Anda di halaman 1dari 9

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN KUNJUNGAN INDUSTRI


MATA KULIAH TEKNOLOGI PANGAN

PT. COCA COLA AMATIL INDONESIA CIBITUNG PLANT

NAUFAL HAFIZH
1506726441

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DESEMBER 2018
1. Sejarah Singkat Perusahaan
1.1. Sejarah The Coca-Cola Company
Di kota Atlanta, Georgia, Amerika Serikat, Seorang ahli farmasi bernama Dr. John
S Pemberton, menemukan ramuan khusus berupa bahan baku minuman pada 8 Mei 1886.
Bahan baku atau konsentrat tersebut jika dicampur dengan air steril dan gula murni akan
menghasilkan minuman yang dikenal dengan nama Coca-Cola. Secara tidak sengaja
larutan tadi ditambahkan soda, akan tetapi ternyata hasilnya sangat mengejutkan. Minuman
tersebut sangat disukai oleh pembeli sehingga jadilah minuman berkarbonasi yang
pertama.
Pada awalnya, penjualan minuman Coca-Cola ditempatkan dalam guci besar yang
diletakkkan pada lokasi-lokasi strategis dan akhirnya diganti dengan kemasan botol.
Gagasan penggunaan kemasaan botol dibuat oleh Joseph Biedenharn, yang pada tahun
1899 mendirikan pabrik pembotolan minuman Coca-Cola yang pertama di dunia. Pabrik
yang dimodali penuh oleh pengusaha Tennessee ini membeli konsentrat (ramuan baku
sirup) dari The Coca-Cola Company, lalu mengolahnya dengan menambahkan air, gula
murni dan gas karbondioksida sehingga menjadi minuman ringan berkarbonasi Coca-Cola
yang kemudian dikemas dalam botol. Penggantian kemasan tersebut disebabkan karena
meningkatnya jumLah pembeli, sehingga penggunaan guci dianggap tidak praktis.
Induk perusahaan Coca-Cola, yaitu The Coca-Cola Company di Atlanta, Georgia,
berdiri pada tahun 1892 di bawah kepemimpinan Asa G.Chandler. The Coca-Cola
Company menyediakan bahan baku konsentrat untuk semua perusahaan pembotolan yang
memiliki merek dagang Coca-Cola.
Presiden The Coca-Cola Company (1919-1955) ialah Robert Woodruff, yang
dikenal sebagai motor penggerak system pemasaran dan ia berhasil mewujudkan cita-
citanya memasarkan Coca-Cola ke seluruh dunia. Woddroff mendirikan The Coca-Cola
Export Coorporation yang menangani pemasaran Coca-Cola.

