Anda di halaman 1dari 67

ANALISA ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.

M YANG
MENGALAMI DANGUE HEMORAGIC FEVER (DHF) DENGAN
INTERVENSI INOVASI KOMPRES DAUN DADAP SEREP UNTUK
ANAK DHF TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

DI SUSUN OLEH :

TASYA AYUNITA

2011102412030

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

2020/2021

i
ANALISA ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. M YANG MENGALAMI DANGUE
HEMORAGIC FEVER (DHF) DENGAN INTERVENSI INOVASI KOMPRES DAUN DAD
AP SEREP UNTUK ANAK DHF TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH
Tasya Ayunita1, Ni Wayan Wiwin2

INTISARI

Salah satu gejala yang muncul pada pasien DHF adalah demam, sebagai perawat dan tenaga yang
professional perlu mengetahui asuhan keperawatan yang tepat pada pasien terutama tindakan pada
anak dengan demam yang diakibatkan oleh virus dengue. Tindakan yang dapat ditawarkan dengan
terapi nonfarmakologi yaitu pemberian kompres ramuan daun dadap serep. Dadap serep
(Erythrina Lithosperma Miq) termasuk golongan dari keluarga papilonaceae yang memiliki
kandungan saponim, flavonoid, polifenol, tannin, dan alkaloid. Kandungan ini daun dadap
bermanfaat antiinflamasi, antimikroba, antipiretik dan antimalaria. Tujuan penulisan karya ilmiah
ners ini adalah mengetahui pengaruh kompres daun dadap serep terhadap demam. Didapatkan
kompres daun dadap serep selama tiga hari mampu menurunkan demam pada pasien DHF.
Diharapkan Tindakan ini dapat diterapkan pada pelayanan kesehatan

Kata Kunci: DHF, Demam, Daun Dadap Serep

1
Mahasiswa Program Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
2
Dosen Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

ii
ANALYSIS OF NURSING CARE IN AN. M WITH DADAP SEREP LEAF COMPRESS
INNOVATION INTERVENTION FOR DANGUE HEMORAGIC FEVER DHF
CHILDREN AGAINST FEVER
Tasya Ayunita3, Ni Wayan Wiwin4

ABSTRAK

One of the symptoms that appear in DHF patients is fever, as nurses and professional staff need to
know proper nursing care for patients, especially actions for children with fever caused by the
dengue virus. Actions that can be offered with non-pharmacological therapy are giving a compress
of dadap serep leaf ingredients. Dadap serep (Erythrina Lithosperma Miq) belongs to the
Papilonaceae family which contains saponins, flavonoids, polyphenols, tannins, and alkaloids.
This content of Dadap leaves has anti-inflammatory, antimicrobial, antipyretic and antimalarial
properties. The purpose of writing this scientific paper for nurses is to determine the effect of
Dadap serep leaf compresses on fever. It was found that dadap serep leaf compress for three days
was able to reduce fever in DHF patients. It is hoped that this action can be applied to health
services

Keywords: DHF, Fever, Dadap Serep Leaves

3
Student of Profession Ners Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
4
Lecturer of Nusing Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul …………………………………………………… i
Surat Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah …………………………… ii
Lembar Persetujuan …………………………………………………… iii
Lembar Pengesahan …………………………………………………… iv
Kata Pengantar …………………………………………………… v
Intisari …………………………………………………………… vii
Abstract …………………………………………………………… viii
Daftar Isi …………………………………………………………… ix
Daftar Gambar …………………………………………………… xi

BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang …………………………………………………… 1
B Perumusan Masalah …………………………………………… 5
C Tujuan Penulisan …………………………………………………… 5
D Manfaat Penulisan…………………………………………………… 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A Konsep DHF .......………………………………….. 7
B Konsep Askep Anak DHF.......…………………………………… 15
C Konsep Demam………………………………………… ............ 20
D Konsep Daun Dadap Serep............................................................ 26
BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
A Pengkajian…………………………………………………………… 28
B Masalah Keperawatan …………………………………… 35
C Intervensi Keperawatan …………………………………… 36
D Intervensi Inovasi …………………………………………… 36
E Implementasi …………………………………………………… 39
F Evaluasi …………………………………………………………… 43
BAB IV ANALISA SITUASI
A Analisis Masalah Keperawatan …………………………………… 48
B Analisis Intervensi Inovasi …………………………………… 54
C Alternatif Pemecahan Masalah …………………………………… 56
BAB V PENUTUP
A Kesimpulan …………………………………………………… 58
B Saran …………………………………………………………… 59
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan sebagian individu yang unik dan mempunyai kebutuhan

sesuai dengan tahap perkembangannya, kebutuhan tersebut dapat meliputi

kebutuhan fisiologis seperti nutirisi dan cairan, aktifitas dan eliminasi, istirahat

tidur dan lain-lain, anak juga individu yang membutuhkan kebutuhan

psikologis sosial dan spiritual. Anak merupakan individu yang berada dalam

satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja

(Jing & Ming 2019).

Anak pada masa usia prasekolah disebut sebagai masa yang sangat aktif

seiring dengan masa perkembangan otot yang sedang tumbuh dan peningkatan

aktivitas bermainnya. Para ahli menggolongkan usia balita pada usia pra-

sekolah sebagai tahapan perkembangan anak yang cukup rentan terhadap

berbagai serangan penyakit dan penyakit yang sering dijumpai adalah penyakit

infeksi (Wowor et al. 2017).

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang

disebabkan oleh satu dari 4 virus dengue berbeda dan ditularkan melalui

nyamuk terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang ditemukan di

daerah tropis dan subtropis di antaranya kepulauan di Indonesia hingga bagian

utara Australia. Menurut data (WHO 2016) Penyakit demam berdarah dengue

pertama kali dilaporkan di Asia Tenggara pada tahun 1954 yaitu di Filipina,

1
selanjutnya menyebar keberbagai negara. Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara

yang mengalami wabah DHF, namun sekarang DHF menjadi penyakit endemik

pada lebih dari 100 negara, diantaranya adalah Afrika, Amerika, Mediterania

Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik

Barat memiliki angka tertinggi kasus DHF. Jumlah kasus di Amerika, Asia

Tenggara dan Pasifik Barat telah melewati 1,2 juta kasus di tahun 2008 dan

lebih dari 2,3 juta kasus di 2010. Pada tahun 2013 dilaporkan terdapat

sebanyak 2,35 juta kasus di Amerika, dimana 37.687 kasus merupakan DHF

berat (Kementerian Kesehatan RI 2016).

Salah satu gejala yang muncul pada pasien DHF adalah demam, pasien

DHF yang dirawat di Rumah Sakit banyak yang mengeluh mengalami demam

tinggi terutama pada anak. Demam menjadi masalah dan perhatian dalam

kesehatan tubuh pada seseorang, demam terjadi karena ketidakmampuan

tubuh dalam melakukan mekanisme kehilangan panas untuk memproduksi

panas yang berlebih sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh. Pada demam

mekanisme umpan balik akan terjadi bila suhu inti tubuh sudah melewati

ambang batas tolerasi untuk mempertahankan suhu tubuh supaya suhu tubuh

tetap konstan pada kisaran 37°C. Sebagian besar penyakit dapat menyerang

pada sistem tubuh yang ditandai adanya demam. Selain itu juga dalam

peningkatan perkembangan imunitas spesifik dan non spesifik pada demam

mungkin berperan dalam pemulihan atau pertahanan tubuh terhadap infeksi

(Hidayah et al., 2019).

2
Secara teoritis kenaikan suhu tubuh atau demam pada infeksi dinilai

menguntungkan, oleh karena aliran darah semakin cepat hingga makanan dan

oksigenasi makin lancar. umumnya demam terjadi pada anak disebabkan oleh

infeksi (bakteri, virus, jamur dan parasit), penyakit autoimun, keganasan

ataupun obat-obatan (Kaneshiro & Zieve, 2016). Namun terlalu tinggi bisa

penderita demam merasa tidaknyaman pada tubuh, aliran makin cepat,jumlah

darah untuk mengaliri organ vital (otak, jantung, paru) bertambah, sehingga

volume darah ke ekstermitas dikurangi sehingga demam tinggi memicu

metabolisme yang sangat cepat.Dampak yang terjadi adalah salah satunya

demam yang tidak segera diatasi dan suhu tubuh tubuh meningkat terlalu

tinggi yaitu dapat terjadi fatal seperti dehidrasi berlebih, letargi, penurunan

nafsu makan, hingga kejang yang mengancam kelangsungan hidup pada anak

(Reiga, 2015). Demam juga harus ditangani akan menimbulkan efek serius

pada anak.Diawali dengan kondisi menggigil pada saat terjadi peningkatan

suhu dan pada permukaan kulit terjadi kemerahan. Banyak orang tua kurang

mengerti terhadap penanganan demam, dan mengakibatkan menderita

dehidrasi dan kejang demam karena penanganan yang tidak tepat (Henriana,

2017).

Sebagai perawat dan tenaga yang professional perlu mengetahui asuhan

keperawatan yang tepat pada pasien terutama tindakan pada anak dengan

demam yang diakibatkan oleh virus dengue. Untuk mengembangan tindakan

mandiri perawat, perlu adanya inisiatif Tindakan berdasarkan penelitian yang

telah dilakukan oleh profesi terkait dengan tindakan mandiri perawat.

3
Tindakan yang dapat ditawarkan dengan terapi nonfarmakologi yaitu

pemberian kompres ramuan daun dadap serep. Dadap serep (Erythrina

Lithosperma Miq) termasuk golongan dari keluarga papilonaceae yang

memiliki kandungan saponim, flavonoid, polifenol, tannin, dan alkaloid.

Kandungan ini daun dadap bermanfaat antiinflamasi, antimikroba, antipiretik

dan antimalaria.

Tanaman dadap serep (Erythrina Lithosperma Miq) ini yang memiliki

banyak efikasi yang telah dikenal secara obat tradisional turun menurun

digunakan oleh masyaraka karena banyak manfaat. Tanaman ini sebagai

ramuan yang dicampur dengan adas karena mempunyai kandungan sebagai

bahan memperbaiki rasa dan mengharumkan ramuan obat secara empiris dapat

digunakan jamuan/bahan ampuran ramuan dicampur dengan kapur sirih

sebagai pengikat dan pengeras untuk mempertahankan tekstur sekaligus untuk

menghilangkan rasa gatal (Ayustaningawrno, 2017).

