Anda di halaman 1dari 84

PENATALAKSAAN FISIOTERAPI PADA KASUS VERTIGO

DENGAN MENGGUNAKAN METODE KINESIOTAPPING


DAN BRANDT-DAROFF EXERCISE

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Oleh :
Bella Nurhadia
201951006

PROGRAM STUDI DIII FISIOTERAPI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM
2022
PENATALAKSAAN FISIOTERAPI PADA KASUS VERTIGO
DENGAN MENGGUNAKAN METODE KINESIOTAPPING
DAN BRANDT-DAROFF EXERCISE

KARYA TULIS ILMIAH

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Mencapai Derajat Ahli Madya Pada
Program Studi DIII Fisioterapi
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Jambi

Disusun Oleh:
Bella Nurhadia
201951006

PROGRAM STUDI DIII FISIOTERAPI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM
2022

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah dengan Judul:

PENATALAKSAAN FISIOTERAPI PADA KASUS VERTIGO


DENGAN MENGGUNAKAN METODE KINESIOTAPPING
DAN BRANDT-DAROFF EXERCISE

Disusun Oleh :

Bella Nurhadia
201951006

Telah Diuji Di Depan Penguji Karya Tulis Ilmiah dan Dinyatakan Telah Lulus
dan Memenuhi Syarat, pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 13 Juli 2022

Dewan Penguji

1. Indah Permata Sari, S.Fis., M Biomed Ketua sidang ____________

2. Putra Hadi SSt.Ft., M.Or.AIFO Sekretaris ____________

3. Ririn Amisa, S. Ft., Ftr Penguji Utama ____________

iii
HALAMAN PENGESAHAN

PENATALAKSAAN FISIOTERAPI PADA KASUS VERTIGO


DENGAN MENGGUNAKAN METODE KINESIOTAPPING
DAN BRANDT-DAROFF EXERCISE

Disusun Oleh
Bella Nurhadia
201951006

Telah Diuji Pada Hari Rabu, 13 Juli 2022


Dan Dinyatakan Lulus dengan Susunan Tim Penguji

Ketua : Indah Permata Sari, S.Fis., M Biomed


Sekretaris : Putra Hadi SSt.Ft., M.Or.AIFO
Penguji : Ririn Amisa, S. Ft., Ftr

Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II

Indah Permata Sari, S.Fis., M.Biomed Putra Hadi, SSt. Ft., M.Or.AIFO
NPP. 43516 NPP. 31013
Tanggal : 05 Oktober 2022 Tanggal : 05 Oktober 2022

Mengetahui :
Ketua STIKBA Ketua Program Studi DIII Fisioterapi

Dr. Filius Chandra, SE, MM Adi Saputra Junaidi, S. Fis., M. Fis


NPP. 03404 NPP. 33013
Tanggal : 05 Oktober 2022 Tanggal : 05 Oktober 2022

iv
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : BELLA NURHADIA
Npm : 201951006
Program Studi : D III Fisioterapi
Menyatakan Bahwa Karya Tulis Ilmiah Dengan Judul “Penatalaksaan
Fisioterapi Pada Kasus Vertigo Dengan Menggunakan Metode KinesioTapping
Dan Brandt-Daroff Exercise” Adalah hasil karya tulis ilmiah sendiri dan tidak
plagiat, sesuai dengan peraturan yang berlaku di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Baiturrahim Jambi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila
dikemudian hari apa yang saya nyatakan tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Jambi, 13 Juli 2022


Yang membuat pernyataan

BELLA NURHADIA
NPM 201951006

v
MOTTO

“Bersyukur atas semua yang di berikan oleh Allah Swt, karena setiap
orang mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing”

“Sesungguhnya allah tidak akan melihat fisik kita tetapi allah lebih
melihat hati kita”

“Jangan putus asa atau sedih”


(QS. Ali Imran : 139)

vi
KATA PERSEMBAHAN

Karya tulis ini saya persembahkan kepada :


1. Allah SWT, yang selama ini menuntun saya dan terus memberikan
kemudahan dalam setiap langkah dengan cobaan yang sudah terlewati
untuk menuju akir yang sangat indah.
2. Kedua orang tua tercinta, Bapak dan Mama tersayang,terimakasih untuk
semua doa,kasih sayang,nasehat,materi,waktu,tenaga dan ikut serta dalam
memberi semangat yang tak henti-hentinya ke pada Bella semoga anakmu
bisa membahagiakan kalian di masa depan.
3. Terimakasih kepada semua keluarga besar yang senantiasa selalu
mendoakan dan memberikan semangat di seriap langkah Bella.
4. Dosen-dosen D III Fisioterapi yang telah memberikan ilmu dan
pengalaman yang sangat bermamfaat bagiku.
5. Kepada teman-teman yang telah mensupport bella sampai ketahap ini
terkhusus kontrakan rempong, fantastic squat, kacang panjang, bestie
kompre.
6. Kepada teman-teman seperjuangan FT 19 terima kasih 3 tahun ini untuk
waktu, kekeluargaan dan kebersamaan yang telah kita lewati hingga detik
ini, semoga kita semua sukses, Amin.
7. Terimaksih untuk diri sendiri yang telah berjuang dan mampu menahan
sampe akhir.

vii
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur senantiasa saya panjatkan kepada Allah


subhanahuwata’ala tuhan yang maha esa pengayom segenap alam yang telah
memberikan rahmat serta hiadayahnya sehingga dalam penulisan karya tulis
ilmiah ini saya tidak mengalami kendala yang berarti hingga terselesaikannya
karya tulis ilmiah ini yang berjudul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus
Vertigo Dengan Menggunakan Metode Brandt-Daroff Exercise dan Kinesio
Tapping”
Dalam pembuatan karya Tulis Ilmiah ini penulis mendapat bimbingan serta
petunjuk dari banyak pihak sehingga peneliti dapat menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini, selanjutnya melalui tulisan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Bapak Dr. Filius Chandra, SE., MM selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Baiturrahim Jambi.
2. Bapak Ariyanto SKM., M.Kes selaku Wakil Ketua I Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Baiturrahim Jambi.
3. Ibu Gustina M.Keb selaku Wakil Ketua II Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Baiturrahim Jambi.
4. Bapak Adi Saputra Junaidi, S. Fis., M. Fis selaku Ketua Prodi DIII Fisioterapi
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Jambi
5. Bapak Putra Hadi SSt., M.Or., AIFO selaku Sekretaris Program Studi dan
selaku pembimbing Pendamping Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim
Jambi
6. Ibu Indah Permata Sari, S.Fis., M Biomed selaku Pembimbing I.
7. Semua Dosen Prodi DIII Fisioterapi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Baiturrahim Jambi.
8. Kepada kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan moral
maupun dukungan moril.
9. Teman-teman seperjuangan yang telah berjuang bersama tiga tahun ini.

viii
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan saran dari semua pihak.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu.

Jambi, 13 Juli 2022

Penulis

ix
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR ............................................................................. xi
DAFTAR ISI ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR................................................................................... xii
DAFTAR TABEL............................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………….. xiv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP…………………………………………… xv
ABSTRAK………………………………………………………………… xvi
ABSTRACT……………………………………………………………….. xvii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................ 4
1.4 Manfaat ...................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 6
2.1 Definisi ....................................................................................... 7
2.2 Anatomi ...................................................................................... 7
2.3 Etiologi ....................................................................................... 15
2.4 Patofisiologi ............................................................................... 16
2.5 Tanda Gejala .............................................................................. 17
2.6 Prognosis .................................................................................... 19
2.7 Komplikasi ................................................................................. 19
2.8 Diagnosa Banding ...................................................................... 21
2.9 Pemeriksaan Spesifik ................................................................. 22
2.10 Objek yang dibahas .................................................................. 23

x
2.12 Problematika Fisioterapi .......................................................... 37
2.13 Teknologi Intervensi Fisioterapi .............................................. 37
BAB III PROSES FISIOTERAPI .......................................................... 44
3.1 Pengkajian Fisioterapi ................................................................ 44
3.2. Penatalaksanaan Fisioterapi ...................................................... 54
3.3 Evaluasi ...................................................................................... 55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 56
4.1 Hasil ........................................................................................... 56
4.2 Pembahasan ................................................................................ 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 58
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 58
5.2 Saran ........................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 60
LAMPIRAN ............................................................................................. 63

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.5 Gambar Supraspinatus ..................................................................... 13
Gambar 2.6 Gambar Deltoideus .......................................................................... 13
Gambar 2.7 Gambar Teres Minor ....................................................................... 14
Gambar 2.8 Gambar Subscapularis ..................................................................... 14
Gambar 2.9 Gambar Fleksus Cervicalis .............................................................. 15
Gambar 2.10 Gambar Occipitalis Minur ............................................................. 17
Gambar 2.11 Gambar Tekhnik Pelaksanaan Nystagmus .................................... 21
Gambar 2.12 Gambar Skala Pengukuran VAS ................................................... 27
Gambar 2.13 Gambar Tekhnik Pelaksanaan Brandt Daroff Exercise ................ 32
Gambar 2.14 Gambar Penggunaan Kinesio Tapping .......................................... 43
Gambar 3.1 Gambar Titik Lokasi Nyeri ............................................................. 44
Gambar 3.2 Gambar Pemeriksaan Nystagmus .................................................... 48

xii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 3.1 Pemeriksaan Gerak Aktif .................................................................... 47
Tabel 3.2 Pemeriksaan Gerak Pasif .................................................................... 47
Tabel 3.3 Pemeriksaan Isometrik ......................................................................... 48
Tabel 3.4 Hasil Pemeriksaan Nystagmus ............................................................. 49
Tabel 3.5 Hasil pemeriksaan VAS ....................................................................... 49
Tabel 3.6 Hasil evaluasi nyeri dengan skala VAS ............................................... 53

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Informed Consent ....................................................................................... 64


Dokumentasi Pelaksanaan Intervensi ......................................................... 65

xiv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1.1.Daftar Pribadi
Nama : Bella Nurhadia
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 21 Tahun
Tempat/Tanggal Lahir : Pamenang,13 April 2001
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Pasar Pamenang, Kec Pamenang, Kab
Merangin

1.2.Riwayat Pendidikan
a. TK Kasih Ibu Pamenang
b. SD N 06 Pamenang
c. MTS N 03 Pamenang
d. SMA N 8 Pamenang
e. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Jambi

1.3.Riwayat Praktek Lapangan


a. RSUD Hanafie Muara Bungo
b. RSJD Provinsi Jambi

xv
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Jambi
Program Studi DIII Fisioterapi
KTI, Juni 2022

PENATALAKSAAN FISIOTERAPI PADA KASUS VERTIGO


DENGAN MENGGUNAKAN METODE KINESIOTAPPING
DAN BRANDT-DAROFF EXERCISE
(BELLA NURHADIA, 2022, 76 HALAMAN)
Indah Permata Sari,S.Fis., M Biomed*) dan Putra Hadi SSt.Ft., M.Or.AIFO **)

ABSTRAK

Latar Belakang : Vertigo merupakan perubahan posisi kepala atau badan


terhadap gaya gravitasi sehingga penderita merasakan ilusi gerakan atau melihat
lingkungannya bergerak padahal lingkungannya diam, atau penderita merasakan
dirinya bergerak, padahal tidak. Penyebabnya gangguan alat keseimbangan tubuh
oleh berbagai keadaan ataupun penyakit.
Tujuan : Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi dalam meningkatkan
keseimbangan dan mengurangi nyeri pada kasus vertigo dengan metode Brandt
Daroff Exercise dan Kinesiotapping.
Hasil : Setelah diberikan program fisioterapi selama empat kali diperoleh adanya
penurunan derajat nyeri dan peningkatan keseimbangan.
Kesimpulan : Setelah pemberian program fisioterapi sebanyak empat kali
terbukti bahwa metode Brandt Daroff Exercise dapat meningkatkan
keseimbangan pada pasien vertigo serta penggunaan kinesio tapping juga terbukti
dapat mengurangi derajat nyeri pada pasien dengan vertigo.
Kata Kunci : Vertigo, Kinesio Tapping, dan Brandt-Daroff
*) Pembimbing 1
**) Pembimbing 2

xvi
Baiturrahim Jambi College of Health Sciences
DIII Physiotherapy Study Program
KTI, June 2022

PHYSIOTHERAPY MANAGEMENT IN THE CASE OF VERTIGO


USING METHODE OF KINESIO TAPPING AND
BRANDT-DAROFF EXERCISE

(BELLA NURHADIA, 2022, 76 Pages)


Indah Permata Sari,S.Fis., M Biomed*) dan Putra Hadi SSt.Ft.,M.Or.AIFO **)

ABSTRACT

Background: Vertigo is a change in the position of the head or body against the
force of gravity so that the patient feels the illusion of movement or sees the
environment moving, even though the environment is still, or the patient feels
himself moving, even though he is not. The cause is a disturbance in the body's
balance by various conditions or diseases.
Objective: To determine the management of physiotherapy in improving balance
and reducing pain in cases of vertigo with Brandt Daroff Exercise and
KinesioTapping modalities.
Results: After being given a physiotherapy program for four times, it was found
that there was a decrease in the degree of pain, an increase in balance.
Conclusion: After being given a physiotherapy program for four times shows that
Brandt Daroff Exercise method can improve balance in patient with vertigo and
the use of kinesio tapping can reduce the degree of pain in patients with vertigo.
Keywords: Vertigo, Kinesio Tapping and Brandt-Daroff Exercise
*) Supervisor 1
**) Supervisor 2

xvii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sehat menurut WHO adalah keadaan sempurna secara fisik, mental,
serta sosial, dan tjuga terbebas dari penyakit serta kecacatan. Sehat adalah hak
paling mendasar dari setiap manusia, tanpa membeda-bedakan ras, agama,
politik, dan kondisi sosial ekonominya. Sehat diperlukan agar seseorang
mampu menciptakan keamanan, dan bebas untuk melakukan apapun di dalam
hidupnya. Upaya untuk mencapai sehat dapat dilakukan dengan promosi
kesehatan dan pencegahan penyakit, memahami gejala yang ditimbulkan dan
langkah-langkah pencegahan serta penanganannya (WHO, 2022).
Sementara itu sehat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan, adalah keadaan baik secara fisik, mental, spiritual,
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomis. Sedangkan bugar adalah kemampuan tubuh untuk
melakukan kegiatan sehari-hari dengan penuh energi dan setelah
menyelesaikan kegiatan tersebut masih memiliki semangat dan tenaga
cadangan untuk menikmati waktu senggang dan siap untuk melakukan
kegiatan lain yang mendadak atau tidak terduga (Kemenkes, 2021).
Salah satu penyakit yang dapat mengganggu kesehatan adalah
komplikasi dari aterosklesrosis, obstruksi trombotik atau emboli dari
pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak yang lebih lanjut dapat
menyebabkan kurangnya suplai oksigen di otak seperti pada penderita
penyakit vertigo (Casani et al, 2021).
Prevalensi kejadian vertigo juga tidak bisa dianggap remeh. Di
Amerika, tercatat sebanyak 1,8% diantara orang dewasa muda dan 13-38%
pada orang lanjut usia (elderly) menderita vertigo, dan Insidennya terus
meningkat seiring dengan meningkatnya umur (Dewi et al, 2018).
Di Indonesia sendiri, kasus kejadian vertigo di RSUP Dr Kariadi
Semarang berada pada urutan kelima dari gangguan/penyakit yang dirawat di