1.2. Sejarah Coca-Cola Amatil


PT. Coca-Cola Amatil mengalami banyak perubahan dalam kegiatan produksi.
Kegiatan produksi dimulai dengan pendirian perusahaan tembakau bernama British
Tobacco Company Limited di Australia pada tahun 1904 dan dilanjutkan dengan industri
pembuatan rokok pada tahun 1913. pada tahun 1919, perusahaan tersebut bergerak di
bidang percetakan dan pengemasan serta berkembang menjadi industri makanan dan
minuman pada tahun 1963.
Kegiatan British Tobacco Company Limited di bidang pembotolan produk Coca-
Cola semakin kuat pada tahun 1972. Hal ini ditandai dengan pembelian 100% saham Coca-
Cola Bottler, yaitu jaringan pembotolan minuman Coca-Cola. Untuk mencerminkan
penyebaran kegiatan usaha di bidang pembotolan minuman bermerek dagang Coca-Cola,
maka pada tahun 1973 dilakukan perubahan nama perusahaan dari British Tobacco
Company Limited menjadi Allied Manufacturing and Training Industries Limited
(Amatil). Sejak bulan Oktober 1989, secara resmi perusahaan tersebut dikenal dengan
nama PT. Coca-Cola Amatil.
PT. Coca-Cola Amatil melebarkan sayap ke Asia Tenggara termasuk Indonesia
pasa 16 Mei 1991. Usaha yang dilakukan adalah membentuk perusahaan patungan dengan
grup tirtaline dari Indonesia dengan mendirikan PT. Coca-Cola Tirtakine Bottling
Company yang mempunyai pemasaran di daerah Jawa Barat.
Untuk penguasaan saham mayoritas di PT Djaya Beverages Bottling Company,
yaitu pemegang izin pembotolan Coca-Cola di Jabotabek. Pada tanggal 12 Oktober 1993
diadakan penandatanganan pemegang saham PT Djaya Beverages Bottling Company dan
namanya diganti menjadi PT Coca-Cola Amatil, maka perusahaan produk minuman dari
PT Coca-Cola Amatil, yaitu di Jakarta, Semarang, Bandung, Denpasar, Medan, Bandar
Lampung, Ujung Pandang dan Banjarmasin.
Jaringan pemasaran PT Coca-Cola Amatil beroperasi di sembilan Negara dengan
jumLah penduduk lebih dari 260 juta orang yang menjadi konsumen potensialnya.
Kegiatan pemasaran dilakukan di negara Australia, Indonesia, Papua Nugini, Austria,
Hongaria, Republik Ceko, Republik Slovakia dan Belarusia. Tempat kegiatan produksi
berjumLah 41 pabrik.
Jaringan Coca-Cola merupakan kerja sama antara perusahaan pembotolan dengan
The Coca-Cola Company. Kerja sama yang dijalin ialah pemberian izin dari The Coca-
Cola Comapany untuk memesarkan produknya. Perusahaan pembotolan akan membeli
konsentrat dan melakukan kegiatan produksi dengan pengawasan dari The Coca-Cola
Company.
1.3. Sejarah Coca-Cola Amatil Indonesia, Jakarta
Coca-Cola mulai dikenal di bumi Indonasia ini pada tahun 1927, ketika pejabat-
pejabat serta para pedagang Belanda memperkenalkan minuman tersebut di sini. Kemudian
atas prakarsa dan modal sendiri seorang saudagar bangsa Belanda bernama Bernie Konings
pada tahun 1932 mendirikan pabrik Coca-Cola pertama di Indonesia bernama De
Nederlands Indiche Mineraal Water Fabriek di jalan Antara (d/h Post Weg) no. 23 Jakarta.
De Nederlands Indiche Mineraal Water Fabriek aktif memproduksi dan
memasarkan Coca-Cola dari tahun 1932 sampai tahun 1942. Ketika Jepang masuk ke
Indonesia (1942), pabrik tersebut terpaksa menghentikan kegiatannya. Setelah Indonesia
merdeka, Bernie Konings berusaha untuk kembali membangkitkan usaha Coca-Colanya
dan dalam kebangkitannya kali ini ia bekerja sama dengan enam orang putra Indonesia,
yaitu:
1. Bapak M Tabrani
2. Bapak Prof Dr Mr TSG Mulia
3. Bapak Tatang Nana
4. Bapak Aminuddin Pohan
5. Bapak Gouw Hoan Giok
6. Ibu Gouw Hoan Giok
Mereka inilah yang pada tanggal 7 Maret 1953 mendirikan Indonesian Bottler Ltd.
(IBL) dan mengambil alih dan membeli mesin-mesin dari pabrik terdahulu. Pada tahun
1957, Indonesian Bottler Ltd. (IBL) dikelola dan dimiliki 100% oleh bangsa Indonesia.
Pada awalnya IBL bayak sekali mengalami kesullitan dalam memproduksi Coca-
Cola karena impor bahan baku diawasi secara ketat, tidak cukup modal unutk
mengembangkan pabrik berkapasitas produksi hanya mencapai 500 peti per hari, dan
sering terjadi pemadaman listrik. Pada perkembangannya, perusahaan memerlukan
penambahan modal dan akhirnya pada tanggal 12 April 1971, IBL bergabung dengan tiga
perusahaan Jepang, yaitu Mitsui Tatsu Chemical Incorporated, Mitsui and Co. Ltd, serta
Mikuni Coca-Cola Bottling Company. Kerja sama tersebut menyebabkan perusahaan
berganti nama menjadi PT Djaya Beverages Bottling Company (PT DBBC) pada tanggal
16 Mei 1970 yang berlokasi di jalan Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Pengabungan ini menyebabkan kapasitas produksi meningkat, yaitu :
 Tahun 1971 – 1974 menggunakan satu mesin dengan kapasitas 500 peti per menit
 Tahun 1975 – 1981 menggunakan dua mesin dengan kapasitas 1000 botol per menit
 Tahun 1982 – 1995 menggunakan tiga mesin dengan kapasitas 1800 botol per menit
Peningkatan kapasitas produksi diikuti pula dengan penambahan macam produk
kemasan, jika semula hanya memproduksi Coca-Cola saja, maka sejak saat itu berkembang
pula produk lainnya, yaitu Sprite dan Fanta.
Perkembangan usaha yang semakin pesat mengakibatkan pada tanggal 28 April
1987, mayoritas saham telah dimiliki orang Indonesia, dua perusahaan Jepang
mengundurkan diri dari PT DBBC dan menjual sahamnya pada pihak IBL. Pemegang
saham baru PT DBBC ialah Coca-Cola Holding (Asia) Ltd, yang berpusat di Hongkong,
sehingga perbandingan sahamnya ialah :
 PT Indonesia Bottler Ltd (IBL) sebesar 51%
 Coca-Cola Holding (Asia) Ltd. Hongkong sebesar 29%
 Mikuni Coca-Cola Bottling Co. 2%
Pada tanggal 6 Oktober 1993 keseluruhan saham PT DBBC diambil alih oleh
Coca-Cola Amatil dan dengan resmi namanya diganti Coca-Cola Amatil Indonesia,
Jakarta. Oleh karena perkembangan permintaan produk Coca-Cola yang semakin besar,
sedangkan kapasitas produksi pabrik Cempaka Putih tidak mampu lagi melayani lagi, pada
tahun 1994 perusahaan membangun sarana produksi atau pabrik baru di jalan Teuku Umar
Km 46 Rawamaju Desa Sukadanau, Cibitung, Bekasi

