Anda di halaman 1dari 65

KARYA TULIS ILMIAH MINI

Asuhan Keperawatan Jiwa pada Tn.A dengan Masalah Resiko Perilaku Kekerasan di
Ruangan Merpati RSJ. Prof. HB. Saanin Padang Tahun 2022

Oleh :

Ameliya Gufrani : (1914401001)

Amanda Trisna : (1914401173)

Anisha Fitra Yuza : (1914401175)

Rafid Rahman Dhana : (1914401182)

Salsabila : ( 1914401190)

Tiwi Kumala Putri : ( 1914401185)

Vanny Marianti : ( 1914401187)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERITAS PERINTIS INDONESIA

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT,yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan˝Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. A
Dengan Masalah Resiko Perilaku Kekerasan Di Ruang Merpati Rumah Sakit Jiwa. Prof.
HB. Saanin Padang Tahun 2022˝.

Penyusunan studi kasus ini merupakan salah satu persyaratan dalam rangka D III
Keperawatan, Universitas Perintis Indonesia. Selama penyusunan studi kasus ini dari awal
sampai akhir tidak terlepas dari peran dan dukungan berbagai pihak.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Bapak Yendrizal Jafri,S.Kp,M.Biomed selaku rektor Universitas Perintis Indonesia.

2. Ibuk Ns.Endra Amalia,M.Kep selaku Ketua Program Studi Diploma Tiga Keperawatan

Universitas Perintis Indonesia.

3. Bapak Ns. Andre Fernandes, M.Kep.Sp.Kep.An selaku pembimbing yang telah

meluangkan banyak waktu untuk membimbing peneliti demi kesempurnaan studi kasus

ini.

4. Bapak dan Ibuk dosen, Staf Program Studi Diploma Tiga Keperawatan Universitas

Perintis Indonesia.

5. Rekan-rekan senasip dan seperjuangan mahasiswa 2019/2020 Program Studi Diploma

Tiga Keperawatan Universitas Perintis Indonesia, yang telah banyak membatu peneliti

dalam menyelesaikan studi kasus ini.

ii
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan studi kasus ini masih jauh dari kata

sempurna, dan diharapkan ada kritikan yang membangun, penulis berharap kiranya studi kasus

ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpah

kan rahmat dan kurnia bagi kita semua. Amin

Padang , 7 Januari2022

Penulis

iii
4
DAFTAR ISI

i. KATA PENGANTAR ................................................................................. i


ii. DAFTAR ISI............................................................................................. iii
iii. BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
a. Latar Belakang ................................................................................. 1
b. Tujuan ........................................................................................... ...3
i. Tujuan umum…………………………………...………….3
ii. Tujuan khusus…………………………………...………....3
c. Manfaat…………………………………………………..………...4
i. Akademis………………………………………..…………4
ii. Praktis……………………………………………..……….4
iv. BAB II TINJAUAN TEORITIS .............................................................. 5
a. Konsep Perilaku Kekerasan ............................................................. 5
i. Defenisi ................................................................................ 5
ii. Rentang Respon………………………………………..…..6
iii. Etiologi……………………………………………….…….7
iv. Tanda dan gejala………………………...............................9
v. Patofisiologi dan WOC……………………………..……..10
vi. Mekanisme Koping ……………………………..………...12
vii. Penatalaksanaan…………………………………..……….13
viii. Prinsip Tindakan Keperawatan………………………...….13
b. Asuhan Keperawatan resiko perilaku kekerasan…………....…….14
i. Pengkajian………………………………………….……..14
ii. Diagnosa Keperawatan…………………………….……..18
iii. Perencanaan Keperawatan………………………….…….18
iv. Pelaksanaan Keperawatan………………………...............21
v. Evaluasi Keperawatan…………………………………….22
v. BAB IIITINJAUAN KASUS……………………………………………23
a. Pengkajian………………………………………………………....23
i. Identifikasi………………………………………………...23
ii. Alasan Masuk…………………………………………..….23
iii. Faktor Predisposisi………………………………………...24
iv
iv. Pemeriksaan Fisik………………………………………….25
v. Psikososial…………………………………………………25
vi. Status Mental………………………………………………28
vii. Kebutuhan Persiapan Pulang………………………….…...31
viii. Mekanisme Koping………………………………………..32
ix. Masalah Psikososial Dan Lingkungan…………………….32
x. Aspek Medis……………………………………………….33
xi. Analisa Data……………………………………………….33
xii. Daftar Masalah Keperawatan……………………………..36
xiii. Pohon Masalah…………………………………………….37
b. Diagnosa Keperawatan……………………………………………37
c. Intervensi Keperawtan…………………………………………….38
d. Implementasi Keperawatan………………………………………..50
e. Evaluasi Keperawatan……………………………………………..50
vi. BAB IV PEMBAHASAN………………………………………………...61
a. Pengkajian………………………………………………………….61
b. Diagnosa Keperawatan…………………………………………….63
c. Intervensi Keperawatan…………………………………………....63
d. Implementasi Keperawatan………………………………………..63
e. Evaluasi Keperawatan……………………………………………..64

vii. BAB V PENUTUP………………………………………………………...66


a. Kesimpulan………………………………………………………....66
b. Saran………………………………………………………………...67
viii. DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………………………….69

v
6
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Krisis multidimensi telah mengakibatkan tekanan yang berat terhadap sebagian


besar masyarakat dunia umumnya dan indonesia khususnya. Masyarakat yang mengalami
krisis ekonomi tidak saja akan mengalami gangguan kesehatan fisik berupa gangguan gizi,
terserang berbagai jenis penyakit infeksi, tetapi juga dapat mengalami gangguan kesehatan
mental psiaktri (Rasman, 2018.)
Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang sangat
signifikan dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah penderita gangguan jiwa
bertambah. Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO) dalam Yosep (2018),
ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan jiwa, WHO menyatakan
setidaknya ada satu dari empat orang didunia mengalami masalah mental dan masalah
gangguan kesehatan jiwa yang ada di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat
serius.
Jutaan anak di dunia dianiaya dan ditelantarkan oleh orang tua mereka atau orang
yang mengasuh mereka, 57.000 kematian karena tindak kekerasan kepada anak di bawah
usia 15 tahun, dan anak yang berusia 0-4 tahun lebih dari 2x lebih banyak dari anak berusia
5-14 tahun yang mengalami kematian. Terdapat 4-6% lansia mengalami penganiayaan di
rumah. Dinsfungsi mental misalnya kecemasan, depresi, dan sebagainya 16,2 %, yang
sedang disintegrasi mental atau spikosis 5,8 %.
Berdasarkan hasil penelitian dari Rudi Maslim dalam Mubarta (2017) prevalensi
masalah kesehatan jiwa di Indonesia sebesar 6,55% angka tersebut tergolong sedang
dibandingkan dengan negara lainnya. Data dari 33 Rumah Sakit Jiwa ( RSJ ) yang ada di
seluruh Indonesia menyebutkan hingga kini jumlah penderita gangguan jiwa berat
mencapai 2,5 juta orang. Penderita gangguan jiwa berat dengan usia di atas 15 tahun di
Indonesia mencapai 0,46%, hal ini berarti terdapat lebih dari 1 juta jiwa di 2 Indonesia
yang menderita gangguan jiwa berat. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa 11,6%
penduduk Indonesia mengalami masalah gangguan mental emosional (Riset kesehatan
7
dasar, 2018), sedangkan pada tahun 2017 jumlah penderita gangguan jiwa mencapai 1,7
juta (Riskesdas, 2017). Sedangkan provinsi Sumatra Barat merupakan peringkat
kesembilan mencapai 1,9 juta. Di Sumatra Barat gangguan jiwa dengan perilaku kekerasan
juga mengalami peningkatan dari 2,8% meningkat menjadi 3,9% (RIKERDAS, 2016).
Faktor psikososial merupakan faktor utama yang berpengaruh dalam kehidupan
seseorang (anak, remaja, dan dewasa). Yang mana akan menyebabkan perubahan dalam
kehidupan sehingga memaksakan untuk mengikuti dan mengadakan adaptasi untuk
menanggulangi stressor yang timbul. Ketidakmampuan menanggulangi stressor itulah
yang akan memunculkan gangguan kejiwaan. Peristiwa traumatic, seperti kehilangan
pekerjaan, harta benda, dan orang yang dicintai dapat meninggalkan dampak yang serius.
Dampak kehilangan tersebut sangat mempengaruhi persepsi individu akan kemampuan
dirinya sehingga mengganggu harga diri seseorang.
Di dalam hidup di masyarakat manusia harus dapat mengembangkan dan
melaksanakan hubungan yang harmonis baik dengan individu lain maupun lingkungan
sosialnya. Tapi dalam kenyataannya individu sering mengalami hambatan bahkan
kegagalan yang menyebabkan individu tersebut sulit mempertahankan kestabilan dan
identitas diri, sehingga konsep diri menjadi negatif. Jika individu sering mengalami
kegagalan maka gangguan jiwa yang sering muncul adalah gangguan konsep diri misal
Resiko Perilaku Kekerasan. Bila individu tidak dapat beradaptasi terhadap perubahan yang
terjadi, maka akan menimbulkan gangguan kesehatan di berbagai bidang, seperti
mengamuk, sulit berinteraksi, malu akan keadaan dirinya, mondar-mandir tanpa tujuan dan
merusak barang.
Salah satu gangguan jiwa yang ditemukan adalah gangguan konsep Resiko Perilaku
Kekerasan, yang mana Resiko Perilaku Kekerasan digambarkan sebagai perasaan yang
negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal
mencapai keinginan (Keliat, 2018). Perawat akan mengetahui jika perilaku seperti ini tidak
segera ditanggulangi sudah tentu berdampak pada gangguan jiwa yang lebih berat.
Beberapa tanda tanda Resiko Perilaku Kekerasan adalah rasa bersalah terhadap diri sendiri,
merendahkan martabat sendiri, merasa tidak mampu, gangguan hubungan sosial seperti
menarik diri, percaya diri kurang, kadang sampai mencederai diri (Townsend, 2019).