Tindakan sederhana ini termasuk alternatif pengobatan tradisional yang

mudah dilakukan oleh siapa saja khususnya pada orangtua anak. Terapi

pemberian kompres ramuan daun dadap serep ini diharapkan mampu

menggantikan ketergantungan terapi farmakologi atau obat-obatan yang dapat

mempengaruhi kerja obat didalam tubuh.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menerapkan atau

mengaplikasikan tindakan pada penderita hipertermi anak dengan judul

“Analisa Asuhan Keperawatan Pada An. M Dengan Intervensi Inovasi

Kompres Daun Dadap Serep Untuk Anak DHF Terhadap Demam ”.

4
B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini adalah

Bagaimanakah gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien DHF Dengan

Intervensi Inovasi Kompres Daun Dadap Serep Untuk Menurunkan Demam

Pada An.M?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini bertujuan untuk

menganalisis kasus DHF pada anak Dengan Intervensi Inovasi Kompres

Daun Dadap Serep Untuk Menurunkan Demam

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis intervensi inovasi kompres daun dadap serep untuk

menurunkan demam pada pasien anak DHF

b. Menganalisis asuhan keperawatan kasus kelolaan pasien anak DHF

dengan intervensi inovasi kompres daun dadap serep untuk menurunkan

demam

c. Penulis mampu memberikan alternatif pemecahan masalah yang dapat

dilakukan terkait dengan intervensi inovasi kompres daun dadap serep

untuk menurunkan demam

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

5
Dapat menjadi masukan pada program belajar mengajar dan menambah

referensi perpustakaan serta menjadi dasar untuk penelitian keperawatan

lebih lanjut.

2. Bagi Profesi Kesehatan

Memberi gambaran dan bahan masukan bagi perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan pada pasien anak dengan DHF intervensi terapi

kompres daun dadap serep terhadap penurunan demam

3. Bagi Pasien dan Keluarga

Diharapkan intervensi inovasi pemberian kompres daun dadap serep dapat

diaplikasikan di rumah untuk menurunkan demam pada anak dengan DHF

4. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi upaya penulis sebagai pelaksanaan

asuhan keperawatan yang mana dapat meningkatkan kemampuan dan

mengaplikasikan ilmu pengetahuan tentang bagaimana penanganan pasien

hipertermi pada anak

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar DHF

a. Definisi

Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD

(dengue hemorrhagic fever disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang

disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot

dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DHF terjadi perembesan

plasma yang ditandai dengan hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau

penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue yang ditandai

oleh renjatan atau syok (Nurarif & Kusuma 2015).

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang menyerang

anak dan orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi

berupa demam akut, perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu

infeksi Arbovirus (Artropod Born Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk

Aedes Aegypti atau oleh Aedes Aebopictus (Wijayaningsih 2017).

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti. DHF merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi

penyebab kematian utama di banyak negara tropis. Penyakit DHF bersifat

endemis, sering menyerang masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai

7
dengan angka kematian yang cukup tinggi, khususnya pada mereka yang

berusia dibawah 15 tahun (Harmawan 2018).

b. Etiologi

Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae.

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.

Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak.

Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe

yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotype

lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang

memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah

endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.

Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di

Indonesia (Nurarif & Kusuma 2015).

c. Klasifikasi

Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma

2015) :

1) Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya

manifestasi perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia,

himokonsentrasi.

2) Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan

pada kulit atau perdarahan di tempat lain.

3) Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi

cepat dan lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang) atau

8
hipotensi disertai dengan sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan

lembab dan anak tampak gelisah.

4) Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak

teratur.

d. Patofisiologi

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan

menimbulkan viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat

pengatur suhu di hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat

bradikinin, serotinin, trombin, histamin) terjadinya: peningkatan suhu.

Selain itu viremia menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah

yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke

intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat

terjadikibat dari penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi

melawan virus (Murwani 2018).

Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan

baik kulit seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini

mengakibatkan adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan

mekanisme hemostatis secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan

perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok. Masa

virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus akan masuk ke

dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama tama yang

terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam,

sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau

9
bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang

mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati atau

hepatomegali (Murwani 2018).

Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks

virus antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen.

Akibat aktivasi C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang

berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai

faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang

mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler.

Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan kekurangan

volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia

serta efusi dan renjatan atau syok. Hemokonsentrasi atau peningkatan

hematokrit >20% menunjukan atau menggambarkan adanya kebocoran

atau perembesan sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan

pemberian cairan intravena (Murwani 2018).

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan

dengan ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu

rongga peritonium, pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata

melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan

intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukan kebocoran plasma

telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus di kurangi

kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan gagal

jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan

10
mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang

buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik

berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan

kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik (Murwani 2018).

e. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada penderita DHF antara lain adalah (Nurarif &

Kusuma 2015) :

1) Demam dengue

Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan

dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:

a) Nyeri kepala

b) Nyeri retro-orbital

c) Myalgia atau arthralgia

d) Ruam kulit

e) Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif

f) Leukopenia

g) Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang

sudah di konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama

2) Demam berdarah dengue

Berdasarkan kriteria WHO 2016 diagnosis DHF ditegakkan bila semua

hal dibawah ini dipenuhi :

a) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat

bifastik

11
b) Manifestasi perdarahan yang berupa :

1)) Uji tourniquet positif

2)) Petekie, ekimosis, atau purpura

3)) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna,

tempat bekas suntikan

4)) Hematemesis atau melena

c) Trombositopenia <100.00/ul

d) Kebocoran plasma yang ditandai dengan:

1)) Peningkatan nilai hematokrit > 20% dari nilai baku sesuai umur

dan jenis kelamin

2)) Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairan yang

adekuat

e) Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura

3. Sindrom syok dengue

Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi

yaitu:

a) Penurunan kesadaran, gelisah

b) Nadi cepat, lemah

c) Hipotensi

d) Tekanan darah turun < 20 mmHg

e) Perfusi perifer menurun

f) Kulit dingin lembab

12
f. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita

DHF antara lain adalah (Wijayaningsih 2017) :

1. Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,

hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu

dijumpai pada DHF merupakan indikator terjadinya perembesan

plasma.

a) Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari

ketiga.

b) Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan

hemokonsentrasi.

c) Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia,

SGPT, SGOT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat.

2. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi

didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi setelah

infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan pada

manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer,

sekunder, dan tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap awal yang

dapat berlanjut menjadi reaksi sekunder atau tersier. Yang mana tidak

dapat dilihat dan berlangsung sangat cepat, visualisasi biasanya

dilakukan dengan memberi label antibody atau antigen dengan

flouresens, radioaktif, atau enzimatik. Reaksi sekunder merupakan

13
lanjutan dari reaksi primer dengan manifestasi yang dapat dilihat secara

in vitro seperti prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi. Reaksi tersier

merupakan lanjutan reaksi sekunder dengan bentuk lain yang

bermanifestasi dengan gejala klinik.

3. Uji hambatan hemaglutinasi

Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG

berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang dapat

menghambat reaksi hemaglutinasi darah angsa oleh virus dengue yang

disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).

4. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)

Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus

dengue. Menggunakan metode plague reduction neutralization test

(PRNT). Plaque adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas

yang jelas akan dilihat terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.

5. Uji ELISA anti dengue

Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination

Inhibition (HI). Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari

metode ini adalah mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam

serum penderita.

6. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan

sebagian besar grade II) di dapatkan efusi pleura.

14
B. Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan DHF

1. Pengkajian

Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama

dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah

sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit (Widyorini et al. 2017).

a. Identitas pasien

Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia

kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,

pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.

b. Keluhan utama

Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang

kerumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah

c. Riwayat penyakit sekarang

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan

saat demam kesadaran composmetis. Turunnya panas terjadi antara hari

ke-3 dan ke-7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan

batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi,

sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan

bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit,

gusi (grade III. IV), melena atau hematemesis.

15
d. Riwayat penyakit yang pernah diderita

Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya mengalami

serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.

e. Riwayat Imunisasi

Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan

timbulnya koplikasi dapat dihindarkan.

f. Riwayat Gizi

Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik

maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat factor predisposisinya.

Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah dan

tidak nafsu makan. Apabila kondisi berlanjut dan tidak disertai dengan

pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami

penurunan berat badan sehingga status gizinya berkurang.

g. Kondisi Lingkungan

Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang

kurang bersih (seperti air yang menggenang atau gantungan baju dikamar)

h. Pola Kebiasaan

1) Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, nafsu makan berkurang dan

menurun.

2) Eliminasi (buang air besar): kadang-kadang anak yang mengalami diare

atau konstipasi. Sementara DHF pada grade IV sering terjadi hematuria.

16
3) Tidur dan istirahat: anak sering mengalami kurang tidur karena

mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan

kualitas tidur maupun istirahatnya berkurang.

4) Kebersihan: upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan

lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat

sarang nyamuk Aedes aegypty.

5) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk

menjaga kesehatan.

i. Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari

ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan

anak adalah sebagai berikut :

1) Grade I yaitu kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-

tanda vital dan nadi lemah.

2) Grade II yaitu kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada

perdarahan spontan petechie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi

lemah, kecil, dan tidak teratur.

3) Grade III yaitu kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi

lemah, kecil dan tidak teratur, serta takanan darah menurun.

4) Grade IV yaitu kesadaran coma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba,

tekanan darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur.

2. Diagnosa Keperawatan

17
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons

klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya

baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan

untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas

terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan

yang sering muncul pada kasus DHF yaitu (Erdin 2018) (SDKI DPP PPNI

2017) :

a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas

b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu

tubuh diatas nilai normal

c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai

dengan pasien mengeluh nyeri

d. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk

makan)

e. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler

ditandai dengan kebocoran plasma darah

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh

perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk

mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (SIKI DPP PPNI 2018) (SLKI

DPP PPNI 2019).

