BAB I.
PENDAHULUAN
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 1
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 2
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 3
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
kesehatan ternak yang tidak terjamin lagi. Faktor pembatasnya adalah lahan,
tenaga kerja, pakan dan waktu kerja.
4. Jika peternak mampu meningkatkan skala usahanya lebih dari 3 ekor, maka
limbah feses menjadi masalah, utamanya bagi tetangga peternak. Peternak
belum mampu mengelola feses menjadi pupuk organik sebagai salah satu
cabang usaha yang menguntungkan. Demikian pula teknologi biogas belum
optimal diadopsi oleh peternak. Kalaupun digunakan oleh peternak masih
terbatas pada uji coba.
5. Akses teknologi peternak secara menyeluruh yang terbatas. Peternak sudah
banyak mengetahui cara fermentasi jerami maupun silase jagung, namun,
belum banyak peternak yang mengetahui bagaimana menyiasati
penyediaannya sepanjang tahun sehingga kebutuhan ternak dapat terpenuhi.
Demikian pula pembuatan pupuk organik dari limbah ternak sudah banyak
diketahui oleh peternak, namun pengetahuan untuk membuatnya dalam sistem
produksi yang menguntungkan belum diketahui oleh peternak sehingga tidak
dapat dioperasionalkan pada level usahatani petani.
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 5
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
Upaya untuk itu harus disusun rencana aksi yang fokus (action oriented)
sehingga bisa dilaksanakan, sasarannya jelas, siapa berbuat apa, kemudian
sinerginya seperti apa, dan yang penting adalah implementasinya. Yang harus
dilakukan disamping jalur konvensional, harus ada upaya untuk memobilisasi
sumber daya seperti kepastian lahan, modal finansial, aplikasi
teknologi, transportasi, irigasi dan sumber daya lain. Dengan langkah-
langkah tersebut diharapkan dapat meningkatkan produksi yang nyata, bukan
sekedar naik tetapi dengan target tertentu sehingga Indonesia memiliki self
confidence (percaya diri)
Upaya memajukan peternakan di Kalimantan Timur tidak boleh
mengabaikan peran peternakan rakyat. Di Kalimantan Timur dengan total
penduduk 3.250.125 (2012) tidak sampai 1% yang bergerak di bidang
peternakan sapi dengan total populasi sapi potong sebesar 101.743 ekor ternak
sehingga masih sangat potensial untuk dikembangankan sektor peternakan
yang ada. Sekitar 99% lebih dalam bentuk usaha peternakan rakyat dengan
skala usaha hanya 2-3 ekor. Peningkatan populasi dengan memanfaatkan
potensi peternakan rakyat berpeluang meningkatkan populasi sapi potong. Bisa
dibayangkan jika kemampuan peternak dalam memelihara ternak ditingkatkan
menjadi 10 ekor, maka populasi ternak akan meningkat menjadi 2 juta ekor
yang berarti swasembada daging sapi secara daerah di Kalimantan Timur (Kal-
Tim) akan dicapai. Olehnya itu, model pengembangan peternakan di Kal-Tim
harus berbasis pada fenomena dan permasalahan yang dihadapi oleh
peternakan rakyat yang berjumlah tidak sampai 1% penduduk di Kal-Tim.
Peternakan merupakan salah satu bagian yang penting dari
pengembangan sub sektor pertanian. Peternakan adalah kegiatan
membudidayakan ternak untuk dipelihara dan mendapatkan keuntungan dari
kegiatan tersebut. Sektor peternakan terbagi menjadi ternak besar, yaitu sapi,
kerbau, dan kuda, dan ternak kecil terdiri dari kambing, domba dan babi serta
ternak unggas (ayam, itik, dan burung puyuh). Tingginya tingkat konsumsi
produk olahan peternakan oleh masyarakat merupakan suatu peluang usaha
tersendiri untuk dikembangkan ditengah kondisi ekonomi yang sekarang
berkembang di Indonesia. Seiring dengan meningkatnya permintaan akan
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 6
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
protein terutama asal hewani dari tahun ke tahun maka pembangunan pada
sektor peternakan terus ditingkatkan. Selain untuk memenuhi kebutuhan
protein juga untuk meningkatkan jumlah pendapatan petani peternak dengan
melaksanakan diversifikasi ternak dan meningkatkan populasi ternak.
Dalam 5 (lima) tahun terakhir ini populasi ternak keseluruhan di provinsi
Kalimantan Timur terjadi peningkatan. Perkembangan populasi ternak
berdasarkan di provinsi Kalimantan Timur disajikan pada Tabel 1.