1
2

bangsal saraf. Di Rumah Sakit Eka BSD Tanggerang kasus vertigo tercatat
sejumlah 223 kasus dalam satu tahun, dan terus meningkat di setiap bulannya
serta menempati 10 penyakit teratas (Dewi et al, 2018).
Vertigo merupakan suatu gejala dari penyakit penyebabnya. Vertigo
ialah ilusi bergerak dan ada juga yang menyebutnya halusinasi gerakan yaitu,
penderita seperti merasakan atau melihat lingkungannya bergerak, padahal
lingkungannya diam, atau penderita merasakan dirinya bergerak, padahal
tidak (Teggi, 2021).
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) atau sering disebut
sebagai Vertigo, merupakan kondisi dimana terjadinya perubahan posisi
kepala atau badan terhadap gaya gravitasi, sehingga menyebabkan gangguan
organ vestibular telinga, dan menganggu keseimbangan hingga pada sistem
neurosensori pendengaran (Wang et al, 2021).
Benign Paroxysmal Positional Vertigo ini merupakan salah satu
penyakit kelainan perifer dan menjadi penyebab utama dari vertigo. Vertigo
jenis ini paling sering dicetuskan oleh keadaan perubahan posisi kepala.
Vertigo berlangsung beberapa detik saja dan paling lama satu menit
kemudian reda kembali. Penyebabnya biasanya tidak diketahui namun sekitar
50% diduga karena proses degenerasi yang mengakibatkan adanya deposit
batu di kanalis semisirkularis posterior sehingga menjadi hipersensitif
terhadap perubahan gravitasi yang menyertai keadaan posisi kepala dan
menyebabkan gangguan keseimbangan tubuh terutama pada mereka yang
barusia lanjut (Prell, 2022).
Benign Paroxysmal Positional Vertigo dapat di atasi dengan
menggunakan intervensi kinesio tapping, dan Brandt Daroff Exercise
(Mohaddese et al, 2021). Menurut penelitian Kataryzna terhadap penderita
vertigo dengan menggunakan kinesio tapping ditemukan hasil bahwa
penggunaan kinesio tapping berpengaruh terhadap penurunan nyeri karena
terbukti dapat memperbaiki keseimbangan dan koordinasi gerak tubuh
(Katarzyna, 2019).
3

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Topdemir 2021 juga


membuktikan bahwa dengan menggunakan kinesio tapping terbukti dapat
mengurangi rasa nyeri karena kinesio tapping dapat merangsang
mekanoreseptor dan meningkatkan sinyal aferen ke sistem syaraf pusat yang
akirnya memblokir reseptor nyeri yang menyebabkan nyeri berkurang.
Sementara Brandt Daroff Exercise merupakan metode latihan yang
sangat mudah dan dapat dilakukan secara mandiri dirumah oleh penderita
vertigo. brandt-daroff exercise merupakan sebuah latihan habituasi yang
bertujuan untuk adaptasi terhadap meningkatnya respon gravitasi yang
menimbulkan pusing saat terjadi perubahan posisi kepala. Brandt Daroff
Exercise yang dilakukan sesuai dosis dan porsi yang benar dapat mengurangi
bahkan menghilangkan gejala vertigo dalam jangka panjang (Khaftari et al,
2021).
Latihan brandt daroff dapat melancarkan aliran darah ke otak dan
dapat memperbaiki tiga sistem sensori yaitu sistem penglihatan (visual),
sistem keseimbangan telinga dalam (vestibular) dan sistem sensori umum
yang meliputi sensor gerak, tekanan, posisi dan keseimbangan tubuh
(Klokker, 2021).
Menurut penelitian Andika, membuktikan bahwa pemberian terapi
brandt daroff terbukti signifikan dapat memperbaiki gangguan keseimbangan
penderita vertigo karena latihan brandt daroff mendispersikan gumpalan
otolit menjadi partikel yang kecil sehingga menurunkan keluhan vertigo dan
kejadian nistagmus (Andika, 2020).
Penelitian Triyanti dan Supono, juga membuktikan bahwa pemberian
Brandt Daroff Exercise efektif meningkatkan keseimbangan penderita vertigo
karena latihan Brandt Daroff berperan meningkatkan efek adaptasi dan
habituasi sistem vestibular dan pengulangan yang lebih sering padalatihan
Brandt Daroff berpengaruh dalam proses adaptasi pada tingkat integrasi
sensorik. Integras sensorik juga bekerja dalam penataan kembali
ketidakseimbangan input antara sistem organ vestibular dan persepsi sensorik
lainnya (Kusumaningsih et al, 2018).
4

Maka berdasarkan dari latar belakang diatas maka peneliti tertarik


untuk mengetahui manfaat dari metode latihan brandt daroff sebagai terapi
fisik yang dilakukan untuk mengatasi gejala vertigo sehingga penulis
mengangkat judul untuk Karya Tulis Ilmiah ini yaitu “Penatalaksaan
Fisioterapi Pada Kasus Vertigo Dengan Menggunakan Metode Brandt-
Daroff Exercise Dan kinesiotapping.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan
beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh kinesio tapping dapat mengurangi nyeri pada kasus
vertigo ?
2. Bagaimana pengaruh brandt-daroff exercise dapat meningkatkan
keseimbangan pada kasus vertigo ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka beberapa tujuan yang
hendak dicapai diantaranya adalah :
1. Tujuan umum
Untuk memenuhi salah satu syarat akademik untuk
menyelesaikan program studi DIII Fisioterapi .
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui efek KinesioTapping dalam mengurangi nyeri pada
kasus vertigo.
b. Untuk mengetahui efek brandt-daroff exercise dalam meningkatkan
keseimbangan pada kasus vertigo.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai kasus vertigo.
2. Bagi Fisioterapi
Menambah pengetahuan dan juga membantu pasien dalam penanganan
yang tepat pada kasus vertigo.
5

3. Bagi Institusi Pendidikan


Sebagai bahan referensi mengenai kasus vertigo
4. Bagi Masyarakat
Menambah informasi pada masyarakat mengenai cara penanganan kasus
vertigo dengan menggunakan terapi metode brandt-daroff.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Kasus


2.1.1 Definisi
Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau gerakan dari tubuh
atau lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang disebabkan oleh
gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau
penyakit dengan demikian vertigo bukan suatu gejala pusing berputar
saja, tetapi merupakan suatu kumpulan gejala atau satu sindrom yang
terdiri dari gejala somatic (nistagmus, untoble), otonomik (pucat, peluh
dingin, mual dan muntah dizziness lebih mencerminkan keluhan rasa
gerakan yang umum tidak spesifik, rasa goyah, kepala ringan dan
perasaan yang sulit dilukiskan sendiri oleh penderitanya. Pasien sering
menyebutkan sensasi ini sebagai nggliyer, sedangkan giddiness berarti
dizziness atau vertigo yang berlangsung singkat (Sri, 2019).
Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah perubahan posisi
kepala atau badan terhadap gaya grvitasi, yang merupakan gangguan
organ vestibular telinga, dapat menganggu keseimbangan (Putri et al,
2021). Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) termasuk ke
dalam gangguan keseimbangan terhadap gravitasi dengan gejala
pusing, berputar seperti melayang, dunia seperti berjungkir balik dikuti
oleh rasa mual dan muntah serta keringat dingin sewaktu merubah
posisi kepala terhadap gravitasi (Siregar et al, 2017).
Sistem Keseimbangan merupakan sebuah sistem yang penting
untuk kehidupan manusia, dimana keseimbangan merupakan suatu
kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi tubuh dengan
lingkungan sekitar. Bahkan sistem keseimbangan membuat manusia
mampu menyadari kedudukan terhadap ruangan sekitarnya, baik dalam
keadaan statik maupun dynamic dengan menggunakan integrasi
sensoris (Sri, 2019).

6
7

Jika pada sistem keseimbangan tersebut ada gangguan maka


akan menimbulkan berbagai keluhan, diantaranya berupa sensasi
berputar dan akan mempengaruhi keseimbangan postural baik secara
statis maupun dinamis yang sering disebut Vertigo. Vertigo merupakan
persepsi yang salah dari gerakan seseorang atau lingkungan sekitarnya
(Colby, 2018).
2.2 Anatomi
2.2.1 Otot
Otot pembentuk pada shoulder joint menurut Sunandi, 2018
sebagi berikut: M. Pectoralis Major adalah otot tebal , berbentuk
seperti kipas dan terletak diantara anterior dari dinding dada.Origo :
Permukaan anterior paruh Medial clavicula ketiga, permukaan anterior
sternum. costal cartilago ribs keenam Insersio : Sulcus intertubercularis
lateral. Fungsi : Adduksi dan endorotasi humerus, menarik scapula
kearah ventral dan kaudal (Sunandi, 2018).

Gambar. 2.1 Deltoideus (Sobotta, 2012)


M. Deltoideus adalah otot yang membentuk struktur bulat pada bahu
manusia. Origo : Clavicula , scapula Fungsi : Abduksi dan ekstensi
bahu.
8

Gambar 2.2 Latisimus Dorsi (Sobotta, 2012)


M. Latisimus Dorsi adalah otot besar yang ditemukan di punggung
bagian atas yang membantu gerakan tangan. Origo : Otot ini dimulai
dari bagian posterior crista iliaca pada pelvis ( tulang pinggung). fascia
lumbalis.dan processus spinosus 6 tulang belakang thorax bagian
bawah dan tulang rusuk ke-3 dan 4 bagian bawah. Terkadang juga
melalui beberapa serabut dari angulus inferior scapula. Insertio : Otot
berinsersio disulcus bicipitslis pada humerus (tulang lengan atas).
Fungsi : Ekstensi, abduksi, internal rotasi humerus.

Gambar 2.3 Supraspinatus (Sobotta, 2012)


M supraspinatus adalah otot yang relative kecil pada lengan atas. Origo
: Fossa supraspinatus scapulae Insersio : Bagian atas tuberculum mayor
humeri dan capsula rticular humeri Fungsi : Membantu m.deltoideus
melakukan abduksi bahu dengan memfiksasi caput humeri pada fossa
glenoidalis scapulae.
9

Gambar 2.4 Infraspinatus Origo (Sobotta, 2012)


M, Infraspinatus Origo : Fossa infraspinata scapula 8 Insersio : Bagian
tengah tuberculum mayor humeri dan capsula articulation humeri
Fungsi : Otot ini berfungsi melakukan eksorotasi bahu dan
menstabilkan articulation humeri.

Gambar 2.5 Teres Minor (Sobotta, 2012)


M. Teres Minor adalah otot kecil yang terdapat dibagian bahu.teres
minor merupakan salah satu dari kelompok otot rotator cuff. Letaknya
bersebelahan dengan otot teres mayor dan otot infraspinatus Origo :
Bagian caudal fossa infraspinata. Sepertiga bagian tengah margo
lateralis dari scapula Insersio : Dibagian bawah tuberculum mayor
humeri dan scapula articulation humeri Fungsi : Melakukan eksorotasi
bahu dan menstabilkan articulation humeri.
10

Gambar 2.6 Subscapularis (Sobotta, 2012)


M. Subscapularis adalah otot yang besar berbentuk segitiga yang
menyusun fossa subscapularis. 9 Origo : Fossa subscapularis pada
permukaan anterior scapula Insersio : Tuberclum minor humeri Fungsi
: Otot ini melakukan endorotasi bahu dan membantu menstabilkan
sendi

Gambar 2.7 Clavicularis (Sobotta, 2012)


2.2.2 Sendi
Bahu adalah sendi yang menghubungkan antara badan dengan
ekstermitas atas. fungsi utama sendi bahu adalah untuk mengerakan
lengan dan tangan kesegala posisi yang berhubungan dengan tubuh.
Konsekuensinya sendi bahu sangat dinamis, sehingga relative tidak
setabil (Sunandi, 2018). Sendi bahu terbagi menjadi 5 sendi yaitu :
a. Sendi glenohumeral
b. Sendi akromioklavicular
c. Sendi sternoklavikular
d. Sendi subakromia
e. Sendi skapulo-thorasik.
11

Gambar 2.8 Glenohumeral (Sobotta, 2012)

2.2.3 Persarafan
Pada daerah punggung bagian atas dipersarafi oleh fleksus cervicalis
dan fleksus brachialis. Fleksus cervicalis dibentuk primaries anterior
nervus spinalis C1-C4 pada fleksus cervicalis bercabang membentuk
nervus semispinalis capiris yang merangsang otot trapezius. Fleksus
brakhialis dibentuk dibagian primer diantara nervus spinalis C5-Th1.
a. Fleksus brachialis (Suroto, 2019)
Berdasarkan urutannya, maka akar saraf C5 dan C6 akan bergabung
membentuk trunkus proksimal, namun akar saraf C5 sebelumnya
telah memberikan cabang ke nervus (N) Thorakalis Longus dan N.
Dorsal scapula. N.Thorakalis longus yang merupakan gabungan
dari percabangan akar saraf C5, C6 dan C7 yang akan menginervasi
otot seratus anterior N. Dorsal scapula akan menginervasi otot
rhomboid. Trunkus proksimal mengeluarkan cabang
N.Suprascapular yang akan menginervasi otot supraspinatus dan
infraspinatus. Akar saraf C7 sebelum menjadi trunkus medius
memberikan percabangannya ke N.Thorakalis Longus. Akar saraf
C8 dan Th.1 akan bergabung membentuk trunkus inferior.
12

b. Felksus cervicalis
1. Nervus occipitalis minor (C2)
Mengurus persarafan kulit leher dan kulit kepala
posterosuperior terhadap auricula nervus auricularis magnus
(C2 dan C3) melintas ke superior secara diagonal pada
musculus ster nocleidomastoideus ke glandula parotidea, dan
disini bercabang untuk mempersarafi kulit yang menutup
kelenjar, aspek posterior auricula, dan daerah antara mandibula
dan processus mestoideus.
2. Nervus tranversus colli (C2 dan C3)
Persarafan kulit yang menutupi trigonum cervical antorius, saraf
ini melingkari pertengahan tepi posterior musculus
sternocleidomastoideus dan menyilangnya dibawah platysma.
3. Nervus supraclaviculares (C3 dan C4)
Nervus supraclaviculares (C3 dan C4) keluar sebagai batang
bersama, tertutup oleh musculus stenocleidomastoideus dan
melepaskan cabang-cabang ini melintasi clavicula dan
mempersarafi kulit bahu.