18
DIAGNOSA KEPER SLKI SIKI
AWATAN
1. Pola Napas Tidak Ef Pola Napas Manajemen Jalan Napas
ektif Setelah dilakukan tindakan ke Observasi
perawatan selama … x … jam, 1.1 Monitor pola napas (frekuensi,
diharapkan pola napas tidak ef kedalaman, usaha napas)
ektif membaik dengan kriteria 1.2 Monitor bunyi napas tambaha
hasil : n (mis, gurgling, mengi, whee
- Frekuensi napas dari skala … zing, ronkhi kering)
ke skala … 1.3 Monitor sputum (jumlah, warn
- Kedalaman napas dari skala a, aroma)
… ke skala … Terapeutik
Dengan Skala Indikator : 1.4 Posisikan semi fowler atau fo
1. Memburuk wler
2. Cukup Memburuk 1.5 Berikan minum hangat
3. Sedang 1.6 Lakukan fisioterapi dada, jika
4. Cukup membaik perlu
5. Membaik Edukasi
1.7 Ajarkan teknik batuk efektif
2. Hipertermia berhubu Termoregulasi Manajemen Hipertermia
ngan dengan proses p Setelah dilakukan tindakan Observasi:
enyakit keperawatan .......x......jam 2.1 Identifikasi penyebab hiperter
diharapkan suhu tubuh tetap mia (mis. dehidrasi, terpapar l
berada pada rentang normal ingkungan panas, penggunaan
dengan kriteris hasil inkubator)
-Menggigil dari skala....ke 2.2 Monitor suhu tubuh
skala.... 2.3 Monitor kadar elektrolit
-Suhu Tubuh dari skala....ke 2.4 Monitor haluaran urine
skala..... 2.5 Monitor komplikasi akibat hip
Dengan Skala Indikator : ertermia
1. Memburuk Terapeutik:
2. Cukup Memburuk 2.6 Sediakan lingkungan yang din
3. Sedang gin
4. Cukup membaik 2.7 Longgarkan atau lepaskan pak
5. Membaik aian
2.8 Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
Kolaborasi
2.9 Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika perlu
3. Hipovolemia Status Cairan Manajemen Hipovolemia
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan ke Observasi
peningkatan perawatan selama … x … jam, 3.1 Periksa tanda dan gejala
permeabilitas kapiler diharapkan status cairan hypovolemia (mis. frekuensi nadi
membaik dengan kriteria hasil meningkat, nadi teraba lemah,
: tekanan darah menurun, tekanan
- Turgor kulit dari skala … ke nadi menyempit, turgor kulit
skala … menurun, membran mukosa,
- Tekanan darah dari skala … kering, volume urin menurun,
ke skala … hematokrit meningkat, haus,

19
Dengan Skala Indikator : lemah)
1. Memburuk 3.2 Monitor intake dan output
2. Cukup Memburuk cairan
3. Sedang Terapeutik
4. Cukup Membaik 3.3 Hitung kebutuhan cairan
5. membaik 3.4 Berikan posisi modified
trendelenburg
3.5 Berikan asupan cairan oral
Edukasi
3.6 Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
3.7 Anjurkan menghindari
perlahan posisi mendadak

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi

keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses

keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam

rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan

dampak atau respons yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan

kesehatan (Ali 2016).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan

seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.

Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan

proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan dan evaluasi

(Ali 2016). Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai

apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk

mengatasi suatu masalah.

C. Konsep Teori Demam

1. Pengertian

20
Demam merupakan keadaan dimana suhu tubuh lebih dari 37,5°C, de

mam juga dapat menjadi manifestasi klinis awal dari suatu infeksi tertentu.

Bagian tubuh yang mengontrol suhu tubuh manusia adalah hipotalamus dan

selama terjadinya demam, hipotalamus direset pada level temperatur yang p

aling tinggi (Nur & Saputri, 2019). Sebagian besar demam pada anak merup

akan akibat dari perubahan pada pusat panas (thermoregulasi) di hipotalamu

s. Penyakit-penyakit yang ditandai dengan adanya demam dapat menyerang

sistem tubuh. Selain itu demam mungkin berperan dalam meningkatkan per

kembangan imunitas spesifik dan nonspesifik dalam membantu pemulihan a

tau pertahanan terhadap infeksi (Wardiyah et al., 2016).

2. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Hipotalamus (Mescher, 2016)

21
Gambar 2.2 Bagian–bagian hipotalamus (Mescher, 2016)

Hipotamus adalah bagian terbesar dari otak yang terletak pada bagian

central dari thalamus di atas kelenjar hipofisis dan membentuk dasar dari

dinding lateral ventrikel III. Hipotalamus mempunyai beberapa nuclei

disetiap nukleus memiliki fungsi masing-masing dalam mengatur fungsi

internal tubuh. Salah satu fungsi tersebut yaitu mengatur keseimbangan

tubuh.Pada permukaan basal otak hipotalamus ditandai dengan struktur

kahisma optikum, tubersinerium, dan korporamamilaria. Efek stimulus

hipotalamus pada sistem saraf mendapatkan respon otonom dengan

berbagai aktivitas otak.Efek jalur saraf ini dihantarkan lewat serat-serat

difus yang disalurkan melalui susunan vibra periventrikelaris vibra

hipotalamus dan fasikulus.Pusat pengaturan suhu tubuh berada di

hipotalamus yang merupakan sekelompok termostat. Pada termostat

hipotalamus mempunyai titik kontrol yang disesuaikan untuk

mempertahankan suhu tubuh yaitu termoreseptor perifer, terdapat pada

permukaan kulit, memeriksa perubahan suhu kulit dan membran mukosa

tertentu dan mentransfer informasi tersebut ke hipotalamus (Syarifuddin,

2017).

3. Jenis-jenis

a) Demam Kontinyu

Diteruskan pada penyakit pneumonia tipe lobar, infeksi oleh kuma

n gram positif, riketsia, demam typhoid, gangguan sistem saraf pusat, t

ularemia, serta malaria falciparum.

22
b) Demam Intermiten

Demam ini ditemukan dengan variasi diurnal lebih dari 1°C kadan

g mencapai suhu terendah hingga suhu normal. Jenis demam merupaka

n tanda dari penyakit endocarditis bakterialis, malaria, bruselosis.

c) Demam Remiten

Demam ini menjadi gejala pada berbagai jenis penyakit infeksi se

perti demam typhoid tipe awal dan berbagai penyakit yang disebabkan

oleh virus.

d) Demam Intermiten Hepatic (Demam Charcot)

Demam ini terjadi dengan episode sporradis serta ada penurun suh

u jelas dan demam akan muncul kembali. Demam ini terjadi pada pend

erita kolangitis, yang biasanya menyertai keadaan kolestiasis, ikterik

leukositosis serta terdapat tanda-tanda toksik atau racun.

e) Demam Pel-Ebstein

Demam dimana terdapat periode demam setiap minggu ataupun

lebih lama serta periode afebril yang durasinya sama dan disertai

berulangnya siklus. Biasanya terjadi pada penderita hodgkin,

bruselosis dari tipe brucella melitensi.

4. Etiologi

Penyebab demam yaitu pirogen. Pirogen ini terdapat 2 jenis yaitu pi

rogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen dari luar berguna untuk m

23
erangsang, sedangkan pirogen endogen dari dalam tubuh untuk merangs

ang demam dengan cara mempengaruhi pusat pengatur suhu di hipotala

mus. Demam juga disebabkan karena berbagai penyakit yaitu infeksi sal

uran pernafasan atas, otitis media, sinusitis, bronchiolitis, pneumonia, ph

aryngitis, adses gigi, gingivostomatitis, gastroentriris, infeksi saluran ke

mih, pyelonephritis, meningitis, reaksi imun, neoplasma, dan osteomyeli

tis (Sodikin, 2017).

5. Patofisiologi

Dimulainya demam saat timbulnya reaksi tubuh terhadap pirogen at

au terjadi berbagai proses infeksi dan non infeksi berinteraksi dengan me

kanisme pertahanan hospes, saat mekanisme berlangsung bakteri atau pe

cahan jaringan akan difagositosis oleh leukosit, makrofag, serta limfosit

pembunuh yang mempunyai granula dalam ukuran besar. Semua sel ini a

kan mengolah hasil pemecahan bakteri serta akan melepaskan zat interle

ukin-1 masuk dalam cairan tubuh (zat pirogen leukosit/priogen endogen)

Ketika interleukin-1 sampai hipotalamus yang berfungsi sebagai tester d

an mengarahkan tubuh dalam menyimpan panas maka akan terjadi

demam dengan cara meningkatkan suhu tubuh dalam waktu 8-10 menit.

Interleukin-1 juga mempunyai kemampuan untuk menginduksi

pembentukan prostaglandin (terutama prostaglandin E2) atau zat yang

mempunyai kesamaan dengan zat ini, lalu bekerja pada bagian

hipotalamus untuk membangkitkan demam (Sodikin, 2017).

6. Manifestasi Klinis

24
Menurut Sodikin (2017) terdapat 3 fase saat terjadinya demam yait

u fase awal, proses, dan pemulihan. Pada setiap fase memiliki beberapa ta

nda-tanda klinis seperti:

a) Fase Awal (dingin atau menggigil)

Pada fase ini akan terdapat beberapa tanda-tanda klinis yaitu: peningk

atan denyut jantung, peningkatan laju dan kedalaman pernafasan, men

ggigil karena tegangan dan kontraksi otot, pucat dan dingin karena va

sokontriksi, merasakan sensasi dingin, sianosis, keringat berlebihan, d

an peningkatan suhu tubuh.

b) Fase Proses (proses demam)

Saat terjadinya demam maka akan disertai dengan: proses menggigil

menghilang, kulit jadi teraba hangat, merasa tidak panas namun meras

a dingin, meningkatnya nadi dan laju pernafasan, rasa haus menjadi m

eningkat, mengalami dehidrasi ringan hingga berat, sering mengantuk,

nafsu makan menurun, lemah, letih serta nyeri ringan pada otot.

c) Fase Pemulihan

Pada saat ditahap pemulihan muncul tanda-tanda seperti berikut: kulit

nampak merah dan hangat, berkeringat karena kulit hangat, menggigil

namun ringan,kemungkinan mengalami dehidrasi.