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 7
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
berbasis ekologi lahan kering. Karena daerah tersebut relatif lembab, maka
hanya tiga jenis ternak ruminansia yang memiliki potensi untuk dikembangkan,
yaitu sapi potong, kerbau, dan kambing. Dari ketiga jenis ternak tersebut, sapi
potong merupakan ternak yang paling banyak dipelihara, selanjutnya diikuti
kambing dan kerbau. Berdasarkan hasil kajian dinyatakan bahwa kapasitas
tampung untuk pengembangan sapi potong di Kalimantan Timur sebanyak 2
juta ST (satuan ternak) atau 3.071.168 ekor.
Upaya untuk mengembangkan program 2 juta ekor ternak sapi potong
Kalimantan diperlukan beberapa pendekatan yang nantinya menjadi dasar
dalam mengembangkan program peteranakan di Kalimantan Timur. Beberapa
pendekatan yang harus dilakukan untuk program tersebut seperti yang terlihat
pada Gambar 4 dibawah ini.
Pendekatan Komoditas
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 8
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 10
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 11
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
BAB II.
REGULASI PENGEMBANGAN PETERNAKAN DI KALIMANTAN TIMUR
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 12
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 13
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
(1) Seluruh UPT Pusat yaitu BPTU (Balai Pembibitan Ternak Unggul) dan BIB
(Balai Inseminasi Buatan) dikonsilidasikan dan memfokuskan Tupoksi untuk:
(a) Menghasilkan semen beku untuk IB;
(b) Importir dan distributor utama semen beku;
(c) Menghasilkan sapi/kerbau bakalan (pedet)
(d) Importir dan distributor utama sapi bakalan;
(e) Importir dan distributor bibit induk/ sapi betina produktif;
(f) Jasa konsultan pakan ternak dan pupuk organik;
(g)Jasa konsultan uasha peternakan dan industri kecil pengolahan hasil
ternak.
UPT Pusat tidak perlu melakukan kegiatan penelitian dan pengkajian untuk
menghasilkan bibit dasar unggul, namun cukup dilakukan oleh Puslitbang/Balai
Besar Penelitian Ternak. Puslitbang/ Balitnak dapat memanfaatkan fasilitas
BPTU untuk penelitian pengembangan plasma nutfah lokal.
(2) Seluruh UPT Pusat yaitu BPTU dan BIB di merger dan ditransformasi
menjadi BADAN LAYANAN UMUM (BLU) (dibentuk berdasar UU No. 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara dan diperkuat oleh Peraturan Pemerintah
RI No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum),
dengan kegiatan fokus sebagaimana point 1 tersebut di atas. BLU diberi
tanggung jawab dalam mengimplementasikan Kebijakan Sistem Perbibitan
Nasional (Sisbitnas). BLU ini akan membina hubungan yang terpadu dengan
UPTD, Puslitbang/Balitnak, Perguruan Tinggi, dan masyarakat umum. Sebagai
BLU Perbibitan, tidak dibebankan pungutan pajak dan masih dalam tanggung
jawab Deptan RI.
Kebijakan anggaran subsidi pemerintah atau PSO akan difokuskan pada
BLU tersebut, sehingga Anggaran Berbasis Kinerja (Performance Based
Budgetting) dan Medium Term Expenditure Framework dapat diterapkan di
subsektor peternakan. Hingga saat ini kinerja subsidi dan bantuan pemerintah
di subsektor peternakan masih sulit diukur, bahkan cenderung terjadi banyak
inefisiensi.
Ketiga: Pengaturan kewajiban daerah UPT Daerah saat ini banyak
terlibat sebagai pelaku langsung usaha peternakan, baik dalam usaha
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 15
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 16
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
Selain itu diperlukan juga regulasi yang menyatakan bahwa setiap usaha
perdagangan sapi potong yang memasukan ternak potong tidak seluruhnya
masuk RPH untuk dipotong, tetapi sekitar 25% nya berupa bakalan yang harus
digemukkan dengan bekerjasama dengan peternak Kaltim. Sehingga nilai
tambah ada di Kaltim. Hal yang lain adalah meningkatkan kerjasama dengan
instansi terkait yang secara langsung mendukung pembangunan peternakan,
yang telah dilakukan dengan Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Dinas
Pertambangan, Lembaga Perbankan, CSR dll. Secara sinergi bersama instansi
terkait meningkatkan produksi “terutama penghasil bahan utama dan by
product” sumber pakan, untuk bersama-sama menangkap peluang pasar yang
saling menguntungkan.
