erat hubungannya dengan stratigrafi daerah penelitian dan
diuraikan dari satuan yang tua ke satuan yang lebih muda. Daerah penelitian mencakup
lembar Peta Geologi Lembar Purwokerto dan Tegal. Menurut Peta Geologi Lembar
Purwokerto dan Tegal, Djuri. dkk., (1996), urutan stratigrafi regional daerah penelitian
dari yang muda ke yang tua.
a) Formasi Kumbang (Tmpk)
Breksi, lava andesit dan tuf. Di beberapa tempat terdapat breksi batuapung dan tuf
pasiran. Tersingkap baik di Gunung Kumbang, sekitar 3 km sebelah barat peta; setebal
2000 meter.
b) Formasi Halang (Tmph)
Batupasir andesit, konglomerat tufaan dan napal yang bersisipan batupasir. Di atas
bidang perlapisan batupasir terdapat bekas-bekas cacing. Foraminifera kecil
menunjukkan umur Miosen Akhir dengan tebal sekitar 800 meter.

6
Berdasarkan ciri-ciri litologi kelompok batuan yang ditemukan pada daerah penelitian,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada daerah penelitian litologi kelompok
batuannya tersusun atas Formasi Kumbang, Formasi Halang. Penarikan ini di cocokan
dengan penelitian dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung, Djuri.
dkk., (1996). Berikut kolom stratigrafi regional daerah penelitian (Gambar II.4) yang
berdasarkan dari data hasil penelitian dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi
Bandung

Gambar II. 4. kolom stratigrafi regional daerah penelitian

II.2. Gerakan Tanah


Gerakan tanah Gerakan tanah menurut Varnes (1978), ialah perpindahan massa batuan,
tanah, atau regolith pada arah tegak, mendatar, atau miring, dari kedudukan, semula.
Secara umum terjadinya longsoran pada suatu lereng diakibatkan oleh ketidak
seimbangan antara beban dan tahanan kuat geser dari material penyusun lereng tersebut.
Tanah longsor merupakan proses alamiah biasa, akan tetapi dengan masuknya unsur
manusia dengan segala aktivitasnya maka nilainya dapat berubah menjadi bencana.

II.2.1. Faktor-Faktor Penyebab Gerakan Tanah


Gerakan tanah berupa longsor merupakan bencana yang sering membahayakan. Longsor

7
seringkali terjadi akibat adanya pergerakan tanah pada kondisi daerah lereng yang curam,
serta tingkat kelembaban tinggi, tumbuhan jarang (lahan terbuka) dan material kurang
kompak. Faktor lain untuk timbulnya longsor adalah rembesan dan aktifitas geologi
seperti patahan, rekahan dan liniasi. Kondisi lingkungan setempat merupakan suatu
komponen yang saling terkait. Bentuk dan kemiringan lereng, kekuatan material,
kedudukan muka air tanah dan kondisi drainase setempat sangat berkaitan pula dengan
kondisi kestabilan lereng menurut Verhoef (1985).

Gerakan tanah menurut Karnawati (2005) dapat dibedakan menjadi penyebab yang
merupakan faktor kontrol dan merupakan proses pemicu gerakan. Faktor kontrol
merupakan faktor-faktor yang membuat kondisi suatu lereng menjadi rentan atau siap
bergerak meliputi kondisi morfologi, stratigrafi (jenis batuan serta hubungannya dengan
batuan yang lain di sekitarnya), struktur geologi, geohidrologi dan penggunaan lahan.
Faktor pemicu gerakan merupakan proses-proses yang mengubah suatu lereng dari
kondisi rentan atau siap bergerak menjadi dalam kondisi kritis dan akhirnya bergerak.
Umumnya proses tersebut meliputi proses infiltrasi hujan, getaran gempa bumi ataupun
kendaraan/ alat berat, serta aktivitas manusia yang mengakibatkan perubahan beban
ataupun penggunaan lahan pada lereng.

Sementara itu Schumm (1979) menyatakan bahwa faktor pemicu gerakan massa tanah/
batuan umumnya merupakan faktor–faktor yang berasal pelemahan batuan akibat
pelapukan, dapat merupakan proses pemicu gerakan.

II.2.2. Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah


Zona kerentanan gerakan tanah berdasarkan Standar Nasional Indonesia (2005), yang
diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional dibagi menjadi empat tingkat kerentanan
gerakan tanah, yaitu :
1. Tingkat Kerentanan Tinggi yaitu zona dengan gerakan tanah sering terjadi.
2. Tingkat Kerentanan Menengah yaitu zona dengan gerakan tanah dapat terjadi.
3. Tingkat Kerentanan Rendah yaitu zona dengan gerakan tanah jarang terjadi.
4. Tingkat Kerentanan Sangat Rendah yaitu zona dengan gerakan tanah sangat jarang
terjadi.

8
BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Metode Studi Geologi


Metode yang diterapkan pada penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa
bagian, diantaranya metode pengambilan data lapangan, alat yang digunakan, serta
metode laboratorium dan studio.

III.1.1. Metode Pengambilan Data Lapangan


Metode pengambilan data lapangan ini menggunakan metode survei berupa pemetaan
geologi permukaan yang meliputi beberapa aspek untuk memperoleh data lapangan,
terutama mengenai data litologi, bentang alam, gejala stratigrafi, struktur geologi,
potensi geologi serta pengambilan contoh batuan, sketsa, profil dan foto lapangan yang
bertujuan untuk mengetahui jenis, susunan, hubungan dan pola penyebaran batuan.
Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian di lapangan yaitu:
a) Pembuatan Peta Lintasan
Bertujuan untuk mengetahui penyebaran litologi dari setiap satuan batuan, kontak
antar satuan batuan, dimana hasil pengamatan kemudian direkam dalam buku
lapangan, fotografi, dan peta topografi (peta lintasan dan lokasi pengamatan).
b) Pengukuran Unsur-unsur Struktur Geologi
Hal-hal yang dikerjakan pada tahapan ini adalah :
• Identifikasi dan pengukuran terhadap struktur-struktur geologi (sesar, kekar dan
lipatan).
• Identifikasi sesar berupa gores garis dengan mengukur pada bidang batuan dengan
menggunakan kompas geologi, lalu jalur breksiasi dengan mengukur arah
breksiasinya juga dengan menggunakan kompas geologi. Lalu gawir sesar, dan
kelurusan sungainya.
c) Pengambilan Data Geomorfologi di Lapangan
Dalam pengambilan data geomorfologi di lapangan yaitu dengan melihat kenampakan
bentuk muka bumi dan bentang alam di lapangan seperti pegunungan, perbukitan,
dataran dan lain–lain. Lalu dengan melihat juga pola kelurusan yang mengindikasikan
adanya struktur, juga mengamati pola aliran sungainya di lapangan seperti bentuk
sungai, tipe genetiknya dan lain-lain.

9
d) Pengambilan Contoh Batuan (Sampling) untuk Petrografi dan Mikropal
Pengambilan dan penomeran sampel dilakukan pada beberapa titik lokasi pengamatan,
yang kemudian dilakukan analisis lebih lanjut. Analisis tersebut meliputi analisis
petrografi, dan analisis mikropaleontologi. Contoh batuan yang diambil harus dalam
keadaan yang baik dan tidak lapuk. Contoh batuan untuk keperluan analisis petrografi
harus mewakili setiap satuan batuan yang ada tanpa memperhatikan tebal lapisan
batuannya. Dan untuk keperluan analisis mikropaleontologi mewakili umur relative
satuan batuan sedimen dari batuan yang paling tua, menengah, sampai paling muda
(atas, tengah dan bawah).

Jadi tiap satuan batuan sedimen yang ada di lapangan harus di ambil sampelnya dari
yang paling tua, menengah, dan muda. Penentuan umur relative satuan batuan secara
kasar dapat diperoleh dari hasil sintesa peta lintasan dan profil lintasan geologi.

III.1.2. Alat yang Digunakan


Alat yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah :
1. Peta dasar skala 1:25.000
2. Peta Geologi Regional skala 1 : 100.000 Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi Lembar Purwokerto dan Tegal
3. Kompas Geologi
4. Palu Geologi
5. Lup (perbesaran 10x dan 20x) yang digunakan untuk mengamati tekstur dan
komposisi mineral pada batuan
6. Komparator ukuran butir dan komparator mineral
7. Larutan HCl 10% yang digunakan untuk mengetahui kandungan karbonat (CO3)
dalam batuan
8. Plastik sampel yang digunakan untuk menyimpan sampel batuan
9. Kamera digital/kamera handphone yang digunakan untuk mengambil foto sampel
batuan
10. Alat tulis seperti pulpen, pensil, penggaris, buku catatan/form deskripsi.

III.1.3. Analisis Laboratorium


III.1.3.1 Analisis Geomorfologi
Bentuk-bentuk muka bumi yang ada sekarang seperti benua, dasar samudra, palung,
pegunungan, lembah, bukit, kerucut gunung api, dataran, dan seterusnya merupakan hasil

10
dari proses geologi yang telah terjadi di bumi, yaitu proses-proses endogen dan eksogen.
Oleh karena itu, bentuk muka bumi dapat pula merupakan tanda dari telah adanya suatu
proses geologi. Dengan demikian, untuk menelusuri kejadian proses-proses yang telah
terjadi dapat dilakukan dengan interpretasi peta topografi yang meliputi analisa pola-pola
kelurusan yang mengindikasikan terdapatnya struktur geologi pada daerah penelitian,
pola aliran sungai, bentuk lembah sungai, kemiringan lereng, dan tingkat erosi yang
terjadi pada daerah penelitian.

Berdasarkan data-data tersebut, morfologi daerah penelitian diklasifikasikan berdasarkan


klasifikasi Van Zuidam (1985) yaitu berdasarkan morfografi, morfometri, dan
morfogenesis. Analisis Geomorfologi mencakup beberapa analisis yaitu, analisis
morfografi, analisis morfometri, dan analisis morfogenetik, Van Zuidam (1985) sebagai
berikut:
a) Morfografi
Morfografi, berasal dari dua kata yaitu morfo yang berarti bentuk dan graphos yang
berarti gambaran, sehingga memiliki arti gambaran bentuk permukaan bumi. Aspek
morfologi dilakukan dengan cara menganalisis peta topografi, berupa pengenalan
bentuk lahan, yang tampak dari tampilan kerapatan kontur, ketinggian absolut
sehingga dapat menentukan perbukitan atau dataran (Tabel III.1).