2. Lokasi dan Tata Letak Perusahaan


PT Coca-Cola Amatil Indonesia (CCAI) Cibitung berlokasi di Jalan Teuku Umar Km. 46,
Desa Sukadanau, Kecamatan Cibitung, Bekasi, Jawa Barat. Dengan luas area pabrik Nasional
Cibitung (National Plant) 21.883 hektar, kawasan terdiri atas bangunan utama dengan 12 line
produksi, kantor, laboratorium (laboratorium utama, makro, laboratorium line 8, dan
laboratorium PET), resepsionis. Masing-masing produksi line diuraikan sebagai berikut:
Line 1 : Produk Coca-Cola, Sprite, dan Fanta, dalam Box in Box(BIB)
Line 2 : Produk minuman berkarbonasi (Fanta, Sprite, Coke 250 mL hingga 1500
mL)
Line 3 : Produk minuman berkarbonasi dalam kaleng 330 mL dengan kapasitas
produksi 1000 kaleng per menit.
Line 4 : Produk minuman non carbonation PET (MMPO 300 hingga 350 mL)
Line 5 : Produk minuman berkarbonasi kaleng (fanta, sprite, dan coke 250 mL)
Line 6 : Produk minuman non carbonation (MMPO 300, 350 mL dan 1 L) dengan
kecepatan produksi 1500 botol/menit
Line 7 : Produk Ades (air mineral) 350 mL dan 600 mL dengan kecepatan produksi
1500 botol per menit
Line 8 : Produk minuman non karbonasi dengan kapasitas produksi 500 botol per
menit.
Line 9 : Produk minuman dalam botol PET 1 L dan 1,5 L dengan kapasitas
produksi 500 botol per menit.
Line 12 : Product berkarbonation (Coke, Fanta, dan Sprite 390 mL)
Line 13 : Frestea Jasmine Cup 296 mL, Minute Maid 296 mL, dan Aquarius 296
mL
Pemilihan lokasi terutama didasarkan pada kebutuhan lahan yang luas untuk proses
produksi karena kapasitas produksi yang besar dan berdasarkan ketersediaan sumber air,
sarana transportasi dan komunikasi yang sangat berperan dalam proses pendistribusian, tenaga
kerja, energi, dan kondisi lingkungan ataupun penerimaan masyarakat setempat.
Wilayah-wilayah yang membatasi pabrik ini adalah sungai Cigadokan di sebelah timur,
sungai Kalimalang di sebelah barat, sebelah selatan dengan desa Palangan dan sebelah utara
Jl. Raya Bekasi.