Dukungan Gubernur terhadap pengembangan sektor peternakan
disampaikan pada Bulan Bhakti Peternakan dan Kesehatan Hewan pada 23
Nopember 2013 di halaman Kantor Dinas Peternakan Prov. Kaltim, dan
dipertegas lagi pada setiap kesempatan pertemuan dengan stakeholder
termasuk para pengusaha terutama perusahaan perkebunan sawit dan
pertambangan. Sasaran pendanaan sebagaimana arahan Gubernur Kalimantan
Timur adalah melalui APBN/APBD I, APBD II, Perbankan (Bank Kaltim dan BRI),
Perusahaan Pertambangan, Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit dan
perusahaan lainnya (investor). Pola usaha peteranakan yang dikembangkan
adalah : pola Usaha Sambilan, Cabang Usaha, Usaha Pokok dan Usaha Industri.
Salah satu prioritas kebijakan pembangunan yang tertuang dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Kalimantan Timur adalah
kemandirian dan kedaulatan pangan, sehingga program dan kegiatan
pembangunan pertanian dalam arti luas termasuk di dalamnya pembangunan
peternakan menjadi sangat strategis. Pembangunan peternakan di Kalimantan
Timur (Kal-Tim) selalu mendapat dukungan dari pemerintah daerah bahkan
pemerintah provinsi melalui Keputusan Gubernur Provinsi Kalimantan Timur
yang mencanangkan target pengembangan 2 (dua) juta ekor sapi tahun 2018
dengan program pengembangan lahan di Kal-Tim seperti lahan pasca tambang
dan pengembangan integrasi sapi sawit.
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 17
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 19
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 20
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 24
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
tahun 2012 mencapai 45.708,5 ton dan cenderung meningkat dari tahun ke
tahun dengan laju 37,58%/tahun (tahun 2008−2012). Impor daging sapi beku
dan segar mencapai 35% dari kebutuhan daging sapi nasional (Dirjen PKH
2012). Sedangkan di Kal-Tim, harga daging impor jauh lebih rendah
dibandingkan harga daging lokal. Harga daging impor hanya Rp
85.000−Rp95.000/kg, sedangkan daging lokal Rp 100.000−Rp 120.000/kg.
Maraknya impor daging juga didukung oleh UU No 41 Tahun 2014, yang
membuka izin impor daging sapi dari Australia, setelah sebelumnya dari Brasil.
Impor daging yang berlebihan sangat menguntungkan importir, namun
berdampak buruk pada usaha peternakan rakyat sehingga menyebabkan
terjadinya kelesuan (Direktur Eksekutif Apfindo dalam Rayana 2009).
Priyanto (2003) menyatakan, peningkatan harga sapi lokal tidak
mendorong pertumbuhan peternakan rakyat karena usaha ternak bersifat
tradisional. Sebaliknya, penurunan harga daging sapi dari peternakan rakyat
cenderung menurunkan suplai daging lokal sehingga melemahkan usaha
peternakan rakyat, yang salah satunya mengakibatkan terjadinya persaingan
impor daging yang tidak terkendali. Peneliti Indonesia Research Strategic
Analysis (IRSA) (Adiprigandari dalam Rayana 2009) menyatakan, pembukaan
kran impor daging sebesar-besarnya akan menekan usaha peternakan rakyat
karena harus bersaing untuk memperoleh pasar dalam negeri. Hal tersebut
bertentangan dengan Permentan No. 20/2009 tentang pemasukan dan
pengawasan peredaran karkas, daging, dan jeroan dari luar negeri yang
cenderung membuka peluang impor. Permentan tersebut menunjukkan adanya
perubahan pola pikir dari ketahanan pangan menjadi liberalisasi program
(Rayana 2009). Oleh karena itu, kebijakan pembatasan impor daging perlu
dilakukan secara bertahap untuk menjamin pertumbuhan peternakan rakyat
sebagai langkah proteksi serta memacu pengembangan usaha ternak dalam
negeri.
Kebijakan Pengaturan Impor Sapi Bakalan.
Impor sapi bakalan meningkat tajam dengan laju 40,2%/tahun.
Indonesia merupakan pengimpor terbesar sapi hidup dari Australia, yang
mencapai 75% dari total ekspor sapi hidup Australia ke pasar dunia. Total nilai
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 25
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
impor Indonesia mencapai 19 juta dolar Australia. Meat and Livestock Australia
(MLA), yaitu perusahaan yang menjadi mitra industry peternakan dan
pemerintah Australia, menyatakan Indonesia merupakan Negara tujuan ekspor
dan mitra dagang penting (Pukesmaveta 2009).