Tabel III. 1. Klasifikasi morfografi menurut Van Zuidam (1985)


Ketinggian relative Unsur Morfografi
<50 meter Dataran rendah
50 meter – 200 meter Perbukitan rendah
200 meter – 500 meter Perbukitan
500 meter – 1000 meter Perbukitan tinggi
1000 meter – 3000 meter Pegunungan
>3000 meter Pegunungan tinggi

Pola pengaliran sangat mudah dikenal dari peta topografi atau foto udara karena
berhubungan erat dengan jenis batuan, struktur geologi, kondisi erosi dan sejarah
bentuk bumi. Beberapa tipe pola aliran yang pada (Gambar III.1) dan penjelasannya
pada (Tabel III.2), pola pengaliran dibagi menjadi dua, yaitu pola pengaliran dasar
dan pola pengaliran modifikasi. Pola dasar merupakan pola yang terbaca dan dapat
dipisahkan dengan pola lain. Pola pengaliran modifikasi ialah pola dengan
memperlihatkan ciri pola dasar. Sungai dapat dibagi berdasarkan tingkatan orde sungai

11
Gambar III. 1. Tipe pola pengaliran menurut Zenith (1932) (A) dan Pola Pengaliran
Modifikasi Sungai menurut Howard (1967) (B dan C)

Tabel III. 2. Karakteristik Pola Pengaliran dasar Howard (1967)


Pola
Pengaliran Karakteristik
Dasar
Perlapisan batuan sedimen relatif datar atau paket batuan kristalin
yang tidak seragam dan memiliki ketahanan terhadap pelapukan.
Dendritik
Secara regional, daerah aliran memiliki kemiringan landai, jenis pola
pengaliran membentuk percabangan menyebar seperti pohon rindang.
Umumnya menunjukkan daerah yang berlereng sedang sampai agak
curam dan dapat ditemukan pula pada daerah bentuk lahan perbukitan
Paralel
yang memanjang. Sering terjadi pola peralihan antara pola dendritik
dengan parallel atau trellis.
Batuan sedimen yang memiliki kemiringan perlapisan (dip) atau
terlipat, batuan vulkanik atau batuan metasedimen derajat rendah
Trellis
dengan perbedaan pelapukan yang jelas. Jenis pola pengaliran
biasanya berhadapan pada sisi sepanjang aliran subsekuen.
Rektangular Kekar/ atau sesar yang memiliki sudut kemiringan, tidak memiliki
perulangan lapisan batuan, dan sering memperlihatkan pola
pengaliran yang tidak menerus.
Daerah vulkanik, kerucut (kubah) intrusi dan sisa-sisa erosi. Pola
Radial pengaliran radial pada daerah vulkanik disebut sebagai pola
pengaliran multi radial.
Anular Struktur kubah/ kerucut, cekungan, dan kemungkinan retas (stocks).
Endapan berupa gumuk hasil longsoran dengan perbedaan
penggerusan atau perataan batuan dasar. Merupakan daerah gerakan
Multi Basinal tanah, vulkanisme, pelarutan batugamping, dan lelehan salju.

12
b) Morfometri
Morfometri, merupakan penilaian kuantitatif dari bentuk lahan sebagai aspek
pendukung dari morfografi dan morfogenetik sehinga klasifikasi kualitatif akan
semakin tegas dengan angka-angka yang jelas. Variasi nilai kemiringan lereng yang
diperoleh kemudian dikelompokkan berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng
menurut Van Zuidam (1985), sehingga diperoleh penamaan kelas lerengnya (Tabel
III.3). Teknik perhitungan kemiringan lerengnya dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik grid cell berukuran 5x5 cm pada peta topografi skala 1 : 25.000.
Kemudian setiap kisi ditarik tegak lurus kontur dan dihitung kemiringan lerengnya
dengan menggunakan persamaan berikut:

Dimana:
n = jumlah kontur yang memotong diagonal jarring
Ci = interval kontur (meter)
d = diagonal grid, Skala 1 : 25.000

Tabel III. 3. Pembagian kemiringan lereng berdasarkan klasifikasi Van Zuidam (1985)
Kemiringan Kemiringan
Keterangan Warna
Lereng (°) Lereng (%)
0–2 0–2 Datar – Hampir Datar Hijau Tua
2–4 2–7 Landai Hijau Muda
4–8 7 – 15 Miring Kuning
8 – 16 15 – 30 Curam Menengah Ungu Muda
16 – 35 30 – 70 Curam Merah Muda
35 – 55 70 – 140 Sangat Curam Merah Tua
> 55 > 140 Curam Ekstrem Ungu Tua

c) Morfogenetik
Morfogenetik, adalah proses/asal usul terbentuknya permukaan bumi, seperti bentuk
lahan perbukitan /pegunungan, bentuk lahan lembah atau bentuk lahan dataran (Tabel
III.4). Proses yang berkembang terhadap pembentukan permukaan bumi tersebut yaitu
proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen merupakan proses yang
dipengaruhi oleh iklim dikenal sebagai proses fisika dan proses kimia, sedangkan

13
proses yang dipengaruhi oleh biologi biasanya terjadi akibat dari lebatnya vegetasi,
seperti hutan atau semak belukar.

Tabel III. 4. Warna yang disarankan didasarkan pada morfogenesanya


menurut Van Zuidam (1985)
Morfogenesa Simbol warna yang disarankan
Struktural Ungu
Volkanik Merah
Denudasional Coklat
Laut Hijau
Fluvial Biru Tua
Glacial Biru Muda
Aeolian Kuning
Karst Orange

III.1.3.2. Analisis Mikropaleontologi


Menurut Murray (2006) foraminifera memberikan data umur relatif batuan sedimen laut.
Ada beberapa alasan bahwa fosil foraminifera adalah mikrofosil yang sangat berharga
khususnya untuk menentukan umur relatif lapisan-lapisan batuan sedimen laut. Data
penelitian menunjukkan foraminifera ada di bumi sejak jaman Kambrium, lebih dari 500
juta tahun yang lalu.

Foraminifera mengalami perkembangan secara terus-menerus, dengan demikian spesies


yang berbeda diketemukan pada waktu (umur) yang berbeda-beda. Foraminifera
mempunyai populasi yang melimpah dan penyebaran horizontal yang luas, sehingga
diketemukan di semua lingkungan laut. Analisis biostratigrafi dilakukan untuk
mengetahui umur dan lingkungan pengendapan batupasir dan batulempung daerah
penelitian. Penentuan umur relatif batuan sedimen daerah penelitian dilakukan dengan
menggunakan zona selang, dimana kehadiran organisme penunjuk digunakan sebagai
batas kisaran umur relatif sebagaimana yang tercantum dalam Sandi Stratigrafi Indonesia
(1996), Pasal 38:
Zona Selang ialah selang stratigrafi antara pemunculan awal/akhir dari dua takson penciri.
Kegunaan Zona Selang pada umumnya ialah untuk korelasi tubuh satuan batuan. Batas
atas atau bawah suatu Zona Selang ditentukan oleh pemunculan awal atau akhir dari
takson – takson penciri.
Nama Zona Selang diambil dari nama-nama takson penciri yang merupakan batas atas
dan bawah zona tersebut. Kemudian untuk menentukan lingkungan pengendapan

14
menggunakan zonasi Bandy (1967), sedangkan untuk menentukan umur menggunakan
zonasi Blow (1969).

III.1.3.3. Analisis Stratigrafi


Di lapangan, dilakukan analisis stratigrafi secara megaskopis. Pembagian satuan batuan
didasarkan pada satuan litostratigrafi tidak resmi, yaitu penamaan satuan batuan
didasarkan pada ciri fisik batuan yang dapat diamati dilapangan, meliputi jenis batuan,
keseragaman gejala litologi dan posisi stratigrafinya, dalam Sandi Stratigrafi Indonesia
(1996), pasal 15. Sedangkan penentuan batas penyebaran satuannya harus memenuhi
persyaratan Sandi Stratigrafi Indonesia (1996), pasal 17, yaitu:
1. Batas satuan litostratigrafi adalah sentuhan antara dua satuan yang berlainan ciri
litologinya yang dijadikan dasar pembeda kedua satuan tersebut.
2. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan litologinya atau dalam
hal perubahan tersebut tidak nyata, batasnya merupakan bidang yang diperkirakan
kedudukannya.
3. Satuan-satuan yang berangsur berubah atau menjemari peralihannya dapat dipisahkan
sebagai satuan tersendiri apabila memenuhi persyaratan sandi.
4. Penyebaran suatu satuan litostratigrafi semata-mata ditentukan oleh kelanjutan ciri ciri
litologi yang menjadi ciri penentunya.
5. Dari segi praktis, penyebaran suatu satuan litostratigrafi dibatasi oleh batasan
cekungan pengendapan atau aspek geologi lain.
6. Batas-batas daerah hukum (geografi) tidak boleh dipergunakan sebagai alasan
berakhirnya penyebaran lateral suatu satuan. Berdasarkan pasal tersebut, kontak antar
satuan batuan atau sentuh stratigrafi dapat bersifat tajam ataupun berangsur. Ada tiga
macam sentuh stratigrafi, yaitu :
a) Selaras, yaitu sedimentasi berlangsung menerus tanpa gangguan dari satuan
stratigrafi yang berada di bawah lapisan tersebut.
b) Tidak selaras, yaitu siklus sedimentasi tidak menerus, disebabkan pengangkatan.
c) Diasterm, yaitu siklus sedimentasi tidak menerus, disebabkan oleh erosi atau tidak
adanya pengendapan.

Penamaan satuan litostratigrafi didasarkan jenis litologi yang paling dominan dalam
satuan tersebut. Pengamatan terhadap litologi di lapangan dilakukan secara megaskopis
yang meliputi baik warna batuan, ukuran butir, bentuk butir, kemas, pemilahan, kekerasan

15
mineral tambahan, struktur sedimen, kandungan fosil dan lain-lain.

III.1.3.4. Analisis Petrografi


Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis secara megaskopis terhadap sayatan batuan
sebagai penyusun utama dan sisipan suatu satuan batuan kemudian dapat ditentukan nama
batuan berdasarkan klasifikasi batuan sedimen klastik, Pettijohn (1973) (Gambar III.3).

Pettijohn (1973) mengklasifikasi batupasir berdasarkan presentase tiga komponen bentuk


segitiga yang digabungkan dengan presentase jumlah kandungan matriksnya. Ketiga
komponen tersebut adalah Kuarsa (Q), Feldspar (F), Lithic Fragmen (L). Pada tahap
pertama pemakaian klasifikasi ini, menentukan presentase relatif kandungan kuarsa,
feldspar, dan lithic fragmen dengan bantuan mikroskop. Gambaran tiga dimensi dari
diagram klasifikasi untuk menunjukan presentase kandungan matriknya. Tahap kedua
mengukur presentase kandungan matriks, apabila kandungan matriks berjumlah 0 - 15 %
jenis batuannya adalah arenite, sedangkan bila kandungan matriksnya berada diantara
15% - 75%, maka jenis batuan ini dinamakan wacke, dan apabila kandungan matriksnya
lebih dari 75% dinamakan mudstone.

Kemudian untuk penentuan batuan beku, penulis menggunakan klasifikasi Streckeisen


(1976) yang membagi dua kelompok besar batuan yaitu batuan plutonik dan vulkanik.
Hal tersebut dapat teridentifikasi berdasarkan kenampakan batuan secara makroskopis.
Kemudian dalam konsep ini ditekankan perbandingan kandungan mineral pada batuan
yang dapat teridentifikasi menggunakan analisis petrografi. Perbandingan utama yang
dipakai adalah perbandingan komponen kuarsa, feldspar, plagioklas, dan feldspartoid.
Perbandingan tersebut digambarkan pada (Gambar III.2.)