D. Kompres Daun Dadap Serep

25
1. Pengertian

Kompres daun dadap serep merupakan tindakan menurunkan demam

dengan menempelkan gulungan daun dadap serep pada daerah dahi dan

lipatan ketiak karena daun dadap juga bersifat menyerap panas sehingga

daun ini ampuh untuk meredakan demam balita (Hidayat, 2016). Cara

menggunakannya, ambil selembar daun dadap serep lalu cuci bersih dengan

air. Gulung-gulung daun dadap hingga lembek dan lunak. Lalu tempel ke

dahi balita sebagai kompres. Jika daunnya mengering, segera ganti dengan

daun baru, begitu seterusnya hingga demam anak turun (Hidayat, 2016).

Gambar 2.3 Daun dadap serep (Hidayat, 2016)

2. Manfaat

Dadap serep memiliki berbagai manfaat yaitu sebagai antiinflamasi,

antimikroba, antipiretik dan antimalaria. Tanaman dadap serep ini yang

memiliki banyak efikasi yang telah dikenal secara obat tradisional turun

menurun digunakan oleh masyarakat karena banyak manfaat (Mugiyanto,

2018). Tanaman dadap serep juga mengandung etanol yang berefek

26
mendinginkan sehingga sering digunakan di masyarakat untuk menurunkan

demam pada anak (Nur & Saputri, 2019).

Daun dadap serep sudah terbukti memiliki efek sebagai antipiretik, hal

ini dibuktikan bersadasarkan hasil dari penelitian, bahwa kompres daun

dadap serep berpengaruh dalam menurunkan suhu tubuh anak usia sekolah

dengan demam. Daun dadap serep memiliki prinsip perpindahan panas

dengan metode konduksi. Maka dari itu daun dadap serep bisa digunakan

untuk menurunkan panas atau suhu tubuh pada anak karena daun dadap

serep memiliki kandungan etanol yang berefek mendinginkan kompres daun

dadap serep ini menggunakan prinsip konduksi. Dadap serep terbukti efektif

digunakan pada demam kategori sub febris yang memiliki suhu sekitar

37,5°C–38,5°C (Suproborini et al., 2018).

3. Mekanisme Kompres Daun Dadap Serep menurunkan Demam

Mekanisme penurunan suhu tubuh dengan menggunakan kompres

daun dadap serep ini diawali dengan bertemunya dadap serep dengan

permukaan kulit yang panas yang didalamnya terdapat pembuluh darah.

Dadap serep yang mengandung etanol ini akan memberikan efek

mendinginkan dengan metode konduksinya. Pada saat dadap serep

ditempelkan ke permukaan kulit akan terjadi konduksi panas dari

permukaan kulit akan berpindah ke dadap serep lalu dadap serep akan

menggantikannya dengan efek dingin. Saat terjadi perpindahan panas dari

dadap serep ke permukaan kulit terjadi saat itu juga penurunan suhu dari

panas menjadi dingin direspon oleh pembuluh darah disekitarnya sehingga

27
pembuluh darah tersebut akan mentransferkan perubahan suhu tersebut ke

hipotalamus kemudian hipotalamus akan secara otomatis merespon dan

menurunkan suhu tubuh kembali ke batas normal (Mugiyanto, 2018).

BAB III

28
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

A. Pengkajian

Identitas Klien

Nama : An.M

Tanggal lahir : 31 Januari 2018

Umur : 3 tahun 10 bulan

Agama : Islam

Alamat : Jalan Lumba-lumba Balikpapan

Diagnosa Medis : DHF grade I

Tanggal dikaji : 14 Desember 2021

Nama Ibu : Ny.A

Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan Ibu : SMA

1. Keluhan Utama:

Orang tua pasien mengatakan anak demam 2 hari

2. Riwayat kesehatan sekarang :

Pasien pada tanggal 12 Desember 2021 di bawa ke RS karna demam sudah

2 hari disertai badan lemas kemudian pasien dibawa ke IGD. Setelah

dilakukan pengkajian dan pemeriksaan didapatkan Suhu tubuh 38,2oC, HB=

13,5g/dl, HT=42,1%, Leukosit=2.100/mm3 Trombosit=52.000/mm3.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

29
Pasien pernah menderita batuk, pilek dan demam tetapi tidak pernah dirawat

di RS

4. Riwayat Masa Lalu :

Tidak ada riwayat reaksi alergi, tidak ada riwayat kejang sebelumnya dan

tidak pernah di rawat di rumah sakit karena suatu penyakit.

5. Riwayat Keluarga

Ibu pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga sebelumnya

6. Pemeriksaan fisik`

Keadaan Umum : Lemah

Kesadaran : Compis Mentis GCS E4M6V5

TTV : TD=110/80 mmHg,N=85x/iRR=18X/i T=38oC

Nutrisi dan Cairan : Pasien makan 3x sehari selama dirumah sakit

Pasien minum sehari kurang lebih sekitar 600ml.

Eliminasi : Selama di RS pasien sudah 2 kali BAB dan

menggunakan pampers dengan di ganti 7-8 kali

sehari

Istirahat Tidur : Pasien tidur pada jam 10 malam dan bangun

pada jam 7 pagi

Aktivitas : Selama di RS pasien lebih banyak menghabiskan

aktivitas ditempat tidur menonton youtube

7. Pemeriksaan Head to Toe

30
Kepala : Finger print ditengah frontal terhidrasi. Kulit

kepala bersih, tidak ada ketombe dan tidak ada

lesi. Penyebaran rambut merata berwarna hitam,

rambut tidak mudah patah, tidak bercabang, dan

tidak ada kelainan

Mata : Mata lengkap, simetris kanan dan kiri, kornea

mata jernih kanan dan kiri. Konjungtiva anemis

dan sklera tidak ikterik. Kelopak mata atau

palpebral tidak ada pembengkakan. Adanya

reflek cahaya pada pupil dan bentuk isokor

kanan dan kiri, iris kanan kiri berwarna hitam,

tidak ada kelainan

Hidung : Tidak ada pernafasan cuping hidung, posisi

septum nasal ditengah, lubang hidung bersih,

tidak ada secret, tulang hidung dan septum nasi

tidak ada pembengkakan dan tidak ada polip

Mulut : Keadaan mukosa bibir kering dan pucat. Tonsil

ukuran normal uvula letak simetris ditengah

Telinga : Bentuk telinga simetris kanan dan kiri. Lubang

telinga bersih, tidak ada serumen berlebih,

pendengaran berfungsi dengan baik

Leher : Kelenjar getah bening teraba, tiroid teraba,

posisi trakea letak ditengah tidak ada kelainan

31
Jantung : Pada pemeriksaan inspeksi CRT < 2 detik tidak

ada sianosis. Pada pemeriksaan palpasi iktus

kordis teraba hangat. Perkusi batas jantung :

basic jantung berada di ICS II dari lateral ke

media linea, para sterna sinistra, tidak melebar,

pinggang jantung berada di ICS III dari linea

para sterna kiri, tidak melebar, apeks jantung

berada di ICS V dari linea midclavikula sinistra,

tidak melebar.

Pemeriksaan auskultasi:

-Bunyi jantung I saat auskultasi terdengar bunyi

jantung normal dan regular,

-Bunyi jantung II : saat auskultasi terdengar bunyi

jantung normal dan regular,

Bunyi jantung tambahan : tidak ada bunyi jantung

tambahan, tidak ada kelainan.

Paru-paru : Tidak ada sesak nafas, batuk dan secret. Bentuk

dada simetris, irama nafas teratur, pola nafas

normal, tidak ada pernafasan cuping hidung, otot

bantu pernafasan, vocal permitus dan ekspansi

paru anterior dan posterior dada normal, perkusi

sonor. Auskultasi suara nafas vesikuler

Punggung : Tidak ada keluhan nyeri, tidak ada kelainan

32
Abdomen : Inspeksi : Bentuk abdomen bulat dan datar,

benjolan/ masa tidak ada pada perut, tidak

tampak bayangan pembuluh darah pada

abdomen, tidak ada luka operasi.

Auskultasi : peristaltic 20x/menit

Palpasi : tegang, tidak ada nyeri tekan, mass,

Hepar Lien tidak ada kelainan

Ginjal tidak ada nyeri tekan, tidak ada asietas.

Genetalia : Tidak ada kelainan

Ekstremitas : Pergerakan sendi bebas, tidak ada kelainan

ekstremitas, tidak ada kelainan tulang belakang,

terdapat scar BCG, pemeriksaan Rumple Leed

test + terdapat ptekie jumlah >20, kulit

kemerahan, turgor kulit baik, Terdapat bintik

merah di kedua tangan pasien

8. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium

12 Desember 2021 (MRS di IGD)

1. Leukosit : 2.100/mm3

2. Hemoglobin : 13.5 g/dl

3. Hematocrit : 42.1%

4. Trombosit : 52.000/mm3

13 Desember 2021

33
1. Leukosit : 2.800/mm3

2. Hemoglobin : 14,4 g/dl

3. Hematocrit : 43.4%

4. Trombosit : 28.000/mm3

14 Desember 2021

1. Leukosit : 12,7/mm3

2. Hemoglobin : 38 g/dl

3. Hematocrit : 43.1%

4. Trombosit : 37.000/mm3

15 Desember 2021

1. Leukosit : 5.200/mm3

2. Hemoglobin : 11,9 g/dl

3. Hematocrit : 36.6%

4. Trombosit : 49.000/mm3

16 Desember 2021

1. Leukosit : 5.500/mm3

2. Hemoglobin : 11,9 g/dl

3. Hematocrit : 35.7%

4. Trombosit: 86.000/mm3

9. Terapi Pengobatan

PCT syr 7,5 ml tiap 4 jam (k/p)

Ceftriaxone 1300 mg/24j

RL (IVFD) 26/j

34
B. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1. DS : Orang tua pasien Proses Penyakit Hipertermi
mengatakan anaknya demam
sudah 7 hari
DO :
-Kesadaran : composmentis
(GCS:E4M6V5)
-TD :110/80 mmHg
N : 85 x/menit
RR : 18 x/menit
T :38,0oC
-Akral teraba hangat