Impor sapi bakalan yang tinggi merupakan pemborosan devisa negara
dan perlu dihindari karena program swasembada adalah mencukupi kebutuhan
berbasis sumber daya dari dalam negeri. Impor sapi bakalan mencapai 570.100
ekor pada tahun 2008. Menurut Kadin, kebutuhan daging di Indonesia
mencapai 400.000 t/tahun, yang setara dengan 2 juta ekor sapi. Jadi impor
sapi bakalan mendukung kebutuhan swasembada daging 114.000 ton
(570.000/2000.000 x 400.000 ton), atau 28,50%, yang kontroversi dengan
swasembada. Impor sapi bakalan sebesar itu sudah jauh dari sasaran program
swasembada (target impor 5−10%). Impor sapi bakalan akan menekan harga
sapi lokal karena sapi impor dikelola oleh pihak swasta (padat modal),
sebaliknya usaha peternakan rakyak dikelola oleh peternak dengan sistem
padat tenaga kerja sehingga sulit bersaing tanpa ada proteksi (kebijakan)
pemerintah. Bahkan pada tahun 2015 ini, hampir 15.000 ribu ekor sapi bakalan
akan diimpor dari Australia dalam rangka program pengembangan pembibitan
sapi di Indonesia. Hal ini akan menyebabkan banyaknya masuk ternak dari luar
yang nantinya akan menambah populasi ternak secara nasional.
Gambar 14. Bakalan sapi Brahman cross yang diimpor dari Australia.
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 26
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
BAB III.
MANAJEMEN DAN KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK
DI KALIMANTAN TIMUR
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 27
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
karena merupakan usaha padat modal dan dalam jangka waktu pendek
investasi dapat kembali. Oleh karena itu, usaha penggemukan cukup
berkembang. Di satu sisi, impor sapi bakalan berpotensi mendukung suplai
daging nasional, namun di lain pihak merupakan pesaing bagi usaha
peternakan rakyat.
Berikut ini akan dijelaskan tentang beberapa faktor kritis yang bisa
menjadi permasalahan dalam mencapai strategi pengembangan sumber daya
dan populasi ternak sapi potong di Kalimantan Timur :
i). Aspek Teknis
Upaya dalam pencapaian program 2 juta ekor ternak sapi potong ini
akan menghadapi permasalahan antara lain adalah sapi lokal Indonesia
memiliki bobot potong relatif rendah (sapi bali, sapi madura, sapi PO, sapi aceh,
sapi pesisir) dibandingkan dengan sapi Bos taurus akibat terjadinya persilangan
dalam (inbreeding). Dengan kondisi seperti ini, untuk memenuhi kebutuhan
daging secara daerah diperlukan jumlah individu sapi lokal yang lebih banyak.
Hal ini berbeda dengan sapi lokal hasil persilangan dengan Bos taurus yang
dapat mencapai bobot badan lebih tinggi. Produktivitas sapi lokal yang rendah
juga disebabkan oleh manajemen pemeliharaan yang belum efisien dan tingkat
kematian ternak yang tinggi, terutama kematian pedet yang mencapai 20 -
40% dan induk berkisar antara 10 - 20%, terutama akibat kekurangan pakan
dan air pada musim kemarau.
Produktivitas sapi lokal yang rendah berkaitan dengan kondisi
peternakan sapi potong di Indonesia yang lebih dari 90% berupa peternakan
rakyat yang memiliki ciri sebagai berikut: 1) skala usaha relative kecil, berkisar
per tahun dan menurunnya pendapatan petani dari usaha ternak. Rendahnya
perkembangan populasi sapi potong juga berkaitan dengan manajemen
perkawinan yang tidak tepat, seperti 1) pola perkawinan kurang benar, 2)
pengamatan berahi dan waktu kawin tidak tepat, 3) rendahnya kualitas atau
kurang tepatnya pemanfaatan pejantan dalam kawin alam, 4) kurang
terampilnya petugas inseminasi buatan (IB), dan 5) rendahnya pengetahuan
peternak tentang IB. Pada perkawinan alami, peternak sulit memperoleh
pejantan, apalagi yang berkualitas, sehingga pedet yang dihasilkan bermutu
rendah, bahkan terindikasi terjadi kawin keluarga (inbreeding) terutama di
wilayah padang penggembalaan. Kesulitan peternak dalam memperoleh
pejantan unggul antara lain disebabkan belum tersedianya pusat perbibitan
nasional sebagai sumber bibit unggul. Oleh karena itu, perbibitan sapi secara
nasional maupun daerah yang terpadu perlu dibangun. Pemerintah dapat
mendorong pihak swasta untuk pengembangannya karena usaha perbibitan
sapi potong memerlukan investasi tinggi dan berjangka panjang.
ii). Aspek Ekonomi
Kondisi ekonomi pasar sapi domestik tidak stabil dan berpola acak
karena adanya pengaruh pasar sapi dan daging luar negeri dan variabel-
variabel pasar lainnya. Pasar sapi dalam negeri juga dipengaruhi oleh fluktuasi
nilai tukar rupiah terhadap dolar. Hal ini terjadi karena volume impor sapi dan
daging Indonesia mencapai 30% dari total kebutuhan pasar dalam negeri.