8
Banyak dari individu-individu yang setelah mengalami suatu kejadian yang buruk
dalam hidupnya, lalu akan berlanjut mengalami kehilangan kepercayaan dirinya. Dia
merasa bahwa dirinya tidak dapat melakukan apa-apa lagi semua yang telah dikerjakannya
salah, merasa dirinya tidak berguna, dan masih banyak prasangka-prasangka negativ
seorang individu kepada dirinya sendiri. Untuk itu, dibutuhkan bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak agar rasa percaya diri dalam individu itu dapat muncul kembali. Termasuk
bantuan dari seorang perawat, perawat harus dapat menangani pasien yang mengalami
diagnosis keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan, baik menggunakan pendekatan secara
individual maupun kelompok. Karakteristik masalah keperawatan di ruangan Merpati RSJ
HB. Saanin Padang adalah Halusinasi, Resiko Perilaku Kekerasan, Deficit Perawatan Diri,
Isolasi Sosial, Waham.dan Resiko Bunuh Diri.
Berdasarkan data yang didapatkan dari Ruangan Merpati RSJ Prof. HB. Saanin
Padang, didapatkan jumlah pasien perilaku kekerasan yaitu 9 orang dari 23 orang pasien

1.5 TUJUAN
1.2.3 Tujuan Umum
Setelah melakukan praktek klinik di RSJ. Prof. HB. Saanin Padang, diharapkan
Mahasiswa Program Studi D3 Keperawatan Universitas Perintis Indonesia mampu
memahami dan melaksanakan asuhan keperawatan jiwa pada Tn. A dengan diagnosa
perilaku kekerasan di ruangan Wisma Merpati RSJ. Prof. HB. Saanin Padang.
1.2.4 Tujuan Khusus
a. Menkaji asuhan keperawatan pada Tn.A dengan resiko perilaku kekerasan di

ruangan merpati RSJ Prof. HB Saanin Padang.

b. Merumuskan diagnosa keperawatan dengan masalah asuhan keperawatan pada

Tn.A dengan resiko perilaku kekerasan di ruangan merpati RSJ Prof. HB Saanin

Padang.

c. Merencanakan asuhan keperawatan pada Tn.A dengan Resiko perilaku kekerasan

di ruangan merpati RSJ Prof. HB Saanin Padang.

d. Melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn.A dengan Resiko Perilaku Kekerasan

9
di ruangan merpati RSJ Prof. HB Saanin Padang.

e. Mengevaluasi asuhan keperawatan pada Tn.A dengan Resiko Perilaku Kekerasan

di ruangan merpati RSJ Prof. HB Saanin Padang.

1.6 MANFAAT
1.3.1 Akademis

Hasil studi kasus ini merupakan sumbangan Bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam
asuhan keperawatan terhadap resiko perilaku kekerasan pada Tn.A.
1.3.2 Praktis
a. Bagi pelayanan keperawatan di rumah sakit

Hasil karya tulis ilmiah ini,dapat menjadi masukan bagi pelayanan di rumah sakit

agar dapat melakukan asuhan keperawatan terhadap resiko perilaku kekerasan.

b. Bagi Penulis

Hasil karya ilmia ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi penelitian

berikutnya,yang akan melakukan studi kasus asuhan keperawatan pada pasien

resiko perilaku kekerasan.

c. Bagi profesi kesehatan

Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan memberikan pemahaman

yang lebih baik tentang asuhan keperawatan jiwa pada pasien resiko perilaku

kekerasan.

10
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar


2.1.1 Defenisi

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut
dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan
Sundeen, 1995).

Perilaku kekerasan sukar diprediksi. Setiap orang dapat bertindak keras tetapi ada kelompok
tertentu yang memiliki resiko tinggi yaitu pria berusia 15-25 tahun, orang kota, kulit hitam, atau
subgroup dengan budaya kekerasan, peminum alkohol (Tomb, 2003 dalam Purba, dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan
individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007; hal, 146).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara
fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000).

Sedangkan menurut Carpenito 2000, perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-
individu beresiko menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain.

Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak lingkungan.

2.1.2 Rentang respon

Menurut Yosep ( 2007 ) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau
ketakutan ( panik ).

11
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


Maladaptif

Gambar 1. Rentang Respon

Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif sampai kekerasan. Dari
gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa
a. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan
ketenangan.
b. Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan
alternatif.
c. Pasif : indivi du tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
d. Agresif : perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan untuk menuntut tetapi masih
terkontrol.
e. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.
Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanivestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi
dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin
menyampaikan pesan bahwa ia ”tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak
dituruti atau diremehkan.”

Rentang respon kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada respon yang
tidak normal (maladaptif).

2.1.3 Etiologi

Faktor Predisposisi

12
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori
biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba
dkk, 2008) adalah:

1. Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:
a) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem
limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam
memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem
informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka
akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada
lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,
perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai
implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi
dengan pusat agresif.
b) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan
serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini
sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya
tentang respons terhadap stress.
c) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan
genetik karyotype XYY.
d) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan
tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus
temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti
ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.

