Anda di halaman 1dari 4

Tidak ada yang lebih membahagiakan dalam hidup Ari selain bisa menikah

dengan Yuri, wanita yang sekarang sudah sah menjadi istrinya setelah enam
tahun lamanya mereka berpacaran. Melalui banyak hal bersama, berbagi
pengalaman suka dan duka berdua, hingga pada akhirnya mereka bisa
disatukan ke dalam sebuah ikatan pernikahan.
Namanya Ariansyah putra, orang-orang sering memanggilnya Ari. Pria
berumur 24 tahun dan sekarang berstatus sebagai suami dari Yurika Putri,
wanita cantik yang umurnya dua tahun lebih tua.
“Mas, apa kita sudah sampai?” tanya Yuri, namanya Yurika tapi Ari lebih
sering memanggilnya Yuri. Yuri mirip dengan nama gadis jepang kan? Yuri
mengatakan kalau orang tuanya sengaja memberinya nama Yuri karena
ibunya yang sangat suka menonton film jepang saat sedang mengandungnya.
“Sebentar lagi, kamu tidur saja lagi. Nanti Mas kasih tahu kalau sudah
sampai.” Sambil tersenyum manis, Yuri kembali menyandarkan kepalanya di
bahu Ari. Wanita itu selalu tertidur jika ia sedang melakukan perjalanan jauh,
karena jika tidak tidur maka Yuri bisa saja muntah di dalam bus, ia adalah
tipe wanita yang selalu mabuk kendaraan.
Karena pekerjaan mereka yang berbeda kota, setelah menikah Yuri
memutuskan untuk resign dari tempat kerjanya dan ikut pindah ketempat
dimana Ari bekerja. Ia yang sebelumnya merupakan seorang wanita karir
diharuskan untuk diam di rumah saja dan menjadi ibu rumah tangga full
time.
Pada awalnya Yuri merasa keberatan saat Ari memintanya untuk berhenti
kerja, Yuri masih ingin bekerja karena Ia ingin tetap bisa memberikan uang
bulanan kepada keluarganya di kampung.
Tapi Ari dengan tegas tetap menolak keinginannya, Ari tidak ingin ada kata
Ldr-an lagi di kamus hidupnya. Sudah sukup enam tahun mereka menjalin
hubungan jarak jauh dan Ari tidak ingin mereka kembali menjalin hubungan
seperti itu disaat mereka sudah sah menjadi pasangan suami istri.
Dengan berat hati yuri pun memilih meninggalkan pekerjaannya dan sekarang
di sinilah mereka berada. Di dalam sebuah bus yang akan mengantarkan
mereka ke kota tempat dimana Ari ditugaskan.
Pekerjaannya sebagai pegawai negeri sipil di salah satu instansi pemerintahan
membuat Ari harus pergi dari kota kelahiran dan merantau ke kota lain. Kota
kecil dimana nanti dirinya akan memulai kehidupan bersama istri dan
mungkin anak-anakku nantinya.
Di sana Ari sudah menyewa sebuah rumah kontrakan sederhana yang nanti
akan mereka tempati. Rumah kontrakan empat kotak berisi dua kamar, satu
ruang tamu dan satu dapur kecil yang hanya berukuran satu kali dua
setengah meter dan toilet yang juga difungsikan sebagai kamar mandi
***
“Yuri, hei… Bangunlah, kita sudah hampir sampai.” Yuri langsung membuka
kedua mata dan menegakkan badannya, melihat sekeliling dan kemudian
menggosok kedua matanya. Ari langsung merenggangkan bahu yang terasa
sangat kaku dan pegal karena sepanjang jalan istrinya itu selalu tidur
bersandar di sana.
Yuri menoleh keluar jendela bus, menatap pemandangan di luar sana. Ia
terlihat tidak terlalu bersemangat, entah karena masih mengantuk atau
karena harus pindah ke kota kecil seperti sekarang.
Begitu bus berhenti di tempat pemberhentian, Ari langsung mengajak Yuri
untuk turun dari bus dan menunggu di tempat duduk yang ada di sana
sambil menunggu tas mereka di keluarkan dari bagasi.
“Nanti ke rumah kontrakannya gimana Mas?” tanya Yuri saat ia sudah duduk
di kursi yang tersedia di tempat pemberhentian.
“Rumah kontrakan kita tidak terlalu jauh dari sini kok, hanya masuk ke gang
di samping itu aja. Kalau kita jalan kaki saja gimana?” tanya Ari sambil
menunjuk sebuah gang yang berada tepat di samping tempat pemberhentian
bus ini.
“Apa rumahnya jauh dari depan gang?” tanya Yuri dengan nada manjanya
seperti biasa. Ari hanya tersenyum menanggapinya, Yuri selalu seperti itu jika
Ari memintanya untuk melakukan sesuatu yang membutuhkan tenaga lebih.
“Kalau kamu capek, nanti Mas pulang dulu saja ke kontrakan, ngambil motor
terus kesini lagi untuk jemput kamu, gimana?” tanya Ari memberi pilihan,
kalau memang Yuri merasa lelah karena harus berjalan kaki ke rumah
kontrakan mereka lebih baik dia menunggu di sini saja.
Dahi Yuri langsung mengernyitkan dahinya, sepertinya ia sedang memikirkan
pilihan yang berikan oleh Ari barusan.
“Emm… tidak, aku tidak mau ditinggal sendirian di sini. Jalan kaki saja,
anggap saja kalau kita sedang olah raga,” kata Yuri sambil tersenyum
mempelihatkan deretan gigi putihnya. Ari yang gemas melihatnya pun
langsung mengusap kepalanya dengan lembut, membuat Yuri semakin
