Anda di halaman 1dari 4

ABSTRAK

Ulkus dekubitus atau pressure ulcer merupakan jenis luka kronis yang banyak terjadi
di kalangan lansia, pasien yang terbaring di tempat tidur dan kursi roda, atau pasien yang
sedang dalam perawatan jangka panjang di rumah sakit dengan keterbatasan mobilitas dan
aktivitas. Tekanan tersebut mengakibatkan aliran darah di pembuluh darah kulit terganggu.
Ulkus dekubitus terjadi pada area yang terlokalisir dengan jaringan yang mengalami nekrosis
dan biasanya terjadi pada permukaan tulang yang menonjol, sebagai akibat dari tekanan
dalam jangka waktu yang lama menyebabkan peningkatan tekanan kapiler. Penderita diabetes
memiliki risiko besar untuk memicu ulkus decubitus, terutama di area kaki. Dalam kasus ini
kami melaporkan pasien laki-laki berusia 46 tahun dengan keluhan luka di bagian penis,
cruris sinistra, gluteus dextra dan sinistra. Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus
sudah 10 tahun dengan kaki kanan pasien yang diamputasi sejak 4 tahun yang lalu dan dalam
keluarga pasien memiliki penyakit diabetes mellitus.

Kata kunci: Ulkus dekubitus, DM

PEMBAHASAN
Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit,
bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area
secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat (Pranarka,
2015).
Ulkus dekubitus adalah cedera kulit local yang berkembang Ketika jaringan lunak
dikompresi antara tonjolan tulang dan permukaan luar dalam jangka waktu yang lama. Ini
menyebabkan iskemia, kematian sel, dan nekrosis jaringan, karena kapiler dikompresi
sehingga aliran darah berkurang. Jaringan kulit menjadi rusak atau hancur, menyebabkan
kerusakan progresif dan nekrosis jaringan lunak yang mendasarinya. Proses ini menyebabkan
ulkus akan terasa nyeri dan proses penyembuhannya menjadi lambat. Ulkus dekubitus
biasanya terjadi di atas tonjolan tulang seperti sakrum, bahu, oksiput, lobus telinga, siku, dan
trokanter tergantung pada posisi pasien. Penyebab paling penting dari ulkus dekubitus adalah
tekanan yang diberikan dalam periode waktu yang lama. Pengaruh kondisi fisik lainnya yang
dapat merusak kulit termasuk gesekan pada bagian permukaan kulit, kekuatan geser
(perpindahan posisi kulit, yang setiap lapisannya memiliki kekencangan berbeda), dan
kelembaban. Gerakan juga mempengaruhi perkembangan ulkus dekubitus. Kehilangan
persepsi sensorik (gangguan kesadaran) dan imobilitas adalah faktor risiko utama untuk ulkus
dekubitus karena pasien mungkin tidak menyadari adanya nyeri dan pasien sulit mengubah
posisi mereka untuk mengurangi tekanan (Anders, 2010). Ulkus dekubitus sering disebut
sebagai ischemic ulcer, Pressure Ulcer, Pressure sore, bed sore, decubital ulcer (Setia, 2016).
Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang
disebabkan oleh ketidak mampuan dari organ pancreas untuk memproduksi insulin atau
kurangnya sensitivitas insulin pada sel target tersebut. Abnormalitas pada metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein yang ditemukan pada penderita penyakit diabetes mellitus
terjadi dikarenakan kurangnya aktivitas insulin pada sel target. Diabetes mellitus
dikategorikan menjadi empat tipe yaitu diabetes mellitus tipe-1, diabetes mellitus tipe-2,
diabetes mellitus gestational dan diabetes mellitus tipe lain yang disebabkan oleh faktor-
faktor lain (Kerner, 2014).
Diabetes merupakan salah satu pemicu terjadinya ulkus decubitus. Jenis luka yang
paling umum terjadi pada penderita diabetes biasanya di area kaki karena terkait dengan
gangguan saraf dan pembuluh darah. Kaki merupakan bagian tubuh yang teridentifikasi
sebagai tempat terjadinya luka terbanyak kedua setelah area bokong dekat tulang ekor.
Prevalensi mencapai 28% dari semua pasien yang mengalami ulkus decubitus. Penderita
diabetes menahun biasanya merasakan mati rasa di saraf-saraf kakinya. Akibatnya, mereka