Gambar III. 2. Klasifikasi Streckeisen (1976) untuk penamaan batuan volkanik

16
Gambar III. 3. Klasifikasi batuan sedimen menurut Pettijohn (1973)

III.1.3.5. Analisis Struktur Geologi


Perlu dilakukan interpretasi topografi untuk melihat indikasi struktur geologi yang
meliputi interpretasi Citra Landsat, kerapatan garis kontur, kelurusan sungai, kelurusan
punggungan, pola pengaliran sungai dan sebagainya. Semua indikasi yang telah
ditemukan direkonstruksikan bersamaan dengan rekonstruksi pola jurus batuan yang akan
menghasilkan jenis, arah dan pola struktur geologi yang berkembang di daerah tersebut
yang kemudian dituangkan dalam Peta Pola Jurus. Untuk umurnya ditarik berdasarkan
kesebandingan regional atau berdasarkan umur satuan litologi yang dilaluinya.
a) Lipatan
Lipatan merupakan hasil dari deformasi atau perubahan bentuk dan atau volume dari
suatu batuan yang ditunjukan sebagai suatu lengkungan atau himpunan lengkungan
pada unsur garis atau bidang-bidang dalam batuan. Unsur garis atau bidang yang
dimaksud adalah bidang perlapisan. Berdasarkan bentuknya, maka lipatan dibagi atas
1. Antiklin yaitu lipatan dimana bagian cembungnya mengarah ke atas. Dalam hal ini
semakin tua batuannya semakin dalam letaknya. Jika batuannya telah mengalami
pembalikan maka lipatan itu dinamakan Synantiklin
2. Sinklin yaitu lipatan dimana bagian cekungannya mengarah keatas. Dimana
semakin muda batuannya semakin dalam letaknya. Jika batuannya telah mengalami
pembalikan maka lipatan itu dinamakan Antisinklin.

Untuk mengamati adanya struktur perlipatan di lapangan yaitu dengan melihat


perubahan berangsur pada kemiringan (dip) lapisan batuan, perulangan urutan variasi
litologi, pembalikan dengan menentukan top dan bottomnya yang tidak sesuai dengan
arah kemiringan lapisan. Hal-hal tersebut lah yang di teliti pada saat di lapangan.

17
Lipatan dapat diklasifikasikan dengan bermacam kriteria, misalnya sebagai berikut
(Gambar III.4) beberapa jenis lipatan pada klasifikasi yang dibuat oleh Fleuty (1964).

Gambar III. 4. Klasifikasi lipatan menurut Fleuty (1964)

b) Kekar
Kekar didefinisikan sebagai suatu rekahan pada kerak bumi yang belum atau sedikit
sekali mengalami pergeseran sepanjang bidangnya, akibat tekanan yang lebih lanjut.
Kekar memecahkan batuan dengan rekahan yang relative halus dengan panjang yang
bervariasi mulai dari beberapa sentimeter sampai ratusan meter. Secara genetik, kekar
bervariasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, Hobs (1976), dalam Haryanto (2003)
yaitu:
1. Kekar gerus (shear joint), adalah rekahan yang bidang-bidangnya terbentuk karena
adanya kecenderungan untuk saling bergeser searah bidang rekahan.
2. Kekar tarik (Extensional joint), adalah rekahan yang bidang-bidangnya terbentuk
kadanya kecenderungan untuk saling menarik (meregang) atau bergeser tegak lurus
terhadap bidang rekahannya. Kekar tarikan dapat dibedakan sebagai :
a) Tension Fracture, yaitu kekar tarik yang bidang rekahnya searah dengan
tegasan. Kekar jenis inilah yang biasanya terisi oleh cairan hidrothermal yang
kemudian berubah menjadi vein.
b) Release Fracture, yaitu kekar tarik yang terbentuk akibat hilangnya atau
pengurangan tekanan, orientasinya tegaklurus terhadap gaya utama. Struktur ini
biasa disebut dengan “stylolite”.

c) Sesar
Untuk mengamati keberadaan arah dan jenis sesar di lapangan dapat diperkirakan
dengan melihat indikasi yang ada seperti adanya, offset litologi, kekar-kekar, cermin

18
sesar, slicken side, breksiasi, zona-zona hancuran, kelurusan mata air panas dan air
terjun. Dalam merekonstruksi struktur geologi dapat menggunakan pemodelan stuktur.
Pemodelan struktur yang dipakai oleh penulis yaitu teori pemodelan system sesar
mendatar Moody dan Hill (1956). Model analisa struktur ini digunakan untuk
menentukan tegasan utama terhadap unsur-unsur yang terbentuk(Gambar III.5).

Gambar III. 5. Pemodelan sesar mendatar Moody dan Hill (1956)

Selain itu, analisis struktur dari data lapangan juga didukung dari teori klasifikasi sesar
menurut Rickard (1972) dalam Haryanto (2003) yang memperlihatkan cara penentuan
nama bagi sesar translasi, didasarkan pada pitch dan netslip terhadap bidang sesar.
Berikut Klasifikasi Sesar menurut Rickard (1972) (Gambar III.6).

Gambar III. 6. Klasifikasi Sesar menurut Rickard (1972)

III.2. Metode Studi Khusus


III.2.1. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)
Penelitian ini menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP) yaitu metode
penilaian dan pembobotan dari parameter utama guna menyelesaikan masalah
multikriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki, Saaty (1988). Parameter yang di nilai

19
sebagai faktor utama terjadinya gerakan tanah yaitu kemiringan lereng, litologi, buffering
struktur geologi, curah hujan, pelapukan batuan, dan penggunaan lahan. Kemudian data
dari setiap parameter di kelompokan ke dalam kelas (sub parameter) menggunakan data
yang berasal dari data primer dan sekunder. Penilaian dari parameter utama dilakukan
berdasarkan tabel tingkat kepentingan parameter, Saaty (1988) (Tabel III.5) kemudian
ditampilkan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan. Metode penilaian dan
pembobotan dari tiap parameter dilakukan guna mendapatkan hasil kuantitatif yang dapat
menyatakan indeks ancaman paling berpengaruh pada daerah penelitian.

Tabel III. 5. Tingkat Kepentingan Parameter menurut Saaty (1980)


Nilai Tingkat Kepentingan Keterangan
1 Sama Pentingnya
2 Sama hingga sedikit lebih penting
3 Sedikit lebih penting
4 Sedikit lebih hingga jelas lebih penting
5 Jelas lebih penting
6 Jelas lebih hingga sangat jelas lebih penting
7 Sangat jelas lebih penting
8 Sangat jelas hingga mutlak lebih penting
9 Mutlak lebih penting

Matriks perbandingan itu diolah untuk menentukan bobot prioritas masing-masing


parameter. Bobot masing-masing parameter adalah hasil rata-rata per baris elemen
matriks yang telah dibagi dengan jumlah elemen per kolom. Bobot dari setiap parameter
dikatakan telah baik atau konsisten apabila memiliki nilai CR < 0,1. Nilai CR dapat
dihitung dengan menggunakan peramaan :

{λ 𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑛}
𝐶𝐼 =
𝑛−1
𝐶𝐼
𝐶𝑅 =
𝑅𝐼
Dimana :
CI = Consistency Index
λ maks = Maxmimal eigenvalue
n = Jumlah parameter
RI = Ratio index
CR = Consistency ratio

20
Lamda maksimum diperoleh dengan mengalikan matriks perbandingan berpasangan
dengan bobot setiap parameter, sedangkan Ratio index diperoleh dari tabel Ratio index,
Saaty (1980) (Tabel III.6).

Tabel III. 6. Ratio index menurut Saaty (1980)

n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59

Selanjutnya hasil kuantitatif (skoring) tingkat kerentanan gerakan tanah pada daerah
penelitian di dapat dari hasil perhitungan nilai kelas (sub parameter) ancaman gerakan
tanah dikalikan dengan bobot parameter faktor ancaman gerakan tanah

III.2.2. Sistem Informasi Geografis (SIG)


Pembuatan peta zonasi kerentanan gerakan tanah dibuat dengan menggunakan bantuan
software ArcGis karena mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data
pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya
memetakan. Berikut langkah-langkah pembuatan Peta Zonasi Gerakan Tanah dengan
menggunakan Software ArcGis :
1. Masukkan data peta setiap parameter yang akan di pakai kedalam layer ArcGis.
2. Pada tiap peta parameter tersebut masukkan nilai kelas, nilai bobot, dan nilai skoring
yang dipakai, dengan cara klik kanan pada peta parameter, lalu klik open attribute
table, dan masukkan nilainya.
3. Setelah itu, buat layer baru dengan cara, pada ArcToolbox kemudian pilih dan klik
Analysis Tools > Overlay > Union. Masukkan parameter yang akan digunakan pada
Input Features.
4. Setelah layer union selesai diproses, klik kanan pada layer union, pilih attribute table
5. Add Field “skor total” untuk total skor setiap parameter, lalu pilih Type “Double”.
6. Kalkulasikan skor total tersebut dengan cara klik kanan pada field skor total, lalu klik
field calculator.
7. Ubah warna berdasarkan skor total dengan cara klik kanan, lalu pilih Properties,
kemudian klik Symbology, lalu pilih Quantities.
8. Peta yang di overlay pada tahap ini menghasilkan peta zona kerentanan gerakan tanah
9. Peta kerentanan tersebut dibagi menjadi empat tingkatan, yang mengacu pada
Standar Nasional Indonesia (2005).

21
III.3. Diagram Alir Metode Penelitian
Secara garis besar, tahapan penelitian dimulai dari awal studi pustaka, survey, tahap
pengambilan dan pengumpulan data, tahap analisis, tahap pengolahan data, hingga ke
tahap penyusunan laporan, seperti tergambar pada (Gambar III.7).

Gambar III. 7. Diagram Alir Metode Penelitian

22
BAB IV

PEMBAHASAN

IV.1. Geologi Daerah Penelitian


Penelitian ini dilakukan di daerah Jingkang dan sekitarnya, Kecamatan Karangjambu,
Kabupaten Purbalingga, Jawa tengah. Luas penelitian mencapai 25 km² (5 km x 5 km).
Daerah penelitian memiliki koordinat 323000mE – 328000mE dan 9200000mN –
9205000mN (Gambar IV.1).

Gambar IV. 1. Peta Topografi Daerah Penelitian.

Pada pembahasan geologi daerah penelitian terdapat beberapa hal yang dibahas yaitu
geomorfologi daerah penelitian, struktur geologi daerah penelitian, stratigrafi pada daerah
penelitian, dan sejarah geologi daerah penelitian.

IV.1.1. Geomorfologi Daerah Penelitian


Daerah Jingkang dan sekitarnya secara umum merupakan daerah perbukitan dan lembah
dengan pola kontur landai hingga curam ekstrem. Hal ini disebabkan oleh kontrol struktur
geologi dan proses-proses eksogen seperti erosi, pelapukan yang mempengaruhi keadaan
geomorfologi. Bentuk morfologi daerah penelitian terlihat dari beberapa kontur pada peta
topografi yang memiliki elevasi berbeda. Daerah penelitian berada pada ketinggian antara

23
475m hingga 1125 m diatas permukaan laut. Berdasarkan klasifikasi morfografi Van
Zuidam (1985), daerah penelitian termasuk dalam morfologi perbukitan – pegunungan.

IV.1.1.1. Analisis Persen Lereng


Peta persen lereng daerah penelitian yang dibuat dengan menggunakan software ArcGIS
menunjukan warna yang berbeda. Setiap warna mewakili kemiringan lereng tertentu.
Warna ini di dapat dari hasil perhitungan beda tinggi dari satu garis kontur ke garis kontur
lainnya dikalikan 100% ketinggian di daerah penelitian. Sehingga warna ini hanya
mewakili daerah penelitian.