13
2. Teori Psikologik
a) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan
dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam
kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
b) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya
orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai
prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang
positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka
mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya
ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak
mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah
dewasa.
3. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku
kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh
pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan
keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat
dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan
sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.

a. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan
(Yosep, 2009):
14
a) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
d) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
e) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

2.1.4 Tanda dan Gejala

Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut:
1 Fisik
a) Muka merah dan tegang
b) Mata melotot/ pandangan tajam
c) Tangan mengepal
d) Rahang mengatup
e) Postur tubuh kaku
f) Jalan mondar-mandir
2 Verbal
a) Bicara kasar
b) Suara tinggi, membentak atau berteriak
c) Mengancam secara verbal atau fisik
d) Mengumpat dengan kata-kata kotor
e) Suara keras
15
f) Ketus
3 Perilaku
a) Melempar atau memukul benda/orang lain
b) Menyerang orang lain
c) Melukai diri sendiri/orang lain
d) Merusak lingkungan
e) Amuk/agresif
4 Emosi
a) Tidak adekuat
b) Tidak aman dan nyaman
c) Rasa terganggu, dendam dan jengkel
d) Tidak berdaya
e) Bermusuhan
f) Mengamuk, ingin berkelahi
g) Menyalahkan dan menuntut
5 Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6 Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7 Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8 Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

2.1.5 Patofisiologi dan WOC

Menurut Yosep ( 2007 ) kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal
atau eksterna. Stressor internal seperti penyakit, hormonal, dendam, kesal sedangkan stressor
eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga, tertipu,
penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau
16
gangguan pada sistem individu (Disruption and loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana
individu memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (personal
meaning).
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adalah waktu untuk
istirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah melatih persyarafan
telinga maka ia akan dapat melakukan kegiatan secara positif (compensatory act) dan tercapai
perasaan lega (resolution). Bila ia gagal dalam memberikan makna menganggap segala sesuatunya
sebagai ancaman dan tidak mampu melakukan kegiatan positif (olah raga, menyapu atau baca puisi
saat ia marah dan sebagainya) maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara
(helplessness). Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan (anger). Kemarahan yang
diekspresikan keluar (ekspressed outward) dengan kegiatan yang kontruktif dapat menyelesaikan
masalah. Kemarahan yang diekspresikan dengan kegiatan destruktif dapat menimbulkan perasaan
bersalah dan menyesal (guilt). Kemarahan yang dipendam akan menimbulkan gejala psikomatis
(painfull symptom).

Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu :


1. Mengungkapkan secara verbal.
2. Menekan.
3. Menantang.

Dari ketiga cara ini yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara lain adalah destruktif. Dengan
melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan dan bila cara ini dipakai terus
menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan dan akan tampak
sebagai depresi psikosomatik atau agresif dan mengamuk.

17
2.1.6 Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan steress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri. Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang
timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien
marah untuk melindungi diri antara lain (Afnuhazi, 2015):
a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu
dorongan yang mengalami hambatan penyaluran secara normal
18
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukaran atau keinginan yang tidak baik.
c. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
d. Reaksi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap
dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
e. Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu
berbahaya.

2.1.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien perilaku kekerasan bukan hanya meliputi

pengobatan dengan farmakoterapi, tetapi juga pemberian psikoterapi, serta terapi modalitas

yang sesuai dengan gejala pada perilaku kekerasan. Pada terapi ini juga perlu dukungan

keluarga dan sosial akan memberikan peningkatan kesembuhan klien. Penatalaksanaan

pada pasien perilaku kekerasan terbagi dua yaitu :

a. Penatalaksanaan medik

Penatalaksanaan pada pasien perilaku kekerasan bukan hanya meliputi pengobatan dengan

farmakoterapi, tetapi juga pemberian psikoterapi, serta terapi modalitas yang sesuai dengan

gejala pada perilaku kekerasan. Pada terapi ini juga perlu dukungan keluarga dan sosial

akan memberikan peningkatan kesembuhan klien. Penatalaksanaan pada pasien perilaku

kekerasan terbagi dua yaitu :

a. Penatalaksanaan medik

1) Farmakoterapi

19
Salah satu farmakoterapi yang digunakan pada klien dengan perilaku kekerasan biasanya

diberikan antipsikotik. Obat antipsikotik pertama yaitu klorpromazin, diperkenalkan tahun

1951 sebagai pramedikasi anestesi. Kemudian setelah itu, obat itu diuji coba sebagai obat

skizofrenia dan terbukti dapat mengurangi skizofrenia. Antipsikotik terbagi atas dua yaitu

antipsikotik tipikal dan antipsikotik atipikal dengan perbedaan pada efek sampingnya.

Antipsikotik tipikal terdiri dari (butirofenon, Haloperidol/haldol,

Fenotiazine,Chlorpromazine, perphenazine (Trilafon), trifluoperazin (stelazine),

sedangkan untuk antipsikotik atipikal terdiri dari (clozapine (clozaril), risperidone

(Risperidal). Efek samping yang ditimbulkan berupa rigiditas otot kaku, lidah kaku atau

tebal disertai kesulitan menelan. Biasanya sering digunakan klien untuk mengatasi gejala-

gejala psikotik (Perilaku kekersan, Halusinasi, Waham), Skizofrenia, psikosis organik,

psikotik akut dan memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di otak (Katona, dkk,

2012).

2) Terapi Somatis

Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan

tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dengan melakukan

tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien. Walaupun yang diberi perlakuan adalah

fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien. Jenis terapi somatis adalah meliputi

pengikatan, ECT, isolasi dan fototerapi (Kusumawati & Yudi, 2010).

a) Pengikatan

Merupakan terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk membatasi mobilitas fisik

klien yang bertujuan untuk melindungi cedera fisik pada klien sendiri dan orang lain.

b) Terapi Kejang listrik

20
Terapi kejang listrik atau Electro Convulsif Therapi (ECT)

adalah bentuk terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan

mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan dipelipis pasien. Terapi ini

ada awalnya untuk menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya

dilaksanakan setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali) dengan kekuatan arus listrik (2-3

joule).

c) Isolasi

Merupakan bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri diruang tersendiri untuk

mengendalikan perilakunya dan melindungi klien, orang lain dan lingkungan. Akan tetapi

tidak dianjurkan pada klien dengan risiko bunuh diri.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Strategi pelaksanaan pasien perilaku kekerasan

Startegi pelaksanaan dapat dilakukan berupa komunikasi terapeutik kepada pasien perilaku

kekerasan maupun pada keluarga. Tindakan keperawatan terhadap pasien dapat dilakukan

minimal empat kali pertemuan dan dilanjutkan sampai pasien dan keluarga dapat

mengontrol dan mengendalikan perilaku kekerasan. Pada masing- masing pertemuan

dilakukan tindakan keperawatan berdasarkan strategi pelaksanaan (SP) sebagai berikut

(Pusdiklatnakes, 2012) :

a) Latihan strategi pelaksanaan 1 untuk pasien : latihan nafas dalam dan memukul kasur

atau bantal.

b) Latihan strategi pelaksanaan 2 untuk pasien : latihan minum obat

c) Latihan strategi pelaksanaam 3 untuk pasien : Latihan cara

sosial atau verbal

21
d) Latihan strategi pelaksanaan 4 untuk pasien : Latihan cara spiritual

Tindakan keperawatan berdasarkan strategi pelaksanaan (SP) sebagai berikut :

a) Latihan strategi pelaksanaan 1 untuk keluarga : Cara merawat pasien dan melatih latihan

fisik

b) Latihan strategi pelaksanaan 2 untuk keluarga : Cara memberi minum obat

c) Latihan strategi pelaksanaan 3 untuk keluarga : Melatih keluarga cara mengontrol marah

dengan cara sosial atau verbal.

d) Latihan strategi pelaksanaan 4 untuk keluarga : cara mengontrol rasa marah dengan cara

spiritual, latih cara spiritual, jelaskan follow up ke puskesmas, tanda kambuh.

2) Terapi modalitas

Terapi modalitas keperawatan jiwa dilakukan untuk memperbaiki dan mempertahankan

sikap klien agar mampu bertahan dan bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat sekitar

dengan harapan klien dapat terus bekerja dan tetap berhubungan dengan keluarga, teman,

dan sistem pendukung yang ada ketika menjalani terapi (Nasir & Muhits dalam Direja,

2011). Jenis-jenis terapi modalitas adalah :

a) Psikoterapi

Merupakan suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional

terhadap pasien yang dilakukan oleh seseorang yang terlatih dan

sukarela. Psikoterapi dilakukan agar klien mengalami tingkah lakunya dan mengganti

tingkah laku yang lebih konstruktif melalui pamhaman- pemahaman selama ini kurang baik

dan cenderung merugikan baik diri sendiri , orang lain maupun lingkungan sekitar.

b) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

Terapi Aktivitas Kelompok sering digunakan dalam praktik kesehatan jiwa, bahkan

22
merupakan hal yang terpenting dari keterampilan terapeutik dalam ilmu keperawatan.

Pemimpin atau leader kelompok dapat menggunakan keunikan individu untuk mendorong

anggota kelompok untuk mengungkapkan masalah dan mendapatkan bantuan penyelesaian

masalahnya dari kelompok, perawat juga adapatif menilai respon klien

selamaberada dalam kelompok.