tidak bisa merasakan sakit di kaki mengingat ada peningkatan kadar gula darah dari waktu ke
waktu yang merusak pembuluh darah (Ousey, 2011).
Penilaian ulkus dekubitus tidak hanya derajat ulkusnya tetapi juga ukuran, letak ulkus,
derajat infeksi, dengan nyeri atau tidak. Menurut National Pressure Ulcer Advisory Panel
(NPUAP) luka dekubitus dibagi menjadi empat stadium seperti yang ada pada Gambar 4
dibawah ini (Mahmuda, 2019):
1. Derajat I: Eritem
Pada keadaan ini kulit masih dalam keadaan utuh namun disertai dengan
daerah yang eritematous.Daerah yang eritematous ini berbatas tegas dapat disertai
dengan rasa hangat atau dingin dibandingkan dengan keadaan disekitarnya.Pada
kondisi pasien ulkus dekubitus derajat I mungkin sedikit sulit untuk dideteksi pada
pasien-pasien yang berkulit gelap.
2. Derajat II: Hilangnya sebagian ketebalan kulit
Hilangnya sebagian ketebalan dari lapisan dermis menggambarkan suatu ulkus
dekubitus yang mulai terbuka dengan dasar yang dangkal dan pinggiran luka dapat
berwarna merah atau merah muda. Keadaan lain dapat disertai dengan abrasi dan
lecet.
3. Derajat III: Hilangnya seluruh ketebalan kulit
Pada derajat ini hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan
atau nekrotik yang mungkin akan melebar kebawah tapi tidak melewati fascia yang
berada di bawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti lubang yang dalam dengan
atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.Namun pada lokasi-lokasi tertentu seperti
hidung, telinga, tengkuk dan maleolus tidak memiliki jaringan subkutan dan bila
terbentuknya ulkus atau ulserasi dengan derajat III dasar luka bersifat
dangkal.Sebaliknya, pada lokasi-lokasi dengan kandungan jaringan subkutan yang
banyak dapat membentuk dasar luka yang lebih dalam namun tulang atau tendon tidak
terlihat atau tidak teraba secara langsung.
4. Derajat IV: Hilangnya keseluruhan kulit dan jaringan
Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif, nekrosis
jaringan; atau kerusakan otot, tulang, atau struktur penyangga misalnya kerusakan
jaringan epidermis, dermis, subkutaneus, otot dan kapsul sendi.Kedalaman luka
ulserasi atau ulkus pada derajat IV bervariasi berdasarkan lokasi 35 anatomi yang
dapat memperdalam luka sampai ke dalam otot dan / atau struktur pendukung
(misalnya, fascia, tendon atau kapsul sendi) sehingga dapat mengakibatkan
kemungkinan osteomyelitis.Pada derajat IV ini tulang atau tendon dapat terlihat atau
langsung teraba.
5. Unstageable
Pada klasifikasi ini ditemukan hilangnya seluruh jaringan yang mana dasar
ulkus ditutupi oleh slough (kuning, cokelat, abu-abu, hijau atau coklat) dan / atau
eschar atau jaringan nekrotik (cokelat, cokelat atau hitam) di sekitar luka.Dikatakan
klasifikasi yang unstageable oleh karena luka ditutupi oleh sloughd dan eschar yang
sehingga tidak dapat menilai bagaimana dasar luka dan kedalaman lukanya.
6. Suspected deep tissue injury
Pada daerah sekitar luka dapat ditemukan adanya perubahan warna berupa
ungu atau merah marun dari kulit yang utuh dikarenakan adanya kerusakan jaringan
lunak yang mendasari dari tekanan.
Gambar 1. Stadium Luka Dekubitus (Boyko, 2018)

Empat faktor yang berpengaruh pada patogenesis timbulnya ulkus dekubitus adalah
tekanan, daya regang, friksi/ gesekan, dan kelembapan (Pranarka, 2015). Sebanyak 95%
ulkus dekubitus terjadi pada bagian belakang tubuh. Daerah predileksi yang sering terjadi
ulkus dekubitus adalah sakrum, koksigeal, tuberositas ischialgia dan trokanter mayor. Sakrum
merupakan daerah tersering terjadi ulkus dekubitus (36%), tumit (30%), daerah lain masing-
masing 6% (Setia, 2016).
Daerah predileksi ulkus dekubitus:
1. Posisi dorsal: os. Sakrum, koksigeus, tendon achiles, os oksipital
2. Posisi abdominal: os frontal, arkus kostarum , krista illiaka, genue
3. Posisi Lateral: trokanter mayor, os zigomatikum, kostae lateral dan maleolus lateralis
4. Posisi duduk: tuberositas iskialgia, os oksipital, tumit

Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pencegahan ulkus dekubitus yaitu lakuan
inspeksi pada kulit pasien, menjaga kebersihan kulit, melindungi kulit dengan bedak atau
lotion, dan mengelola inkontinensia. Secara keseluruhan tidak ada faktor tunggal yang dapat
menjelaskan risiko terjadinya ulkus dekubitus, melainkan faktor yang kompleks yang
meningkatkan kemungkinan pengembangan ulkus dekubitus (Gedamu, 2014).
Pengobatan ulkus dekubitus dapat dilakukan dengan mengurangi tekanan lebih lanjut
pada daerah ulkus, mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya dapat
dilakukan kompres, pencucian, pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal
seperti larutan NaC10,9%, larutan H202 3%, larutan plasma dan larutan Burowi serta larutan
antiseptik lainnya. Melakukan pengangkatan jaringan nekrotik dengan 3 metode yang dapat
dilakukan antara lain: Sharp debridement, enzymatic debridement, mechanical debridement.
Mengatasi ulkus yang terinfeksi harus dibersihkan beberapa kali sehari dengan larutan
antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng sulfat 0,5%. Dilakukan
pemeriksaan kultur sensitivitas untuk menentukan antibiotika spesifik. Merangsang dan
membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Hal ini dapat dicapai dengan
pemberian antara lain : bahan-bahan topikal misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng
(Zn 0, Zn SO), oksigen hiperbarik. Pemberian antibiotic oral atau topical dapat diberikan
untuk melawan infeksi bakteri, jika ulkus decubitus sudah mengakibatkan infeksi pada
pasien. Asam fusidat merupakan salah satu antibiotic topical yang dapat diberikan pada
penderita ulkus dekubitus. Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan
untuk mempercepat penyembuhan dan penutupan ulkus. Selain itu mengkaji status nutrisi
juga penting untuk dilakukan. Pada pasien telah dilakukan pengobatan sama seperti yang
dijelaskan diatas, berupa pemberian bahan topikal, sistemik ataupun dengan tindakan bedah,
dimana diharapkan agar ulkus dekubitus pada pasien dapat mengalami perbaikan (Sulidah,
2017).
Komplikasi yang paling serius akibat ulkus decubitus adalah sepsis. Bila ulkus
menjadi sumber bakteremia maka mortalitas di rumah sakitnya mendekati 60%. Bakteremia
transien juga dapat timbul setelah debridemen dilakukan, dan ini harus mendapat perhatian
dari petugas kesehatan yang merawat pasien dengan ulkus dekubitus (Setia, 2016).

DAPUS (INI SUMBER OKBER)


Anders J, Heinemann A, Leffmann C, Leutenegger M, Pröfener F, Renteln-Kruse W von.
Decubitus Ulcers. Dtsch Aerzteblatt Online. 2010 May 28 [cited 2022 June 3];
Available from: https://www.aerzteblatt.de/10.3238/arztebl.2 010.0371
Mahmuda INN. PENCEGAHAN DAN TATALAKSANA DEKUBITUS PADA GERIATRI.
Biomedika. 2019 Mar 11;11(1):11.
Boyko TV, Longaker MT, Yang GP. Review of the Current Management of Pressure Ulcers.
Adv Wound Care. 2018 Feb;7(2):57–67.
Gedamu H, Hailu M, Amano A. Prevalence and Associated Factors of Pressure Ulcer among
Hospitalized Patients at Felegehiwot Referral Hospital, Bahir Dar, Ethiopia. Adv
Nurs. 2014;2014:1–8.
Sulidah, susilowati. Pengaruh Tindakan Pencegahan Terhadap Kejadian Dekubitus Pada
Lansia Imobilisasi. Medisains: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan,. 2017
desember;15(3):161–72.
Ousey K, Chadwick P, Cook L. 2011. Diabetic foot or pressure ulcer on the foot?. Wounds
International. [cited 2022 June 3]
https://www.woundsinternational.com/resources/details/diabetic-foot-or-pressure-
ulcer-on-the-foot
Pranarka K. Dekubitus. In : Martono HH, Pranarka K, editors. Buku Ajar BoedhiDarmojo
Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2015.
P306-18.
Setia MDM. Ulkus Dekubitus Pada Usia Lanjut Fokus Pada Pencegahan dan Tatalaksana.
In : Abdullah, Abubakar A, Siregar ML, editors. Proceeding the 7th Aceh Internal
Medicine Symposia (AIMS). Banda Aceh: Syiah Kuala University Press; 2016.
P84-94.
Kerner, W. and Brückel, J. (2014). Definition, Classification and Diagnosis of Diabetes
Mellitus. Exp Clin Endocrinol Diabetes, 122(07), pp.384-386

Anda mungkin juga menyukai