Kebutuhan daging yang tidak seimbang dengan pasokan mengakibatkan harga
daging menjadi tidak menentu. Secara umum harga sapi di Indonesia
ditentukan berdasarkan kondisi fisik ternak hidup dan perkiraan jumlah daging,
serta ongkos perdagangan yang diperhitungkan berdasarkan kesepakatan
antara penjual dan pembeli. Masyarakat umumnya lebih menyukai daging sapi
impor yang harganya lebih murah. Selain itu, harga sapi lokal hidup yang lebih
murah dibandingkan dengan harga sapi persilangan mendorong peternak untuk
melakukan persilangan sapi asli dengan sapi ras lain tanpa terprogram. Kondisi
ini terus berjalan seiring dengan tuntutan swasembada daging sapi di setiap
daerah. Persilangan sapi lokal asli dengan sapi Bos taurus dapat dipahami dari
sudut pandang bisnis karena sangat menguntungkan. Namun, apabila dibiarkan
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 32
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
kapita (2009) sehingga kebutuhan daging sapi dan jeroan meningkat dari
455.755 ton pada tahun 2008 menjadi 516.603 ton pada tahun 2009 (BPS dan
Statistik Peternakan 2009). Kebutuhan daging sapi yang terus meningkat dan
produksi daging sapi lokal yang masih berfluktuasi mendorong pemerintah
untuk mengimpor daging dan sapi bakalan. Impor daging dan sapi bakalan
-rata 10,6% dan pada tahun
2009 menurun 5% dibanding tahun 2008.
2). Pengaruh Pasar
Daging sapi merupakan sumber protein hewani yang menyumbang 18%
terhadap konsumsi daging nasional, sehingga ketersediaan daging sapi dengan
harga yang terjangkau harus menjadi perhatian pemerintah. Kebijakan impor
sapi bakalan dan daging sapi dikeluarkan pemerintah pada tahun 1980-an
untuk menyediakan daging murah sehingga konsumsi daging masyarakat
meningkat. Namun, pada saat ini proporsi daging sapi impor telah mencapai
30% dari kebutuhan daging sapi nasional sehingga dikhawatirkan dapat
mengganggu kedaulatan dan ketahanan pangan. Upaya ketahanan pangan
bidang peternakan sangat relevan untuk ketahanan pangan dengan
mengurangi impor sampai 90% dari kebutuhan. Impor daging dimaksudkan
untuk mengisi kekurangan pasokan agar harga daging terjangkau oleh
masyarakat. Penetapan harga tertinggi bertujuan untuk melindungi konsumen,
namun di sisi lain dapat menjadi disinsentif bagi peternak untuk memelihara
sapi. Tingginya peningkatan konsumsi daging sapi setiap tahun perlu diikuti
dengan upaya peningkatan produksi daging antara lain dengan
mengembangkan usaha peternakan sapi.
Tatang et al. (2006) menyatakan bahwa intervensi pemerintah pada sisi
penawaran daging sapi dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 1)
meningkatkan jumlah daging yang ditawarkan di sepanjang kurva penawaran,
dan 2) meningkatkan penawaran dengan menggeser kurva penawaran ke
kanan bawah. Upaya pertama dapat dilakukan dengan meningkatkan harga
daging sapi di pasar domestik, sedangkan upaya kedua dapat ditempuh melalui
perbaikan teknologi, rekayasa kelembagaan, dan lain-lain.
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 34
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 36
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 37
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 39
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
100 kg/ekor maka suplai daging akan bertambah 46.340,7 ton atau memberi
kontribusi 11,58% dari target swasembada.
Teknologi IB diminati peternak sapi perah maupun sapi potong. Untuk
efektivitas IB, semen sebaiknya tidak didistribusikan secara merata pada semua
wilayah, tetapi selektif pada wilayah dengan pola pemeliharaan intensif,
khususnya sumber bibit sapi potong. Tidak efektifnya distribusi semen
menyebabkan persentase kelahiran rendah akibat tingginya service per
conception (SC) dan rendahnya conception rate (CR). Keberhasilan IB
ditentukan oleh beberapa faktor, yakni SDM peternak, keterampilan
inseminator, dan sarana pendukung (peralatan) (Sitepu et al. 1997).