Pada peta persen lereng terlihat kemiringan lereng pada daerah penelitian bervariasi.
Lereng hampir datar (0-2%) – miring (7-15%) yang berada di sebelah barat dan barat laut.
Lereng curam menengah (15-30%) – curam (30-70%) mendominasi di daerah penelitian.
Sedangkan di bagiam selatan merupakan lereng sangat curam (70-140%) – curam
ekstrem (>140%), klasifikasi ini berdasarkan Van Zuidam (1985).

Variasi kemiringan lereng ini dikontrol oleh adanya tenaga yang bekerja pada permukaan
bumi, adanya struktur geologi, serta resistensi batuan. Proses yang terjadi di permukaan
bumi selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu sebagai proses geomorfologi,
proses tersebut dapat diakibatkan dari dalam bumi (endogen) maupun yang diakibatkan
dari luar bumi (eksogen).(Gambar IV.2).

Gambar IV. 2. Peta Perhitungan Persen Lereng Daerah Penelitian


24
IV.1.1.2. Pola Aliran Sungai dan Tipe Genetik Sungai
Penentuan pola aliran sungai daerah penelitian yaitu dengan cara melihat pola aliran yang
berada di sekitar daerah penelitian. Sungai-sungai yang terdapat di daerah penelitian
merupakan cabang-cabang sungai yang bermuara di sungai utama. Sebagian cabang
sungai termasuk ke dalam sungai intermiten dikarenakan hanya mengalir saat hujan tiba.
Pola aliran sungai daerah penelitian terlihat seperti membentuk cabang-cabang pohon.
Hal ini disebabkan oleh tingkat resistensi batuan, karena pada daerah penelitian
didominasi oleh batuan yang bersifat kurang resisten. Sehingga daerah penelitian tersusun
atas batuan yang homogen. Dari data lapangan berdasarkan klasifikasi Howard (1967),
maka pola aliran sungai pada daerah penelitian adalah pola pengaliran Subdendritik.

Percabangan sungai yang membentuk cabang pohon mengalir relatif dari barat ke timur
yang bermuara pada sungai utama. Sungai utama mengalir relative dari utara ke selatan,
kemudian melihat tipe genetik sungai dengan cara mengkorelasikan antara arah sungai
yang terbentuk dengan kemiringan lapisan pada daerah penelitian. Sehingga mengacu
pada klasifikasi yang dikembangkan oleh Davis berdasarkan pada usulan pertama oleh
Powell (1875), tipe genetik sungai pada daerah penelitian adalah sungai konsekuen yang
terbentuk pada litologi batuan beku, karena masih mengikuti kemiringan lereng aslinya.
Sedangkan tipe genetik yang terbentuk pada batuan sedimen adalah obsekuen, karena
arah aliran sungai berlawanan dengan kemiringan lapisan. (Gambar IV.3).

Gambar IV. 3. Pola Aliran dan Tipe Genetik Sungai Daerah Penelitian
25
IV.1.1.3. Analisis Pola Kelurusan Citra SRTM (Shuttle Radar Topografi Mission)
Analisis kelurusan bukit dan lembah berdasarkan peta SRTM (Shuttle Radar Topografi
Mission), dan menganalisisnya dengan menggunakan bantuan software Dips. Hal ini
diharapkan mampu membantu memberikan gambaran ketika pengambilan data pada saat
di lapangan pada lokasi-lokasi yang telah di interpretasikan adanya kelurusan yang juga
dapat diperkirakan terdapat atau indikasi adanya struktur geologi pada daerah penelitian.
Berdasarkan hasil interpretasi citra satelit SRTM kelurusan punggungan bukit dan lembah
pada daerah penelitian umumnya relatif berarah Barat Laut – Tenggara. Bagian yang
memiliki shade yang gelap diinterpretasikan sebagai zona lemah, yang dapat
diasosiasikan dengan indikasi keberadaan struktur geologi. Relief kasar dengan warna
yang terang menunjukan ekspresi permukaan yang lebih tinggi (Gambar IV.4).

Pada daerah penelitian ditemukan indikasi-indikasi terjadinya struktur geologi sehingga


menghasilkan struktur geologi yang ditemukan pada daerah penelitian. Struktur Geologi
yang ada pada daerah penelitian terdiri dari Sesar Geser Kiri Kali Tambra, dan Sesar
Geser Kanan Kali Lempayan.

Gambar IV. 4. Peta Pola Kelurusan Bukit dan Lembah Daerah Peneltian
hasil Analisis Citra SRTM

IV.1.1.4. Satuan Geomorfologi Daerah Penelitian


Daerah penelitian memiliki morfografi yang berbeda terlihat dari pola konturnya. Hal ini
menunjukan bentang lahan yang berbeda yang menyusun daerah penelitian. Hal ini
menunjukan bentang lahan yang berbeda yang menyusun daerah penelitian. Berdasarkan

26
perhitungan persen lereng didapatkan data morfometri pada setiap bentang lahan. Setelah
melakukan penelitian terhadap batuan yang menyusun pada setiap morfologi di lapangan.
Lalu dari data yang di dapat disesuaikan dengan klasifikasi Van Zuidam (1985). Sehingga
daerah penelitian dibagi menjadi 3 satuan geomorfologi, yaitu Satuan Perbukitan
Struktural (S4) dan Satuan Perbukitan Vulkanik (V4) dan Satuan Perbukitan Vulkanik
(V9) (Gambar IV.5).

Gambar IV. 5. Peta Geomorfologi Daerah Penelitian.

IV.1.1.4.1. Satuan Perbukitan Vulkanik (V4)


Satuan ini meliputi 35% dari keseluruhan daerah penelitian. Pada peta geomorfologi
satuan ini ditandai oleh warna merah muda. Satuan (V4) ini memiliki kontur yang relatif
rapat, berada pada elevasi 637,5 m – 1062,5 m diatas permukaan laut dengan kemiringan
lereng rata-rata 8%-16%. Dengan menggunakan klasifikasi hubungan kelas relief –
kelerengan menurut Van Zuidam (1985) termasuk dalam kelas lereng yang agak curam.
Bentuk lembah pada satuan geomorfologi ini yaitu berbentuk “V”. Satuan ini memiliki
pola pengaliran Subdendritik. Satuan ini dikontrol oleh struktur yang menjadi zona lemah
yang mudah tererosi sehingga membentuk sungai. Proses eksogenik yang terjadi yaitu
pelapukan, erosi, transportasi dan sedimentasi. Disusun oleh litologi berupa satuan breksi
piroklastik. Untuk tataguna lahannya sendiri pada perbukitan ini digunakan sebagai
pemukiman, perkebunan, sawah, dan kawasan perhutanan (Gambar IV.6).

27
U S

Gambar IV. 6. Kenampakan morfologi Satuan Lereng Perbukitan Vulkanik (V4).

IV.1.1.4.2. Satuan Perbukitan Vulkanik (V9)


Satuan ini meliputi 50% dari keseluruhan daerah penelitian. Pada peta geomorfologi
satuan ini ditandai oleh warna merah. Satuan perbukitan vulkanik (V9) ini memiliki
kontur yang relatif rapat, berada pada elevasi 462,5 m – 1125 m diatas permukaan laut
dengan kemiringan lereng rata-rata 16%-35%. Dengan menggunakan klasifikasi
hubungan kelas relief – kelerengan menurut Van Zuidam (1985) termasuk dalam kelas
lereng yang curam. Bentuk lembah pada satuan geomorfologi ini yaitu berbentuk “V”.
Dan satuan (V9) ini memiliki pola pengaliran Subdendritik. Satuan ini dikontrol oleh
struktur yang menjadi zona lemah yang mudah tererosi sehingga membentuk sungai.
Proses eksogenik yang terjadi yaitu pelapukan, erosi, transportasi dan sedimentasi.
Satuan ini disusun oleh litologi berupa satuan lava andesit. Untuk tataguna lahannya
sendiri pada perbukitan ini digunakan sebagai pemukiman, persawahan, perkebunan dan
kawasan perhutanan. (Gambar IV.7).

T B

Gambar IV. 7. Kenampakan morfologi Satuan Lereng Perbukitan Vulkanik (V9).

28
IV.1.1.4.3. Satuan Perbukitan Struktural (S4)
Satuan ini meliputi 15% dari keseluruhan daerah penelitian. Pada peta geomorfologi
satuan ini ditandai oleh warna ungu. Satuan perbukitan struktural (S4) ini memiliki kontur
yang relatif rapat, berada pada elevasi 475 m – 875 m diatas permukaan laut dengan
kemiringan lereng rata-rata 4%-8%. Dengan menggunakan klasifikasi hubungan kelas
relief – kelerengan menurut Van Zuidam (1985) termasuk dalam kelas lereng yang
miring. Bentuk lembah pada satuan geomorfologi ini yaitu berbentuk “V”. Satuan ini
memiliki pola pengaliran Subdendritik. Satuan perbukitan struktural (S4) ini dikontrol
oleh struktur yang menjadi zona lemah yang mudah tererosi sehingga membentuk sungai.
Proses eksogenik yang terjadi yaitu pelapukan, erosi, transportasi dan sedimentasi.
Satuan ini disusun oleh litologi berupa satuan batupasir. Untuk tataguna lahannya sendiri
pada perbukitan ini digunakan sebagai pemukiman, persawahan, perkebunan dan
kawasan perhutanan. (Gambar IV.8).

S U

Gambar IV. 8. Kenampakan morfologi Satuan Lereng Perbukitan Struktural (S4).

IV.1.2. Stratigrafi Daerah Penelitian


Penelitian yang memakan waktu kurang lebih 4 hari di lapangan didapatkan 40 titik
pengamatan dengan variasi litologi yang berbeda. Berdasarkan pengamatan dan
penelitian di lapangan serta analisis fosil yang dapat digunakan untuk menentukan umur
suatu satuan batuan, daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 satuan batuan berdasarkan
stratigrafi dan urutan umurnya (urutan dari tua ke muda), yaitu :
1. Satuan Batupasir
2. Satuan Lava Andesit
3. Satuan Breksi Piroklasti

29
Pengelompokkan satuan batuan tersebut berdasarkan pada karakterisitik litologi yang
terdapat di daerah penelitian. Karakteristik tersebut dapat berupa jenis dan variasi litologi,
kehadiran struktur sedimen, fosil, kehadiran mineral-mineral yang menjadi penciri khas
dari satuan batuan yang lain, pola dan susunan stratigrafi. Karakterisitik tersebut
digunakan sebagai penciri dan pembeda dengan satuan batuan yang lainnya yang berada
di daerah penelitian.

Penyebaran litologi ditarik berdasarkan hukum V, yaitu melihat pola kontur dan
kemiringan lapisan yang terbentuk di lapangan dan menarik setiap batas kontak dari
satuan batuan yang sama. Sehingga akan menghasilkan penyebaran dari setiap satuan
batuan yang terdapat di daerah penelitian. Penyebaran litologi ditampilkan dalam Peta
Geologi pada (Gambar IV.9).