Jenis Terapi Aktivitas

Kelompok yang digunakan pada klien dengan perilaku kekerasan adalah Terapi Aktivitas

Kelompok Stimulasi Persepsi atau Kognitif. Terapi yang bertujuan untuk membantu klien

yang mengalami kemunduran orientasi, menstimuli persepsi dalam upaya memotivasi

proses berfikir dan afektif serta mengurangi perilaku maladaptif. Karakteristiknya yaitu

pada penderita gangguan persepsi yang berhubungan dengan nilai- nilai, menarik diri dari

realitas dan inisiasi atau ide-ide negatif.

3) Terapi Keluarga

Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien dengan

memberikan perhatian :

a) Bina hubungan saling percaya (BHSP)

b) Jangan memancing emosi klien

c) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga

d) Memberikan kesempatanpada klien dalam mengemukakan pendapat

e) Anjurkan pada klien untuk mengemukakan maslah yang dialami

f) Mendengarkan keluhan klien

g) Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien

h) Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung perasaan klien

23
i) Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis

j) Jika terjadi perilaku kekerasan yang dilakukan adalah : bawa

klien ketempat yang tenang dan aman, hindari benda tajam, lakukan fiksasi sementara,

rujuk ke pelayanan kesehatan

(Afnuhazi, 2015).

24
B. Asuhan Keprawatan Teoritis
i. Pengkajian
1. Identitas Klien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian, tanggal
dirawat, No. MR.
2. Alasan masuk : Alasan klien datang ke RSJ, biasanya klien memukul anggota
keluarga atau orang lain, merusak alat “RT dan marah”.
3. Factor predisposisi
• Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil dalam
pengobatan.
• Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam keluarga.
• Klien dengan perilaku kekerasan bisa herediter.
• Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat mangganggu.
4. Fisik : Pada saat marah tensi biasanya meningkat.
5. Psikososial
1 Genogram
Pada genogram biasanya ada terlihat ada anggota keluarga yang
mengalami kelainan jiwa, pada komunikasi klien terganggu begitupun
dengan pengambilan keputusan dan pola asuh.
2 Konsep diri
• Gambaran diri : Klien biasanya mengeluh dengan keadaan
tubuhnya, ada bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai.
• Identitas : Klien biasanya tidak puas dengan status dan posisinya
baik sebelum maupun ketika dirawat tapi klien biasanya puas
dengan statusnya sebagai laki-laki/perempuan.
• Peran :Klien biasanya menyadari peran sebelum sakit, saat dirawat
peran klien terganggu.
• Ideal diri : Klien biasanya memiliki harapan masa lalu yang tidak
terpenuhi.

25
• Harga diri : Klien biasanya memiliki harga diri rendah sehubungan
dengan sakitnya.
6. Hubungan social
Meliputi interaksi social, budaya, konsep rasa percaya dan
ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien
seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain
sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang
berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu
sendiri, mengajuhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
7. Spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
linngkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak
berdosa.
8. Status mental
• Penampilan : Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak
cocok/serasi dan berubah dari biasanya.
• Pembicaraan : Biasanya pembicaraannya cepat dan kasar
• Aktivitas motoric : Aktivitas motoric meningkat klien biasanya
terganggu dan gelisah
• Alam perasaan : Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari
factor presipitasi misalnya: sedih dan putus asa.
• Afek : Afek klien biasanya sesuai
• Interaksi selama wawancara : Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap
klien yang tampak bermusuhan dan mudah tersinggung.
• Persepsi : Klien dengan perilaku kekerasan biasanya tidak memiliki
kerusakan persepsi.
• Proses pikir : Biasanya klien mampu mengorganisir dan menyusun
pembicaraan logis dan koheren.
• Isi pikir : Keyakinan klien konsisten dengan tingkat intelektual dan
latar belakang budaya klien.
26
9. Tingkat kesadaran
Biasanya klien tidak mengalami disorientasi terhadap orang, tempat dan
waktu.
10. Memori
Tidak terjadi ganggguan daya ingat jangka panjang maupun jangka
pendek klien mampu mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
11. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien biasanya tidak mengalami gangguan konsentrasi dan berhitung.
12. Kemampuan penilaian
Biasanya klien mampu mengambil keputusan jika menghadapi masalah yag
ringan, klien mampu menilai dan mengevaluasi diri sendiri.
13. Daya tilik diri
Klien biasanya mengingkari penyakit yang diderita dan tidak memerlukan
pertolongan, klien juga seringmenyalahkan hal-hal diluar dirinya.
14. Mekanisme koping
Biasanya Mekanisme yang dicapai oleh klien adalah maladaptif, klien
mengatakan kalau ada masalah pengennya marah-marah, merusak barang dan
keluyuran.
15. Masalah keperawatan: Koping individu inefektif
16. Aspek medik
Obat yang diberikan pada klien dengan perilaku kekerasan biasanya
diberikan anti psikotik seperti CPZ, TFZ, THP

Daftar masalah keperawatan


1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan
3. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
4. Gangguan pemeliharaan kesehatan
5. Defisit perawatan diri : mandi dan berhias
6. Ketidakefektifan koping keluarga merawat klien dirumah

27
Pohon Masalah

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku Kekerasan/amuk

Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah

( Budiana Keliat, 1999)

C. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

a. Data subjektif: Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh,
ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
b. Data objektif: Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan
tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.2. Perilaku kekerasan / amuk
• Data Subjektif : Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang, klien suka
membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah,
riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
• Data Objektif: Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dan keras, bicara
menguasai, ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam, merusak dan
melempar barang barang.

2. Gangguan harga diri : harga diri rendah

28
a. Data Subyektif: Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
b. Data obyektif: Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup

d. Intervensi Keperawatan

Tujuan Umum: Klien tidak mencederai dengan melakukan manajemen kekerasan

Tujuan Khusus:

a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Tindakan:

· Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
jelaskan tujuan interaksi.
· Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
· Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

Tindakan:

· Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.


· Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal.
· Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda‑tanda perilaku kekerasan.

Tindakan :

· Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.


· Observasi tanda perilaku kekerasan.
· Simpulkan bersama klien tanda‑tanda jengkel/kesal yang dialami klien.
d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

29
Tindakan:

· Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.


· Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
· Tanyakan "Apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?"
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

Tindakan:

· Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.


· Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
· Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
f. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon thd kemarahan.

Tindakan :

· Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.


· Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal,
berolah raga, memukul bantal/kasur.
· Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/tersinggung.
· Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran.

g. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.

Tindakan:

· Bantu memilih cara yang paling tepat.


· Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
· Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
· Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
· Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel/marah.

h. Klien mendapat dukungan dari keluarga.

30
Tindakan :

· Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melaluit pertemuan keluarga.
· Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

i. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).

Tindakan:

· Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping).
· Bantu klien mengpnakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis, cara dan
waktu).
· Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang telah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan
kondisi klien saat ini (Damaiyanti, 2012).

Selain itu, salah satu hal yang penting dalam pelaksanaan rencana tindakan keperawatan
adalah teknik komunikasi terapeutik. Teknik ini dapat digunakan dengan verbal; kata
pembuka, informasi, fokus. Selain teknik verbal, perawat juga harus menggunakan teknik non
verbal seperti; kontak mata, mendekati kearah klien, tersenyum, berjabatan tangan, dan
sebagainya. Kehadiran psikologis perawat dalam komunikasi terapeutik terdiri dari keikhlasan,
menghargai, empati dan konkrit (Yusuf, 2019).

E. Evaluasi Keperawatan
Menurut Trimelia (2011) evaluasi dilakukan dengan berfokus pada perubahan perilaku
Klien setelah diberikan tindakan keperawatan. Keluarga juga perlu dievaluasi karena
merupakan sistem pendukung yang penting.