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 41
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
heterosigositas dan variansi genetik. Tujuan lain dari persilangan adalah: 1).
pembentukan bangsa baru, 2). Grading up, 3). pemanfaatan heterosis. Namun,
dalam melakukan persilangan harus betul-betul diperhatikan keunggulan dan
kelemahan dari kedua bangsa sapi yang akan disilangkan serta tujuannya untuk
apa. Selain itu, ada satu hal yang penting dalam melakukan persilangan, yaitu
menjaga kelestarian plasma nutfah. Adanya upaya masyarakat untuk
menyilangkan sapi lokal dengan sapi bangsa asing menunjukkan keinginan
masyarakat untuk mendapatkan sapi yang lebih produktif (mencapai bobot
potong lebih cepat).
Dalam melakukan persilangan beberapa hal perlu diperhatikan, contoh
kasus di Pulau Jawa, yaitu: persilangan dengan cara inseminasi buatan (IB). IB
adalah salah satu usaha untuk meningkatkan produktivitas sapi potong lokal
melalui pemanfaatan genetik sapi bibit unggul yang disilangkan dengan sapi
bibit lokal. Sapi Bos taurus yang digunakan sebagai sumber mani beku (straw)
terbiasa hidup di daerah berhawa dingin dengan tatalaksana pemeliharaan yang
teratur. Adanya darah Bos taurus pada sapi potong silangan di peternakan
rakyat, diduga menurunkan kemampuan adaptasi terhadap lingkungan dan
kondisi pakan di Pulau Jawa yang kurang baik menurunkan produksi dan
reproduksi sapi silangan. Penurunan kemampuan produksi dan reproduksi
menimbulkan keadaan tidak efisien dari keseluruhan sistem produksi sapi
potong nasional (Sumadi 2009). Dwiyanto (2002) menyatakan bahwa
penurunan produktivitas sapi silangan hasil IB tersebut diduga karena adanya
pengaruh genetic environmental interaction. Di samping itu, yang terjadi di
lapangan adalah anak betina (F1) hasil silangan dikawinkan lagi dengan bangsa
pejantannya sehingga terjadi silang balik ke arah bangsa pejantan dan
sekarang diduga sudah sampai silang balik yang kedua atau back cross kedua
sehingga keturunannya mengandung darah Bos Taurus sampai 87,5%.
Persilangan dengan IB pada sapi PO dengan straw dari Simmental dan Limousin
di peternakan rakyat tidak ada program dan tujuan yang jelas dari pemerintah
sehingga tidak ada catatan atau recording, dan diduga telah terjadi inbreeding.
Dua kejadian tersebut justru mengakibatkan semakin menurunnya kemampuan
adaptasi dengan kondisi dan lingkungan tropis. Sebagai contoh, sapi hasil
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 43
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
silangan baik SIMPO maupun LIMPO banyak yang tidak tahan panas yang
ditandai dengan banyaknya sapi yang infeksi di pojok mata bagian bawah dan
sering terengah-engah. Aryogi (2005) menyatakan bahwa karakteristik fisiologis
antara sapi PO dan sapi-sapi hasil silangan berbeda sangat nyata, yaitu sapi PO
lebih rendah secara fisiologis baik pada dataran rendah maupun dataran tinggi.
Sapi SIMPO dan LIMPO di dataran tinggi lebih cocok daripada di dataran rendah
jika ditinjau dari karakter fisiologis dan pertumbuhan sampai umur 365 hari.
Sistem perkawinan inbreeding atau silang dalam adalah perkawinan antara dua
individu yang masih mempunyai hubungan keluarga 6 - 8 generasi ke atas dan
keturunannya disebut individu yang tersilang dalam (inbreed animal) (Warwick
et al. 1990). Secara genetic pengaruh silang dalam menaikkan persentase
homosigositas dominan atau resesif dan menurunkan persentase
heterosigositas. Jadi, berlawanan dengan pengaruh persilangan. Penurunan
produksi akibat silang dalam disebut depresi silang dalam (DF). Warwick et al.
(1990) menyatakan bahwa pada sapi potong setiap kenaikan 10% silang dalam
maka terjadi penurunan calf crop 5,9%, berat sapih 2,5 - 5 kg dan laju
kebuntingan 2%. Inbreeding juga dapat mengakibatkan kematian pada awal
kehidupan, efisien reproduksi yang rendah, pertumbuhan yang lambat, dan
dewasa tubuh yang kecil atau kerdil. Sebagai contoh, banyak sapi SIMPO atau
LIMPO hasil back cross dua atau peternak mengatakan F3, banyak yang kawin
ulang 3 - 5 kali, jarak beranak 20 - 24 bulan dan banyak sapi yang kerdil.