Gambar. 2.9 Fleksus Cervicalis (Sobotta, 2012)


2.2.4 Vaskularisasi
Pembuluh darah dan saraf pada kepala dan leher regio lateralis
superficialis, sisi kanan dilihat dari lateral. Arteri-arteri superficialis
13

didaerah wajah adalah A. Facialis dan cabang-cabangnya serta R.


Parietalis dan R. Frontalis dari A. Temporalis superficialis, yang
berasal dari A. Carotis externa di daerah kepala lateral. Darah mengalir
dari sisi melalui vena-vena yang diberi nama yang sama ke dalam V.
Jugularis externa (Suroto, 2019).
Cabang-cabang terminal dari N.Facialis (VII) adalah saraf-saraf
superficialis yang memancar dari plexus intraparotideus yang terletak
didalam Glandula parotidea Rr. Temporales, Rr.Zygomatici, Rr.
Buccales, R.Marginalis mandibulae, R.Colli mandibulae. Didepan
auricula, berjalan naik N.auriculotemporalis, suatu cabang dari
N.trigeminus. n.supraorbitalis, juga cabang dari N.trigeminus (V),
meninggalkan Orbita dan menembus M.orbicularis oculi (Suroto,
2019).
Leher dan occiput menerima persarafan sensorik dari cabang-
cabang Plexus cervicalis yang terutama berasal dari Punctum nervosum
(titik ERB) dibatas posterior M.sternocleidomastoideus: N.tranversus
colli, J.auricularis magnus, N.occipitalis minor dan
Nn.Supraclaviculares (Sobotta, 2012).

Gambar. 2.10 Magnus, N. Occipitalis minor (Sobotta, 2012)


14

2.2.5 Ligamen
a. ligament occipitoatlantoaxial
ligament occipitoatlantoaxial merupakan ligament cervical
atas, pertama yang menghubungkan occiput dengan atlas axis, yaitu
membran occipitoatlantoaxial anterior, membran atlantooccipital
posterior dan membran tctorial. Kedua kompleks ligament yang
menghubungkan axis dengan occiput yaitu ligament apikal,
komponen longitudinal dari ligamen cruciform dan ligamen alar.
Ketiga terdapat kompleks ligamen yang menghubungkan axis
dengan atlas yaitu komponen lateral dari ligamen cruciform
(ligament transfersus) dua ligament nuchae melekat diatas
protuberance occipital bagian luar, berada pada bidang sagital dan
bergabung dengan ligamen interspinous dan ligamen supraspinous
(Ombregt, 2013).
b. ligament pada cervical
tulang belakang cervical memiliki sistem ligament yang komplkes.
Fungsi ligamen ialah untuk mempertahankan hubungan tulang-
tulang agar selalu dalam posisi normal. Secara klinis biarpun tidak
terlalu penting karena lesi ligamen pada tulang belakang cervical
tidak sering terjadi dan ketika terjadi lesi akan sulit untuk
menemukan secara tepat letak masalah tersebut berada (Ombregt,
2013).
c. ligament tulang belakang cervical bawah
ligamen longitudinal anterior melekat dekat dengan copur
vertebrae, tapi tidak pada discus. Berbeda dengan ligamen
longitudinal posterior yang melekat ke discus dan lebih luas ke
tulang belakang cervical atas dibandingkan dengan cervical bawah.
Kedua ligamen tersebut merupakan stabilisator yang sangat kuat
dari sendi intervertebrae. Pada tulang bagian lateral dan posterior
digabungkan dengan ligamen flavum, ligamen intertransversus, dan
ligamen interspinous, serta ligamen supraspinous (Ombergt, 2013).
15

2.3 Etiologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) atau disebut juga
Vertigo merupakan salah satu penyakit kelainan perifer dan menjadi
penyebab utama dari vertigo. Vertigo jenis ini paling sering didapati, dimana
vertigo dicetuskan oleh keadaan perubahan posisi kepala. Vertigo
berlangsung beberapa detik saja dan paling lama satu menit kemudian reda
kembali. Sekitar 50% penyebab BPPV adalah idiopatik, selain idiopatik,
penyebab terbanyak adalah trauma kepala diikuti dengan neuritis
vestibularis, migrain, implantasi gigi dan operasi telinga, ataupun mastoiditis
kronis (Priyono, 2020).
Selain itu sebanyak 33% dari keseluruhan kasus vertigo juga terjadi
karena gangguan kardiovaskuler. Penyebabnya biasanya berupa tekanan
darah yang naik atau turun, aritma kordis, penyakit jantung koroner, infeksi,
hipoglikemia, serta intoksikasi obat, misalnifedipin, benzodiazepine, Xanax
(Sri, 2019).
Penyebab lain diduga karena proses degenerasi yang mengakibatkan
adanya deposit batu di kanalis semisirkularis posterior sehingga bejana
menjadi hipersensitif terhadap perubahan gravitasi yang menyertai keadaan
posisi kepala (Suhail, 2019).
Berdasarkan letak lesinya, vertigo dibagi menjadi dua, yaitu vertigo
vestibuler atau vertigo perifer dengan lesi pada labirin dan nervus
vestibularis, dan vertigo sentral atau vertigo sekunder dengan lesi pada
nukleus batang otak, thalamus hingga ke korteks serebri. Jika gangguan
terjadi di vestibuler perifer pada lesi labirin dan nervus vestibularis yang
diakibatkan adanya benturan kepala ringan,otitis media dan stapedektomi
bisa terjadinya Benign Paroxysmal Positional Vertigo (Putri et al, 2021).
Jimmy (2022) menjelaskan bahwa Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV) adalah gangguan yang terjadi di organ keseimbangan telinga
dengan gejala vertigo. BPPV lebih sering terjadi pada wanita ketimbang pria.
BPPV adalah salah satu penyebab paling umum vertigo kambuh. Kondisi ini
sering kali menyerang secara tiba-tiba dan membuat penderitanya merasa
16

seolah-olah ruangan di sekitarnya berputar. Cedera kepala, penyakit infeksi


atau gangguan lain di telinga dapat menjadi penyebab BPPV.
2.4 Patofisiologi
Jimmy (2022) menjelaskan bahwa rasa pusing atau vertigo
disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan
ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsi oleh susunan saraf pusat.
Terdapat dua hipotesa yang menerangkan patofisiologi BPPV
adalah:
1. Hipotesis kupulotiasis
Adanya debris yang berisi kalsium karbonat berasal dari fragmen
otokonia yang terlepas dari macula utrikulus yang berdegenerasi,
menempel pada permukaan kupula semisirkularis posterior yang letaknya
langsung di bawah makula urtikulus. Debris ini menyebabkannya lebih
berat daripada endolimfe sekitarnya, dengan demikian menjadi lebih
sensitif terhadap perubahan arah gravitasi.
Bilamana pasien berubah posisi dari duduk ke berbaring dengan
kepala tergantung, kanalis posterior berubah posisi dari inferior ke
superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul
nistagmus dan keluhan vertigo
2. Hipotesis kanalitiasis
Menurut hipotesa ini debris otokonia tidak melekat pada kupula,
melainkan mengambang di dalam endolimfe kanalisis posterior. Pada
perubahan posisi kepala debris tersebut akan bergerak ke posisi paling
bawah, endolimfe bergerak menjauhi ampula dan merangsang nervus
ampularis.
17

Gambar 2.11 Deskripsi dari canalithiasis of the posterior canal and


cupulolithiasis of the lateral canal.
Sumber : Jimmy (2022)
2.5 Tanda dan Gejala
Vertigo merupakan sensasi gerakan atau gerakan dari tubuh atau
lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang disebabkan oleh gangguan
alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit dengan
demikian vertigo bukan suatu gejala pusing berputar saja, tetapi merupakan
suatu kumpulan gejala atau satu sindrom yang terdiri dari gejala somatic
(nistagmus, untoble), otonomik (pucat, peluh dingin, mual dan muntah
dizziness lebih mencerminkan keluhan rasa gerakan yang umum tidak
spesifik, rasa goyah, kepala ringan dan perasaan yang sulit dilukiskan sendiri
oleh penderitanya. Pasien sering menyebutkan sensasi ini sebagai nggliyer,
sedangkan giddiness berarti dizziness atau vertigo yang berlangsung singkat
(Kleffelgaard et all, 2019).
Menurut (Herlina, 2020) ada beberapa gejala vertigo yaitu rasa pusing
berputar yang sering muncul mendadak dan kemudian akan hilang secara
18

spontan dalam beberapa menit. Gejala lain yang akan timbul ialah keluhan
pusing (dizziness) pasien dapat dikatagorikan keempat jenis gejala yaitu.
a. Vertigo ditemukan sensasi gerakan, berputar, muntah, dan gerakan ketidak
seimbangan.
b. Disequilibrium (ketidak seimbangan) gangguan keseimbangan dan gait
tanpa sensasi kepala yang abnormal. Pasien merasa goyang tetapi tidak
ada ilusi gerakan atau sensasi akan pingsan. Penyebab yang paling umum
adalah penuaan. Penuaan menyebabkan deficit multisensori yang
gangguan mempengaruhi keseimbangan. Penyebab lain adalah neoropati
perifer, gangguan muskuluskeletal, gangguan gait, dan penyakit
parkinson. Jika pasien mengeluh disequilibrium dan juga memiliki gait
yang buruk, mungkin ada penyebab sentral seperti masalah di serebelum
sehingga harus dilakukan evaluasi neorologis yang lebih mendalam.
c. Presinkop (Kondisi kehilangan kesadaran) terdapat perasaan hendak
pingsan, kepala terasa ringan, mual, gangguan penglihatan. Pasien dapat
juga merasa lemas seluruh tubuh (generalweakneess). Gejala sering terjadi
ketika pasien bangkit dari berbaring atau posisi duduk Gejala biasanya
lebih berat di pagi hari. Tidak ada gejala yang di alami saat pasien
telentang. Penyebabnya antara lain hipertensi ortostatik, difungsi otonom
yang dapat disebabkan oleh diabetes, dan penyakit kardiovaskuler seperti
aritmia, infarkmiokard, dan stenosis arterikarotis. Obat-obatan seperti anti
hipertensi dan obat anti aritmia kadang-kadang dapat menyebabkan
presinkop. Pemeriksaan dapat ditemukan tekanan darah yang relative
rendah, hipotensi postural, kelainan pada rekaman EKG, gula darah dan
pada pemeriksaan USG Doppler karotis kemungkinan terdapat
penyempitan (Priyono, 2020).
d. Lighthea deadness. keluhan tidak begitu jelas, kepala terasa ringan, pasien
merasa seperti melayang atau seperti terputus dari lingkungan sekitarnya.
Yang perlu diperhatikan adalah pada gejala ini pasien tidak pernah benar-
benar jatuh. Penyebab yang umum adalah eperventilasi, hipoglikemia,
anemia, trauma kepala, dan kelainan psikogenik seperti depresi, ansietas,
19

atau fobia. Dari keempat tipe diatas, yang paling sering ditemukan adalah
vertigo, yang bisa mencapai 54% laporan dizziness di pelayanan primer
(Priyono, 2020).
2.6 Prognosis
Menurut (Ulytė et al, 2019) jumlah penderita vertigo menjadi lebih tinggi
pada tahun-tahun pertama penyakit dan akan menurun pada tahun-tahun
berikutnya tergantung pada apakah pasien menerima pengobatan atau terapi.
Tingkat kekambuhan vertigo adalah 50% pada periode selama 5 tahun.
Namun ada pusing yang bertahan dikarenakan kecemasan. Hal ini diderita
oleh hampir sepertiga pasien dalam 1 tahun pertama (Metzger, 2020).
Penderita vertigo, akan merasakan kehilangan fungsi pendengaran paling
tinggi pada tahun-tahun awal penyakit dan akan menjadi stabil pada tahun-
tahun berikutnya, namun akan menetap dan tidak ada pemulihan pada
gangguan pendengaran (Bouccara et al 2018).
Pada sistem persarafan penderita vertigo, gejala yang lebih ringan dapat
bertahan selama beberapa minggu. Asalkan pasien tidak memiliki gejala sisa
neurologis yang serius, perkembangan penyakit tidak akan mengarah
menjadi lebih parah. Namun, pasien dengan komplikasi neurologis mungkin
memerlukan intervensi lebih lanjut. Misalnya, ventrikuloperitoneal pada
pasien dengan hidrosefalus sekunder akibat meningitis bakteri
(Bhattacharyya et al, 2017).
2.7 Komplikasi
Kunci untuk mengetahui dengan komplikasi pada vertigo dengan tepat
adalah dengan membedakan vertigo dari penyebab pusing atau
ketidakseimbangan lainnya dan membedakan penyebab vertigo sentral atau
dari perifer. Maka dari itu, diagnosis yang akurat sangat penting dalam
mengetahui penyebab yang dapat mengancam jiwa, bahwa apakah ini
termasuk neoplasma, infeksi, dan kecelakaan serebrovaskular (Freeman,
2022).
Beberapa komplikasi vertigo yang juga mungkin muncul berdasarkan
jenis vertigo perifer ialah terjadi jika terdapat gangguan di saluran yag
20

disebut kanalis simirkularis, yaitu telinga bagian tegah yang bertugas


mengontrol keseimbangan. Vertigo jenis ini biasanya diikuti gejala-gejala
seperti: a. Pandangan mata gelap b. Rasa lelah dan stamina menurun c.
Jantung berdebar d. Hilang keseimbangan e. Tidak mampu berkonsentrasi f.
Perasaan seperti mabuk g. Otot terasa sakit h. Muan dan muntah i. Daya pikir
menurun j. Berkeringat. Gangguan kesehatan berhubungan dengan vertigo
perifer antara lain penyakit (Benign Proxymal Postional Vertigo) atau BPPV
(gangguan keseimbangan karena ada perubahan posisi kepala), minire
disease (gangguan keseimbangan yang sering kali menyebabkan hilangnya
pendengaran), vestibular neuritis (peradangan pada sel-sel saraf
keseimbangan) dan labyrinthis (radang di bagian dalam pendengaran)
(Sutarni, 2019).
Selanjutnya pada vertigo sentral komplikasi yang mungkin terjadi bahwa
ada sesuatu yang tidak normal di dalam otak, khususnya di bagian saraf
keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan serebelum (otak kecil).
Gejala vertigo sentral biasanya terjadi secara bertahap, penderita akan
mengalami hal tersebut di antaranya ialah: a. Penglihatan ganda b. Sukar
menelan c. Kelumpuhan otot-otot wajah d. Sakit kepala yang berat e.
Kesadaran terganggu f. Tidak mampu berkatakata g. Mual dan muntah h.
Tubuh terasa lemah (Sutarni, 2019).
Gangguan kesehatan yang berhubugan dengan vertigo sentral termasuk
antara lain, vertigo, multiple sclerosis (gangguan tulang bekalang dan otak),
tumor, trauma di bagian kepala, migren, infeksi, kondisi peradangan,
neurodegenerative illnesses (penyakit kemunduran fungsu saraf) yang
menimbulkan damak pada otak kecil. Penyebab dan gejala keluhan vertigo
biasanya datang mendadak, diikuti gejala klinis tidak nyaman seperti banyak
berkeringat, mual dan munahfaktor penyebab vertigo adalah Sistemik,
Neurologik, Ophatalmogik, Otolaringologi, Psikogenik, dan dapat disingkat
SNOOP (Sutarni, 2019).
21