Gambar IV. 9. Peta Geologi Daerah Daerah Penelitian

Gambaran umum hubungan vertikal dan ketebalan suatu batuan didapatkan dari analisis
peta geologi. Dari peta geologi didapatkan hasil sayatan yang menggambarkan kondisi
bawah permukaan saat ini. Kondisi bawah permukaan akan menggambarkan bagaimana
hubungan dan ketebalan setiap satuan. Ketebalan tiap satuan didapat dari garis bantu yang
ditarik tegak lurus antar satuan pada penampang sayatan. Kolom Stratigrafi ditunjukan
pada (Gambar IV.10)

30
Gambar IV. 10. Kolom Stratigrafi Daerah Penelitian.

IV.1.2.1. Satuan Batupasir


IV.1.2.1.1. Ciri Litologi
Satuan batupasir ini merupakan perselingan batupasir dan batulempung yang didominasi
oleh batupasir. Penamaan didasarkan pada litologi yang dominan. Secara makroskopis
batupasir ini memiliki warna abu-abu terang-gelap, ukuran butir pasir sedang-kasar,
bentuk butir menyudut tanggung – membundar tanggung, sortasi baik, kemas tertutup,
bersifat karbonatan dan batulempung memiliki warna abu- abu gelap, struktur massif dan
bersifat karbonatan(Gambar IV.11).

31
U S

Gambar IV. 11. Singkapan batupasir sisipan batulempung pada lokasi pengamatan YS 3.31

Untuk mengetahui ciri-ciri mikroskopis litologi pada satuan batupasir ini dilakukanlah
analisis berdasarkan analisis petrografi. Pengamatan pertama dengan perbesaran 10x pada
batupasir YS 3.31 yaitu berwarna abu-abu gelap, ukuran butir 0,25 – 0,5 mm,
membundar, komposisi butiran terdiri dari matriks, mineral feldspar, kuarsa, hornblende,
opak, fosil dan semen karbonat (Gambar IV.12).
A B C D E F G H I A B C D E F G H I
1 1 1

2 2 2

3 3 3

4 4 4

5 5 5

6 6 6
7 7 7
A B C D E F G H I A B C D E F G H I

// – Nikol 0 0.5 mm X– Nikol 0 0.5 mm


Gambar IV. 12. Sayatan tipis batupasir YS 3.31.

• Deskripsi Mineralogi
− Matriks (40%) (G3): (//) abu–abu sampai cokelat, relief rendah, (X) interferensi
rendah, tidak ada kembaran, hadir berupa material lempung dan karbonat.
− Semen Karbonat (5%) (C4): (//) kecokelatan, relief bervariasi, tidak ada belahan,
(X) interferensi rendah, tidak ada kembaran, hadir sebagai pengikat antar mineral.
− Fragmen butiran/ Kristal:
o Kuarsa (10%) (F6): (//) putih, relief rendah, anhedral, tidak ada belahan pecahan

32
baik, (X) interferensi 1st order, pemadaman bergelombang.
o Feldspar (30%) (E3): (//) tidak berwarna/transparan, relief sedang-tinggi,
subhedral – anhedral, (X) interferensi 1st order, mempunyai kembaran.
o Fragmen fosil (10%) (F4): (//) tidak berwarna sampai abu-abu coklat, relief
rendah, membundar, ooid, sebagian besar cangkang tampak mulai tergantikan
mineral lain, (X) interferensi rendah, tidak ada kembaran.
o Opak (5%) (E6): (//) hitam, anhedral, hitam, tidak ada pleokroism, tidak tembus
cahaya, (X) tidak ada pemadaman dan kembaran.

• Perhitungan dan Plotting


Diketahui :
Matriks = 40%,
Q = 10% , dan
F = 30%
10
𝑄= 𝑥100% = 25%
10 + 30

30
𝐹= 𝑥100% = 75%
10 + 30

Berdasarkan data tersebut diperoleh nama batuan : Feldspathic wacke Pettijohn (1975)

Pengamatan kedua dengan perbesaran 10x pada batulempung YS 3.31 dengan warna abu-
abu kecoklatan, bentuk membundar, komposisi butiran terdiri dari matriks, mineral opak
dan semen karbonat (Gambar IV.13).

33
A B C D E F G H I A B C D E F G H I
1 1 1

2 2 2

3 3 3

4 4 4

5 5 5

6 6 6
7 7 7
A B C D E F G H I A B C D E F G H I

// – Nikol 0 0.5 mm X – Nikol 0 0.5 mm


Gambar IV. 13. Sayatan tipis batulempung YS 3.31.

• Deskripsi Mineralogi
− Matriks (80%) (E6): (//) Berwarna abu–abu sampai coklat kekuningan, relief rendah,
(X) interferensi rendah, tidak ada kembaran, hadir berupa material lempung dan
lumpur karbonat.
− Semen Karbonat (17%) (E3): (//) kecokelatan, relief bervariasi, tidak ada belahan,
(X) interferensi rendah, tidak ada kembaran, hadir sebagai pengikat antar mineral.
− Fragmen butiran/ Kristal:
Opak (3%) (G4): (//) hitam, anhedral, hitam, tidak ada pleokroism, tidak tembus
cahaya, (X) tidak ada pemadaman dan kembaran.

• Perhitungan dan Plotting


Diketahui :
Matriks = 80%

Berdasarkan data tersebut diperoleh nama batuan : Mudrocks Pettijohn (1975).

34
IV.1.2.1.2. Penyebaran dan Ketebalan Batuan
Satuan batupasir menempati 15% dari keseluruhan daerah penelitian. Penyebaran satuan
ini terdapat sepanjang timur daerah penelitian tepatnya di kali Tambra hingga desa
Danasari di utara. Singkapan batupasir sisipan batulempung terdapat di sepanjang sungai
yang terdapat di daerah tersebut. Kondisi singkapan batuan pada umumnya lapuk-lapuk
sedang. Berdasarkan rekonstruksi penampang sayatan geologi, peneliti mendapatkan
ketebalan satuan batupasir ≥750 meter.

IV.1.2.1.3. Umur Relatif dan Lingkungan Pengendapan


Penentuan umur pengendapan pada satuan batupasir ini berdasarkan keterdapatan fosil
plantonik yang ditemukan dalam litologi batulempung yaitu pada sampel YS 3.30 dan YS
3.31. Penentuan umur relatif ini didasarkan atas zona kisaran dari overlap kisaran umur
yang paling banyak. Hasil analisis fosil pada batupasir didapatkan umur relatifnya pada
zona kisaran yang menunjukan umur N15-N18 atau Miosen Akhir Klasifikasi Blow
(1969). Fosil foraminifera yang ditemukan antara lain Sphaeroidinellopsis seminulina,
Globoquadrina dehiscens, Globigerinoides ruber, dan Globorotalia continousa Serta
berdasarkan kehadiran fosil indeks Orbulina universa. Sehingga satuan batupasir ini
diendapkan pada Kala Miosen.

Untuk paleobatimetrinya berdasarkan hasil analisis P/B ratio didapatkan hasil 46,2%
yaitu Neritik Tengah-Luar kisaran antara 100-600 m (Leksikon Stratigrafi Indonesia).
Adapun kandungan foraminifera bentonik yang terdapat dalam satuan baupasir ini terdiri
dari antara lain yaitu Nodosaria sp, Robulus sp, Cibicides sp, Dentalina sp, Elphidium
advenum, Amphistegina lessonii, Operculina complanata dan Anomalina colligera.
Keterdapatan fosil tersebut diperoleh dari hasil analisis mikrofosil sample YS 3.31 Top
dan YS 3.30 Bottom.

IV.1.2.1.4. Hubungan Antar Satuan Batuan


Berdasarkan pada posisi stratigrafinya, satuan batupasir merupakan satuan yang tertua di
daerah penelitian dan di dukung dengan data mikrofosil. Pada daerah penelitian di atas
satuan batupasir terdapat satuan lava andesit yang memiliki hubungan tidak selaras.

IV.1.2.2. Satuan Lava Andesit


IV.1.2.2.1. Ciri Litologi
Satuan ini di tandai dengan warna merah pada peta geologi. Secara makroskopis batuan

35
memiliki ciri berwarna abu-abu gelap dengan kondisi segar, hipokristalin, inequigranular,
porfiritik, komposisi kuarsa, plagioklas, dan piroksen. Berdasarkan pengamatan secara
makroskopis batuan ini merupakan batuan andesit (Gambar IV.14).

B T

Gambar IV. 14. Singkapan andesit pada lokasi pengamatan YS 2.15.

Untuk mengetahui ciri-ciri mikroskopis litologi pada satuan ini dilakukanlah analisis
berdasarkan analisis petrografi. Pengamatan pertama dengan perbesaran 10x pada sampel
YS 2.15 berwarna abu-abu gelap, tekstur inequigranular, porfiritik, derajat kristalisasi
hipokristalin, terdiri dari mineral piroksen, plagioklas, kuarsa dan opak. (Gambar IV.15).
A B C D E F G H I A B C D E F G H I
1 1 1

2 2 2

3 3 3

4 4 4

5 5 5

6 6 6
7 7 7
A B C D E F G H I A B C D E F G H I

// – Nikol 0 0.5 mm X– Nikol 0 0.5 mm


Gambar IV. 15. Sayatan tipis andesit YS 2.15.

• Deskripsi Mineralogi
− Kuarsa (1%) (D3): (//) putih, ukuran 1 mm, relief rendah, sub-hedral, tidak ada
belahan pecahan baik, (X) interferensi 1st order, kembaran bergelombang.
− Plagioklas (70%) (F4): (//) tidak berwarna, subhedral – anhedral, relief tinggi,
belahan dua arah, (X) interferensi 1st order, mempuyai kembaran lamellar.
− Hornblend (7%) (E2): (//) cokelat, relief tinggi, sub-hedral, belahan sempurna,
pecahan baik, (X) interferensi 2-4rd order, pemadaman simetri.

36
− Opak (2%) (F6): (//) hitam, anhedral, hitam, tidak ada pleokroism, tidak tembus
cahaya, (X) tidak ada pemadaman dan tidak ada kembaran.
− Gelas (5%) (D6): (//) hitam, anhedral, tidak ada pleokroism, tidak tembus cahaya,
(X) tidak ada pemadaman dan tidak ada kembaran.
− Feldspar (5%) (F2): (//) putih, subhedral-anhedral, ada pleokroism, belahan tidak ada
(X) interferensi 1st order, pemadaman ada dan kembaran Carlsbad
− Piroksen (10%) (C6): (//) biru, relief tinggi, prismatic, pleokroism tidak terlihat,
subhedral, (X) interferensi 2st order, pemadaman ada.

• Perhitungan dan Plotting


Diketahui :
Q = 1%, P = 70%, dan F =5%
1
𝑄= 𝑥100% = 1,31%
1 + 70 + 5
70
𝑃= 𝑥100% = 92,1%
1 + 70 + 5
5
𝐹= 𝑥100% = 6,57%
1 + 70 + 5

Berdasarkan data tersebut diperoleh nama plagioklas andesine, andesine, labradorit maka
dipeoleh nama batuan yaitu: Andesit, Streckeisen (1978).

IV.1.2.2.2. Penyebaran dan Ketebalan Batuan


Satuan ini menempati 50% dari keseluruhan daerah penelitian. Lava andesit terdapat di
desa Karangjambu dan desa Jingkang yaitu sebelah selatan daerah penelitian. Kondisi

37
singkapan batuan pada umumnya lapuk sedang hingga segar. Berdasarkan rekonstruksi
penampang sayatan geologi dan pengamatan langsung di lapangan peneliti mendapatkan
ketebalan satuan lava andesit ≤75 meter.

IV.1.2.2.3. Umur Relatif dan Lingkungan Pengendapan


Berdasarkan pada posisi stratigrafinya, satuan lava andesit merupakan satuan yang
terbentuk setelah satuan batupasir terendapkan. Lingkungan pembentukan satuan ini
diperkirakan berada di laut. Berdasarkan geologi regional lembar puwokerto-tegal skala
1:100.000 yang diterbitkan oleh oleh pusat penelitian dan pengembangan Geologi
Bandung, M. Djuri, dkk., (1996) satuan ini memiliki umur relatif yaitu miosen akhir.