Kondisi ini diperparah dengan pemberian pakan yang jelek dan adanya
penyakit. Kejadian itu akibat dari peningkatan proporsi darah asal Bos taurus
dan dugaan terjadinya inbreeding pada sapisapi SIMPO dan LIMPO atau hasil
persilangan. Sumadi (2009) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang dapat
ditawarkan untuk solusi masalah tersebut. Dari sisi pemerintah harus punya
program persilangan pada sapi potong dengan tujuan dan arah yang jelas dan
terkait dengan program breeding sapi potong secara nasional.
Peternak selaku pemilik dan pemelihara sapi potong memerlukan
pengetahuan dan pendampingan, sehingga para peternak memahami kelebihan
dan kelemahan persilangan sapi PO dengan Simmental dan Limousin dalam
jangka panjang. Selanjutnya, yang terakhir adalah sapi betina yang dipelihara
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 44
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
hasil dari back cross dua dengan komposisi darah Bos taurus mendekati 87,5%,
sebaiknya yang betina dikawinkan dengan pejantan dengan bangsa yang
berbeda, dilakukan IB dua kali dengan jarak waktu 12 - 24 jam dan cara
terakhir apabila terpaksa dilakukan kawin alam dengan bangsa yang berbeda.
Untuk jangka panjang sebaiknya semua stakeholder dan pemerintah
membuat suatu kesepakatan dalam persilangan pada sapi potong di Pulau Jawa
dengan sistem silang bolak-balik atau criss cross antara 2 - 3 bangsa, misalnya
PO dengan Simmental, atau PO, Simmental dan Limousin. Dalam hal ini, pada
generasi 3 - 4, proporsi darah dari bangsa-bangsa sapi tersebut mendekati
stabil dan punya kemampuan beradaptasi dengan lingkungan tropis, sebab
proporsi darah asal Bos taurus tidak lebih dari 62,5% jika criss cross 2 bangsa
dan sebaliknya.
Di samping itu, diperlukan program pemuliaan sapi potong yang bersifat
regional planning, artinya bersifat spesifik yang sesuai dengan situasi, kondisi
dan social budaya setempat. Program pemuliaan sapi potong ditekankan
dengan cara seleksi ke dalam populasi dan tetap melibatkan petani peternak
sapi potong sebagai pelaku utama dalam pengembangan dan peningkatan
produktivitas sapi potong, walaupun pemerintah tetap
harus ikut campur tangan. Satu hal yang tidak boleh dilupakan yaitu
persilangan sapi lokal boleh dilakukan, tetapi dengan tetap melestarikan
kekayaan plasma nutfah sapi lokal, yang didasarkan pada data populasi,
struktur populasi, dan sebaran populasi yang betul. Kebijakan pengembangan
sapi bakalan antara lain bertujuan untuk menghindari terjadinya pengurasan
bibit sapi lokal, mencegah persilangan acak yang tidak terprogram, dan
menghindari ketergantungan pada impor sapi di masa mendatang. Apabila
Indonesia telah memiliki commercial breed yang produktif, maka usaha
perbibitan nasional akan lebih berkembang karena menguntungkan para pelaku
perbibitan berskala besar.
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 45
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 46
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 47
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
BAB IV.
PEMBIAYAAN DAN INVESTASI PENGEMBANGAN TERNAK DI
KALIMANTAN TIMUR
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 48
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 50
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
Gambar 20. Pengembangan target 2 juta ekor ternak sapi potong per
kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014.
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 51
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 52
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 53
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
7 Beli bakalan
a. Jumlah bakalan Ekor/tahun 120
b. Harga bakalan Rp/Kg Bobot 35,500
c. Bobot bakalan kg/ekor
hidup 300
8 Harga Jual
a. Bobot jual kg/ekor 420
b. Harga jual Rp/Kg Bobot 35,500
c. Volume jual Ekor/tahun
hidup 120
9 Pertambahan bobot badan Kg/ekor/hari 1
10 Produk sampingan
a. Produksi pupuk Kg 5
b. Produksi pupuk Kg/tahun
kering/ekor/hari 72,000
c. Harga pupuk Rp/Kg 500
11 Mortalitas % -
12 Suku bunga % 14
13 Jangka waktu kredit
a. Kredit investasi tahun 2
b. Kredit modal kerja tahun 1
14 Proporsi pembiayaan
a. Kredit % 30
b. Modal sendiri % 70
15 Umur Proyek tahun 3
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 55
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
Tabel 5. Biaya Investasi Usaha Penggemukan Sapi Potong Skala 40 ekor per
siklus
Harga satuan
No Uraian Jumlah Satuan Total (Rp)
(Rp)
1 Kandang (1.8m x 40 unit 1,800,000 72,000,000
2m)
2 Pompa air 1 unit 2,500,000 2,500,000
3 Peralatan kandang
a. Arit 10 buah 75,000 750,000
b. Ember 10 buah 20,000 200,000
c. Selang 10 M 100,000 1,000,000
d. Cangkul/garpu 10 buah 75,000 750,000
e. Serokan 10 buah 50,000 500,000
f.Lainnya 1 paket 500,000 500,000
4 Kebun HMT 1 unit 18,000,000 18,000,000
Jumlah Biaya 96,200,000
Investasi
Biaya operasional terdiri dari pembelian bakalan, upah mencari pakan dan
memelihara sapi, pakan konsentrat untuk penggemukan, dan biaya tetap untuk
pengelola, sewa lahan, listrik, pemeliharaan, dan biaya lainnya. Jumlah Biaya
operasional per siklus sebesar Rp 505.000.000,- atau Rp 1.515.000.000,- untuk
3 siklus dalam satu tahun.