31
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

Ruang Rawat : Merpati Tanggal Dirawat : 23 Desember 2021

Indentitas Klien

Inisial Klien : Tn.A

Umur : 37 tahun

No.Rekam Medik : 03 – 52 – 38

Tanggal Pengkajian : 05 Januari 2021

Informan : Pasien dan Status

Alamat Lengkap : Lapau kelok Jr. Batu Hampar, Manggopoh, Lubuk Basung, Agam

B. Alasan Masuk

Pasien baru masuk diIGD diantar keluarga untuk kedua kalinya acc dari jaga
dengan keluhan klien sakit sejak 15 tahun yang lalu, terakir dirawat di RSJ dua tahun yang
lalu pulang tean dijemput keluarga, klien kontrol obat ke RSUD pariaman da minum obat
tidak teratur, menurut keluarga klien tidak ada minum obat sejak lebih kurang satu bulan
ini, klien tidak mau tenang dan juga mengancam keluarga jika disuruh minum obat. Klien
gelisah sejak tiga hari yang lalu dengan gejala emosi labil, memaksakan kehendak,
mengancam ingn membunuh ibunya, merusak barang-barang dirumah, masuk kerumah
orang lain, mengambil barang orang lain, mengusik masyarakat sekitar lingkungan, jalan
keluar rumah tanpa arh dengan membawa senjata tajam (pisau) pulang sediri, bicara kotor,
tertawa sendiri, mendengar bisikan, melihat bayangan,klien pernah dirantai satu kaki dua
minggu yang lalu selama empat hari, merasa jadi orang hebat dan orang kaya, klien kurang
tidur malam, kebersihan diri kurang, klien adalah seorang perokok

32
C. Faktor Predisposisi
a. Gangguan Jiwa Dimasa Lalu

Pasien sakit semenjak 15 tahun

b. Pengobatan Sebelumnya
Klien mengatakan masuk RS untuk 2x nya sebelumnya klien sudah pernah dirawat di
RSUD Pariaman kurang lebih 2 minggu yang lalu
c. Trauma
a) Aniaya Fisik

Klien mengatakan tidak ada menjadi pelaku,tidak ada menjadi korban aniaya fisik serta
tidak ada akibat yang ditimbulkan kepada klien maupun orang lain.

b) Aniaya Seksual

Klien tidak pernah terjadi penganiayaan seksual baik menjadi korban atau pelaku

c) Penolakan

Klien mengatakan dia merasa ditolak di lingkungan masyarakat

d) Kekerasan dalam keluarga

Klien mengancam akan membunuh ibunya

e) Tindakan Kriminal

Klien pernah masuk kerumah orang lain dan mengambil barang milik orang lain

Masalah Keperawatan :

Resiko Perilaku Kekerasan

33
d. Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa

Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa satu pun
dan tidak ada riwayat keturunan.

Masalah Keperawatan : Tidak ada

e. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan


a) Klien pernah mengalami kehilangan anggota keluarganya (ayah)

Masalah Keperawatan : Berduka

D. Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda Vital : TD : 120/77 mmhg

N :86x/m

S :36,4ºc

R : 17x/i

Ukuran : TB : 155 cm BB : 47 kg

Keluhan fisik :

Klien mengatakan tidak ada msalah pada fisik nya

34
E. Psikososial
a. Genogram

Keterangan :

:perempuan

:laki-laki

:meninggal

:klien

: tinggal serumah

Klien mengatakan anak ke 4 dari 4 bersaudara, dirumah klientinggal bersama ibu dan saudara
klien, ayah klien telah meninggal dunia, semenjak itu perekonomian keluarga menurun hubungan
klien dengan keluarga baik sebelum klien sakit, klien mengatakan semenjak kecil di didik dan di
asuh oleh orang tuanya, namun semenjak sakit komunikasi klien menjadi tidak baik dengan
keluarga hingga klien dirantai satu kaki.

Masalah keperawatan : ketidak efektifan koping keluarga : ketidak mampuan

b. Konsep Diri
a) Citra Tubuh
klien mengatakan menyukuai seluruh anggota badanya.
35
b) Identitas diri
Klien mengatakan bahwa dia bangga menjadi laki-laki, klien dapat
menyebutkan identitas dirinya (nama, Alamat)
c) Peran Diri
Klien mengatakann ia adalah anak bungsu dari 4 orang bersaudara dan ia
memiliki satu orang kakak perempuan, namun ia sangat menyesal tidak bis
menjadi anak yang dapat orang tuanya banggakan.
d) Ideal Diri
a. Klien berharap cepat pulang
b. Klien berharap cepat sembuh
c. Klien mengatakan ingin memiliki perasaan tenang
d. Klien tidak menilai dirinya
e) Harga Diri
a. Klien mengatakan semua orang menjauhinya
b. Klien mengatakan jauh dari ibunya
c. Klien mengatakan jadi beban bagi orang lain
d. Klien mengatakan tidak memiliki peran dalam masyarakat

Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah

c. Hubungan Sosial

a) Orang Terdekat
Klien mengatakan orang terdekat pasien ialah ibunya sendiri
b) Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat
Klien mengatakan mampu ikut serta dalam kegiatan kelompok ataupun
masyarakat sebelum sakit
c) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien tidak mengalami hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
sebelum sakit
Masalah Keperawatan : Tidak Ada

a. Spiritual

36
Nilai dan keyakinan :

a) Pasien kurang dalam nilai dan keyakinan dalam beragama


b) Pasien mengatakan yakin adanya Allah
c) Pasien mengatakan jarang sholat
d) Biasanya klien dengan sakit jiwa dipandang tidak sesuai dengan norma agama
dan budaya.

Kegiatan Ibadah :

a) Klien selama dirawat melakukan kegiatan ibadah harus diarahkan dulu seperti
sholat dan mengaji
b) Klien biasanya jarang menjalankan ibadah dirumah sebelumnya saat sakit
ibadah terganggu.

Masalah Keperawatan : Distress spiritual

F. Status Mental
a. Penampilan
a) Penampilan klien tampak acak – acakkan
b) Klien tampak mandi harus diingatkan
c) Klien tampak tidak berhias dan berdandan

Masalah Keperawatan : Defisit Perawatan Diri

b. Pembicaraan
a) Proses pembicaraan pasien tampak lambat
b) Tidak mau menatap lawan bicara
c) Tampak murung
d) Pasien inkoheren
Masalah Keperawatan : Hambatan komunikasi

c. Aktifitas Motorik
a) Klien tampak mondar mandir
b) Klien tampak jalan lambat,melakukan aktivitas harus diarahkan
c) Klien tampak lesu,gelisah dan tremor

37
Masalah Keperawatan : intoleransi aktivitas

d. Alam Perasaan
a) Klien tampak sangat sedih sekali
b) Klien mengatakan orang-orang banyak tidak menyukainya
c) Klien sedih berada di RSJ
d) Klien tampak banyak pikiran
Masalah keperawatan : ansietas
e. Afek

Klien tampak labil, emosi kadang labil, klien hanya mengikuti kemauan sendiri ,
kadang klien tampak murung, juga kadang-kadang klien berbicara dengan nada tinggi

Masalah Keperawatan : hambatan komunikasi verbal


f. Interaksi Selama Wawancara
a) Interaksi selama wawancara klien mudah tersinggung
b) Selama interksi kontak mata kurang
c) Klien nampak tidak suka saat ditanya

Masalah Keperawatan : isolasi sosial


g. Persepsi
a) Klien kadang mendengaar suara bisikan
b) Klien merasa seperti ada yang menyuruh-nyuruh nya
c) Klien tampak menghindar dari orang lain

Masalah keperawatan :resiko gangguan presepsi sensori: pendengaran

h. Proses Pikir
a) Sirkumtansial ; Kadang klien sering berbicara terhenti-henti pada suatu topik lalu
klien melanjutkan kembali

Masalah Keperawatan : gangguan proses pikir

i. Isi Pikir
b) Klien merasa curiga pada orang lain karena merasa mereka tidak baik
38
Masalah Keperawatan : waham curiga

j. Tingkat Kesadaran
Klien dapat mengenali tempat waktu dan orang disekitarnya

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah

k. Memori
a) Klien tidak mengalami gangguan daya ingat jangka pendek
b) Klien daya ingat saat ini bagus
c) Klien tidak ada mempunyai gangguan daya ingat jangka panjang

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah.

l. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung


a) Tingkat konsentrasi klien mudah beralih
b) Klien tidak mampu berkonsentrasi
c) Klien bisa menghitung

Masalah Keperawatan : Gangguan proses fikir

m. Kemampuan penilaian
Klien mampu mengambil keputusan sederhana , secara mandiri atau sederhana
Ex : memberikan kesempatan klien cuci tangan dulu, sebelum makan, melepaskan
pakaian dulu sebelum mandi.