Sedangkan menurut Jimmy (2022) komplikasi pada pasien dengan


Vertigo adalah
1. Cedera fisik
Pasien dengan vertigo ditandai dengan kehilangan keseimbangan
akibat terganggunya saraf VIII (vestibularis), sehingga pasien tidak
mampu mempertahankan diri untuk tetap berdiri dan berjalan.
2. Kelemahan otot
Pasien yang mengalami vertigo seringkali tidak melakukan
aktivitas. Mereka lebih sering untuk berbaring atau tiduran, sehingga
berbaring yang terlalu lama dan gerak yang terbatas dapat menyebabkan
kelemahan otot.
2.8 Diagnosa Banding
Menurut (Zwergal, 2021) menyatakan bahwa beberapa diagnosis
banding pada vertigo sebenarnya sangatlah luas karena dapat ditimbulkan
dari lesi sentral atau perifer pada sistem vestibular. Oleh karena itu, penting
untuk membedakan vertigo dari gejala ketidakseimbangan dan pra-sinkop,
seperti ketidakseimbangan dan rasa pusing.
Perbandingan beberapa kasus lain dengan vertigo dapat berdasarkan
dari penyebab antara lain ialah : Anemia akut, Gangguan kecemasan,
Vertigo posisional jinak, Neoplasma otak, Anemia kronis, Labirinitis,
mastoiditis, Penyakit Meniere, meningitis, Sakit kepala migrain, Sklerosis
ganda, Ensefalopati, Penyakit aterotrombotik vertebrobasilar dan Neuronitis
vestibular (Zwergal, 2021).
Lebih lanjut Pricilia dan Kurniawan (2021) menyatakan bahwa
beberapa diagnosa banding dari vertigo diantaranya adalah multilevel
vestibulopathy. Penyakit ini biasa ditemukan pada usia lanjut yang
disebabkan karena mobilitas gerak yang sudah terbatas, masalah neurologis,
akbibat dari gejala stroke diabetes dan penglihatan yang buruk.
Cholesteatoma merupakan salah satu penyakit yang juga mirip
seperti vertigo. Penyakit ini ditandai dengan keluarnya cairan dari telinga,
menyebabkan penurunan fungsi pendengaran, ketidakseimbangan ketika
22

adanya perubahan yang cepat dengan posisis kepala (Pricilia dan


Kurniawan, 2021).
Selanjutnya adalah meniares disease yang juga merupakan penyakit
yang mirip dengan vertigo. Penyakit ini memiliki serangan akut dan
episodik yaitu 6 sampai 11 kali pertahun. Pada fase pertama akan
menyebabkan gangguan fungsi pendengaran, namun kemudian akan kembali
normal. Pada fase kedua hilangnya fungsi pendengaran mulai menetap
meskipun tidak sepenuhnya. Dan pada fase ketiga penderita tiba-tiba akan
jatuh dan kehilangan kesadaran tanpa adanya riwayat neurologis atau
penyekit gangguan saraf yang lain (Pricilia dan Kurniawan, 2021).
Selanjutnya adalah vestibular schwannoma. Penyakit ini juga
menyebabkan penurunan fungsi pendengaran yang progresif, Gangguan
keseimbangan, Ataksia, Hitselberger’s sign : penurunan sensasi pada kulit
kanalis auditorius eksternal posterior dan Parastesia pada distribusi saraf
trigeminal (Pricilia dan Kurniawan, 2021).
Diagnosa banding vertigo selanjutnya adalah penyakit Perilymph
fistula. Penyakit ini juga ditandai dengan Penurunan fungsi pendengaran
secra tiba-tib, Tinnitus, Telinga yang secara tiba-tiba terasa penuh, rasa
vertigo akut atau kronik, serta gangguan keseimbangan yang
persisten(Pricilia dan Kurniawan, 2021).
2.9 Pemeriksaan Spesifik
Menurut You et al (2018) salah satu cara dalam pemeriksaan secara
spesifik dan mendalam yang perlu dilakukan pada penderita vertigo meliputi
adalah pemeriksaan Nistagmus. Nistagmus sendiri merupakan kondisi yang
terjadi ketika salah satu atau kedua bola mata bergerak secara cepat.
Pergerakan bola mata bisa naik dan turun, ke kanan dan kiri, atau berputar
secara berulang. Gerakan ini tidak bisa dikendalikan oleh penderitanya.
Sementara pemeriksaan Nistagmus atau juling adalah cara pemeriksaan yang
dilakukan dengan gerakan mata yang cepat dari kiri ke kanan atau dari atas
ke bawah. Arah gerakan tersebut dapat membantu dalam menegakkan
diagnosis. Nistagmus dapat dirangsang dengan menggerakkan kepala
23

penderita secara tiba-tiba atau dengan meneteskan air dingin kedalam lubang
telinga.
Tujuan dilakukannya pemeriksaan nistagmus adalah untuk
mengetahui apakah pasien menderita vertigo dan jenis vertigo apakah yang
diderita oleh pasien. Nistagmus horizontal dan rotasional umumnya
ditemukan pada vertigo perifer. Sedangkan temuan nistagmus murni yaitu
horizontal, vertikal atau rotasional, yang menetap umumnya menjadi
petunjuk jenis vertigo sentral.
Pemeriksaan nistagmus dapat dilakukan dengan cara menempatkan
jari langsung di depan mata klien. Posisikan jari setinggi mata. Minta klien
untuk mengikuti jari tanpa menggerakkan kepala. Mulai dari tengah gerakkan
jari perlahan ke arah telinga kanan lalu ke telinga kiri, setelah itu gerakkan
jari ke lateral, superior, dan inferior tetapi tidak lebih dari 30 derajat.
Selanjutnya setelah pemeriksaan dilakukan, amati gerakan mata
klien dan apakah ada gerakan tiba-tiba. Sebagai contoh, jika mata tiba-tiba
bergerak ke kiri dan pelan-pelan kembali ke kanan klien disebut mengalami
nistagmus spontan (horizontal) kiri. Penamaan nistagmus berdasarkan arah
gerakan fase terakhir, nistagmus dapat bersifat horizontal, vertical, maupun
berputar (You et al, 2018).

Gambar 2.12. Tekhnik Pemeriksaan Nystagmus


2.10 Objek Yang di Bahas
Berdasarkan problematika fisioterapi diatas maka teknologi atau
Metodeyang digunakan untuk mengurangi masalah-masalah yang timbul
adalah sebagai berikut :
24

2.10.1 Nyeri
Nyeri adalah mekanisme protektif untuk menimbulkan
kesadaran terhadap kenyataan bahwa sedang atau akan terjadi
kerusakan jaringan. Karena nilainya bagi kelangsungan hidup,
nosiseptor (reseptor nyeri) tidak beradaptasi terhadap stimulasi yang
berulang atau berkepanjangan. Simpanan pengalaman yang
menimbulkan nyeri dalam ingatan membantu kita menghindari
kejadian – kejadian yang berpotensi membahayakan di masa
mendatang (Lauralee, 2020) .
Sensasi nyeri disertai respons perilaku bermotif (menarik diri
atau bertahan) serta reaksi emosional (menangis atau takut). Tidak
seperti sensasi lain persepsi subjektif nyeri dapat dipengaruhi oleh
pengalaman masa lalu atau sekarang seperti berkurangnya persepsi
nyeri pada seorang atlet yang cedera ketika sedang bertanding
(Lauralee, 2020).
Nyeri adalah pengalaman pribadi yang multidimensi. Pada
kondisi nyeri kronik yang persisten, kadang – kadang sangat
mengganggu dan sering terjadi tanpa adanya kerusakan jaringan.
Berbeda dengan nyeri akut menyertai cedera jaringan perifer
berfungsi sebagai mekanisme proteaktif normal untuk memberitahu
tubuh akan kerusakan yang terjadi, keadaan nyeri kronik abnormal
terjadi akibat hipersensitivitas berkepanjangan dalam jalur – jalur
transmisi nyeri di saraf perifer atau SSP (sistem saraf pusat) yaitu
nyeri dirasakan karena terbentuknya sinyal abnormal dalam jalur –
jalur nyeri tanpa adanya rangsangan nyeri biasa. Eksitabilitas yang
abnormal dan menetap di antara neuron jalur nyeri mengarah ke nyeri
kronik dari hasil saling memengaruhi antara neuron yang terlibat, sel
glia, dan sel imun. Sel ini banyak melepaskan tipe cara kimia antar sel
ditujukan untuk menolong dengan meningkatkan kekuatan sinaptik
mendorong penyembuhan respons jaringan yang cedera (Vanni et al,
2019).
25

Banyak molekul yang terlibat suatu keadaan dapat bertahan


lama setelah kerusakan awal disembuhkan. Melepaskan reaksi yang
berlebihan terhadap rangsangan terlalu ringan memicu respons
neuron yang sangat sensitive berlanjut mencetuskan dan menghantar
sinyal nyeri yang terjadi secara spontan tanpa adanya kerusakan
jaringan yang nyata. Nyeri kronik digolongkan sebagai nyeri
neuropatik (Vanni, et al, 2019).
Persepsi nyeri merupakan kesadaran akan pengalamannyeri.
Persepsi merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi,
modulasi, aspek psikologi dan karakteristik individu lainnya.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima
rangsangan nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri
adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap
stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut
juga dengan nocireptor yang bermyelin dari saraf aferen.
1. Teori Nyeri
a). Teori Pola
Pada teori ini menerangkan bahwa ada dua serabut nyeri
yaitu serabut yang mampu menghantarkan rangsangan dengan
cepat dan serabut yang menghantarkan rangsangan dengan
lambat. Dua serabut saraf ini akan meneruskan informasi ke
otak mengenai intensitas dan kualitas input sensasi nyeri.
b). Teori Gerbang Kendali
Pada teori ini terdapat semacam pintu gerbang yang dapat
memfasilitasi transmisi sinyal nyeri. Faktor-faktor
gerbang ini terdiri dari efek impuls yang ditransmisi ke serabut
saraf konduksi cepat atau lambat dan efek-efek imouls dari
batang otak.
c). Teori Spesivitas
Teori ini didasarkan pada kepercayaan bahwa terdapat
organ tubuh yang secara khusus mentransmisi rasa nyeri. Saraf
26

ini diyakini dapat menerima rangsangan nyeri dan


mentransmisikannya melalui ujung dorsal dan substansia
gelatinosa ke talamus yang akhirnya akan dihantarkan pada
daerah yang lebih tinggi sehingga menimbulkan respon
nyeri. Teori ini tidak menjelaskan bagaimana faktor-faktor
multi dimensional dapat mempengaruhi nyeri.
2. Klasifikasi Nyeri
Menurut jenisnya, nyeri dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu
Nyeri Akut dan Nyeri Kronis.
a). Nyeri Akut
Merupakan respon biologis normal terhadap cidera
jaringan dan merupakan sinyal terhadapa adanya kerusakan
jaringan misalnya nyeri pasca operasi, dan nyeri pasca trauma
muskuloskeletal. Nyeri ini sebenarnya merupakan mekanisme
proteksi tubuh yang berlanjut ke proses penyembuhan.
b). Nyeri Kronis
Nyeri akut merupakan nyeri yang berlangsung lebih dari 6
bulan. Nyeri ini seringkali tidak menunjukkan abnormalitas
baik secara fisik maupun indikator yang sangat berat. Selain itu
menurut (Hawker et al, 2020) Klasifikasi nyeri dapat dibagi
berdasarkan beberapa hal adalah sebagai berikut :
Nyeri berdasarkan tempatnya, yang dibagi menjadi : a.
Pheriperal pain Merupakan nyeri yang terasa pada permukaan
tubuh. Nyeri ini termasuk nyeri pada kulit dan permukaan kulit.
Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri dikulit dapat
berupa rangsangan mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik. Apabila
hanya kulit yang terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai
menyengat, tajam, meringis, atau seperti terbakar. b. Deep pain
Merupakan nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih
dalam (nyeri somatik) atau pada organ tubuh visceral. Nyeri
somatis mengacu pada nyeri yang berasal dari otot, tendon,
27

ligament, tulang, sendi dan arteri. Struktur-struktur ini memiliki


lebih sedikit reseptor nyeri sehingga lokalisasi sering tidal jelas.
c. Reffered pain Merupakan nyeri dalam yang disebabkan
karena penyakit organ/ struktur dalam tubuh yang
ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda bukan
dari daerah asalnya misalnya, nyeri pada lengan kiri atau rahang
berkaitan dengan iskemia jantung atau serangan jantung. d.
Central pain Merupakan nyeri yang didahului atau disebabkan
oleh lesi atau disfungsi primer pada sistem saraf pusat seperti
spinal cord, batang otak, thalamus, dan lain-lain.
Nyeri berdasarkan sifatnya, digolongkan menjadi tiga,
yaitu : a. Incidental pain Merupakan nyeri yang timbul sewaktu-
waktu lalu menghilang. Nyeri ini biasanya sering terjadi pada
pasien yang mengalami kanker tulang. b. Steady pain
Merupakan nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan
dalam jangka waktu yang lama. Pada distensi renal kapsul dan
iskemik ginjal akut merupakan salah satu jenis. c. Proximal pain
Merupakan nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat
sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap selama kurang lebih
10-15 menit, lalu menghilang kemudian timbul lagi.
Nyeri berdasarkan ringan beratnya Nyeri ini dibagi ke
dalam tiga bagian sebagai berikut : a. Nyeri ringan Merupakan
nyeri yang timbul dengan intensitas ringan. Nyeri ringan
biasanya pasien secara obyektif dapat berkomunikasi dengan
baik. b. Nyeri sedang Merupakan nyeri yang timbul dengan
intensitas yang sedang. Nyeri sedang secara obyektif pasien
mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri dan
mendiskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. c.
Nyeri berat Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas
berat. Nyeri berat secara obyektif pasien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
28

menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendiskripsikannya,


tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang.
Nyeri berdasarkan waktu serangan, a. Nyeri akut
Merupakan nyeri yang mereda setelah dilakukan intervensi dan
penyembuhan. Awitan nyeri akut biasanya mendadak dan
berkaitan dengan masalah spesifik yang memicu individu untuk
segera bertindak menghilangkan nyeri. Nyeri berlangsung
singkat (kurang dari 6 bulan) dan menghilang apabila faktor
internal dan eksternal yang merangsang reseptor nyeri
dihilangkan. Durasi nyeri akut berkaitan dengan faktor
penyebabnya dan umumnya dapat diperkirakan. b. Nyeri kronis
Merupakan nyeri yang berlangsung terus menerus selama 6
bulan atau lebih. Nyeri ini berlangsung diluar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat
dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis
ini berbeda dengan nyeri akut dan menunjukkan masalah baru,
nyeri ini sering mempengaruhi semua aspek kehidupan
penderitanya dan menimbulkan distress, kegalauan emosi dan
mengganggu fungsi fisik dan sosial.
3. Pengukuran Nyeri
Untuk menilai skala nyeri terdapat beberapa macam cara
pengukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat nyeri
seseorang. Menurut (Potter, 2019) pengukuran nyeri dapat
dilakukan denga cara VAS yaitu menilai nyeri diam, nyeri gerak,
nyeri tekan dan dilakukan sesuai tujuan penelitian.
Visual Analogue Scale (VAS) merupakan cara yang
banyak digunakan untuk menilai nyeri. Rentang nyeri diwakili
sebagai garis sepanjang 100 mm. Tanda pada kedua ujung garis
dapat berupa angka atau pernyataan deskriptif. Ujung yang satu
mewakili bahwa tidak adanyeri (0/Nol), dan ujung yang lain
mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi (100mm). Skala
29

dapat dibuat secara vertikal ataupun horizontal. Manfaat utama


VAS ialah penggunaannya yang sangat mudah dan sederhana
namun, pada kondisi pasien yang kurang kooperatif misalnya nyeri
yang sangat berat atau periode pasca bedah, VAS seringkali sulit
untuk dapat dinilai karena kondisi visual atau motorik dan juga
kemampuan konsentrasi pasien terganggu. VAS umumnya mudah
digunakan pada pasien usia >8 tahun (Potter, 2019).
VAS merupakan suatu garis lurus yang menggambarkan
skala nyeri terus menerus.Skala ini menjadikan klien bebas untuk
memilih tingkat nyeri yang dirasakan. VAS sebagai pengukur
keparahan tingkat nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat
menentukan setiap titik dari rangkaian yang tersedia tanpa dipaksa
untuk memilih satu kata (Potter, 2019).
Skala nyeri pada skala 0 berarti tidak terjadi nyeri, skala
nyeri pada skala 1-3 nyeri ringan seperti gatal, tersetrum, nyut-
nyutan, melilit, terpukul, perih, mules. Skala nyeri sedang 4-6
digambarkan seperti kram, kaku, tertekan, sulit bergerak, terbakar,
ditusuktusuk. Skala nyeri berat 7-9 merupakan skala sangat nyeri
tetapi masih dapat dikontrol oleh klien, sedangkan skala 10
merupakan skala nyeri yang sangat berat dan tidak dapat dikontrol.
Ujung kiri pada VAS menunjukkan “tidak ada rasa nyeri”,
sedangkan ujung kanan menandakan “nyeri yang paling berat”.

Gambar 2.13 Skala Pengukuran VAS (Bambang, 2017)


30

Keterangan :
0 Tidak Nyeri
1 - 3 Nyeri Ringan
4 - 6 Nyeri Sedang
7 - 9 Nyeri Berat
2.10.2 Keseimbangan
a. Definisi
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan
keseimbangan tubuh ketika di tempatkan di berbagai posisi.
Definisi menurut Sullivan (2018) keseimbangan adalah
kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi pada bidang
tumpu terutama ketika saat posisi tegak. Selain itu menurut
Thomson (2019) keseimbangan adalah kemampuan untuk
mempertahankan tubuh dalam posisi kesetimbangan maupun
dalam keadaan statis atau dinamis, serta menggunakan aktivitas
otot yang minimal. Keseimbangan juga bisa diartikan sebagai
kemampuan relatif untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of
mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang
tumpu (base of support). Keseimbangan melibatkan berbagai
gerakan di setiap segmen tubuh dengan di dukung oleh sistem
muskuloskleletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk
menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan
membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan
efisien (Young et al, 2019).
Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan
dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan
dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam
pembentukan keseimbangan. Tujuan dari tubuh mempertahankan
keseimbangan adalah untuk menyanggah tubuh melawan gravitasi
dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa
tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi
31

bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak (Young et al.,


2019).
b. Klasifikasi
Keseimbangan dibagi menjadi dua yaitu keseimbangan statis
dan keseimbangan dinamis. Keseimbangan statis adalah
Kemampuan tubuh untuk menjaga kesetimbangan pada posisi
tetap (sewaktu berdiri dengan satu kaki, berdiri diatas papan
keseimbangan). Sementara keseimbangan dinamis adalah Adalah
kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan ketika
bergerak. Keseimbangan dinamis adalah pemeliharaan pada tubuh
melakukan gerakan atau saat berdiri pada landasan yang bergerak
(dynamic standing) yang akan menempatkan ke dalam kondisi
yang tidak stabi (Widiyanto et al., 2019).
Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dari
integrasi sistem sensorik (vestibular, visual, dan somatosensorik
termasuk proprioceptor) dan muskuloskeletal (otot, sendi, dan
jaringan lunak lain) yang dimodifikasi/diatur dalam otak (kontrol
motorik, sensorik, basal ganglia, cerebellum, area asosiasi) sebagai
respon terhadap perubahan kondisi internal dan eksternal.
Dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti usia, motivasi, kognisi,
lingkungan, kelelahan, pengaruh obat dan pengalaman terdahulu
(Widiyanto et al., 2019).
c. Komponen Pengontrol Keseimbangan
Menurut (Widiyanto et al, 2019) beberapa komponen pengontrol
keseimbangan tubuh adalah sebagai berikut :
1. Sistem informasi sensoris
Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular, dan
somatosensoris
a. Visual
Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris.
Keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata
32

akan membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk


mempertahankan keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh
selama melakukan gerak statis atau dinamis. Penglihatan
juga merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan
dan tempat kita berada, penglihatan memegang peran
penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak
sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul
ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai
jarak pandang. Dengan informasi visual, maka tubuh dapat
menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada
lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang
sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh
b. Vestibular
Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang
berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan
gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di
dalam telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi
kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari
sistem sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine.
Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan
percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibulo-
occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika
melihat obyek yang bergerak. Mereka meneruskan pesan
melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang
berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju
nukleus vestibular tetapi ke cerebellum, formatio retikularis,
thalamus dan korteks serebri.
Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor
labyrinthine, retikular formasi, dan serebelum. Keluaran
(output) dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron
melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang
33

menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher


dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem
vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu
mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol
otot-otot postural.
c. Somatosentris
Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif
serta persepsi-kognitif. Informasi propriosepsi disalurkan ke
otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian
besar masukan (input) proprioseptif menuju cerebellum,
tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui
lemniskus medialis dan thalamus.
Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang
sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indra
dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung-
ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovial dan
ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di
kulit dan jaringan lain, serta otot di proses di korteks menjadi
kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang.
2. Kekuatan Otot (Muscle Strength)
Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan
aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari
adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik.
Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot
menahan beban baik berupa beban eksternal (eksternal force)
maupun beban internal (internal force).
Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem
neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf
mengaktifasi otot untuk melakukan kontraksi. Sehingga semakin
banyak serabut otot yang teraktifasi, maka semakin besar pula
kekuatan yang dihasilkan otot tersebut.
34

Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat


untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari
luar. Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung dengan
kemampuan otot untuk melawan gaya gravitasi serta beban
eksternal lainnya yang secara terus menerus mempengaruhi posisi
tubuh
3. Respon Otot-Otot Postural Yang Sinergis
Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada
waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan
untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol postur.
Beberapa kelompok otot baik pada ekstremitas atas maupun bawah
berfungsi mempertahankan postur saat berdiri tegak serta
mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan.
Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan
dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural bekerja secara
sinergis sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya
gravitasi, dan aligment tubuh. Kerja otot yang sinergis berarti
bahwa adanya respon yang tepat (kecepatan dan kekuatan) suatu
otot terhadap otot yang lainnya dalam melakukan fungsi gerak
tertentu.
d. Latihan Keseimbangan
Latihan keseimbangan berfungsi untuk memberikan
penyedia perawatan kesehatan dengan alat yang diperlukan untuk
membantu orang dewasa yang lebih tua mulai dan/atau
mempertahankan keseimbangan pelatihan rutin sebagai bagian dari
program latihan baik-bulat. Menawarkan pelatihan keseimbangan
remaja dewasa banyak manfaat penargetan penurunan risiko untuk
jatuh atau cedera yang berhubungan dengan keseimbangan miskin,
meningkatkan fungsi menstabilkan otot-otot yang mengakibatkan
peningkatan fungsi secara keseluruhan fisik. Melatih
keseimbangan memiliki resiko minimal ketika dilakukan sesuai
35

dengan pedoman yang diberikan dan dengan dukungan dari tim


penyedia layanan kesehatan (Young et al, 2019).
Kehilangan keseimbangan umum di beberapa kondisi
medis yang berkaitan dengan penuaan. Ini dapat berkontribusi
untuk jatuh dan kesulitan. Oleh karena itu, sangat penting untuk
belajar dan secara konsisten melakukan latihan sederhana yang
akan meningkatkan keterampilan keseimbangan dan membantu
mereka merasa lebih percaya diri dalam kegiatan kehidupan
seharihari orang dewasa. Latihan keseimbangan adalah kegiatan
khusus bahwa bantuan membangun ekstremitas lebih rendah (kaki)
kekuatan otot serta meningkatkan keseimbangan. Latihan
keseimbangan sangat bermanfaat dalam orang dewasa yang lebih
tua karena mereka telah terbukti untuk membantu mencegah jatuh
(Young et al, 2019).
Otak, otot dan tulang, saraf dan telinga bagian dalam semua
bekerja sama untuk menjaga keseimbangan tubuh dan tetap
individu dari jatuh. Sistem ini akan semua digunakan ketika
melakukan latihan keseimbangan yang disediakan pada halaman
berikut. Seperti Anda akan melihat ada banyak tumpang tindih
antara latihan kekuatan dan keseimbangan. Berkali-kali satu
latihan akan melayani kedua tujuan dalam membantu kekuatan dan
keseimbangan. Sebagai penyedia layanan kesehatan sangat penting
untuk mengidentifikasi latihan ini untuk orang dewasa yang lebih
tua, sehingga orang dewasa yang lebih tua menyadari beberapa
manfaat dari berbagai latihan (Young et al, 2019).
e. Penilaian Keseimbangan
One leg standing atau single leg stance merupakan
kemampuan berdiri dan menumpu dengan satu tungkai atau berdiri
dengan beban tubuh yang disangga oleh satu tungkai saja.
Kemampuan ini memerlukan aktivasi otot yang optimal pada sisi
tubuh yang digunakan sebagai tumpuan. Dengan kemampuan
36

berdiri dan menumpu satu tungkai yang optimal akan sangat


mendukung kemampuan keseimbangan dinamisnya (Vanni et al,
2019).
One leg stance exercise adalah latihan yang memerlukan
aktivitas otot yang optimal pada sisi tubuh.bentuk latihan ini
dengan cara berdiri, beban tubuh yang di sanggah oleh satu
tungkai yang beguna sebagai tumpuan kemampuan berdiri dan
menumpuk dengan satu tungkai yang optimal, akan mendukung
peningkatan keseimbangan (Vanni et al, 2019).
One leg stance exercise dilakukan dengan cara mengangkat
salah satu kaki, membentuk sudut 900 (fleksi knee), salah satu
kaki menumpu sejajar. Pandangan lurus ke depan, waktu selama
45 detik, dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan dengan tangan
menyentuh tembok (Young et al, 2019).
One leg stance bertujuan untuk mengontrol stabilitas
postural untuk mengurangi luas based of support, dengan melatih
sensorimotor. Sistem saraf pusat bertugas utuk menerima intput
propioseptif dari one leg stance exercise, sehingga dapat
meningkatkan control neuromuscular pda otot dan sendi dengan
mengubah respon saraf eferen (Young et al, 2019).