tersenyum lebar.
“Ya sudah, tunggu dulu di sini bentar ya? Mas mau ngambil tas kita dulu.”
Yuri menganggukkan kepalanya dan Ari pun langsung pergi mengantri untuk
mengambil dua buah tas dan satu buah koper yang kami bawa dari rumah
orang tuaku. Tas pertama itu adalah tas ransel Ari, yang kedua punya Yuri
dan yang terakhir koper warna pink yang berisi semua baju Yuri.
Ari beruntung Yuri tidak membawa semua baju yang ada di lemarinya, jika
tidak maka sebuah tas ransel besar dan satu buah koper tidak akan cukup
untuk menampung semua baju istrinya itu.
Ari menggendong kedua tas ransel besar itu dan menarik koper untuk
membawanya ke tempat di mana Yuri sudah menunggu.
“Wahh… Kasian sekali, pasti berat ya? Kenapa tidak dibawa satu persatu saja
sih Mas?” tanya Yuri yang langsung mengambil tas ransel besarnya dari
punggung Aro untuk langsung dipindahkan ke punggungnya. Tas ransel kecil
yang ia bawa sengaja di gendong di depan.
“Terlalu lama kalau harus di bawa satu persatu,” Kata Ari yang langsung
menarik tangannya untuk pergi dari sana.
Beruntung mereka tiba di sini saat hari masih pagi, cuaca belum panas dan
udara pun masih terasa segar. Ari tidak bisa membayangkan jika mereka
harus berjalan kaki di bawah teriknya matahari, Yuri pasti tidak akan
sanggup.
Mereka berjalan menelusuri jalan setapak, Ari membantu Yuri menarik
kopernya karena ia pasti tidak akan kuat berjalan sambil menggendong dua
tas dan menarik satu koper, ia sudah menjadi suami yang perhatian, kan?
Karena rumah yang Ari kontrak berada di daerah perbukitan, maka untuk
sampai kesana harus melewati jalan yang sedikit menanjak. Meskipun jarak
antara rumah dan depan gang tidak jauh, tetapi setelah dilalui dengan
berjalan kaki ternyata lumayan menguras tenaga. Apalagi bagi Ari yang harus
menarik koper dengan isi sangat berat ini, bebannya semakin bertambah.
Keringat terus bercucuran di dahi dan kemudian turun ke badan, baju yang
tadinya kering kini basah karena keringat, yang tadi wangi kini hanya tercium
bau keringat saja.
“Ya Tuhan, kenapa Mas tidak mengatakan padaku kalau jalan ini menanjak?
Ini benar-benar sangat melelahkan,” keluh Yuri yang berjalan tepat di
belakang Ari.
Pria itu langsung menghentikan langkah dan menoleh ke belakang, Yuri
dengan wajah cemberut dan dengan nafas yang terengah-engah berhenti
berjalan. Ia mengusap keringat di seluruh wajahnya dengan tangan, menarik
nafas panjang dan kemudian kembali melanjutkan langkahnya.
“Apa masih jauh rumahnya?” tanya Yuri yang sepertinya sudah sangat tidak
sabar untuk segera sampai di rumah.
“Sabar ya, Mas lupa ngasih tahu kalau jalan ini menanjak.” Ari bisa melihat
wajah cemberut Yuri yang langsung melihatnya dengan wajah malas. Begitu ia
sudah berada di samping Ari, pria itupun langsung mengenggam tangannya
dan mengajaknya untuk jalan berdampingan.
“Nah… Kalau beginikan asyik, pegangan tangan lebih romantis. Jalannya jadi
tidak terasa begitu melelahkan,” kata Yuri dengan senyum lebarnya. Ari hanya
bisa menggelengkan kepala, speechless melihat tingkah istrinya yang
terkadang sifatnya lebih kekanakan dibandingkan anak-anak.
Yuri melangkahkan kakinya dengan lebar sambil mengayunkan pegangan
tangan mereka, hanya karena Ari yang berinisiatif untuk mengenggam
tangannya terlebih dahulu ia sudah terlihat sangat bahagia sekali. Apa
sebegitu mudahnya untuk menyenangkan hati seorang istri?
“Balonku ada lima… Rupa-rupa warnanya, meletus balon hijau. Dorrr!!!
Hatiku sangat kacau.”
“Hmmphh!!! “ Ari langsung tertawa geli saat mendengar lagu yang tiba-tiba di
nyanyikan oleh istrinya dengan suara pelan dan cemprengnya tersebut, ia
menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, menikmati setiap alunan lagu
yang ia nyanyikan sendiri.
“Kenapa?” tanya Yuri sambil menatap Ari dengan tatapan polosnya.
“Tidak,” jawab Ari sambil melanjutkan perjalanan mereka. Ari sengaja tidak
mengatakan kalau Ia tertawa karena mendengar lagu yang baru saja Yuri
nyanyikan. Ari tidak ingin membuatnya emosi, istrinya ini akan sangat
menyeramkan jika sedang marah.
“Naik-naik ke puncak gunung, tinggi-tinggi sekali… Kiri kanan, ku lihat saja,
banyak pohon cemara.”
‘Ya Tuhan, sekarang dia malah menyanyi lagu naik-naik ke puncak gunung.
Ingin ketawa ngakak, tapi aku masih ingin mendengar suara riangnya saat
menyanyi. Tuan, tolong kuatkan aku untuk menahan tawa. Ini benar-benar
lucu sekali,’ kata Ari di dalam hatinya.
Sudah dibilang kan? Istri Ari ini terkadang tingkahnya bisa lebih kekanakan
dibandingkan anak-anak.

Anda mungkin juga menyukai