IV.1.2.2.4. Kontak / Hubungan Stratigrafi


Satuan lava andesit ini memiliki kontak dengan sauan breksi piroklastik, kontak atara
kedua batuan tersebut merupakan kontak anatara batuan beku dan batuan piroklastik,
kedua batuan ini terbentuk berurutan sehingga dikatakan selaras. Satuan breksi dan satuan
lava merupakan bagian dari Formasi Endapan Gunungapi Kumbang.

IV.1.2.3. Satuan Breksi Piroklastik


IV.1.2.3.1. Ciri Litologi
Satuan ini terdiri dari litologi breksi piroklastik. Memiliki warna abu-abu kecoklatan,
lapuk-sedikit lapuk, kemas terbuka, sortasi buruk, fragmen andesit, ukuran kerikil-
kerakal. Dari pengamatan megaskopis breksi ini memiliki fragmen berupa andesit segar
berwarna abu-abu gelap, hipokristalin, inequigranular, porfiritik, komposisi piroksen,
plagioklas, dan gelas. Matriks breksi ini berupa tuff, dengan kondisi lapuk-lapuk,
berwarna putih kecoklatan, bentuk butir menyudut tanggung membundar tanggung,
porositas baik, kemas tertutup, disusun oleh mineral dominan Kristal (Gambar IV.16)

T B

Gambar IV. 16. Singkapan breksi piroklastik pada lokasi pengamatan YS 3.23

38
Untuk mengetahui ciri-ciri mikroskopis litologi pada satuan breksi ini dilakukanlah
analisis berdasarkan analisis petrografi. Pengamatan pertama dengan perbesaran 10x pada
fragmen breksi YS 3.23 yaitu berwarna abu-abu, tekstur inequigranular, porfiritik, derajat
kristalisasi hipokristalin, terdiri dari mineral fenokris plagioklas, dan opak, piroksen yang
tertanam dalam massa dasar (Gambar IV.17).

A B C D E F G H I A B C D E F G H I
1 1 1

2 2 2

3 3 3

4 4 4

5 5 5

6 6 6
7 7 7
A B C D E F G H I A B C D E F G H I

// – Nikol 0 0.5 mm X – Nikol 0 0.5 mm


Gambar IV. 17. Sayatan tipis fragmen breksi YS 3.23.

• Deskripsi Mineralogi
− Plagioklas (70%) (C3): (//) tidak berwarna, subhedral – anhedral, relief tinggi,
belahan dua arah, (X) interferensi 1st order, mempuyai kembaran lamellar.
− Hornblend (11%) (C4): (//) cokelat, relief tinggi, sub-hedral, belahan sempurna,
pecahan baik, (X) interferensi 2-4rd order, pemadaman simetri.
− Opak (5%) (C5): (//) hitam, anhedral, hitam, tidak ada pleokroism, tidak tembus
cahaya, (X) tidak ada pemadaman dan tidak ada kembaran.
− Gelas (2%) (D6): (//) putih, anhedral, tidak ada pleokroism, tidak tembus cahaya, (X)
tidak ada pemadaman dan tidak ada kembaran.
− Feldspar (5%) (E2): (//) putih, subhedral-anhedral, ada pleokroism, belahan tidak ada
(X) interferensi 1st order, pemadaman ada dan kembaran Carlsbad
− Piroksen (7%) (D4): (//) biru, relief tinggi, prismatic, pleokroism tidak terlihat,
subhedral, (X) interferensi 2st order, pemadaman ada.

• Perhitungan dan Plotting


Diketahui :
P = 70%, dan
F = 5%

39
70
𝑃= 𝑥100% = 93.3%
70 + 5
5
𝐹= 𝑥100% = 6,6%
70 + 5

Berdasarkan data tersebut diperoleh nama plagioklas andesine, andesine, labradorit maka
dipeoleh nama batuan yaitu: Andesit, Streckeisen (1978).

Pengamatan kedua dengan perbesaran 10x pada matriks breksi YS 3.23 ini merupakan
jenis piroklastik dengan warna kecoklatan, ukuran butir 0.2 - 1 mm, bentuk butiran
menyudut tanggung – membundar tanggung, disusun oleh matriks, gelas, kuarsa,
hornblende, feldspar, dan opak. (Gambar IV.18).
A B C D E F G H I A B C D E F G H I
1 1 1

2 2 2

3 3 3

4 4 4

5 5 5

6 6 6
7 7 7
A B C D E F G H I A B C D E F G H I

// – Nikol 0 0.5 m X – Nikol 0 0.5 mm


Gambar IV. 18. Sayatan tipis matriks breksi YS 3.23.

• Deskripsi Mineralogi
− Plagioklas (75%) (E3): (//) tidak berwarna, subhedral – anhedral, relief tinggi,
belahan dua arah, (X) interferensi 1st order, mempuyai kembaran lamellar.

40
− Hornblend (10%) (C6): (//) cokelat, relief tinggi, sub-hedral, belahan sempurna,
pecahan baik, (X) interferensi 2-4rd order, pemadaman simetri.
− Opak (2%) (C5): (//) hitam, subhedral, hitam, tidak ada pleokroism, tidak tembus
cahaya, (X) tidak ada pemadaman dan tidak ada kembaran.
− Gelas (10%) (D6): (//) putih, anhedral, tidak ada pleokroism, tidak tembus cahaya,
(X) tidak ada pemadaman dan tidak ada kembaran.
− Feldspar (3%) (E2): (//) putih, subhedral-anhedral, tidak ada pleokroism, belahan
tidak ada (X) interferensi 1st order, pemadaman ada dan kembaran Carlsbad

• Perhitungan dan Plotting


Diketahui :
G = 10%, dan C = 90%
10
𝐺= 𝑥100% = 10%
10 + 90
90
𝐶= 𝑥100% = 90%
10 + 90

Berdasarkan data tersebut diperoleh nama batuan : Crystals Tuf (after Pettijohn, 1975).

IV.1.2.3.2. Penyebaran dan Ketebalan Batuan


Satuan ini menempati 35% dari keseluruhan daerah penelitian. Penyebaran satuan breksi
ini terdapat pada bagian sepanjang utara-selatan sebelah timur daerah penelitian yang
mencakup Sanguwatang. Singkapan ini terdapat di sepanjang sungai dan bukit. Kondisi
singkapan batuan pada umumnya lapuk-lapuk sedang.

41
IV.1.2.3.3. Umur Relatif dan Lingkungan Pengendapan
Berdasarkan pada posisi stratigrafinya, satuan breksi merupakan satuan yang paling muda
pada daerah penelitian. Satuan ini terendapkan di atas satuan lava andesit. Diperkirakan
lingkungan pengendapan satuan ini berada di laut. Hal itu dapat disimpulkan berdasarkan
sortasinya yang buruk dan besar butir matriksnya yang seragam. Umur satuan ini
disetarakan dengan Formasi Endapan Gunung Api Kumbang pada Peta Geologi Lembar
Purwokerto dan Tegal skala 1:100.000 yang diterbitkan oleh oleh pusat penelitian dan
pengembangan Geologi Bandung, M. Djuri Dkk., (1996) yaitu Kala miosen akhir.

IV.1.2.3.4. Kontak / Hubungan Stratigrafi


Satuan breksi piroklastik ini memiliki kontak dengan satuan lava andesit, kontak atara
kedua batuan tersebut merupakan kontak antara batuan piroklastik dan batuan beku,
kedua batuan ini terbentuk berurutan sehingga dikatakan selaras. Satuan breksi dan satuan
lava merupakan bagian dari Formasi Endapan Gunungapi Kumbang.

IV.1.3. Struktur Geologi Daerah Penelitian


Analisis struktur geologi daerah Jingkang dan sekitarnya, Kecamatan Karangjambu,
Kabupaten Purbalingga dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan cara tidak
langsung dan cara langsung. Pendekatan secara tidak langsung dilakukan dengan
menganalisa pola-pola kelurusan yang ada pada Shuttle Radar Topografi Mission
(SRTM) untuk menginterpretasikan indikasi struktur geologi yang terjadi di daerah
penelitian. Pola-pola kelurusan ini selanjutnya ditampilkan dalam bentuk diagram roset.
Analisis dengan menggunakan SRTM, memperlihatkan adanya pola kelurusan yang
relatif berarah Barat Laut - Tenggara.

Pendekatan secara langsung, yaitu dengan pengamatan di lapangan, yaitu dengan melihat
indikasi adanya struktur seperti rekahan-rekahan, dan perbedaan kemiringan lapisan
batuan. Langkah pengamatan dilanjutkan dengan mengukur kekar gerus (shear fracture).

IV.1.3.1. Analisis Sesar Mendatar Kiri Kali Tambra


Sesar ini terletak di bagian timur dari daerah penelitian. Penarikan sesar ini dengan
melihat perbedaan kemiringan pada perlapisan batuan sepanjang zona lemah yaitu sungai
utama daerah penelitian dan juga di dukung keterdapatan shear freacture di beberapa
lokasi pengamatan. Penarikan sesar ini pun dengan melakukan analisis secara tidak
langsung pada peta SRTM yang terlihat adanya perbedaan kelurusan dua bukit yang sama
Dari analisis tersebut mendapatkan hasil bahwa daerah penelitian dikontrol oleh struktur
42
geologi dengan nama Sesar Mendatar Kiri Kali Tambra. Sesar ini merupakan sesar
mendatar kiri dengan arah tegasan barat laut-tenggara. Karakteristik tegasan sesar ini
sama dengan arah tegasan utama pada daerah penelitian, yang menandakan bahwa sesar
ini hasil dari atau terbentuk akibat dari tegasan utama daerah penelitian.

IV.1.3.2. Analisis Sesar Mendatar Kanan Kali Lempayan


Sesar ini terletak di bagian selatan dari daerah penelitian. Penarikan sesar ini dengan
melihat dua bukit dengan litologi yang sama namun terpotong oleh suatu lembahan, dan
juga melihat dari pembelokan sungai. Dari analisis tersebut mendapatkan hasil bahwa
daerah penelitian dikontrol oleh struktur geologi dengan nama Sesar Mendatar Kanan
Kali Lempayan. Sesar ini merupakan sesar mendatar kanan dengan arah tegasan timur
laut-barat daya. Karakteristik dari tegasan sesar ini sama dengan arah tegasan utama pada
daerah penelitian, yang menandakan bahwa sesar ini hasil dari atau terbentuk akibat dari
tegasan utama daerah penelitian.

IV.1.4. Sejarah Geologi Daerah Penelitian


Pada kala miosen akhir pada daerah penelitian di endapkan formasi halang pada
lingkungan laut dangkal yang dicirikan dengan batuan yang bersifat karbonat sedang.
Satuan yang terbentuk yaitu perselingan batupasir-batulempung yang didomiasi oleh batu
pasir pada daerah penelitian.

Di miosen akhir terjadi magmatisme kembali akibat dari proses subduksi di miosen
tengah, magmatisme ini mengaktifkan kembali gunung api di pulau jawa. Pada saat ini
kegiatan gunung api mencapai puncaknya yang ditandai oleh pembentukan formasi
kumbang pada daerah penelitian.