Gambar 2.14 Teknik Stand On One Leg Test


Sumber : Jimmy (2022)
37

2.12 Problematika Fisioterapi


Adapun beberapa macam gangguan yang ditimbulkan dari shoulder
impingement syndrome adalah :
2.12.1 Impairment
Impairment adalah kemampuan pasien dalam merawat dirinya
yang diakibatkan oleh kasus vertigo yang ditimbulkan antara lain
nyeri dan adanya ketidakseimbangan.
2.12.2 Fungsional Limitation
Fungsional limitation adalah aktifitas seseorang dalam melakukan
aktifitas fungsional yang berhubuan dengan kemandirian yang
disebabkan adanya gangguan musculoskeletal sehingga seseorang
tersebut tidak dapat melakukan aktifitas fungsional secara mandiri.
Bila dilihat dari impairment maka penderita merasakan
katidaknyamanan dan mengalami gangguan dalam aktifitas sehari-
hari seperti mengetik computer,belajar lama,dan bekerja
merangkai bunga.
2.12.3 Disability
Disability merupakan keterbatasan seseorang dalam melakukan
aktifitas fungsional dari berhubungan dengan individu lain atau
suatu komunikasi, hal tersebut dikarenakan gangguan dari
impairment dan fungsional limitation.
2.13 Teknologi Intervensi Fisioterapi
Vertigo biasanya di atasi dengan menangani sesuai penyebabnya.
Misal, vertigo disebabkan pada gangguan telinga, maka diobati di bagian
telinganya. Jika vertigo disebabkan pada gangguan penglihatan, maka
diobati di bagian penglihatannya. Keluhan vertigo pun akan hilang dengan
sendirinya seiring dengan sembuhnya yang mendasari vertigo tersebut.
Pemberian vitamin antihistamin, diuretika, dan pembatasan konsumsi garam
yang telah diketahui dapat mengurangi keluhan vertigo (Camelia et al,
2019).
38

Penanganan yang diberikan pada vertigo selama ini dapat dilakukan


dengan farmakologis dan non-farmakologis. Pada terapi farmakologis,
penderita biasanya akan diberikan golongan antihistamin dan
benzodiazepine. Salah satu terapi non farmakologi yaitu menggunakan
tekhnik brandt daroff (Camelia, Slicaru, dan Nemtamu, 2019). Tujuan utama
terapi vertigo adalah mengupayakan tercapainya kualitas hidup yang optimal
sesuai dengan perjalanan penyakitnya, dengan mengurangi atau
menghilangkan sensasi vertigo dengan efek samping obat yang minimal.
Terapi vertigo meliputi beberapa perlakukan yaitu pemilihan terapi
farmakologi, terapi non-farmakologis dan juga pembedahan atau operasi.
Pada penderita benign paroxysmal positional vertigo dalam
mengatasi keseimbangan tubuhnya dapat dilakukan tindakan fisioterapi
dengan Brandt Daroff Exercise untuk meningkatkan keseimbangan tubuh,
sehingga pasien bisa menjalankan aktifitas sehari-hari secara membaik.
Brandt Daroff Exercise akan mengaktivasi mode adaptasi fisiologi dengan
meningkatkan efek adaptasi dan habituasi sistem vestibular, dan
pengulangan yang lebih sering pada Brandt Daroff Exercise berpengaruh
dalam proses adaptasi pada tingkat integrasi sensorik (Camelia et al, 2019).
Integrasi sensorik juga bekerja dalam penataan kembali
ketidakseimbangan input antara sistem organ dan vestibular dan persepsi
sensorik lainnya. Dimana exercise ini dapat mendorong otokonia untuk
kembali ke utrikulus melalui ujung non ampulatory kanal dengan bantuan
gravitasi. Output yang diperoleh dari aktivasi mode adaptasi fisiologi adalah
memperbaiki keseimbangan dan menurunkan resiko jatuh (Lim et al, 2019).
2.13.2 Brandt Daroff Exercise
a) Definisi
Brandt Daroff Exercise adalah sebuah latihan habituasi
yang bertujuan untuk adaptasi lansia terhadap meningkatnya
respon gravitasi yang menimbulkan pusing saat terjadi perubahan
posisi kepala. Brandt Daroff Exercise yang dilakukan sesuai dosis
yang benar akan mengurangi bahkan menghilangkan gejala vertigo
39

dalam jangka panjang. Menurut (Srinivasan, 2020), latihan brandt


daroff dapat melancarkan aliran darah ke otak yang mana dapat
memperbaiki tiga sistem sensori yaitu sistem penglihatan (visual),
sistem keseimbangan telinga dalam (vestibular) dan sistem sensori
umum yang meliputi sensor gerak, tekanan dan posisi.
Metode latihan Brandt-Daroff adalah metode rehabilitasi
untuk kasus vertigo yang dapat dilakukan di rumah, berbeda
dengan metode latihan lain yang harus dikerjakan dengan
pengawasan dokter atau tenaga medis. Metode latihan Brandt-
Daroff ini biasanya digunakan bila sisi vertigo tidak jelas. Senam
vertigo ini memberikan efek meningkatkan darah ke otak sehingga
dapat memperbaiki fungsi alat keseimbangan tubuh dan
memaksimalkan kerja dari sistem sensori (Herlina, 2020).
b) Indikasi
Latihan Brandt Daroff merupakan latihan fisik yang
bertujuan untuk melakukan habituasi (kebiasaan) terhadap sistem
vestibuler sentral. Selain itu, sebagian ahli berpendapat bahwa
gerakan pada latihan Brandt Daroff dapat melepaskan otokonia
dari kupula berdasarkan teori cupulolithiasis. Terapi latihan
Brandt Daroff ini suatu bentuk latihan yang dapat dilakukan
dengan aman di rumah dan tidak memerlukan seorang praktisi
yang terlatih (Kusumaningsih et al, 2018).
Selain itu, latihan Brandt Daroff dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien dan pasien tidak perlu berkeliling mencari
dokter yang bisa menyembuhkan vertigonya. Namun, selain
kelebihan diatas, metode ini juga memiliki kelemahan yaitu
metode ini tidak boleh langsung dilakukan setelah pasien
diberikan terapi epley manuver maupun semont manuver (Mani
et all, 2019).
Latihan brandt daroff akan melancarkan aliran darah
keotak sehingga dapat memperbaiki tiga sistem sensori yaitu
40

sistem penglihatan (visual), sistem keseimbangan telinga dalam


(vestibular) dan sistem sensori umum yang meliputi sensor gerak,
tekanan dan posisi (Mani et al, 2019).
c) KontraIndikasi
Metode latihan Brandt-Daroff biasanya digunakan bila
sisi vertigo tidak jelas. Senam vertigo ini memberikan efek
meningkatkan darah ke otak sehingga dapat memperbaiki fungsi
alat keseimbangan tubuh dan memaksimalkan kerja dari sistem
sensori. Brandt daroff memiliki kelebihan yaitu dapat
mengurangi respon stimuli yang berupa perasaan tidak nyaman
dan sensasi berputar pada otak, dan juga membantu mereposisi
Kristal yang berada pada kanalis semisirkularis (Mani, et al,
2019).
Latihan brandt daroff akan mengaktivasi mode adaptasi
fisiologi dengan meningkatkan efek adaptasi dan habituasi sistem
vestibular, dan pengulangan yang lebih sering pada latihan BD
berpengaruh dalam proses adaptasi pada tingkat integrasi
sensorik. Integrasi sensorik juga bekerja dalam penataan kembali
ketidakseimbangan input antara sistem organ vestibular dan
persepsi sensorik lainnya. Mendorong otokonia untuk kembali ke
utrikulus melalui ujung non ampulatory kanaldengan bantuan
gravitasi. Output yang diperoleh dari aktivasi mode adaptasi
fisiologi adalah memperbaiki keseimbangan dan menurunkan
risiko jatuh (Triyanti et al, 2018).
d) Tekhnik dan Dosis
Adapun untuk melakukan gerakan dari terapi Brandt
Daroff adalah dengan cara : 1. Duduk di ranjang 2. Tengokan
kepala 45 derajat ke satu arah (misal kiri) lalu tiduran ke arah
sebaliknya (kanan) dengan kondisi kepala masih menengok
kearah sebaliknya dengan mata terbuka. Pertahankan posisi ini
selama 30 detik. 3. Kembali ke posisi duduk lagi dengan
41

pandangan lurus ke depan selama 30 detik. 4. Lakukan langkah


nomor 2 dengan arah sebaliknya dengan durasi yang sama lalu,
lanjut ke langkah nomor 3. Lakukan langkah ini sebanyak lima
kali dalam 2 minggu, latihan ini dilakukan sebanyak 3x sehari
(Cetin et al, 2018).
Latihan ini berguna untuk mengembalikan otot yang
lepas sehingga dapat mencegah terjadinya vertigo berulang di
waktu ke depannya (Srinivasan, 2020).

Gerakan awalan Brandt Daroff Exercise


duduk dengan menjuntaikan kaki

Gerakan merebahkan tubuh kesamping dengan


kepala menoleh kearah berlawanan
Gambar. 2.15 Tekhnik Pelaksanaan Brandt Daroff Exercise
42

2.13.2 KinesioTapping
a) Definisi KinesioTapping
KinesioTapping adalah metode terbaru dari
pemasangan taping yang bertujuan untuk mencegah ataupum
merehabilitasi olahragawan yang mengalami cedera olahraga,
dimana KinesioTapping tersebut terbuat dari bahan yang
100% katun, fiber elastis dan bebas latex sehingga hal tersebut
sangat jarang meninmbulkan alergi pada kulit (Ikhwan, 2019).
KinesioTapping (KT) adalah salah satu pita perekat
terapeutik yang paling umum untuk pencegahan cedera,
rehabilitasi, dan peningkatan kinerja yang dimana telah
terbukti efektif secara klinis dalam promosi gerakan bersama,
meningkatkan aktivitas otot awal terjadinya torsi puncak otot,
dan peningkatan kinerja fungsional (Ikhwan, 2019).
Selain itu, menurut Zain (2020) bahwa bahan
KinesioTapping mampu bertahan terhadap air sehingga dapat
digunakan 3-5 hari pemakaian tergantung pada kondisi
tertentu. Menurut Kim (Lim et al, 2019) KinesioTapping
merupakan teknik rehabilitatif yang digunakan untuk
memudahkan proses penyembuhan alami tubuh saat
memberikan dukungan dan stabilitas pada otot dan sendi,
tanpa membatasi jangkauan geraknya.
Kim juga melaporkan bahwa KinesioTapping dapat
digunakan dalam berbagai otot - kerangka dalam masalah
neuromuscular dan muskuloskletal yang dikembangkan oleh
Kenzo Kase, dengan menggabungkan kinesiologi dengan
metode chiropractic berbasis pada penggunaan strip elastis
khusus, yang meniru kepadatan dan elastisitas kulit manusia
(Prabowo dan Agustiyawan, 2020).
43

b) Indikasi
(1)Meningkatkan atau menurunkan tahanan pada tonus otot
(hypertonus dan hypotonus
(2)Untuk injury dan overloading pada ligament
(3)Kelainan lympathic drainase
(4)Fungsional koreksi dan fascia koreksi (Jimmy, 2022).
c) Kontraindikasi
Ada bebrapa anjuran untuk tidak menggunakan
KinesioTapping pada berbagai kondisi berikut ialah : abila
adanya kondisi: Luka terbuka, Trombosis vena, Kanker aktif,
Diabetes, pengangkatan kelenjar getah bening Alergi dan Kulit
rapuh. Kinesio tape adalah plester untuk mengatasi berbagai
masalah sendi, otot, serta memuluskan pergerakan dan biasanya
digunakan para atlet. Banyak manfaat kinesio tape namun
beberapa penelitian uji klinis masih dibutuhkan untuk
membuktikan manfaat plester kinesio tersebut. Sebagian orang
ada yang mempercayai khasiatnya untuk mengatasi cedera
namun sebagian lainnya mengatakan plester ini hanya memberi
sugesti untuk menyembuhkan nyeri otot dan cedera terkait
(Anwar, 2020).
Sebenarnya Pemakaian pita Kinesio pada otot yang
cedera akan menstabilkan dan menopang struktur jaringan
lunak tubuh (otot, tendon, ligamen) dan sendi yang mengalami
cedera/nyeri, agar tetap dapat digerakkan secara aktif, tanpa
nyeri sehingga aliran darah dan limfatik tetap lancar sehingga
dapat mempercepat proses penyembuhan alami dengan baik.
Namun ada beberapa kontraindikasi dimana tidak dapat
dilakukan pemasangan kinesio tape atau adanya berbagai risiko
antara lain sebagai berikut : adanya kanker/ Keganasan, adanya
Infeksi, selulitis, adanya Luka terbuka pada area otot yang
cedera, adanya Varises (DVT/Deep Vein Thrombosis), dan
44

beberapa risiko kewaspadaan pada penderita Diabetes Gagal


Jantung Kongestif serta Fraktur (Ikhwan, 2019).
d) Dosis dan Tekhnik Penggunaan
KinesioTapping mampu membantu sendi agar tetap
stabil, digunakan dengan pemasangan yang tarikannya 75%-
100% akan menyebabkan KinesioTapping tersebut kehilangan
elastisitasnya yang menjadi lebih rigid dalam memfiksasi sendi
dan mudah dalam pengunaan sehari-hari (Ikhwan, 2019).
Kinesio tape ini terbuat daro bahan 100% katun, fiber elastis
dan bebas latex, sehingga sangat jarang menimbulkan alergi
pada kulit. Bahan yang tahan terhadap air ini membuatnya
dapat digunakan hingga 3 s/d 5 hari tergantung kondisi
(Ikhwan, 2019).
Tekhnik pemasangan kinesio tape ini tergantung pada
fase rehabilitasi yang dilakukan, apakah fase akut, sub akut atau
kronis, ketidakstabilan sendi, ketidakseimbangan otot, robekan
jaringan lunak sistem muskuloskeletal (stain otot, tendon dan
spain ligamen) maka dapat menggunakan KinesioTapping
untuk terapi rehabilitasi yang dilakukan (Ikhwan, 2019).
Penggunaan KinesioTapping dapat dilakukan dengan
dosis pemakaian 3 hari selama satu minggu pertama. pada 3
hari pertama hendaknya diamati efek dari penggunaanya dan
amati lagi perubahan yang tampak dengan adanya pemasangan
KinesioTapping selama minggu berikutnya apabila dirasakan
nyeri belum hilang (Ikhwan, 2019).
KinesioTapping dirancang untuk beberapa tujuan,
seperti pencegahan cedera, meningkatkan fungsi kerja otot, dan
merelaksasi otot yang mengalami kontraksi berlebih, masing-
masing dengan teknik pemasangan dan regangan yang berbeda.
Untuk regangan ringan, KinesioTapping diaplikasikan dengan
regangan 0-15%, 15-25% untuk regangan cukup, 50% untuk
45

regangan sedang, 75% untuk regangan kuat, dan 100% untuk


regangan penuh. KinesioTapping dapat diaplikasikan dengan
metode I strip, Y strip, X strip, kipas, dan donat. Metode Y strip
dan I strip sering sekali digunakan, karena metode Y strip
mampu merileksasi otot yang mengalami kontraksi lebih.
Sedangkan metode I strip untuk meringankan pembengkakan
dan mengurangi rasa sakit. Untuk merileksasi otot,
KinesioTapping dipasang dari origo ke insersio dengan
regangan 15-25% dari regangan awal. Sedangkan untuk
meningkatkan kekuatan otot, KinesioTapping diaplikasikan dari
insersio ke origo dengan regangan 25-50% (Affandi, 2021).