3. Bahan Baku dan Bahan Pendukung Proses


3.1. Bahan Baku Utama
Bahan baku utama adalah bahan-bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan suatu
produk. Bahan baku utama untuk memproduksi minuman ringan yang digunakan oleh
CCAI adalah air (treated water), konsentrat, gula pasir dan karbondioksida (CO2). Bahan-
bahan tersebut harus memenuhi standar yang telah ditentukan oleh PT. Coca-cola
Indonesia.
1. Air (treated water)
Air yang digunakan untuk proses produksi adalah air murni yang
disterilkan, diambil dari air tanah melalui sumur dengan kedalaman 250-300 m.
Berbagai tahap pemurnian air untuk mendapatkan air yang memenuhi standar bagi
pembuatan Soft Drink dilakukan sendiri oleh CCAI Cibitung, Bekasi. Pada
umumnya air yang diperoleh dari sumur ini banyak mengandung garam-garam
mineral dan zat-zat organik, oleh karena itu diperlakukan beberapa perlakuan untuk
menghilangkannya.
Kualitas air tergantung dari kandungan alkalinitas (kebasaan) dan
kandungan hardness (kesadahan). Alkalinitas adalah kandungan logam-logam
2
natrium, kalsium, dan magnesium dalam air sebagai karbonat ( CO3 ), bikarbonat
(HCO3- ), atau hidroksida (OH-) dapat menaikkan pH suatu larutan menjadi netral.
Alkalinitas air dapat ditentukan dengan metode titrasi asam sulfat (H2SO4),
sedangkkan hardness adalah kandungan logam-logam kalsium dan magnesium
dalam air sebagai karbonat, bikarbonat, atau sulfat (SO4). Kesadahan dibagi
menjadi dua golongan, yaitu kesadahan sementara yang disebabkan oleh adanya
ion-ion kalsium dan bikarbonat dlam air yang dapat dihilangkan dengan proses
pemanasan, dan kesadahan tetap yang disebabkan oleh senyawa-senyawa garam
sulfat yang dapat dihilangkan dengan proses reaksi pengendapan (Saeni, 1989).
2. Konsentrat
Konsentrat merupakan bahan baku yang menentukan cita rasa (Flavor) dari
minuman. Konsentrat Coca-Cola, Fanta dan Sprite diperoleh dari PT. Coca Cola
Indonesia yang langsung diimpor dari Coca-Cola Atlanta. Konsentrat Coca-Cola
berbentuk cair (Liquid Concentrate), sedangkan bentuk konsentrat Fanta dan Sprite
terdiri dari dua bagian yaitu bentuk Cair dan Bubuk (Liquid and Powder
Concentrate).
3. Gula
Gula pasir atau sukrosa, terdapat dalam jumah besar banyak tumbuhan dan
secara niaga diperoleh dari tebu (Saccharum officanirum) atau bit gula (Beta
vulgaris). Karena ikatan karbonil ke karbonil yang unik, sukrosa sangat labil dalam
keadaan asam dan hidrolisa asam terjadi lebih cepat. Sukrosa sangat mudah larut
dalam rentang suhu yang lebar. Sifat ini menjadikan sukrosa bahan yang sangat
baik untuk sirup dan makanan lain yang mengandung gula (deMan, M.J, 1989).
Ada tidaknya sifat pereduksi dari suatu molekul gula ditentukan oleh ada tidaknya
gugus hidroksil (OH) bebas yang reaktif, sukrosa tidak mempunyai gugus OH
bebas yang reaktif karena keduanya seudah saling terikat (Winarno, 1997). Gula
pasir yang digunakan diperoleh dari PT. Bermis Madu Sari (BMS), sedangkan gula
import diperoleh dari Singapura (SIS) dan Inggris (British). Jenis gula yang
digunakan yaitu gula pasir atau gula berbentuk kristal dengan kualitas nomor satu.
4. Karbondioksida (CO2)
Karbondioksida (CO2) berfungsi untuk proses karbonasi sebagai bahan
pengawet dan memberi rasa penyegar. Karbondioksida diperoleh dalam bentuk cair
(liquid) yang diambil dari tangki PT. Molindo Inti Gas, PAN Gas-Gresik dan BOC.
Namun, pada tahun 2010, PT. Coca Cola Amatil memproduksi gas CO2 sendiri
untuk kebutuhan produksi.