Masalah Keperawaatan : Tidak ada masalah


n. Daya titik diri
Pasien menyadari bahwa ia sedang sakit dan butuh pengobatan yang lebih lanjut namun
ia merasa sedih berada di rumah sakit jiwa ini

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah

39
G. Kebutuhan Persiapan Pulang
a. Makan
Dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum klien mampu mandiri tanpa bantuan
perawat, klien mampu makan 3x sehari, klien menghabiskan porsi makan yang
disediakan rumah sakit
b. BAB/BAK
Pasien mampu BAB dan BAK secara mandiri ditoilet atau kamar mandi.
c. Mandi
Pasien mampu mandi dengan mandirisecara mandiri 2x sehari memakai sabun dan
shampo terkadang gosok gigiterkadang tidak gosok gigi
d. Berpakaian / berhias
a) Pasien mampu berpakaian secara mandiri
b) Pasien tampak tidak mampu berhias secara berhias mandiri
c) Pasien tampak kurang rapi
e. Istirahat dan tidur
a) Pasien mengatakan tidur jam 10 malam dan pasien mengatakan bangun pagi jam
06:00 WIB.
b) Pasien mengatakan istirahatnya tidak nyaman berada di RSJ
c) Pasien mengatakan istirahat dan tidur kurang nyaman dirumah dan lingkungan
keluarga.
f. Penggunaan obat
Klien mengatakan pernah mengkonsumsi alkohol
g. Pemeliharaan Kesehatan
Klien mengatakan jika klien sudah pulang klien akan selalu kontrol,minum obat secara
teratur,dan akan selalu memperhatikan kesehatannya.
h. Kegiatan didalam rumah
Klien mengatakan tidak nyaman dirumah dan sering keluar dan kurang berkomunikasi
dengan keluarga
i. Kegiatan diluar rumah

40
Klien mengatakan dulu sebelum masuk RSJ klien sering bertemu dan berkumpul
dengan temannya
H. Mekanisme Koping
a. Koping Adaptif
Klien ada berinteraksi dengan orang lain, senam setiap pagi, berbicara atau berinteraksi
dengan orang yang ia percayai
b. Koping Maladaptif
Menghindar dan menyendiri , klien mengtakan meluapkan kemarahannya apabila
keinginannya tidak terpenuhi seperti mengancam dan membanting pintu
I. Masalah Psikososial dan Lingkungan
a. Masalah psikososial dan lingkungan
Klien mengatakan banyak orang yang tidak menyukainya
b. Masalah berhubungan dengan lingkungan
Klien merasa dikucilkan dirumah dan lingkungan, klien mengatakan emosi dan kadang-
kadang meluapkan emosinya dilingkungan seperti masuk kerumah orang lain dan
mengambil barang milik orang lain
c. Masalah dengan pendidikan
Tidak ada masalah, klien tamat SD
d. Masalah dengan pekerjaan
Tidak ada masalah, klien belum berkerja
e. Masalah dengan perumahan
Klien mengatakan tinggal bersama ibunya dan tiga orang saudaranya
f. Masalah ekonomi
Klien mengatakan tidak ada masalah dengan ekonominya namun karena ia belum berkerja
ia hanya mengharapkan segala kebutuhanya dipenuhi ibunya
g. Masalah dengan pelayanan kesehatan
Klien pernah dirawat di RSUD Pariaman dan sekarang dirawat di RSJ HB. Saanin Padang
dan memiliki asuransi BPJS
J. Pengetahuan

41
Pada saat pengkajian dan ditanya mengapa ia dibawa ke RSJ klien mengatakan ia
mengamuk, melawan pada ibunya, mengancam ibunya dan mengganggu lingkungan klien
mengatakan tidak tau cara mengontrol emosinya

K. Aspek medik
Diagnosa medik : skizofrenia paranoid
Terapi medik : risperidone 2x3mg, CPZ 1x100mg, TFZ 2x2,5mg

L. Analisis data

NO. DATA MASALAH


1. DO :
a. Emosi klien tampak labil. Resiko Perilaku Kekerasan
b. Klien sering marah-marah.
c. Klien sering berkata kasar dengan nada suara
yang tinggi.
DS :
a. Klienmengatakan emosinya mudah terpancing.
b. Klien mengatakan sering mengancam ibunya
c. Klien mengatakan sering membawa senjata
tajam.
d. Klien denderung memaksakan kehendak
2. DO :
a. Klien tampak berbicara ngaur. Gangguan Sensori Persepsi
b. Klien menutup telinga : Halusinasi Pendengaran
c. Klien tampak tidak tenang.
DS :
a. Klien mengatakan ada mendengar suara bisikan
b. Klien mengatakan langsung menutup telinga
saat mendengar bisikan tersebut

42
c. Klien mengatakan ketika suara itu terdengar ia
tidak bisa tidur.
3. DO :
a. Klientampak jarang mandi. DPD
b. Gigi klien tampak kuning
c. Rambut klien panjang dan acak-acakkan.
DS :
a. Klien mengatakan jarang mandi.
b. Klien mengatakan malas gosok gigi.
c. Klien mengatakan tidak mau mmotong
rambutnya.

M. Daftar masalah
1. Resiko Perilaku kekerasan.
2. Berduka
3. Ketidakefektifan koping keluarga : ketidakmampuan
4. Harga Diri Rendah
5. Isolasi Sosial
6. Distress Spiritual
7. Defisit Perawatan Diri
8. Hambatan Komunikasi
9. Intoleransi Aktivitas
10. Ansietas
11. Resiko Halusinasi : pendengaran
12. Gangguan Proses Pikir
13. Waham Curiga

43
N. Pohon masalah

Resiko Mencederai Diri Sendiri,

Orang Lain dan Lingkungan

Harga diri rendah

Gangguan penyesuaian diri Resiko Perilaku Kekerasan Gangguan proses pikir

Ansietas resiko Halusinasi DPD

O. Diagnosa keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan
2. Resiko gangguan persepsi sensori halusinasi : pendengaran
3. Defisit perawatan diri

44
P. Rencana tindakan keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL


1. Resiko Pasien mampu : Setelah 2x pertemuan. SP 1 (tgl :4-1-2022, pertemuan 1. Langkah awal untuk
Perilaku 1. Pasien dapat Pasien : ke-2) intervensi selanjutnya
Kekerasan mengidentifikasi 1. Dapat menyebutkan 1. Bina hubungan saling dengan harapan klien
penyebab perilaku penyebab, tanda dan percaya dengan tindakan : percaya dan terbuka
kekerasan, tanda- gejala, jenis perilaku a. Mengucapkan salam dalam mengungkapkan
tanda dan perilaku kekerasan yang terapeutik. permasalahannya
kekerasa, jenis dilakukan dan akibat b. Berjabat tangan. dengan perassaannya.
perilaku kekerasan perilaku kekerasan. c. Menjelaskan tujuan 2. Memberikaan
yang pernah 2. Dapat menyebutkan interaksi. pemahaman tentang
dilakukannya, cara mencegah d. Membuat kontra topik, perrilaku kekerasan
akibat dari perilaku mengontrol perilaku waktu, dan tempat setiap kepada klien sehingga
kekerasan yang kekerasan dan dapat kali pertemuan. memungkinkan klien
dilakukannya. mencegah perilaku 2. Identifikasi : untuk menghindari
2. Pasien dapat kekerasan secara a. Penyebab perasaan penyebab pperasan
menyebutkan cara fisik. marah, tanda dan gejala marah.
mencegah atau yang dirasakan. 3. Menilai pengetahuan
mengontrol klien tentang afek
45
perilaku b. Perilaku kekerassan perilaku agresif terhadap
kekerasannya. yang dilakukan, diri sendiri dan orang
3. Pasien dapat akibatnya. lain.
mencegah atau c. Mengontrol secara fisik, 4. Memberi gambaran
mengontrol yaitu menarik nafas kepada klien cara
perilaku dalam dan memukul menyalurkan marah
kekerasannya. bantal / kasur. secara konstruktif :
4. Pasien dapat d. Masukkan ke dalam a. Dengan nafas dalam
mencegah atau jadwal kegiatan harian. mampu mengurangi
mengontrol ketegangan otot saat
perilaku marah, sehingga
kekersannya secara dapat menurunkan
fisik, spiritual, energi emosi.
sosial dan dengan b. Dapat menyebutkan
terapi energy secara positif
psikofarmaka. tanpa menciderai diri
sendiri dan orang
lain.
5. Membantu menetapkan
kegiatan yang
memungkinkan