2. DS : Ibu pasien mengatakan Peningkatan Hipovolemia


anak minum kurang hanya permeabilitas kapiler
mengabiskan kurang lebih
600 ml

DO :
-Kesadaran compos mentis
-Hematocrit : 36.6 %
-Mukosa bibir kering
-Turgor kulit elastis, Adanya
ptekie
3 DS: Orang tua pasien Resiko Perdarahan
mengatakan adanya bintik dengan faktor resiko
merah di kedua tangan pasien gangguan koagulasi
trombositopenia
DO :
-Leukosit: 5.200/mm3
-Hemoglobin : 11.9 g/dl
-Hematocrit : 36.6 %
-Trombosit:49.000/mm3
4 DS : Resiko Syok dengan
-Pasien mengatakan lemas faktor resiko
-Orang tua pasien kekurangan volume
mengatakan adanya bitnik cairan
merah di kedua tangan pasien
DO :
-Terpasang infus RL
-Bibir pasien kering
-Demam 38oC

C. Diagnosa Keperawatan

35
1. Hipertermi berhubungan dengan Proses penyakit

2. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler

3. Resiko Perdarahan dengan faktor resiko Gangguan koagulasi

trombositopenia

4. Resiko syok ditandai dengan faktor resiko Kekurangan Volume Cairan

36
D. Intervensi

Tgl/ Dx. Keperawatan


SLKI SIKI
Jam SDKI
14-12- Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermi
2021 dengan Proses infeksi keperawatan 3 x 24 jam 1.1 Monitor suhu tubuh
Virus Dengue diharapkan hipertermi 1.2 Sediakan lingkungan yang dingin
membaik. 1.3 Longgarkan atau lepaskan
Kriteria Hasil : pakaian
Termoregulasi 1.4 Berikan cairan oral
1. Kulit merah dari skala 1.5 Ganti linen setiap hari atau lebih
(3) ke skala (4) sering jika mengalami
2. Pucat dari skala (3) ke hiperhidosis (Keringat
skala (4) berlebihan).
3. Suhu tubuh (3) ke 1.6 Lakukan pendinginan eksternal
skala (4) Kompres Daun Dadap
Dengan Skala Indikator :
1. Memburuk
2. Cukup Memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik
14-12- Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen hypovolemia
2021 berhubungan dengan keperawatan 3 x 24 jam 2.1 Periksa tanda dan gejala
diharapkan hipovolemia hipovolemik ( tekanan darah
dengan peningkatan terpenuhi. menurun, membrane mukosa
permeabilitas kapiler Kriteria Hasil : kering, hematocrit meningkat )
1. Turgor kulit dari skala 2.2 Monitor intake dan output cairan
(3) ke skala (4) Terapeutik
2. Perasaan lemah dari 2.3 Anjurkan memperbanyak asupan
skala (3) ke skala (4) cairan oral
3. Keluhan haus dari 2.4 Anjurkan menghindari perubahan
skala (3) ke skala (4) posisi mendadak
4. Tekanan darah dari 2.5 Kolaborasi pemberian cairan IV
skala (3) ke skala (4) isotonis ( misalnya : NaCl, RL )
5. Cairan membaik dari
skala (3) ke skala (4)

Dengan Skala Indikator :


1. Memburuk
2. Cukup Memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik

14-12- Resiko Perdarahan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Perdarahan


2021 berhubungan dengan keperawatan 3 x 24 jam 3.1 Monitor tanda dan gejala
Gangguan koagulasi diharapkan tingkat perdarahan
trombositopeni perdarahan menurun . 3.2 Monitor nilai hematocrit /
Kriteria Hasil : hemoglobin sebelum dan sesudah

37
Tgl/ Dx. Keperawatan
SLKI SIKI
Jam SDKI
Tingkat Perdarahan kehilangan darah
1. Kelembapan membran 3.3 Jelaskan tanda dan gejala
mukosa dari skala (3) perdarahan
ke skala (4) 3.4 Anjurkan menggunakan kaus
2. Suhu tubuh meningkat kaki saat ambulasi
dari skala (3) ke skala 3.5 Anjurkan meningkatkan asupan
(3) untuk menghindari konstipasi
3. Trombosit membaik 3.6 Anjurkan meningkatkan asupan
dari skala (3) ke skala makanan dan vitamin K
(3) 3.7 Anjurkan segera melapor jika
Dengan Skala Indikator : terjadi perdarahan
1. Memburuk
2. Cukup Memburuk
3. Sedang
4. Cukup Membaik
5. Membaik

14-12- Resiko syok ditandai Setelah dilakukan tindakan Edukasi Dehidrasi


2021 dengan Kekurangan keperawatan 3 x 24 jam 4.1 identifikasi kemampuan pasien
Volume Cairan diharapkan perfusi dan keluarga menerima informasi
membaik 4.2 jelaskan tanda dan gejala
Kriteria Hasil : dehidrasi
1. perfusi jaringan perifer 4.3 anjurkan tidak minum hanya
membaik dari skala (3) ke pada saat haus saja
skala (4) 4.4 anjurkan memperbanyak minum
2. status cairan membaik 4.5 anjurkan memperbanyak makan
dari skala (3) ke skala (4) buah yang
3. status sirkulasi membaik 4.6 banyak mengandung air ( seperti
dari skala (3) ke skala (4) semngka dan papaya)
4.7 ajarkan cara menilai status cairan
Dengan Skala Indikator : )
1. Memburuk
2. Cukup Memburuk
3. Sedang
4. Cukup Membaik
5. Membaik

38
D. Intervensi Inovasi SOP Pemberian Kompres Daun Dadap (Hidayah, 2019)

NO ASPEK YANG DINILAI Ya Tdk Ket.

Pengkajian
1 Kaji frekuensi pernapasan dan saturasi oksigen klien
2 Diagnosa keperawatan yang sesuai:
 Pola napas tidak efektif
Fase pre interaksi
3 Mencuci tangan
4 Mempersiapkan alat
 Kursi
 Daun Dadap Serep
Fase Orientasi
5 Memberi salam dan menyapa nama klien
6 Memperkenalkan diri
7 Melakukan kontrak
8 Menjelaskan Tujuan dan Prosedur pelaksanaan
9 Menanyakan kesediaan klien untuk dilakukan tindakan
10 Mendekatkan alat-alat
  Fase Kerja
11 Membaca basmalah

12 Kemudian daun dadap serep di gulung hingga rapi


13 Tempelkan diarea dahi hindari area mata, serta tempelkan pula
pada daerah lipatan
14 Diberikan 2-3x sehari selama 30menit secara berturut selama 3
hari.
15 Ukur suhu tubuh sesudah Setelah tindakan.
Fase Terminasi
19 Membaca hamdalah
20 Merapikan klien dan memberikan posisi yang nyaman
21 Mengevaluasi respon klien
22 Memberi reinforcement positif
23 Membuat kontrak pertemuan selanjutnya

39
24 Mengakhiri pertemuan dengan baik: bersama klien membaca
doa

Artinya (Ya Allah. Tuhan segala manusia, hilangkan segala


klienannya, angkat penyakitnya, sembuhkan lah ia, engkau
maha penyembuh, tiada yang menyembuhkan selain engkau,
sembuhkanlah dengan kesembuhan yang tidak meninggalkan
sakit lagi) dan berpamitan dengan mengucap salam pada
pasien.
25 Mencuci tangan
26 Mendokumentasikan kegiatan pada lembar catatan
keperawatan
Evaluasi
27 Evaluasi perasaan klien

28 Evaluasi toleransi terhadap tindakan


29 Evaluasi respon setelah dilakukan kompres daun dadap serep
Dokumentasi
30 Catat tindakan yang telah dilakukan

31 Waktu dan tanggal tindakan


32 Nama pasien dan usia

40
E. Implementasi

Tgl Implementasi Evaluasi Paraf


14/12/2021 1.1 Memonitor Suhu Tubuh S: Pasien masih sering
rewl
O: T: 38,0oC

1.4 Memberikan minum pada S: Pasien merasa haus


pasien O: Pasien minum
melalui sedotan

1.5 Mengganti linen setiap hari S: Pasien mengeluh


panas
O: Sprei dan baju sudah
harus di ganti

1.6 Melakukan pendinginan S: Pasien merasa lebih


dengan kompres daun dadap nyaman
O: T: 38,0oC

2.1 Memeriksa tanda-tanda S: Pasien tidak rewel


hipovolemik O: TD :110/80 mmHg,
N : 85 x/menit, RR : 18
x/menit, T :38,0oC

2.2 Memperbanyak asupan cairan S: Pasien mengatakan


oral ingin minum
O: Minum air sedikit

2.5 Memberikan cairan Infus S: Keluarga pasien


mengatakan infus habis
O: : Cairan RL 26 tpm

3.1 Memonitor tanda perdarahan S: Keluarga pasien


mengatakan bintik
merah mulai muncul
O: Rumpled leed

3.3 Menjelaskan tanda dan gejala S: Keluarga pasien


perdarahan mengatakan tidak ada
perdarahan
O: Tidak ada perdarahan

41
4.1 Identifikasi keluarga S: Keluarga pasien dapat
menerima informasi menerima informasi
baru
O: keluarga mulai
paham

4.3 Menganrkan pasien untuk S: Keluarga Pasien


minum mengatakan hanya
minum sedikit
O: pasien minum sedikit

15/12/2021 1.1 Memonitor Suhu Tubuh S: Pasien masih sering


rewl
O: T: 38,0oC

1.4 Memberikan minum pada S: Pasien merasa haus


pasien O: Pasien minum
melalui sedotan

1.5 Mengganti linen setiap hari S: Pasien mengeluh


panas
O: Sprei dan baju sudah
harus di ganti

1.6 Melakukan pendinginan S: Pasien merasa lebih


dengan kompres daun dadap nyaman
O: T: 37,5oC

2.1 Memeriksa tanda-tanda S: Pasien tidak rewel


hipovolemik O: TD :110/80 mmHg,
N : 85 x/menit, RR : 18
x/menit, T :37,5oC

2.2 Memperbanyak asupan cairan S: Pasien mengatakan


oral ingin minum
O: Minum air sedikit

2.5 Memberikan cairan Infus S: Keluarga pasien


mengatakan infus habis
O: : Cairan RL 26 tpm

3.1 Memonitor tanda perdarahan S: Keluarga pasien


mengatakan bintik
merah mulai muncul
O: Rumpled leed

3.3 Menjelaskan tanda dan gejala S: Keluarga pasien

42
perdarahan mengatakan tidak ada
perdarahan
O: Tidak ada perdarahan

4.1 Identifikasi keluarga S: Keluarga pasien dapat


menerima informasi menerima informasi
baru
O: keluarga mulai
paham

4.3 Menganrkan pasien untuk S: Keluarga Pasien


minum mengatakan hanya
minum sedikit
O: pasien minum sedikit
16/12/2021 1.1 Memonitor Suhu Tubuh S: Pasien masih sering
rewl
O: T: 37,0oC