3.2. Bahan Baku Pendukung Proses


1. Glikol
Glikol digunakan dalam mesin intermix untuk proses produksi, yaitu
sebagai pendingin “freezer” air sebelum dilakukan karbonasi. Suhu intermix yang
berisi final syrup, air dan CO2 tidak boleh melebihi 150C, karena CO2 harus
ditambahkan dalam kondisi suhu yang dingin untuk memaksimalkan pencampuran
antara gas dan cairan (karbonasi). Proses pengisian dilakukan otomatis oleh mesin
filler dengan kecepatan 600 BPM (botol per menit). Glikol yang digunakan
mempunyai standar “food grade”. Proses pertukaran kalor dalam intermix
dilakukan dengan melewatkan air dalam pipa yang direndam dengan glikol.
2. Amonia
Dalam proses produksi, amonia digunakan untuk meregenerasi glycol
setelah melewati intermix, karena suhu glikol meningkat setelah menyerap kalor
air. Amonia tidak langsung digunakan sebagai pendingin air karena bukan “food
grade”.
4. Proses Sanitasi dan Desinfeksi
Untuk memastikan proses produksi berlangsung steril, maka PT Coca-Cola Amatil
Indonesia menerapkan proses pembersihan cleaning in process dalam proses produksi. Hal ini
dilakukan karena pada setiap line produksi dilakukan pergantian produksi minuman secara berkala
dengan menyesuaikan kebutuhan pasar dan memastikan bahwa produksi minuman yang dilakukan
berikutnya tetap steril dan bebas dari sisa-sisa kotoran dan produksi minuman sebelumnya. Pada
saat transisi pergantian produksi minuman tertentu dalam satu line, maka pembersihan dilakukan
menyeluruh baik di alat maupun pipa unit produksi dengan tahapan sebagai berikut:
a. Proses pembilasan awal (pre-rinse) menggunakan air bersih
b. Pemberian larutan kaustik soda (NaOH) sebagai agen pembersih
c. Pembilasan akhir menggunakan air bersih
Khusus transisi dari minuman berkarbonasi ke minuman non karbonasi dan sebaliknya,
pembersihan dilakukan sebanyak lima tahap dengan pembersihan dengan NaOH dan pembilasan
dilakukan sebanyak dua kali. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa minuman yang
menempel dan sisa-sisa larutan berkarbonasi yang dapat mengakibatkan korosi pada alat dan pipa
apabila tidak dibersihkan dengan benar.

Anda mungkin juga menyukai