46
terselesaikan dengan
baik dan dapat dilakukan
secara teatur.
Setelah 3x pertemuan SP 2(tgl : 5-1-2022, pertemuan 1. Menilai kemajuan
pasien : ke-3) perkembangan klien.
1. Mampu menyebutkan 1. Mengevaluasi kegiatan 2. Melatih klien minum
kegiatan yang sudh latihan fisik, beri obat secara teratur,
dilakukan. reinforcement positif. memberi pemahaman
2. Mampu 2. Latih dan ajarkan pasien pentingnya minum obat
memperagakan cara minum obat secara teratur dan memotivasi rasa
mengontrol perilaku dengan prinsip 6 benar klien untuk mandiri dan
kekerassan secara (benar jenis, guna, frekuensi menyadari
patuh minum obat. cara, kontinuitas, dosis). kebutuhannya dengan
Jelaskan manfaat pengobatan yang
keuntungan minum obat dan optimal.
kerugiannya. 3. Membantu menetapkan
3. Masukkan dalam jadwal kegiatan yang
kegiatan untuk latihan fisik memungkinkan
dan minum obat. terselesaikan dengan
baik dan dapat dilakukan
secara teratur.

47
Setelah 4x pertemuan SP 3(tgl :6-1-2022, pertemuan 1. Menilai kemajuan dan
pasien : ke-4) perkembangan klien.
1. Mampu menyebutkan 1. Evaluasi kegiatan latihan 2. Dengan
kegiatan yang sudah fisik dan obat, beri pujian. mengungkapkan marah
dilakukan. 2. Latih mengungkapkan rasa secara verbal klien
2. Mampu marah secara verbal : mampu mengungkapkan
memperagakan cara a. Menolak dengan baik. marah secara asertif
mengontrol perilaku b. Meminta dengan baik. sehingga orang lain
kekerasan secara c. Mengungkapkan lebih memahami
sosial/verbal. perasaan dengan baik. keinginan atau maksud
3. Masukkan ke dalam jadwal klien maupun perasaan
kegiatan harian. emosi yang sedang
dialaminya.
3. Membantu menetapkan
kegitan yang
memungkinkan
terselesaikan dengan
baik dan dapat dilakukan
secra teratur.
Setelah 5x pertemuan SP 4(tgl :7-1-2022, pertemuan 1. Menilai kemajuan
pasien : ke-5) perkembangan klien

48
1. Mampu menyebutkan 1. Mengevaluasi kegiatan 2. Mengontrol perilaku
kegiatan yang sudah latihan fisik, minum obat kekerasan dengan cara
dilakukan. dan verbal, beri pujian. spiritual meliputi
2. Mampu 2. Latih mengontrol perilaku berdo’a, zikir,
memperagakan cara kekerasan dengan cara berwudhu. Shalat dapat
mengontrol perilaku spiritual (shalat, berdo’a, menurunkan ketengan
kekerasan secra dzikir, berwudhu). fisik dan psikologis.
spiritual. 3. Masukkan ke dalam jadwal 3. Membantu menetapkan
kegiatan harian. kegitan yang
memungkinkan
terselesaikan dengan
baik dan dapat dilakukan
secra teratur.
2. Gangguan Pasien mampu : Setelah 6x pertemuan SP 1(tgl : 8-1-2022, pertemuan 1. Dengan memberikan
Sensori 1. Mengenali pasien : ke-6) pemahaman tentang
Persepsi : halusinasi yang 1. Dapat menyebutkan 1. Bantu pasien mengenali halusinasi, pasien
Halusinasi dialaminya. jenis, waktu, halusinasi : jenis, isi, waktu, mampu memahami :
Pendengaran. 2. Mengontrol frekuensi, situasi frekuensi, situasi pencetus, a. Massalah yang
halusinasinya. pencetus dan perasaan dan respon saat dialaminya.
perasaan saat terjadi halusinasi. b. Kapan masalah
halusinasi muncul. timbul,

49
3. Mengikuti program 2. Mampu menjelaskan 2. Jelaskan cara mengontrol menghindarkan
pengobatan secara dan memperagakan halusinasi : menghardik, waktu dan situasi
optimal. cara mengontrol minum obat, bercakap- saat masalah
halusinasi. cakap dan berkegiatan. muncul.
3. Latih mengontrol halusinasi c. Pentingnya masalah
dengan cara menghardik. halusinasi untuk
Tahapan tindakan meliputi : diatasi karena
a. Menjelaskan cara perasaan tidak
menghardik halusinasi. nyaman saat
b. Peragakan cara munculnya
menghardik. halusinasi dapat
c. Minta pasien menimbulkan
memperagakan ulang. perrilaku
4. Masukkan ke dalam jadwal maladaptive yang
kegiatan harian. sulit untuk dikontrol.
2. Dengan menghardik
halusinasi memberi
kesempatan klien
mengatasi masalah
dengan reaksi penolakan
terhadap sensasi palsu.

50
3. Dengan peragaan
langsung dan klien
memperagakan ulang
memungkinkan cara
menghardik dilakukan
dengan benar.
4. Dengan penguatan
positif mendorong
pengulangan perilaku
yang diharapkan.
Setelah 7x pertemuan SP 2(tgl : 9-1-2022, pertemuan 1. Menilai kemajuan
pasien : ke-7) perkembangan klien.
1. Mampu menyebutkan 1. Evaluasi kegiatan 2. Melatih klien minum
kegiatan yang sudah menghardik, berikan obat secara teratur,
dilakukan. reinforcement positif. memberi pemahaman
2. Mampu menyebutkan 2. Latih dan ajarkan pasien pentingnya minum obat
manfaat dari program minum obat secara teratur dan memotivasi rasa
pengobatan. dengan prinsip 6 benar klien untuk mandiri dan
(benar jenis, guna, frekuensi menyadari
cara, kontinuitas, dosis). kebutuhannya dengan
Jelaskan manfaat

51
keuntungan minum obat dan pengobatan yang
kerugiannya. optimal.
3. Masukkan dalam jadwal 3. Membantu menetapkan
kegiatan untuk menghardik kegiatan yang
dan minum obat. memungkinkan
terselesaikan dengan
baik dan dapat dilakukan
secara teratur.
Setelah 8x pertemuan SP 3(tgl : 10-1-2022, pertemuan 1. Menilai kemajuan dan
pasien : ke-8) perkembangan klien.
1. Mampu menyebutkan 1. Evaluasi kegiatan 2. Dengan bercakap-cakap
kegiatan yang sudah menghardik, minum obat mengalihkan fokus
dilakukan. dan beri pujian. perhatian dan
2. Mampu 2. Latih berbicara dan menghindarkan saat
memperagakan cara bercakap-cakap dengan klien merasakan sensasi
bercakap-cakap orang lain saat halusinasi palsu.
dengan orang lain. muncul. 3. Memungkinkan klien
3. Masukkan dalam jadwal melakukan kegiatan
kegiatan untuk menghardik, dengan teratur.
minum obat dan bercakap-
cakap.