1.4 Memberikan minum pada S: Pasien merasa haus


pasien O: Pasien minum
melalui sedotan

1.5 Mengganti linen setiap hari S: Pasien mengeluh


panas
O: Sprei dan baju sudah
harus di ganti

1.6 Melakukan pendinginan S: Pasien merasa lebih


dengan kompres daun dadap nyaman
O: T: 36,7oC

2.1 Memeriksa tanda-tanda S: Pasien tidak rewel


hipovolemik O: TD :110/80 mmHg,
N : 85 x/menit, RR : 18
x/menit, T :37,5oC

2.2 Memperbanyak asupan cairan S: Pasien mengatakan


oral ingin minum
O: Minum air sedikit

2.5 Memberikan cairan Infus S: Keluarga pasien


mengatakan infus habis
O: : Cairan RL 26 tpm

43
3.1 Memonitor tanda perdarahan S: Keluarga pasien
mengatakan bintik
merah mulai muncul
O: Rumpled leed

3.3 Menjelaskan tanda dan gejala S: Keluarga pasien


perdarahan mengatakan tidak ada
perdarahan
O: Tidak ada perdarahan

S: Keluarga pasien dapat


4.1 Identifikasi keluarga menerima informasi
menerima informasi baru
Evaluasi: kelurga pasien bisa O: keluarga mulai
menerima informasi baru paham

4.3 Menganrkan pasien untuk S: Keluarga Pasien


minum mengatakan hanya
Evaluasi: Hanya minum sedikit minum sedikit
O: pasien minum sedikit

44
F. Evaluasi

Tanggal DX SOAP Paraf

14/12/2021 I S: Orang tua pasien mengatakan anaknya


demam sudah 4 hari
O:
- Kesadaran : composmentis (GCS:E4M6V5)
- TD :110/80 mmHg
N : 85 x/menit
RR : 18 x/menit
T :38,0oC
- Akral teraba hangat
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
1.1 Monitor suhu tubuh
1.2 Sediakan lingkungan yang dingin
1.3 Longgarkan atau lepaskan pakaian
1.4 Berikan cairan oral
1.5 Ganti linen setiap hari atau lebih sering
jika mengalami hiperhidosis (Keringat
berlebihan).
1.6 Lakukan pendinginan eksternal
Kompres Daun Dadap
II S : Ibu pasien mengatakan anak minum kurang
hanya mengabiskan kurang lebih 600 ml
O : -Kesadaran compos mentis
-Hematocrit : 36.6 %
-Mukosa bibir kering
-Turgor kulit elastis, Adanya ptekie
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
2.1 Periksa tanda dan gejala hipovolemik
( tekanan darah menurun, membrane
mukosa kering, hematocrit meningkat )
2.2 Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
2.3 Anjurkan memperbanyak asupan cairan
oral\
2.4 Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak
2.5 Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis ( misalnya : NaCl, RL )
III S: Orang tua pasien mengatakan adanya bintik
merah di kedua tangan pasien
O:
-Leukosit: 12,7/mm3
-Hemoglobin : 11,9 g/dl
-Hematocrit : 43,1 %
-Trombosit:37.000 /mm3
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi

45
3.1 Monitor tanda dan gejala perdarahan
3.2 Monitor nilai hematocrit / hemoglobin
sebelum dan sesudah kehilangan darah
3.3 Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
3.4 Anjurkan menggunakan kaus kaki saat
ambulasi
3.5 Anjurkan meningkatkan asupan untuk
menghindari konstipasi
3.6 Anjurkan meningkatkan asupan makanan
dan vitamin K
3.7 Anjurkan segera melapor jika terjadi
perdarahan
IV S:
-Pasien mengatakan lemas
-Orang tua pasien mengatakan adanya bitnik
merah di kedua tangan pasien
O:
-Terpasang infus RL
-Bibir pasien kering
-Demam 38oC
A: Masalah belum teratasi
4.1 identifikasi kemampuan pasien dan
keluarga menerima informasi
4.2 jelaskan tanda dan gejala dehidrasi
4.3 anjurkan tidak minum hanya pada saat
haus saja
4.4 anjurkan memperbanyak minum
4.5 anjurkan memperbanyak makan buah
yang
4.6 banyak mengandung air ( seperti
semngka dan papaya)
4.7 ajarkan cara menilai status cairan )
15/12/2021 I S : Orang tua pasien mengatakan demamnya
menurun
O:
Kesadaran : -composmentis (GCS:E4M6V5)
-TD :110/80 mmHg
N : 85 x/menit
RR : 18 x/menit
T :37,5oC
-Akral teraba hangat
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
1.1 Monitor suhu tubuh
1.2 Sediakan lingkungan yang dingin
1.3 Longgarkan atau lepaskan pakaian
1.4 Berikan cairan oral
1.5 Ganti linen setiap hari atau lebih sering
jika mengalami hiperhidosis (Keringat
berlebihan).
1.6 Lakukan pendinginan eksternal Kompres
Daun Dadap
II S : Ibu pasien mengatakan anak minum kurang
hanya mengabiskan kurang lebih 600 ml
O : -Kesadaran compos mentis

46
-Hematocrit : 36.6 %
-Mukosa bibir kering
-Turgor kulit elastis, Adanya ptekie
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
2.1 Periksa tanda dan gejala hipovolemik
( tekanan darah menurun, membrane
mukosa kering, hematocrit meningkat )
2.2 Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
2.3 Anjurkan memperbanyak asupan cairan
oral
2.4 Anjurkan menghindari perubahan posisi
mendadak
2.5 Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (
misalnya : NaCl, RL )
III S: Orang tua pasien mengatakan adanya bintik
merah di kedua tangan pasien
O:
-Leukosit: 5.200/mm3
-Hemoglobin : 11.9 g/dl
-Hematocrit : 36.6 %
-Trombosit:49.000/mm3
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
3.1 Monitor tanda dan gejala perdarahan
3.2 Monitor nilai hematocrit / hemoglobin
sebelum dan sesudah kehilangan darah
3.3 Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
3.4 Anjurkan menggunakan kaus kaki saat
ambulasi
3.5 Anjurkan meningkatkan asupan untuk
menghindari konstipasi
3.6 Anjurkan meningkatkan asupan makanan
dan vitamin K
3.7 Anjurkan segera melapor jika terjadi
perdarahan
IV S:
-Pasien mengatakan lemas
-Orang tua pasien mengatakan adanya bitnik
merah di kedua tangan pasien
O:
-Terpasang infus RL
- Bibir pasien kering
-Demam 38oC
A: Masalah belum teratasi
4.1 identifikasi kemampuan pasien dan
keluarga menerima informasi
4.2 jelaskan tanda dan gejala dehidrasi
4.3 anjurkan tidak minum hanya pada saat
haus saja
4.4 anjurkan memperbanyak minum
4.5 anjurkan memperbanyak makan buah
yang

47
4.6 banyak mengandung air ( seperti
semngka dan papaya)
4.7 ajarkan cara menilai status cairan )
16/12/2021 I S : Orang tua pasien mengatakan demam
anaknya menurun
O:
Kesadaran : composmentis (GCS:E4M6V5)
-TD :110/80 mmHg
-N : 85 x/menit
-RR : 18 x/menit
-T :36,7oC
-Akral teraba hangat
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
1.1 Monitor suhu tubuh
1.2 Sediakan lingkungan yang dingin
1.3 Longgarkan atau lepaskan pakaian
1.4 Berikan cairan oral
1.5 Ganti linen setiap hari atau lebih sering
jika mengalami hiperhidosis (Keringat
berlebihan).
1.6 Lakukan pendinginan eksternal Kompres
Daun Dadap
II S : Ibu pasien mengatakan anak minum kurang
hanya mengabiskan kurang lebih 600 ml
O : -Kesadaran compos mentis
-Hematocrit : 35,7 %
-Mukosa bibir kering
-Turgor kulit elastis, Adanya ptekie
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
2.1 Periksa tanda dan gejala hipovolemik
( tekanan darah menurun, membrane
mukosa kering, hematocrit meningkat )
2.2 Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
2.3 Anjurkan memperbanyak asupan cairan
oral
2.4 Anjurkan menghindari perubahan posisi
mendadak
2.5 Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (
misalnya : NaCl, RL )
III S: Orang tua pasien mengatakan adanya bintik
merah di kedua tangan pasien
O:
Leukosit: 5.500/mm3
Hemoglobin : 11.9 g/dl
Hematocrit : 35,7 %
Trombosit:86.000/mm3
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
3.1 Monitor tanda dan gejala perdarahan
3.2 Monitor nilai hematocrit / hemoglobin
sebelum dan sesudah kehilangan darah

48
3.3 Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
3.4 Anjurkan menggunakan kaus kaki saat
ambulasi
3.5 Anjurkan meningkatkan asupan untuk
menghindari konstipasi
3.6 Anjurkan meningkatkan asupan makanan
dan vitamin K
3.7 Anjurkan segera melapor jika terjadi
perdarahan
IV S:
-Pasien mengatakan lemas
-Orang tua pasien mengatakan adanya bitnik
merah di kedua tangan pasien
O:
-Terpasang infus RL
-Bibir pasien kering
-Demam 36,7oC
A: Masalah belum teratasi
4.1 identifikasi kemampuan pasien dan
keluarga menerima informasi
4.2 jelaskan tanda dan gejala dehidrasi
4.3 anjurkan tidak minum hanya pada saat
haus saja
4.4 anjurkan memperbanyak minum
4.5 anjurkan memperbanyak makan buah
yang
4.6 banyak mengandung air ( seperti
semngka dan papaya)
4.7 ajarkan cara menilai status cairan )

49
BAB IV

ANALISA SITUASI

A. Analisa Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait dan Konsep Kasus

Terkait

Pada pasien dari hasil pengkajian data didapatkan masalah keperawatan

yang muncul adalah hipertermi berhubungan dengan proses penyakit,

hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, resiko

perdarahan dengan faktor resiko gangguan koagulasi trombositopenia, resiko

syok ditandai dengan faktor resiko kekurangan volume cairan. Masalah-

masalah keperawatan tersebut akan didiskusikan lebih lanjut pada pembahasan

di bawah ini:

1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

Pada pasien penegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan SDKI

(2017) untuk penegakan diagnosa hipertemia yaitu hipertermia berhubungan

dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh diatas normal.