Total biaya yang diperlukan dalam usaha budidaya sapi potong dengan
jumlah ternak sebanyak 40 ekor untuk setiap siklusnya adalah Rp 601.200.000.
Dengan asumsi awal yang ditetapkan 70% dari biaya tersebut diperoleh dari
modal sendiri dan 30% sisanya diperoleh dari kredit lembaga
keuangan/perbankan dengan suku bunga 14% per tahun.
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 57
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 58
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
Pada usaha penggemukan sapi potong, aliran cash (cash flow) dalam
perhitungannya dibagi dalam dua aliran yaitu arus masuk (cash inflow) dan
arus keluar (cash outflow). Aliran arus masuk didapatkan dari total penjualan
ternak sapi potong yang telah dirawat selama 4 bulan, dimana siklus usaha
dilakukan selama 4 bulan sekali atau 3 kali siklus per tahun. Dengan
kemampuan pengembalian kredit selama 1 tahun maka proyeksi arus kas
disusun selama 3 tahun atau 9 siklus usaha. Proyeksi arus kas usaha
penggemukan sapi potong per tahun ditampilkan pada Tabel 10.
Pada usaha penggemukan sapi potong dengan asumsi usaha yang ada,
evaluasi profitabilitas rencana investasi dilakukan dengan menilai kriteria
investasi untuk mengukur kelayakan usaha penggemukan sapi potong yaitu
NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), dan Net B/C Ratio (Net
Benefit-Cost Ratio).
Biaya
Kriteria Penerimaan
No Operasional Justifikasi Kelayakan
Kelayakan Turun 5%
Naik 5%
1 IRR 15,20% 26,51% IRR>suku bunga; Layak
2 B/C ratio 2,25 2,58 B/C ratio>1; layak
3 NPV 120.007.312 151.836.887 NPV>0; layak
4 PP 24 bulan 22 bulan PP< periode proyek; Layak
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 60
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 61
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
BAB V.
PENUTUP
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 62
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 64
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
DAFTAR PUSTAKA
Briliantono, E. 2010. Sapi impor rusak harga sapi lokal di Jawa Tengah.
http:/net.bisnis. com/umum/indonesiahariini/1kd 191452. Di akses pada
tanggal 01 November 2015.
Endik. 2010. Post a Comments. Harga daging sapi impor lebih murah, kok bisa?
http: Udayrayana.blogspot. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2015.
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 65
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
Priyanto, P. 2003. Evaluasi Kebijakan Impor Daging Sapi dalam Rangka Proteksi
Peternak Domestik: Analisis penawaran dan permintaan. Tesis Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Sitepu, P., R. Dharsana, L.P. Gede, Soeripto, L.K. Sutama, T.P. Chaniago,
Nurcahyo, Tjahyowiyoso, T. Rohmat, B. Bakrie, Sukandar, dan T. Asril.
1997. Pengkajian Pemanfaatan Teknologi Inseminasi Buatan (IB) dalam
Usaha Peningkatan Populasi dan Produktivitas Sapi Potong Nasional di
Provinsi Lampung. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan bekerja sama dengan P4N, Bogor.
Subagyo, L. 2009. Potret komoditas daging sapi. Econ. Rev. 217: 32−43.
Yusran, M.A. dan M. Soleh. 2004. Pemacuan usaha tani terpadu padi-sapi
potong induk secara swadaya. hlm. 203−210. Prosiding Sistem
Integrasi Tanaman-Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan bekerja sama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Bali dan Crop-Animal System Research Network (CASREN).
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 66
Kalimantan Timur) |
[ DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR]
Zaini, Z., I. Las, Suwarno, B. Haryanto, Suntoro dan E. Ananto. 2002. Pedoman
Umum Kegiatan Percontohan Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. 24 hlm.
PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG (Upaya Mewujudkan 2 Juta Ekor Ternak Sapi Potong di 67
Kalimantan Timur) |