Formasi kumbang diawali dengan pembentukan satuan lava andesit yang mengalir diatas
formasi halang. Setelah itu diendapkan satuan breksi piroklastik yang menumpang di atas
lava andesit.

Pada kala pliosen-pliestosen terjadi tektonik yang mengakibatkan seluruh daerah


penelitian terangkat menjadi daratan, setelah itu pada kala pleistosen hingga resen, di
daerah penelitian mengalami proses eksogen yang intensif seperti pelapukan, erosi,
transportasi dan sedimentasi sehingga menghasilkan keadaan morfologi daerah penelitian
seperti sekarang ini.

43
IV.2. Studi Khusus
Pada pembahasan studi khusus untuk menentukan zona kerentanan gerakan tanah penulis
menggunakan enam parameter yang di nilai sebagai faktor utama terjadinya longsor yaitu
persen lereng, litologi, buffering struktur geologi, intensitas curah hujan, tingkat
pelapukan batuan, dan tataguna lahan. Kemudian data dari setiap parameter di
kelompokan ke dalam kelas (sub parameter) menggunakan data yang berasal dari data
primer dan sekunder, serta menggunakan analysis hierarchy process (AHP) yaitu metode
penilaian dan pembobotan dari tiap parameter guna mendapatkan hasil kuantitatif yang
dapat menyatakan indeks ancaman paling berpengaruh pada lokasi penelitian berdasarkan
skala prioritas indeks ancaman.

IV.2.1. Parameter Faktor yang Mempengaruhi Kerentanan Gerakan Tanah


IV.2.1.1. Litologi Daerah Penelitian
Litologi pada daerah penelitian di dapat dari hasil pemetaan langsung di lapangan yang
dikelompokan berdasarkan satuan batuan. Setiap satuan batuan diberikan nilai
berdasarkan pengadopsian klasifikasi Anbalagan (1992). Batuan yang memiliki litologi
keras seperti andesit diberikan nilai rendah, sedangkan batuan yang relatif lunak dan tidak
terlalu kompak seperti breksi piroklastika diberikan nilai tinggi terhadap kerentanan
gerakan tanah karena lebih mudah terkena erosi (Gambar IV.19)

Gambar IV. 19. Peta Penyebaran Litologi Derah Penelitian

44
Litologi pada di daerah penelitian mengacu kepada pengelompokan kelas litologi
penyusun lereng klasifikasi Anbalagan (1992) terdiri dari 5 kelas yang kemudian di
kelompokkan kembali oleh penulis menjadi 3 kelas yaitu (Tabel 4.1):

Tabel IV. 1. Sub Parameter Litologi


Litologi Nilai Kelas Derajat Nilai
Lava Andesit 1 Rendah
Batupasir Perselingan Batulempung 2 Sedang
Breksi Pirokastik 3 Tinggi

IV.2.1.2. Kemiringan Lereng Daerah Penelitian


Peta kemiringan lereng daerah penelitian yang dibuat dengan menggunakan software
ArcGIS dengan menunjukan warna yang berbeda, setiap warna mewakili kemiringan
lereng tertentu. Tingkat kestabilan lahan sangat dipengaruhi oleh nilai derajat
kemiringannya. Pengaruh kemiringan lereng terhadap kejadian gerakan tanah cukup
dominan di daerah penelitian, terlihat dari distribusi kejadian gerakan tanah pada tiap-
tiap kemiringan lereng berdasarkan pengamatan dilapangan dan analisa pada peta
kemiringan lereng (Gambar IV.20)

Gambar IV. 20. Peta Kemiringan Lereng Derah Penelitian

45
Kemiringan lereng di daerah penelitian mengacu kepada pengelompokan kelas
kemiringan lereng klasifikasi Van Zuidam (1985) terdiri dari 7 kelas yang kemudian di
kelompokkan kembali oleh penulis menjadi 3 kelas yaitu (Tabel IV.2):

Tabel IV. 2. Sub Parameter Kemiringan Lereng


Kemiringan lereng (%) Nilai Kelas Derajat Nilai
0 – 15 1 Rendah
15 – 70 2 Sedang
>70 3 Tinggi

IV.2.1.3. Buffering Struktur Geologi Daerah Penelitian


Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya struktur geologi pada daerah penelitian ada
dua yaitu sesar mendatar kiri kali tambra membentang dari utara-selatan kali tambra, dan
sesar mendatar kanan kali kali lempayan membentang dari timur-barat. Struktur geologi
merupakan zona lemah pada suatu batuan. Rekahan dan patahan yang terjadi mengurangi
daya ikat batuan sehingga mengurangi tingkat resistensi batuan tersebut. Selain itu
rekahaan yang terbentuk juga menjadi jalan tempat masuknya air sehingga pelapukan dan
erosi berjalan dengan lebih intensif. Batuan yang terkena struktur cukup intensif
mempunyai potensi yang lebih besar untuk terjadinya gerakan tanah. (Gambar 4.21).

Gambar IV. 21. Peta Buffering Struktur Geologi Derah Penelitian

46
Buffering struktur geologi di daerah penelitian mengacu kepada pengelompokan kelas
buffering struktur Respati. dkk., (2013) terdiri dari 4 kelas yang kemudian di
kelompokkan kembali oleh penulis menjadi 3 kelas yaitu (Tabel IV.3):

Tabel IV. 3. Sub Parameter Baffering Struktur Geologi


Buffering Struktur (m) Nilai Kelas Derajat Nilai
<200 3 Tinggi
200 – 300 2 Sedang
>300 1 Rendah

IV.2.1.4. Intensitas Curah Hujan Daerah Penelitian


Data intensitas curah hujan pada daerah penelitian di dapat dari Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) provinsi Jawa Tengah, melalui Badan Pusat
Statistik (BPS) kabupaten Pemalang. Dimana intensitas curah hujan daerah penelitian
pada tahun 2017 yaitu 4673 mm/tahun. Intensitas curah hujan pada daerah penelitian
dikategorikan tinggi. Tingginya intensitas curah hujan dapat menambah beban pada
lereng sebagai akibat peningkatan kandungan air dalam tanah, yang pada akhirnya
memicu terjadinya longsor. Data intensitas curah hujan ini menempati seluruh dari daerah
penelitian. (Gambar IV.22).

Gambar IV. 22. Peta Intensitas Curah Hujan Derah Penelitian

47
Curah hujan di daerah penelitian mengacu kepada pengelompokan kelas curah hujan
Darmawan,M. dan Theml,S (2008) terdiri dari 3 kelas yaitu (Tabel IV.4):

Tabel IV. 4. Sub Parameter Curah Hujan


Curah Hujan (mm/tahun) Nilai Kelas Derajat Nilai
<2000 1 Rendah
2000 - 3000 2 Sedang
>3000 3 Tinggi

IV.2.1.5. Penggunaan Lahan Daerah Penelitian


Data penggunaan lahan pada daerah penelitian di dapat dari Badan Informasi Geospasial
(BIG) kemudian di cocokan dengan data yang di lihat secara langsung di lapangan. Untuk
penggunaan lahan sebagai persawan menempati sekitar 30% dari keseluruhan daerah
penelitian, untuk penggunaan lahan perkebunan menempati sekitar 35% dari keseluruhan
daerah penelitian, untuk kawasan perhutanan menempati sekitar 20% dari keseluruhan
daerah penelitian, dan untuk penggunaan lahan sebagai kawasan permukiman menempati
sekitar 15% dari keseluruhan daerah penelitian. Penggunaan lahan dapat menambah
beban yang harus ditanggung suatu litologi serta dapat mengurangi tingkat kestabilan
lereng sehingga memicu terjadinya longsor (Gambar IV.23).

Gambar IV. 23. Peta Penggunaan Lahan Derah Penelitian

48
Penggunaan lahan di daerah penelitian mengacu kepada pengelompokan kelas
penggunaan lahan Karnawati (2003) terdiri dari 5 kelas yang kemudian di kelompokkan
kembali oleh penulis menjadi 3 kelas yaitu (Tabel IV.6):

Tabel IV. 5. Sub Parameter Penggunaan Lahan

Kemiringan lereng Nilai Kelas Derajat Kelas


Hutan 1 Rendah
Perkebunan 2 Sedang
Pemukiman dan Sawah 3 Tinggi

IV.2.2. Penentuan Bobot Parameter Faktor Kerentanan Gerakan Tanah


Pembobotan masing-masing parameter faktor gerakan tanah pada daerah penelitian
dilakukan sesuai metode analytical hierarchy process (AHP) yaitu penilaian dari tiap
parameter utama dengan berdasarkan nilai tingkat kepentingan parameter, Saaty (1988)
kemudian ditampilkan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan (Tabel IV.7).
Parameter dengan skala prioritas tertinggi akan mendapatkan bobot paling tinggi diantara
lainnya (Tabel IV.8).

Tabel IV. 6. Matrik Perbandingan Berpasangan Parameter Gerakan Tanah.


PARAMETER (n) n1 n2 n3 n4 n5

n1 1 0.33 0.20 0.25 3


n2 3 1 0.33 0.33 4
n3 5 3 1 2 7
n4 4 3 0.50 1 6
n5 0.33 0.25 0.14 0.16 1
Jumlah 13.33 7.58 2.17 3.74 21
Keterangan :
n1 : Litologi
n2 : Buffering Struktur
n3 : Kemiringan Lereng
n4 : Curah Hujan
n5 : Penggunaan Lahan

49
Tabel IV. 7. Matrik Perbandingan Berpasangan Ternormalisasi Parameter Gerakan Tanah.

PARAMETER (n) n1 n2 n3 n4 n5 Jumlah Bobot

n1 0.08 0.04 0.09 0,07 0.14 0.42 0.08


n2 0.23 0.13 0.15 0.09 0.19 0.79 0.16
n3 0.38 0.40 0.46 0.53 0.33 2.10 0.42
n4 0.30 0.40 0.23 0.27 0.29 1.48 0.30
n5 0.02 0.03 0.06 0.04 0.05 0.21 0.04
Jumlah 5 1

Bobot dari setiap parameter dikatakan baik atau konsisten apabila memiliki nilai CR <
0,1. Nilai CR dapat dihitung dengan menggunakan peramaan :

Diketahui :
λ maks = 5.227
n =5
RI = 1.12

{λ 𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑛}
𝐶𝐼 =
𝑛−1

{5.227 − 5}
=
5−1

0.227
=
4

= 0.057

𝐶𝐼
𝐶𝑅 =
𝑅𝐼

0.057
=
1.12

= 0.050

Selanjutnya hasil skoring tingkat kerentanan gerakan tanah pada daerah penelitian di
dapat dari hasil perhitungan bobot parameter faktor ancaman gerakan tanah dikalikan
dengan kelas sub parameter ancaman gerakan tanah (Tabel IV.9).