Gambar. 2.16 Penggunaan Kinesio Tapping


46

BAB III
PROSES FISIOTERAPI

3.1 Pengkajian Fisioterapi


Proses pemecahan masalah yang harus di hadapi pada kasus vertigo yaitu
meliputi : (1) pengkajian fisioterapi, (2) problematika fisioterapi, (3) tujuan
atau rencana fisioterapi, (4) evaluasi terhadap hasil terapi.
3.1.1 Anamnesis
Anamnesis adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan adanya
tanya jawab kepada pasien untuk memperoleh keterangan sebanyak-
banyaknya mengenai keadaan penyakit yang di rasakan pasien.Dalam
anamnesis diperoleh imformasi yang penting untuk menentukan diagnosa.
Pada kasus ini anamnesis yang di lakukan dengan metode auto anamnesis
yaitu tanya jawab yang di lakukan secara langsung dengan pasien itu sendiri.
Data-data yang diperoleh dari anamnesis pada tanggal 26 mei 2022 meliputi :
1. Nama : Ny. D
2. Umur : 22 Tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Mahasiswa
6. Alamat : Jl Pasar Pamenang
7. No.RM :
8. Tempat Perawatan : Poli Fisioterapi
3.1.2 Data-Data Medis Rumah Sakit
A. Diagnosa Medis : Vertigo
B. Catatan Klinis
a. Riwayat Tindakan Medis :
b. Medika mentosa :
C. Data Pendukung
a. Hasil Lab :
b. Foto Rontgen :

44
47

c. Dll :
D.Rujukan Fisioterapi
Mohon untuk dilakukan tindakan Fisioterapi pada pasien atas nama Ny D.
Umur dengan diagnosa medis vertigo
3.1.3 Anamnesis Khusus
3.1.3.1 Keluhan Utama
Pasien merasakan adanya nyeri pada bagian kepala serta kesulitan
dalam berjalan karena merasakan pusing berputar-putar.
2. Lokasi Keluhan
Pasien menunjukkan tempat/lokasi keluhan

Gambar 3.1 Titik Lokasi Nyeri


3. Riwayat Penyakit Sekarang
Dalam satu bulan terakhir pasien sering merasakan nyeri dibagian
kepala hingga ke leher bagian belakang akibat vertigo, dan merasa
pusing saat berdiri maupun berjalan, sehingga pasien memeriksakan
kesehatannya kerumah sakit dan di diagnosa dengan vertigo dan
selanjutnya mendapatkan terapi fisioterapi.
4. Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit yang sama
5. Riwayat Penyakit Penyerta
Pasien tidak mempunyai penyakit penyerta
48

6. Riwayat Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama
7. Riwayat Pribadi dan Status Sosial
pasien merupakan seorang mahasiswa yang kesehariannya berjualan
namun dalam beberapa bulan terakhir memang sering bekerja lebih
lama/lembur
B. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Denyut Nadi : 82 kali/menit
Pernapasan : 22 kali/menit
Tempratur : 36,5 C
Tinggi Badan : 162 cm
Berat Badan : 56 kg
2. Inspeksi
a. Statis: Keadaan umum tampak baik
b. Dinamis : pasien kesulitan saat duduk maupun berdiri karena
pusing
3. Palpasi
Adanya nyeri tekan pada bagian kepala bagian belakang
4. Perkusi
Tidak dilakukan
5. Auskultasi
Tidak dilakukan
6. Pemeriksaan Gerak
a. Tes Orientasi (Menentukan Lokasi Keluhan)
Pasien diminta untuk mencoba berdiri dan berjalan sambil dipapah
oleh keluarga, hasilnya pasien tampak kesulitan untuk
menyeimbangkan diri
49

b. Pemeriksaan Gerak Dasar


1) Gerak Aktif
Tabel 3.1 Gerak Aktif Cervical
Gerakan Nyeri ROM

Fleksi Nyeri Full


Ekstensi Nyeri Full
Lateral Fleksi Sinistra nyeri Full
Lateral Fleksi Dextra nyeri Full
Rotasi Sinistra Nyeri Tidak Full
Rotasi Dextra Nyeri Tidak Full

2) Gerak Pasif
Tabel 3.2 Gerak Pasif Cervical
Gerakan Nyeri Rom End Feel

Fleksi Nyeri Full Soft End Feel


Ekstensi Nyeri Full Soft End Feel
Lateral Fleksi Nyeri Full Soft End Feel
Sinistra
Lateral Fleksi Dextra Nyeri Full Soft End Feel
Rotasi Sinistra Nyeri Tidak Full Springy End Feel
Rotasi Dextra Nyeri Tidak Full Springy End Feel

3) Gerak Isometrik
Tabel 3.3 Gerak Isometrik Cervical

Gerakan Nyeri Mampu/Tidak

Fleksi Nyeri Mampu


Ekstensi Nyeri Mampu
Lateral Fleksi Sinistra Nyeri Mampu
Lateral Fleksi Dextra nyeri Mampu
Rotasi Sinistra Nyeri Tidak Mampu
Rotasi Dextra Nyeri Tidak Mampu
50

3.1.4 Pemeriksaan Kemampuan Fungsional (Transfer/Ambulasi, ADL, Gait


Balance Analysis, Alat Bantu/Tidak)
1. Kemampuan Fungsional Dasar
Pasien tidak mampu berdiri dan berjalan dalam waktu yang lama
dan jarak yang jauh, juga tidak mampu naik/turun tangga dengan baik.
2. Keseimbangan
Penilaian keseimbangan pasien dilakukan dengan One leg standing
atau single leg stance yang merupakan kemampuan berdiri dan
menumpu dengan satu tungkai atau berdiri dengan beban tubuh yang
disangga oleh satu tungkai saja dan kedua tangan berpegangan ke
dinding untuk menahan tubuh. Namun pada tes awal pasien hanya
mampu menahan selama 4 detik saja yang artinya ada gangguan
keseimbangan tubuh yang dialami oleh pasien.
3. Aktivitas Fungsional
Aktifitas perawatan diri dapat dilakukan secara mandiri.
4. Lingkungan Aktivitas
Lingkungan rumah cukup mendukung untuk proses kesembuhan
pasien dan tidak menghambat aktivitas pasien seperti tidak ada tangga
dirumah dan lantai yang tidak licin

3.1.5 Pemeriksaan Spesifik (MMT, ROM, VAS/VDS,Antropometri, SLR,


MC Murray, Varus, Spady Test, Indeks Kats, Indeks Jette dll)

Gambar. 3.2 Pemeriksaan Nystagmus


51

1. Pemeriksaan Nyeri
Tabel. 3.5 Pemeriksaan Nyeri dengan VAS
Jenis nyeri Nilai
Nyeri gerak 5
Nyeri tekan 6
Nyeri diam 1
2. Pemeriksaan Keseimbangan
Tabel 3.6 Pemeriksaan keseimbangan the stand on one leg test
No Kriteria Penilaian T0 T1 T2 T3 T4
Durasi
1 menahan (detik) 4 7 9 13 15

3.1.6 Pemeriksaan Kognitif Intrapersonal dan Interpersonal


Kognitif : pasien mampu menceritakan perjalanan dan keluhan
sakitnya dengan baik.
Intrapersonal : pasien mempunyai semangat yang tinggi untuk sembuh
Interpersonal : pasien mampu berkomunikasi dengan terapis dan pasien
bisa mengikuti instruksi yang diberikan oleh terapis.
3.1.7 Mekanisme Terjadinya Permasalahan Fisioterapi (Underlying Process
Of Physiotherapy)
Vertigo ialah ilusi bergerak dan ada juga yang menyebutnya
halusinasi gerakan yaitu, penderita seperti merasakan atau melihat
lingkungannya bergerak, padahal lingkungannya diam, atau penderita
merasakan dirinya bergerak, padahal tidak (Teggi et all, 2021).
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) atau disebut sebagai
Vertigo, merupakan kondisi dimana terjadinya perubahan posisi
kepala atau badan terhadap gaya gravitasi, sehingga menyebabkan
gangguan organ vestibular telinga, dan menganggu keseimbangan hingga
pada sistem neurosensori pendengaran (Wang et all, 2021).
Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau gerakan dari tubuh atau
lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang disebabkan oleh gangguan
alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit dengan
52

demikian vertigo bukan suatu gejala pusing berputar saja, tetapi merupakan
suatu kumpulan gejala atau satu sindrom yang terdiri dari gejala somatik
(nistagmus, untoble), otonomik (pucat, peluh dingin, mual dan muntah
dizziness lebih mencerminkan keluhan rasa gerakan yang umum tidak
spesifik, rasa goyah, kepala ringan dan perasaan yang sulit dilukiskan
sendiri oleh penderitanya. Pasien sering menyebutkan sensasi ini sebagai
nggliyer, sedangkan giddiness berarti dizziness atau vertigo yang
berlangsung singkat (Sutarni et all, 2019).

3.1.8 Problematika Fisioterapi


1. Impairment
a. Adanya nyeri saat berdiri,bergerak,berjalan
b. Adanya nyeri tekan pada bagian kepala
c. Adanya penurunan keseimbangan tubuh saat berjalan
d. Adanya penurunan aktivitas sehari-hari
2. Functional Limitation
Terbatas berjalan dan berdiri lama
3. Disability / Participation Restriction
Pasien mengalami keterbatasan saat menggunakan leptop dengan
posisi menunduk lama.
4. Diagnosa Fisioterapi
Adanya gangguan keseimbangan serta nyeri pada bagian kepala yang
diakibatkan oleh vertigo
3.1.9 Tujuan Fisioterapi
a. Jangka Pendek :
Mengurangi nyeri
Meningkatkan keseimbangan
b. Jangka Panjang :
Meningkatkan aktifitas fungsional dan keseimbangan
53

3.1.10 Tindakan Fisioterapi


3.1.10.1 Terpilih / Efektif (Evidance Based)
1. Brandt Daroff Exercise
2. Penggunaan kinesio tapping
3.10.1.2 Dilaksanakan
a. Brandt Daroff Exercise :mengembalikan dan menjaga
keseimbangan tubuh saat berdiri
dan bergerak.
b. Kinesio tapping :mengurangi rasa nyeri dan
membuat lebih rileks
c. Edukasi
1) Pasien diminta untuk melakukan terapi latihan yang
diberikan oleh terapis dirumah.
2) Pasien diminta memberikan kompres hangat apabila
sedang beristirahat.
3) Pasien disarankan untuk tidak terlalu lama belajar dalam
posisi menunduk ataupun bekerja.

3.1.11 Rencana Evaluasi (Sesuai Dengan Interpretasi Data Fisioterapi)


1. Pengukuran nyeri dengan VAS
2. Pengukuran keseimbangan tubuh dengan brandt daroff

3.1.12 Prognosis
1. Quo Ad Vitam : Bonam
2. Quo Ad Sanam : Bonam
3. Quo Ad Fungsionam : Bonam
4. Quo Ad Cosmetikam : Bonam
54

3.2. Penatalaksanaan Fisioterapi


3.2.1 Hari : Minggu, 22 Mei 2022
1. Brandt Daroff Exercise
Persiapan : Pasien dalam posisi duduk diatas tempat tidur dengan
posisi kaki menggantung ke bawah.
Pelaksanaan : Pasien diminta untuk menengokkan kepala 45 derajat ke
satu arah (misal kiri) lalu tiduran ke arah sebaliknya
(kanan) dengan kondisi kepala masih menengok kearah
sebaliknya dengan mata terbuka. Pertahankan posisi ini
selama 30 detik, lalu kembali ke posisi duduk lagi dengan
pandangan lurus ke depan selama 30 detik. Lakukan
langkah sebelumnya dengan arah sebaliknya dengan durasi
yang sama, lalu kembali ke posisi duduk kembali. Pasien
diminta untuk melakukan langkah ini sebanyak lima hari
dalam 2 minggu, dengan dosis latihan dilakukan sebanyak
3X/hari.
2. KinesioTapping
Persiapan : siapkan pita perekat terapeutik berupa kinesio tape, dan
tentukan letak nyeri/pembengkakan yang akan diberikan
pemasangan tape.
Pelaksanaan : letakkan dilokasi yang diinginkan, kemudian lakukan
tarikan ke arah permukaan yang dihasilkan oleh
pemasangan kinesio tape sehingga akan menciptakan
ruang atau space di antara kulit dan otot, ruang
tersebutlah yang membuat cairan dan aliran darah
menjadi semakin lancar dan mengurangi nyeri dan
pembengkakan. Penggunaan KinesioTapping pada
pasien dilakukan dengan dosis pemakaian 3 hari selama
satu minggu pertama, lalu diamati efek dari
penggunaanya dan perubahan yang tampak. Pasien
menggunakan KinesioTapping pada minggu berikutnya
55

karena dirasakan nyeri sudah berkurang namun belum


hilang sepenuhnya terutama saat ditekan dan bergerak.
3.2.2 Hari : Senin, 28 Mei 2022
Metode yang diberikan sama dengan terapi
pertama,yaitu Brandt Daroff Exercise dan
kinesiotapping.
3.2.3 Hari: Rabu 08 Juni 2022
Metode yang diberikan sama dengan terapi
pertama,yaitu Brandt Daroff Exercise dan
kinesiotapping.
3.2.4 Hari : Senin 13 Juni 2022
Metode yang di berikan sama dengan terapi
pertama,yaitu Brandt Daroff Exercise dan
kinesiotapping.
3.3. Evaluasi (Setelah Tindakan Terapi / Per Tanggal)
Hasil Terapi Terakhir :
3.3.1 Skala Nyeri Dengan VAS
Tabel. 3.7 Hasil Evaluasi Skala Nyeri Dengan VAS
Nyeri T1 T2 T3 T4
Nyeri gerak 5 5 4 2
Nyeri tekan 6 6 4 2
Nyeri diam 1 0 0 0
3.4.1. Evaluasi kesimbangan menggunakan the stand on one leg test
Tabel 3.8 Evaluasi kesimbangan menggunakan the stand on one leg test
No Kriteria Penilaian T0 T1 T2 T3 T4
1 Durasi menahan (detik) 4 7 9 13 15
56

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Dalam studi kasus ini pasien Nn. D umur 22 tahun dengan diagnosa
vertigo datang ke fisioterapi pada awal pemeriksaan di dapatkan
permasalahan adanya nyeri dan ketidakseimbangan. Setelah dilakukan terapi
sebanyak 4 kali pada pasien tersebut dengan menggunakan modalitas
KinesioTapping dan metode Brandt Daroff Exercise didapatkan adanya
penurunan derajat nyeri, dan peningkatan keseimbangan pasien.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Nyeri
Pengukuran tingkat nyeri dapat dilihat dengan menggunakan
VAS perubahan tingkat terhadap nyeri dari evaluasi awal (T1) sampai
terapi akir (T4) yang hasilnya didapatkan pada perhitungan skor VAS
yaitu :

4 Nyeri Diam
Nyeri Tekan
2
Nyeri Gerak
0
T1 T2 T3 T4

4.2 Grafik Evaluasi Nyeri dengan Skor VAS

Hasil terapi T1 sampai dengan T4 terjadinya penurunan


nyeri diam,nyeri tekan,dan nyeri gerak. Menurut penelitian
Kataryzna 2016, hal ini karena KinesioTapping dapat
mengurangi nyeri dan juga dapat memperbaiki keseimbangan
dan koordinasi gerak tubuh pada penderita vertigo.
Sejalan dengan pendapat sebelumnya hasil penelitian yang
dilakukan oleh Sari (2022) menjelaskan bahwa Jika pasien rutin