Berdasarkan SDKI (2017) terdapat gejala dan tanda mayor 80-100% untuk

validasi diagnosis dan terdapat tanda minor : tanda dan gejala tidak harus

ditemukan, namun jika ditemukan dapat mendukung penegakan diagnose

adapun gejala dan tanda mayor subjektif (tidak tersedia) dan data objektif :

suhu tubuh diatas nilai normal. Sedangkan gejala dan tanda minor subjektif

50
(tidak tersedia) dan data objektif : kulit merah, kejang, takikardi, takipnea,

dan kulit terasa hangat.

Hipertermi pada DHF terjadi saat Arbovirus masuk melalui gigitan

nyamuk aedes aegypti pada tubuh manusia yang beredar dalam aliran darah

sehingga terjadi infeksi virus dengue (viremia) yang menyebabkan

pengaktifan sistem komplemen (zat anafilatoksin) yang membentuk dan

melepaskan zat C3a, C5a dan merangsang PGE2 (prostagelandin 2) yang

selanjutnya akan meningkatkan seting point suhu di hipotalamus.

Hal ini sesuai dengan keseuaian konsep teori asuhan keperawatan anak

DHF tentang adanya diagnosa keperawatan hipertermi berhubungan dengan

proses penyakit. Kenaikan suhu ini akan menyebabkan perbedaan antara

suhu seting point dengan suhu tubuh, dimana suhu seting point lebih tinggi

dari pada suhu tubuh. Untuk menyamakan perbedaan ini, suhu tubuh akan

meningkat sehingga akan terjadi hipertermia (Nurarif & Kusuma, 2015).

Hipertermia menyebabkan permeabilitas membran meningkat.

Meningkatnya permeabilitas membran menyebabkan cairan dari

intravaskuler berpindah ke ektravaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma.

Kebocoran plasma akan mengakibatkan berkurangnya volume plasma

sehingga terjadi hipotensi dan kemungkinan akan berakibat terjadinya syok

hipovolemik

2. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler

Pada pasien penegakkan diagnosa keperawatan Hipovolemia berhubungan

dengan peningkatan permeabilitas kapiler dengan Analisa data yang muncul

51
yaitu klien kurang dalam minum sehari kurang lebih sekitar 600ml, kesadaran

composmentis, hematocrit 36,6% (Normal: 35.0%-45.0%), mukosa bibir

kering, turgor kulit elastis, TD: 110/80mmHg, N:85x/menit (Normal:

70/120x/menit), RR: 18X/menit (Normal: 12-20x/menit), Suhu: 38oC (Normal:

36,5-37,5).

Hipovolemia merupakan suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan

ekstraseluler (CES), dan dapat terjadi karena kehilangan cairan melalui kulit,

ginjal, gastrointestinal, perdarahan sehingga menimbulkan syok hypovolemia

(Tarwoto & Wartonah, 2015). Hipovolemia merupakan penurunan volume

cairan intravaskular, interstisial, dan/ atau intraselular ditandai dengan

frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan

nadi menyempit, turgor kulit menurun, volume urine menurun, membrane

mukosa kering, dan hematokrit meningkat (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

Demam berdarah dengue merupakan penyakit menular yang disebabkan

oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti

(Nursalam, Susilaningrum, & Utami, 2013). Demam berdarah dangue adalah

penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis

demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,

limfodenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik (Nurarif & Kusuma,

2015).

Kesesuaian dengan konsep teori asuhan keperawatan anak DHF tentang

masalah keperawatan hipovolemia pada anak DHF merupakan suatu masalah

keperawatan yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui

52
gigitan nyamuk Aedes aegypti sehingga menyebabkan penurunan volume

cairanintravaskular, interstisial, dan/ atau intraselular yang ditandai dengan

trombositopenia, distesis hemoragik, frekuensi nadi meningkat dan nadi teraba

3. Resiko Perdarahan dengan faktor resiko Gangguan koagulasi trombositopenia

Pada pasein dengan masalah keperawatan pendarahan berhubungan

dengan gangguan koagulasi ditandai dengan trombositopeni dengan analisa

data yang muncul yaitu penurunan trombosit menjadi 49.000mm3

(Normal:150.000 mm3 - 450.000 mm3) dan terdapat bintik merah dikedua

tangan pasien. Berdasarkan SDKI (2017) pada klien 1 dengan factor risiko

gangguan koagulasi (trombositopenia) didapatkan data pada klien 1 mengalami

penurunan trombosit menjadi 49.000mm3 (Normal:150.000 mm3 - 450.000

mm3).

Menurut WHO (2016) Penderita DHF divonis mengalami perdarahan

manakala kadar trombosit dalam tubuh kurang dari angka 100.000, sedangkan

hematokritnya meningkat sebesar 20% atau lebih dan mengalami perubahan

pada sifat dinding pembuluh darahnya yaitu jadi mudah ditembus cairan

(plasma) darah. Perembesan ini terjadi sebagai akibat reaksi imunologis antar

virus dan sistem pertahanan tubuh. Perembesan plasma yang terus-menerus

menyebabkan penurunan jmlah trombosit dalam darah. Trombosit adalah

komponen darah yang berfungsi dalam proses penggumpalan darah jika

pembuluh kapiler pecah. Penurunan trombosit terjadi di hari keempat sampai

kelima setelah gejala DHF muncul dan berlangsung selama 3-7 hari. Risiko

53
perdarahan adalah beresiko mengalami kehilangan darah baik internal (terjadi

di dalam tubuh) maupun eksternal (terjadi hingga keluar tubuh) (SDKI, 2017).

Virus dengue yang telah masuk ke tubuh penderita akan menimbulkan

viremia. Viremia memicu pengatur suhu di hipotalamus untuk melepaskan zat

bradikinin, serotinin, trombin, histamin hingga peningkatan suhu. Selain itu

viremia menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang membuat

perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke interstitial sehingga

muncullah hipovolemia. Penurunan trombosit terjadi akibat dari turunnya

produksi trombosit akibat dari antibody melawan virus (Murwani, 2011).

Kesesuaian konsep teori masalah keperawatan Resiko Perdarahan dengan

faktor resiko Gangguan koagulasi trombositopenia dengan kasus ini karena

Trombositopenia merupakan peningkatan destruksi trombosit yang dari kondisi

ini tidak diketahui, namun diduga ada beberapa factor pemicunya seperti

adanya virus dengue, komponen aktif sistem komplemen, serta kerusakan sel

endotel. Penyebab utama perdarahan pada DBD yaitu Trombositopenia,

gangguan fungsi trombosit serta kelainan system koagulasi (Ngastiyah, 2014).

4. Resiko syok ditandai dengan faktor resiko Kekurangan Volume Cairan

Pada pasien Resiko syok hypovolemia ditandai dengan kekurangan

volume cairan dengan Analisa data terdapat ptekie pada kedua tangan klien,

klien mengeluh badannya lemas, dan klien kurang minum sehari minum

kurang lebih 600ml. Risiko syok merupakan suatu kondisi dimana berisiko

untuk mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, yang dapat

mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa (SDKI, 2017).

54
Risiko syok dapat terjadi akibat aktivitas C3 dan C5 akan dilepaskan C3a

dan C5a, 2 peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan

mediator kuat yang menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler

atau vaskuler sehingga cairan dari intravaskuler keluar ke ekstravaskuler atau

terjadinya perembesaran plasma akibat pembesaran plasma terjadi

pengurangan volume plasma yang menyebabkan risiko hipovolemia

(Ngastiyah, 2014). Risiko syok adalah berisiko mengalami ketidakcukupan

aliran darah ke jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler

yang mengancam jiwa (SDKI, 2017).

Kesesuaian dengan konsep teori pada kasus ini dengan masalah

keperawatan Resiko syok ditandai dengan faktor resiko Kekurangan Volume

Cairan karena pada penderita DBD terdapat kerusakan yang umum pada sistem

vaskuler yang mengakibatkan terjadinya penngkatan permeabilitas dinding

pembuluh darah. Plsma dapat menembus dindingvaskuler selama pross

perjalanan penyakit, dari mulai demam hingga klieen mengalami renjatan

berat. Volume plasma dapat menurun hingga 30%. Hal ini lah yang dapat

mengakibatkan seseorang mengalami kegagalan sirkulasi. Adanya kebcoran

plasma ini jika tidak segera di tangani dapat menyebabkn hipokisia jaringan,

asidosis metabolic yang pada akhirny dapat berakibat fatal yaitu kematian.

Virmia juga menimbulkan agresi trombosit dalam darah sehingga

menyebabkan trombositopeni yang berpengaruh pada proses pembekuan 15

darah. Pubahan fungsioner pembuluh darah akibat kebocoran plasma yng

berakhir pada perdarahan, baik pada jaringan kulit maupun saluran cerna

55
biasanya menimbulkn tanda seprti munculnya prpura, ptekie, hematemesis,

atapun melena

B. Analisa Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait

Pada intervensi inovasi penulis melakukan untuk mengatasi masalah

keperawatan hipertermi. Intervensi inovasi ini berupa teknik kompres ramuan

daun dadap serep, intervensi ini dilakukan pada tanggal 14 sampai 16

Desember 2021. Terapi intervensi diberikan sehari sekali selama 5 menit

dengan tidak diberikan obat sebelumnya dengan capaian suhu mencapai

normal yaitu 36,7oC

Tabel 4.1 Hasil Observasi

Hari/Tanggal Suhu
14-12-2021 38,0oC
15-12-2021 37,5oC
16-12-2021 36,7oC

Hasil ini sesuai dengan penelitian Hidayah (2019) Efektivitas

Pemberian Ramuan Kompres Dadap Serep Terhadap Penurunan Suhu

Tubuh Anak dengan p value 0.001 (<0.05) yang berarti daun dadap serep

efektif menurunkan demam .