50
Tabel IV. 8. Kelas, Bobot dan Skoring Parameter Gerakan Tanah

No Parameter Sub Parameter Kelas Bobot Skoring

0 – 15 % 1 0.42

1 Kemiringan 15 – 70 % 2 0.42 0.84


Lereng
>70 % 3 1.26

<2000 mm/tahun 1 0.30

2 Curah Hujan 2000 – 3000 mm/tahun 2 0.30 0.60

>3000 mm/tahun 3 0.90

<200 meter 3 0.48

4 Buffering 200 – 300 meter 2 0.16 0.32


Struktur
Geologi
>300 meter 1 0.16

Lava Andesit 1 0.08

5 Litologi Batupasir Perselingan 2 0.08


0.16
Batulempung

Breksi Pirokastik 3 0.24

Hutan 1 0.04

6 Penggunaan Pemukiman 2 0.04 0.08


Lahan
Perkebunan dan Sawah 3 0.12

IV.2.3. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Daerah Penelitian


Peta zonasi kerentanan gerakan tanah di daerah penelitian yang dihasilkan melalui proses
tumpang tindih (overlay) dari tiap peta parameter yang telah diberi nilai skoring. Proses
overlay peta dibuat dengan menggunakan bantuan software ArcGIS. Kemudian hasil dari
peta zona kerentanan gerakan tanah digabungkan dengan titik ancaman gerakan tanah

51
yang ditemukan di lokasi penelitian. Di lokasi penelitian ditemukan sebanyak 30 titik
ancaman gerakan tanah dengan tingkat kerentanan yang beragam (Gambar IV.24).

Gambar IV. 24. Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah dan Titik Longsorpada Derah Penelitian

1. Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah


Zona ini menempati sekitar 10% dari keseluruhan lokasi penelitian. Didominasi oleh
kemiringan lereng datar hingga agak curam. Litologi penyusun lereng lava andesit,
kondisi pelapukan batuan yang beragam yaitu segar hingga lapuk kuat. Penggunaan lahan
pada zona ini berupa area pertanian, sawah, pemukiman, dan memiliki jarak yang cukup
jauh dari struktur geologi. Zona ini berada pada sisi tengah lokasi penelitian berada di
antara zona ancaman gerakan tanah menengah dan tinggi. Pada zona ini ditemukan 2 titik
ancaman gerakan tanah (Gambar IV.25).

B T
D L

Gambar IV. 25. Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah pada Derah Penelitian
52
2. Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah Rendah
Zona ini menempati sekitar 15% dari keseluruhan lokasi penelitian. Didominasi oleh
kemiringan lereng datar hingga agak curam. Litologi penyusun lereng lava andesit,
kondisi pelapukan batuan yang beragam yaitu segar hingga lapuk kuat. Penggunaan lahan
pada zona ini berupa area pertanian, sawah, pemukiman, dan memiliki jarak yang cukup
jauh dari struktur geologi. Zona ini berada pada sisi tengah lokasi penelitian berada di
antara zona ancaman gerakan tanah menengah dan tinggi. Pada zona ini ditemukan 3 titik
ancaman gerakan tanah. (Gambar IV.26).
B T
D L

Gambar IV. 26. Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah Rendah pada Derah Penelitian

3. Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah Menengah


Zona ini menempati 40% dari keseluruhan lokasi penelitian. Didominasi oleh kemiringan
lereng sedikit miring hingga agak curam. Litologi penyusun lereng berupa batupasir, lava
andesit, dan breksi piroklastik dengan kondisi pelapukan batuan yang beragam yaitu segar
hingga tanah residu. Penggunaan lahan pada zona ini berupa area pertanian, pemukiman,
sawah, dan hutan. Zona kerentanan gerakan tanah menengah memiliki jarak yang cukup
dekat dengan struktur geologi yaitu sesar mendatar kanan kali Lempayan. Pada zona ini
ditemukan 7 titik ancaman gerakan tanah (Gambar IV.27).
TL BD

Gambar IV. 27. Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah Menengah pada Derah Penelitian
53
4. Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi
Zona ini menempati 35% dari keseluruhan lokasi penelitian. Didominasi oleh kemiringan
lereng miring hingga curam ekstrem sehingga menyebabkan daerah ini masuk ke dalam
tingkat ancaman gerakan tanah tinggi. Litologi penyusun lereng berupa batupasir, lava
andesit, dan breksi piroklastik dengan kondisi pelapukan batuan yang beragam yaitu segar
hingga tanah residu. Penggunaan lahan pada zona ini berupa area pertanian, pemukiman,
sawah, dan hutan. Zona kerentanan gerakan tanah tinggi yang terletak pada bagian selatan
dan timur daerah penelitian terdapat dua struktur geologi yaitu sesar mendatar kiri kali
Tambra dan sesar mendatar kanan kali Lempayan. Pada zona ini ditemukan 18 titik
ancaman gerakan tanah (Gambar IV.28).

T B

(a)

U S

(b)
Gambar IV. 28. (a) dan (b) Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi pada Derah Penelitian

54
BAB V

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian “Geologi dan Penentuan Zona
Kerentanan Gerakan Tanah dengan Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process
(AHP) Daerah Jingkang dan Sekitarnya, Kecamatan Karangjambu, Kabupaten
Purbalingga, Jawa Tengah” antara lain :

1. Satuan geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi 3 satuan geomorfologi yaitu


Satuan Perbukitan Struktural (S4), Satuan Perbukitan Vulkanik Breksi (V4), dan
Satuan Perbukitan Vulkanik Lava (V4).
2. Urutan stratigrafi daerah penelitian dimulai dari tua ke muda yaitu satuan batupasir,
kemudian satuan lava andesit dan kemudian breksi piroklastik.
3. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian adalah Sesar Mendatar Kiri
Kali Tambra dan Sesar Mendatar Kanan Kali Lempayan.
4. Pada zaman Tersier kala Miosen Akhir (N15-N18) terendapkan satuan batupasir
dimana satuan ini terendapkan pada lingkungan laut dangkal. Di miosen akhir terjadi
magmatisme kembali akibat dari proses subduksi di miosen tengah. Pada saat ini
kegiatan gunung api ditandai oleh pembentukan formasi kumbang pada daerah
penelitian. Formasi kumbang diawali dengan pembentukan satuan lava andesit yang
mengalir diatas formasi halang. Setelah itu diendapkan satuan breksi piroklastik yang
menumpang di atas lava andesit. Pada kala pliosen-pliestosen terjadi tektonik yang
mengakibatkan pengangkatan menjadi daratan, setelah itu pada kala Pleistosen hingga
Resen, di daerah penelitian mengalami proses eksogen yang intensif seperti pelapukan,
erosi, transportasi dan sedimentasi hingga menghasilkan keadaan morfologi sekarang.
5. Kemiringan lereng yang curam merupakan faktor paling berpengaruh terhadap zonasi
gerakan tanah daerah penelitian. Kemudian secara berurutan dilanjutkan dengan faktor
yang lainnya yaitu curah hujan tinggi, pelapukan batuan, buffering struktur, litologi
penyusun lereng, serta penggunaan lahan yang kurang sesuai.
6. Didapatkan 4 zona kerentanan gerakan tanah pada daerah penelitian yaitu zona gerakan
tanah sangat rendah menempati 10% dari keseluruhan lokasi penelitian, zona gerakan
tanah rendah menempati 15% dari keseluruhan lokasi penelitian, zona gerakan tanah
menengah menempati 35% dari keseluruhan lokasi penelitian, dan zona gerakan tanah
tinggi menempati 50% dari keseluruhan daerah penelitian.

55
DAFTAR PUSTAKA

Anbalagan, R., 1992. Landslide Hazard Evaluation and Zonation Mapping in


Mountainous Terrain, Engineering Geology, Vol. 32, p.269-277.
Anderson, E.M. (1951). The Dynamics of Faulting. Oliver and Boyd, Edinburgh. 241
pp.Association, 75, pp. 461-492.
Anonim. 2012. Modul Praktikum Petrografi (TKG222). Purwokerto: Teknik Geologi
UNSOED.
Badan Geologi-Kementerian ESDM Direktorat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi. 2015. Laporan Singkat Pemeriksaan Gerakan Tanah di Kec.
Karangjambu, Kab. Purbalingga, Jawa Tengah. Bandung
Bemmelen, R. W. Van .1949. The Geology of Indonesia, vol.1.A, The Haque, Martinus
Nijhoff.
Blow, W.H. and Banner, F.T. 1966: The Morphology, Taxonomy and Biostratigraphy.
Micropaleontology Vol. 12(3).
Bolli, H.M. dan Saunders.J.B. 1985. Low Latitude Planktonic Foraminifers. New York :
Cambridge University Press.
Darmawan, M dan Theml, S.2008. Katalog Methodologi Penyusunan Peta Geo Hazard
Dengan GIS.Banda Aceh: Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR)
NADNias.Banda Aceh.
Djuri,M., T.C.Amin, S.Gafoerdan H. Samodra. 1996. Peta Geologi Lembar Purwokerto
dan Tegal. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, Indonesia.
Fleuty, M.J. (1964). The Description of Folds. Proceedings of the Geologists.
Glade, T., Anderson, M., dan Crozier, M.J. 2004. Landslide Hazard and Risk. John Wiley
and Sons, England.
Haryanto Iyan . 2003. Geologi Struktur. Jatinangor : Geologi Unpad.
Hobbs, B.E., W.D. Means, and P.E. Williams. (1976). An Outline of Structural Geology.
John Wiley & Sons, New York, 571 p.
Howard, A.D. 1967. Drainage Analysis in Geologic Interpretation. A Summary. The
American Association of Petroleum Geologist Bulletin. 51 : 2246-2259.
ISRM. 1978. Commission on Classification of Rock and Rock masses, Basic
Geotechnical Description of Rock Masses. Int. J. Rock Mech. Min. Sci.
Geomech.

56
Karnawati, D. 2005. Bencana Alam Gerak Massa Tanah di Indonesia dan Upaya
Penanggulangannya, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia. 1996. Sandi Stratigrafi Indonesia. Ikatan Ahli
Geologi Indonesia : Indonesia.
Moody, J. D., and M. J. Hill. 1956. Wrench fault Tectonics, Geological Society of America
Bulletin, v. 67, p. 1207-1246
Permanajati, Indra dan Sachrul Iswahyudi. 2019. Zona Pelapukan Sebagai Pengontrol
Longsoran di Daerah Jingkang dan Sekitarnya, Purbalingga. Purbalingga.
URECOL
Pettijohn, F.J. 1975. Sedimentary Rock Third Edition. Harper & Row Publishers, New
York-Evanston-San Fransisco-London.
Pulunggono A., dan Martodjojo S, 1994. Perubahan Tektonik Paleogen - Neogen
Merupakan Peristiwa Tektonik Terpenting di Jawa. Proceeding Geologi dan
Geoteknik Pulau Jawa.
Rickard, 1972. Fault and Fold Tectonics, 1984. 565 p. E. Horwood. Newyork
Saaty, T. L., 1988. Multicriteria Decision Making: The Analytic Hierarchy Process,
University of Pittsburgh, United States of America.
Situmorang, B., Siswoyo., Thajib, E., dan Paltrinieri, F., 1976, Wrench Fault Tectonics
and Aspects of Hydrocarbon Accumulation in Java, Proceeding IPA, Fifth Ann.
Conv., Indonesia
Standar Nasional Indonesia, 2005. Penyusunan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah
SNI 13-7124-2005, ICS 07.060, Badan Standardisasi Nasional
Streckeisen, et al, 1978.A Clasification of Plutonic and Volcanic after IUGS.
Van Zuidam, R. A. 1985. Aerial Photo-Interpretation In Terrain Analysis And
Geomorphologic Mapping. Smith Publishers. The Hague.
Varnes, D.J. 1978. Slope movement types and process. Special Report 176; Landslides;
Analysis and Control. Eds: R.L. Schuster dan R.J. Krizek. Transport Research
Board, National Research Council,Washigton, DC

Verhoef, P.N.W. 1985. Geologie Voor De Civiel Ingenieur. TH, Delft.

57

Anda mungkin juga menyukai