56
57

melakukan KinesioTapping dalam satu minggu dapat


menurunkan derajat nyeri sebesar 3 tingkat
4.2.2 Keseimbangan
Penilaian gangguan kesimbangan pasien diukur dengan the
stand on one leg test. Hasil evaluasi pasien dari hari pertama (T1)
sampai dengan hari terakhir (T4) dapat dilihat pada grafik berikut :

Pengukuran Keseimbangan

15
10
Keseimbangan
5
0
T1 T2 T3 T4

Grafik 4.2 Hasil Evaluasi Peningkatan Keseimbangan

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat adanya peningkatan


keseimbangan pada pasien. Pada T1 keseimbangan pasien hanya
T1=7 dan terus mengalami kenaikan dan kestabilan pada T2=9
T3=13 hingga T4=15. Menurut penelitian Andika (2020), latihan
brandt daroff mendispersikan gumpalan otot menjadi partikel yang
kecil sehingga menurunkan keluhan vertigo dan keluhan nistagmus.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari (2021) menjelaskan
bahwa jika pasien rutin dalam melakukan terapi brandt daroff
exercise maka dapat meningkatkan kesimbangan 3x lebih baik
dalam waktu satu minggu. Hal ini sejalan dengan dengan Jimmy
(2022) yang menyatakan bahwa tujuan dari terapi brandt daroff
exercise adalah meningkatkan kesimbangan dengan bantuan
gravitasi.
58

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau gerakan dari tubuh atau
lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang disebabkan oleh gangguan alat
keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit dengan demikian
vertigo bukan suatu gejala pusing berputar saja,tetapi merupakan suatu
kumpulan gejala atau satu sindrom yang terdiri dari gejala somatik
(nistagmus,untoble),otonomik (pucat,peluh dingin,mual dan muntah) serta
dizziness yang mencerminkan keluhan rasa bahwa gerakan yang umum tidak
spesifik,rasa goyah,kepala ringan dan perasaan yang sulit dilukiskan sendiri
oleh penderitanya. Pasien sering menyebut sensasi ini sebagai nggliyer.
Sedangkan giddiness berarti dizziness atau vertigo yang berlangsung singkat
(Wang et al, 2021).
Pasien atas nama Nn. D dengan diagnosa vertigo dengan permasalahan
nyeri dan keseimbangan berdasarkan pada permasalahan tersebut penulis
memberikan program fisioterapi dengan Metode Brandt Daroff Exercise dan
KinesioTapping dengan tujuan untuk mengatasi problematika yang muncul
pada pasien ini dengan program empat kali terapi. Setelah diberikan program
fisioterapi selama empat kali pertemuan diperoleh hasil yang cukup baik,yaitu
adanya penurunan derajat nyeri, dan peningkatan keseimbangan.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Pasien
Disarankan bagi pasien melakukan secara mandiri dirumah,
dengan dibantu oleh keluarga sesuai latihan yang diberikan fisioterapis.
5.2.2 Bagi Fisioterapi
Disarankan melakukan asesment, pemeriksaan, diagnosa, menentukan
problematik,menentukan diagnosa,melakukan intervensi, secara tepat
sehingga efektif dan mempercepat proses penyembuhan bagi penderita.

58
59

5.2.3 Bagi Masyarakat


Disarankan hendaknya masyarakat apabila mulai merasakan
ketiaknyamanan pada tubuh, mungkin nyeri yang dirasakan secara
berkelanjutan hendaknya dapat diperiksakan ke dokter dan fisioterapi
agar gangguan atau permasalahan dapat segera diatasi dengan tepat.
55

DAFTAR PUSTAKA

Affandi Muhammad Irvan, A. R. (2021) ‘Efek Aplikasi KinesioTapping


Terhadap Stabilitas Postural Pada Orang Sehat.’, Jurnal Pendidikan
Kepelatihan Olahraga, Fakultas Ilmu Olahraga, Universitas Negeri
Surabaya

Algipari, Mendrofa, Fery Agusman Motuho, Dwi Indah Iswanti, (2020).


Fisioterapi Manajemen Komprehensif Praklinik. Jakarta: EGC.

Anwar Tasbihul, W. (2020) ‘Pengaruh KinesioTapping Terhadap Tingkat Nyeri


Pada Pasien Post Laporatomi Di Rumah Sakit Umum Dr Dradjat
Prawiranegara, Serang–Banten Tahun 2019’, Juornal Of Holistic
Nursing Science. Available at:
https://doi.org/10.31603/nursing.v7i1.2954 .

Bhattacharyya et al, 2017. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal: Aplikasi Pada


Praktek Klinik Keperawatan. Jakarta: EGC.

Bouccara D, Rubin F, Bonfils P, 2018. Terapi Latihan Dasar Dan Teknik Edisi 5
Vol. 2. yogyakarta: Graha Medika.

Camelia, Șlicaru A., & Nemțanu, A.-M. (2019) ‘Vestibular Reducation and Its
Effectiveness in Reducing the Vertigo Symptoms’, Gymnasium, XX(1),
47. Available at: https://doi.org/10.29081/gsjesh. 2019.20.1.04 .

Casani Augusto Pietro, Mauro Gufoni, S. C. (2021) ‘Current Insights into


Treating Vertigo in Older Adults.’, Drugs & Aging (2021) 38:655–670.
Available at: https://doi.org/10.1007/s40266-021-00877-z
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8342368/pdf/40266_20
21_A rticle_877.pdf.

Cetin, Y. S., Ozmen, O. A., Demir, U. L., Kasapoglu, F., Basut, O., & Coskun, H.
(2018) ‘Comparison of the effectiveness of brandt daroff vestibular
training and epley canalith repositioning maneuver in benign paroxysmal
positional vertigo long term result: A randomized prospective clinical
trial.’, Pakistan Journal of Medical Sciences, 34(3), 558–563. Available
at: https://doi.org/10.12669/pjms.3 43.14786 .

Colby, L. A & Kisner C. (2018) Terapi Latihan Dasar dan Teknik, Edisi Enam.
Jakarta: Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Dewi NKA, Firman P. Sitanggang, Putu Patriawan, E. D. M. (2018) ‘Temuan


Infark Otak Menggunakan Ct Dan/Atau Mri Pada Pasien Vertigo Di
Rsup Sanglah : Sebuah Studi Deskriptif.’, Jurnal Medika, Vol. 7
56

No.6,Juni, 2018. Available at: http.//ojs.unud.ac.id/index php/eum

Hawker, G.A, Mian, S., Kendzerska, T., dan French, M. (2020) ‘Measures of
Adult Pain.’, Arthritis Care & Research; 63:240-52.

Herlina Andika, V. R. N. & I. I. (2020) ‘Efektifitas Latihan Brandt Daroff


Terhadap Kejadian Vertigo Pada Subjek penderita Vertigo.’, Jurnal
Kesehatan Medika Saintika. Vol 8, No 2 (2020). Available at:
http://dx.doi.org/10.30633/882220172017%25p1 .

Freeman, 2022. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

Ikhwan, Z. M. (2019) Kinesio Tapping In Sport Medicine. Yogyakarta, Instana


Agency.

Jimmy (2022). Vertigo dan Cara Mengatasinya (Volume 3). (Edisi 6). Jakarta:
EGC.

Khaffari Fery Agusman Motuho, Dwi Indah Iswanti, and Umi Hani. 2021.
pengantar fisioterapi. yogyakarta. alfabethapublishing

Katarzyna, K. K. & P. O. (2019) ‘Kinesiology Taping in Cervical Vertigo


Treatment.’, Journal of Novel Physiotherapies 06(02). Available at:
https://www.researchgate.net/publication/301903993_Kinesiology_Tapi
ng_in _Cervical_Vertigo_Treatment.

Klokker, S. A. and M. (2021) ‘Repositioning Chairs in the Diagnosis and


Treatment of Benign Paroxysmal Positional Vertigo - A Systematic
Review.’, J Int Adv Otol., Jul; 17 (4. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8975421/.

Kusumaningsih, W., Mamahit, A. A., Bashiruddin, J., Alviandi, W., & Werdhani,
R. A. (2018) ‘Pengaruh latihan Brandt Daroff dan modifikasi manuver
Epley pada vertigo posisi paroksismal jinak.’, Oto Rhino Laryngologica
Indonesiana, 45(1), 43. Available at: https://doi.org/10.32637/orli.v4
5i1.105 .

Kleffelgaard, I., Soberg, H. L., Tamber, A.-L., Bruusgaard, K. A., Pripp, A. H.,
Sandhaug, M., & Langhammer, B. (2019) ‘The effects of vestibular
rehabilitation on dizziness and balance problems in patients after
traumatic brain injury: a randomized controlled trial.’, Clinical
Rehabilitation, 33(1), 74–84. Available at:
https://doi.org/10.1177/026921 5518791274 .
57

Lauralee, S. (2020) Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed 8. 2020. Jakarta:


EGC.

Lim, E.-C., Park, J. H., Jeon, H. J., Kim, H.-J., Lee, H.-J., Song, C.- G., & Hong,
S. K. (2019) ‘Developing a Diagnostic Decision Support System for
Benign Paroxysmal Positional Vertigo Using a Deep-Learning Model.’,
Journal of Clinical Medicine, 8(5), 633. Available at:
https://doi.org/10.3390/jcm805 0633 .

Mani, P., Sethupathy, K., Kumar, V. K., & Aleid, Y. J. Y. (2019) ‘Comparison of
Effectiveness of Epley ’ s Maneuver and Half Somersault Exercise with
BRANDT-DAROFF EXERCISE in Patients with Posterior Canal Benign
Paroxysmal Positional Vertigo ( pc- BPPV ): A Randomized Clinical
Trial.’, International Journal of Health Sciences and Research, 9
(January), 89–94.

Metzger, 2020. Vertigo dan Penanganannya. Yogyakarta. Media Publishing

Ombregt. 2013. Terapi Modalitas Bagi Kesehatan. Jakarta. TIM Media


Publishing

Potter, P. (2019) Fundamental Of Nursing. Edisi 7. V. Jakarta : EGC.

Prell T, Sigrid Finn, and H. A. (2022) ‘How Healthcare Utilization Due to


Dizziness and Vertigo Differs Between Older and Younger Adults.’,
Frontiers in Medicine. 1 February 2022, Vol.9. Art. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8889010/pdf/fmed-09-
852187.pdf.

Prabowo dan Agustiyawan. (2020). Pengantar Fisioterapi. Yogyakarta.


Alfabetha publishing

Pricilia Sela & Kurniawan Shahdevi Nandar (2021) central Vertigo. Journal of
Pain Headache And Vertigo. Pricilia S, JPHV 2020;2 DOI:
10.21776/ub.jphv.2021.002.02.4

Srinivasan, G. (2020) ‘A Study on the Effectivenesss of BRANDT-DAROFF


EXERCISE on Benign Paroxysmal Positional Vertigo Patients.’,
iMedPub Journals, Abstract. Available at:
https://doi.org/10.36648/physio therapy.4.6.3 .

Sullivan, MD & Ballantyne, J. (2018). Is There a Duty to Relieve Pain.


https://www.thieme-connect.com/products/ejournals/abstract/10.1055/a-
1432-1849 .

Sutarni S. (2019) Bunga Rampai Vertigo. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.


58

Suroto. 2019. anatomi fisiologi bagi fisioterapi. EGC. Jakart.

Teggi R, Guidetti R, Gatti O, et al (2021) ‘Recurrence of benign paroxysmal


positional vertigo: our experience in 3042 patients.’, Acta
Otorhinolaryngologica Italica 2021, 2021;41:46. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8569667/pdf/aoi-2021-
05-461.pdf .

Thompson, A.A.; Peteraf, M.A.; Gamble, J. E. & Strickland III, A. J. (2019).


Crafting & Executing Strategy – The Quest for Competitive Advantage:
Concepts & Cases. 21st Edition. New York: McGraw – Hill Education.

Triyanti Nike, C.D.I, Nataliswati T, S. (2018) ‘Pengaruh Pemberian Terapi Fisik


Brandt Daroff Terhadap Vertigo Di Ruang UGD RSUD Dr. R
Soedarsono Pasuruan.’, Jurnal Keperawatan Terapan, Vol 4, No.1

Trobec dan Persolja, 2017. Fisioterapi Manajemen Komprehensif Praklinik.


Jakarta: EGC.

Vanni S, Pecci R, Edlow JA, Nazerian P, Santimone R, Pepe G, Moretti M,


Pavellini A, Caviglioli C, Casula C, Bigiarini S, Vannucchi P, G. S.
(2019) ‘Differential Diagnosis of Vertigo in the Emergency Department:
A Prospective Validation Study of the STANDING Algorithm.’, Front
Neurol. 2019;8:590. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5682038/pdf/fneur-08-
00590.pdf .

You, P., Instrum, R., & Parnes, L. (2018) ‘Benign paroxysmal positional vertigo.
Eye Movement Disorders (Nystagmus and Strabismus): Diagnosis,
Management and Impact on Quality of Life’, jibirins, February,.
Available at: https://doi.org/10.5631/jibirins
uppl1986.1986.supplement8_1 46 .

Zwergal A, D. M. (2021) ‘Update on diagnosis and therapy in frequent vestibular


and balance disorders.’, Fortschr Neurol Psychiatr., 2021 May;8.
Available at: https://www.thieme-
connect.com/products/ejournals/abstract/10.1055/a-1432-1849 .
59

LAMPIRAN
60

Lampiran.1 : Lembaran Informed Consent

SURAT BERSEDIA MENJADI RESPONDEN


(Lembar Informed Consent)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Ny. D
Umur : 22 tahun
Alamat : Ps Pamenang
Pekerjaan : Mahasiswa

Setelah mendapat penjelasan yang cukup jelas, dengan ini saya


menyatakan BERSEDIA untuk menjadi subjek penulisan KTI Oleh :

Nama : Bella Nurhadia


NPM : 201951025
Dengan Judul :Penatalaksaan Fisioterapi Pada Kasus Vertigo Dengan
Menggunakan MetodeKinesioTapping Dan Brandt-Daroff
Exercise

Surat pernyataan ini saya buat dengna sebenar-benarnya dan tanpa


unsur paksaan dari pihak manapun.

Jambi, Juni 2022


Yang Memberi Penjelasan Yang Menyatakan

(Bella Nurhadia)
(Ny. D)
61

Lampiran 2 : Dokumentasi Pelaksanaan Intervensi

Gerakan awalan Brandt Daroff Exercise


duduk dengan menjuntaikan kaki

Gerakan merebahkan tubuh kesamping dengan


kepala menoleh kearah berlawanan
62

Pemasangan kinesiotapping

Anda mungkin juga menyukai