Penanganan demam hipertermi pada anak bisa dilakukan dengan

obat non-farmakologi. Salah satu tanaman obat termasuk obat tradisional

berkhasiat yang mempunyai efek samping yang relative lebih kecil

dibandingkan dengan obat kimia (Rifatul, 2019). Upaya non-farmakologi

yang bisa dilakukan dengan mengenakan pakaian tipis, istirahat total,

perbanyak minum air putih, mandi dengan air hangat, pemberian kompres

56
dan upaya secara farmakologi atau pemberian obat penurun panas (Aden,

2015). Oleh karena itu penggunaan obat-obatan tradisional turun menurun

dan masih dilakukan dikalangan masyarakat yaitu pemberian kompres

ramuan daun dadap serep yang dapat menurunkan suhu tubuh anak pada

demam.Ramuandaun dadap serep mempunyai khasiat sebagai antipiretik

dan inflamasi, salah-satunya dapat digunakan mengobati demam

(Revisika, 2011). Penulis berpendapat bahwa tindakan yang lakukan dapat

meminimalkan penggunaan obat farmakologis.

Hal ini tindakan yang ditawarkan dengan terapi nonfarmakologi

pemberian kompres ramuan daun dadap serep. Karena terdapat kandungan

dari daun dadap bermanfaat antiinflamasi, antimikroba, antipiretik dan

antimalaria.Tanaman dadap serep (Erythrina Lithosperma Miq) ini yang

memiliki banyak efikasi yang telah dikenal secara obat tradisional turun

menurun digunakan oleh masyaraka karena banyak manfaat dan berfungsi

sebagai pendingin. Tanaman ini sebagai ramuan yang dicampur dengan

adas karena mempunyai kandungan sebagai bahan memperbaiki rasa dan

mengharumkan secara empiris dapat digunakan untuk jamuan atau bahan

campuran,ramuan dicampur kembali dengan kapur sirih sebagai pengikat

dan pengeras untuk mempertahankan tekstur sekaligus untuk

menghilangkan rasa gatal (Ayustaningawrno, 2012).

Menurut asumsi penulis kompres daun dadap efektif sekali untuk

menurunkan demam pada anak post imunisasi karena kandungannya yang

57
sangat bermanfaat, selain itu efek samping yang sangat minimal pada

anak.

C. Alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan

Alternatif pemecahan masalah hipertermia adalah dengan memberikan

pengetahuan tentang pengelolaan hipertermia yang baik, secara farmakologi

maupun non farmakologi. Tenaga kesehatan khususya perawat yang

memberikan asuhan keperawatan pada pasien hipertermia diharapkan

memberikan asuhan keperawatan pada pasien tidak selalu hanya beraspek

farmakologi, tetapi juga non farmakologi seperti terapi kompres Daun

Dadap. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya saling mendukung dan

kombinasi penatalaksanaan antara kegiatan mandiri perawat dan advis

pengobatan medis, sehingga pengetahuan, penatalaksanaan, kepatuhan

pasien dan keluarga tentang manajemen pengelolaan hipertermia di rumah

akan mempengaruhi nilai normal suhu tubuh klien.

Untuk alternatif lain selain kompres Daun Dadap adalah kompres

cuka apel. Kompres cuka apel adalah suatu cara untuk menurunkan suhu

tubuh pada klien demam dengan cara meningkatkan kehilangan panas tubuh

dengan cara konduksi dan evaporasi. Kompres cuka apel ini mengandung

asam asetat dan pektin ini menghasilkan prostagladin dimana merangsang

hipotalamus sehingga meningkatkan set poin termoregulasi tubuh sehingga

mencegah peningkatan suhu tubuh dimana thermostat menurunkan demam.

Cara penggunaan kompres cuka yaitu sediakan waskom berisi cuka apel,

basahi waslap dengan cuka apel, kemudian buka baju klien dan letakan

58
waslap yang sudah diberi cuka apel di aksila dan bawah lutut selama 30-60

menit.

BAB V

PENUTUP

Pada bab ini, peneliti akan mengemukakan kesimpulan dari hasil

pembahasan serta memberikan saran kepada beberapa pihak agar dapat dijadikan

acuan untuk perkembangan keilmuan khususnya di bidang keperawatan.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil intervensi dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Kasus kelolaan pasien An.M dengan diagnosa medis DHF yaitu orang tua

klien mengeluh anaknya demam, adanya ptekie, mukosa kering, adanya

trombositopenia, Temp: 38oC, belum terjadi perdarahan, Ibu pasien

mengatakan anak minum kurang hanya mengabiskan kurang lebih 600

ml.

2. Pada saat pengkajian didapatkan diagnosa keperawatan yaitu 1.

Hipertermi berhubungan dengan Proses infeksi Virus Dengue,

Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler,

Resiko Perdarahan ditandai dengan Gangguan koagulasi trombositopenia

dan Resiko syok ditandai dengan Kekurangan Volume Cairan

3. Intervensi inovasi yang diberikan adalah Tindakan kompres daun dadap

sarap, terjadi penurunan suhu dari hari pertama tanggal 14 desember

2021 suhu: 38oC, 15 Desember 2021 suhu: 37,5oC dan 16 Desember

59
2021 suhu: 36,7oC. Ini membuktikan bahwa Teknik kompres daun dadap

sarap efektif dalam menurunkan suhu anak.

B. Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat mensosialisasikan alternatif ini berupa eksperimen

keperawatan pemberian teknik kompres daun dadap serep ini sehingga

masyarakat bisa melakukan penanganan demam penderita DHF

2. Bagi Profesi Keperawatan

Diharapkan terapi intervensi inovasi ini dapat digunakan di ruangan

klinis sebagai salah satu terapi menurunkan demam terutama pada pasen

anak DHF

3. Bagi Pasien dan Keluarga

Dapat mengaplikasikan cara pemberian teknik kompres daun dadap serep

ini dalam kesehariannya untuk mengurangi demam pada penderita DHF

4. Bagi Penulis

Diharapkan meningkatkan kemampuan penulis dan dapat

mengaplikasikan ilmu pengetahuan tentang bagaimana penanganan

pasien hipertermi pada anak DHF dengan terapi inovasi kompres daun

dadap serep.

60
DAFTAR PUSTAKA

Ali. 2016. Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Arief, 2015. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penebar Swadaya.


http://www.mikirbae.com/2015/06/jenis-jenis-tanaman-obat.

Asri, Khanitta Nuntaboot, and Pipit Festi Wiliyanarti. 2017. “Community Social
Capital on Fi Ghting Dengue Fever in Suburban Surabaya , Indonesia : A
Qualitative Study.” International Journal of Nursing Sciences 4(4): 374–
77.

Candra, Aryu. 2017. “Dengue Hemorrhagic Fever : Epidemiology , Pathogenesis ,


and Its Transmission Risk Factors.” 2(2): 110–19.

Dinas Kesehatan Kalimantan Timur. 2019. Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan


Timur. Kalimantan Timur.

Dinkes Kota Samarinda. 2019. Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur.


Samarinda.

Dinkes Provinsi Kalimantan Timur. 2018. Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan


Timur. Kalimantan Timur.

Syaifuddin, 2016. ANATOMI FISIOLOGI. Jakarta.

Erdin. 2018. Pathway Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Harmawan. 2018. Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Jing & Ming. 2019. “Dengue Epidemiology.” Global Health Journal 3(2): 37–45.
https://doi.org/10.1016/j.glohj.2019.06.002.

Kemenkes RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta


.
Kemenkes RI. 2019. Laporan Nasional Dinas Kesehatan. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2016. Info Datin. Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2018. Profil Anak Indonesia. Jakarta: Pemberdayaan,


Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).

Mendiri N. K. & Prayogi, A. S. 2016. Asuhan Keperawatan Anak & Bayi Resiko
Tinggi. Yogyakarta: PT Pustaka Baru.

61
Murwani. 2018. Patofisiologi Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Amin Huda Nurarif & Kusuma, Hardhi. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC (Edisi Revisi).
MediAction.

Pangaribuan, Anggy. 2017. “Faktor Prognosis Kematian Sindrom Syok Dengue.”


15(5).

Pare, Guillaume et al. 2020. “Genetic Risk for Dengue Hemorrhagic Fever and
Dengue Fever in Multiple Ancestries.” EBioMedicine 51: 102584.
https://doi.org/10.1016/j.ebiom.2019.11.045.

Rampengan. 2017. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever.

SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta.

Tedi Mulyadi. 2015. Komponen Sistem Peredaran Darah. Jakarta.

Wang, Wen-hung et al. 2019. “International Journal of Infectious Diseases A


Clinical and Epidemiological Survey of the Largest Dengue Outbreak in
Southern Taiwan in 2015.” International Journal of Infectious Diseases 88:
88–99. https://doi.org/10.1016/j.ijid.2019.09.007.

WHO. 2016. Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever
.
WHO. 2018. Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta.

Widyorini, Prasti, Kintan Arifa Shafrin, Nur Endah Wahyuningsih, and Retno
Murwani. 2017. “Dengue Hemorrhagic Fever ( DHF ) Incidence Is Related
to Air Temperature , Rainfall and Humidity of the Climate in Semarang
City , Central Java , Indonesia.” (July 2018): 8–13.

Wijayaningsih, Kartika Sari. 2017. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: TIM.

Wowor, Mariana S, Mario E Katuuk, and Vandri D Kallo. 2017. “Efektivitas


Kompres Air Suhu Hangat Dengan Kompres Plester Terhadap Penurunan
Suhu Tubuh Anak Demam Usia Pra-Sekolah Di Ruang Anak Rs Bethesda
Gmim Tomohon.” e-Journel Kperawatan (eKp) 5(2): 8.

Yuliastati Nining. 2016. Keperawatan Anak. Jakarta.

62
63

Anda mungkin juga menyukai