Anda di halaman 1dari 2

Higanbana

Aku ini hanya gadis remaja yang tak punya apa-apa. Pekerjaanku hanya
mencuri dan mengemis. Bisa dibilang aku ini gembel. Gubuk reyot yang
pemiliknya sudah meninggal kujadikan rumah. Lebih layak disebut kandang
karena tiap hari aku harus mencium bau kotoran yang tertinggal di sana.
Tentang orang tua, mereka pergi sejak aku kecil. Sampai aku berusia remaja
pun mereka tak kembali. Singkatnya, aku dibuang.

Kutukan itu mulai terjadi sejak aku menyumpahi Vishaka, teman bermainku
saat kecil. Aku memarahi dan menyumpahi dirinya agar dia jatuh saat memanjat
pohon. Ajaib. Dua hari kemudian ada kabar duka dari orang tuanya bahwa
Vishaka meninggal setelah terjatuh untuk memanjat pohon mangga.

Kau tahu, badanku gemetar waktu itu. Bagaimana mungkin dia meninggal
seperti apa yang kukatakan?

Selanjutnya adalah Kairav, seorang laki-laki yang suka memancing. Usianya


lebih tua dariku, ia marah karena aku mencuri ikannya. Aku menggeram dan
menyumpahinya, “Semoga kau mati ditikam penyamun dan tenggelam dalam
sungai ini!”

Esok hari, pagi buta aku mendengar seseorang berteriak memanggil


pertolongan. Aku mengintip dari jendela gubukku. Sungai itu memerah. Darah
dari seseorang yang mengambang di sungai mengalir. Aku melotot. Itu Kairav.
Bajunya sama dengan yang kemarin.

Aku benar-benar bisa mengutuk seseorang.

Kekehan terdengar dari mulutku. Dengan mulut dan lidah ini aku bisa
mencelakai orang yang tidak kusuka kan?
Sejak saat itu ketika aku tidak menyukai seseorang dia akan kukutuk. Entah dia
jatuh, tertusuk, tertimbun barang, aku tak peduli. Yang penting ia musnah dari
pandanganku.

Dalam waktu satu tahun aku membuat desa yang kutinggali berkabung
beruntun. Jika hari ini yang meninggal adalah suaminya, maka seminggu
kemudian anaknya akan mati.

Desa yang kutinggali menjadi sepi. Rumor menyebar cepat. Desa ini terkenal
karena kematian yang tinggi selama setahun terakhir. Mereka yang takut segera
meninggalkan desa ini. Dan yang tak percaya rumor masih tetap di sini.
Menyadari hal itu aku tak lagi mengutuk orang yang tak kusukai saja. Semua
akan mati. Desa ini akan menjadi sebuah pemakaman.

Haah, aku seperti menjadi dewa. Tapi kenapa aku hanya bisa mengutuk? Apel
di tanganku manis. Itu kudapat dari mencuri di salah satu kios. Benar benar sepi
sekali desa ini. Tak ada yang mau tinggal disini. Tapi aku akhirnya bisa
merasakan tidur di ranjang yang empuk. Punggungku pegal sekali selama ini
tidur di papan kayu beralas kain tipis compang-camping.

Esok hari aku mendengar sebuah kapal yang berlabuh di dekat situ. Oh, apakah
itu orang asing yang berlabuh untuk mengisi bekal? Aku bangkit dari ranjang
dan keluar untuk memeriksa siapa itu.

Anda mungkin juga menyukai