52
Setelah 9x pertemuan SP 4(tgl : 11-1-2022, pertemuan 1. Menilai kemampuan
pasien : ke-9) perkembangan klien.
1. Mampu menyebutkan 1. Evaluasi kegiatan 2. Dengan aktivitas
kegiatan yang sudah menghardik, minum obat, terjadwal memberikan
dilakukan. bercakap-cakap dan beri kesivukan yang menyita
2. Mampu membuat pujian. waktu dan perhatian
jadwal kegiatan 2. Latih psien melakukan menghindarkan klien
sehari dan mampu aktivitas yang terjadwal agar merasakan sensasi palsu
memperagakannya. halusinasi tidak muncul, :
tahapan tindakannya : a. Memberikan
a. Jelaskan pentingnya pemahaman
aktivitas yang teratur pentingnya
untuk mengatasi mencegah halusinasi
halusinasi. dengan aktivitas
b. Diskusikan aktivitas positif yang
yang biasa dilakukan bermanfaat yang
oleh klien. bisa dilakukan.
c. Latih pasien melakukan b. Dengan memantau
aktivitas (mulai 2 pelaksanaan jadwal
aktivitas). memastikan
intervensi yang

53
d. Susun jadwal aktivitas diberikan oleh klien
sehari-hari sesuai dengan teratur.
dengan aktivitas yang c. Dengan penguatan
telah dilatih (dari positif mendorong
bangun pagi sampai pengulangan
tidur malam). perilaku yang
e. Masukkan kedalam diharapkan.
jaddwal kegiatan harian.

3. DPD 1. Klien mampu Setelah 10x pertemuan SP1(tgl :12-12-2021, pertemuan 1. Mengetahui
melakukan klien mampu : ke-10) permasalahan yang
perawatan diri : 1. Menjaga kebersihan 1. Identifikasi masalah terjadi pada diri klien.
hygiene. diri secara mandiri. perawatan diri : kebersihan 2. Memberitahu klien
2. Klien dapat 2. Menyebutkan diri, berdandan, makan dan bagaimana cara
menyebutkan pengertian dan tanda- minum, BAB dan BAK. perawatan diri dan alat
pengertian dan tanda kebersihan diri. 2. Jelaskan pentingnya digunakannya.
tanda-tanda 3. Mengetahui kebersihan diri. 3. Agar klien mmpu
kebersihan diri. pentingnya 3. Jelaskan cara dan alat menjaga kebersihan diri
3. Klien dapat kebersihan diri. kebersihan diri. secara mandiri.
mengetahui 4. Latih cara menjaga
kebersihan diri : mandi dang

54
pentingnya anti pakaian, sikat gigi, cuci
kebersihan diri. rambut, potong kuku.
4. Klien dapat 5. Masukkan dalam jadawal
mengetahui kegiatan harian.
bagaimana cara
menjaga kebersihan
diri.
Setelah 11x pertemuan SP 2(tgl : 13-12-2021, 1. Untuk mengetahui
klien mampu : pertemuan ke-11) kemajuan klien dalam
Klien mampu mengganti 1. Evaluassi kegiatan merawwat diri dan
baju secara rutin, kebersihan diri, beri pujian. sebagai respon positif
menyisir rambut dan 2. Jelaskan cara dan alat untuk terhadap tindakan klien.
memotong kuku berdandan. 2. Memberitahu klien
3. Latih cara berdandan setelah bagaimana cara
kebersihan diri : sisiran, rias berdandan dan alat yang
muka untuk perempuan, digunakannya.
sisiran dan cukuran untuk 3. Agar klien bisa
pria. berdandan secara
4. Masukkan ke dalam jadwal mandiri.
kegiatan harian.

55
4. Agar klien terbiasa
dengan kegiatan yang
telah dikerjakan.

56
Q. Catatan perkembangan

No. Diagnosa Kep. Implementasi Kep. Evaluasi TTD


1. SP 1 (tgl:5-1-2022, jam : 10.00 WIB) Jam : 13.00 WIB.
DPD 1. Mengidentifikasi masalah perawatan diri : S : Klien mengatakan senang setelah
kebersihan diri, berdandan, makan dan minum, diajarkan cara mandi yang benar. LIZA
BAB dan BAK. O : Klien mampu menjelaskn manfaat mandi.
2. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri. A : Klien mampu menjaga kebersihan diri
3. Menjelaskan cara dan alat kebersihan diri. dengan cara mandi.
4. Melatih cara menjaga kebersihan diri : mandi. P : Lanjut SP 2 yaitu menjaga perawatan diri
5. Memasukkan dalam jadawal kegiatan harian. dengan cara makan/minum yang benar, pada
pukul 10.00 WIB di ruangan merpati.

Resiko Perilaku 1. Membina hubungan saling percaya dengan Tn.A S : Kien mengatakan senang setelah berlatih AMEL
Kekerasan seperti mengucapkan salam terapeutik, menjelaskan cara mengontrol emosi dengan latihan fisik
tujuan interaksi, membuat kontra topik, waktu, dan bersama perawat.
tempat setiap kali pertemuan. O : Kien mampu mengulangi cara mengontrol
3. Mengidentifikasi penyebab perasaan marah, tanda emosi yang telah diajarkan perawat.
dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerassan yang
dilakukan, akibatnya. Penyebab perilaku kekerasan

57
Tn. A adalah karena gaji yang didapatkan sewaktu A : Kien mampu mengontrol emosi dengan
bekerja tidak sesuai dengan kerja sehingga Tn.A cara latihan fisik yaitu tarik nafas dalam dan
memecahkan kaca jendela rumah sepupunya (orang memukul bantal / kasur.
yang memberi gaji). Akibatnya Tn.A dan P : Lanjut SP 2 yaitu meminum obat pukul
sepupunya itu bertengkar. 10.00 WIB di ruangan merpati.
4. Mengontrol PK Tn.A secara fisik, yaitu menarik
nafas dalam dan memukul bantal / kasur.
5. Memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
Tn.A.
2. Resiko Perilaku SP 2 (tgl : 6-1-2022, jam 10.00 WIB) Jam : 13.00 WIB.
Kekerasan 1. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik, beri S : Kien mengatakan mau diajarkan cara
reinforcement positif kepada Tn.A mengontrol emosi dengan obat dan merasa VANNY
2. Melatih dan mengajarkan Tn.A minum obat secara senang sekali.
teratur dengan prinsip 6 benar (benar jenis, guna, O : Kien mampu mengulangi kembali prinsip
frekuensi cara, kontinuitas, dosis). Menjelaskan 6 benar dan menyebutkan keuntungan minum
manfaat keuntungan minum obat dan kerugiannya. obat.
3. Memasukkan dalam jadwal kegiatan untuk latihan A : Kien mampu mengontrol emosi dengan
fisik dan minum obat. cara minum obat.
P : Lanjut SP 3 yaitu verbal pukul 10.00 WIB
di ruang merpati.

58
Resiko 1. Membantu pasien mengenali halusinasi : jenis, isi, S : Klien mengatakan senang diajarkan cara
Halusinasi: waktu, frekuensi, situasi pencetus, perasaan dan mengontrol halusinasi dengan cara
pendengaran respon saat terjadi halusinasi. menghrdik.
2. Menjelaskan cara mengontrol halusinasi : O : Klien mampu mengulangi cara
menghardik, minum obat, bercakap-cakap dan mengontrol halusinasi dengan cara
berkegiatan. menghardik.
3. Melatih mengontrol halusinasi dengan cara A : Klien mampu mengontrol halusinasi
menghardik. Tahapan tindakan meliputi dengan cara menghardik.
:Menjelaskan cara menghardik halusinasi, P : Lanjut ke SP 2 yaitu obat, pukul 10.00
memperagakan cara menghardik, meminta pasien WIB di ruangan merpati.
memperagakan ulang.
4. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.
3. Resiko Perilaku SP 3 (tgl : 7-1-2022, jam 10.00 WIB) Jam : 13.00 WIB.
Kekerasan 1. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik dan obat, beri S : Kien mengatakan ada mengulangi
pujian kepada Tn.A kegiatan latihan fisik dan rutin minum obat. ROPI
2. Melatih Tn.A mengungkapkan rasa marah secara Kien mau untuk mengikuti latihan berikutnya
verbal, menolak dengan baik, meminta dengan baik, yaitu mengontrol emosi dengan cara verbal.
mengungkapkan perasaan dengan baik. O : Kien mampu mengulangi cara mengontrol
3. Memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian Tn.A emosi dengan cara verbal.
A : Kien mampu mengontrol emosi dengan
cara verbal.

59
P : LanjutSP 3 yaitu spiritual pukul 10.00
WIB di ruangan merpati.
4. Resiko Perilaku SP 4 (tgl : 7-1-2022, jam 10.00 WIB) Jam : 13.00 WIB.
Kekerasan 1. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik, minum obat S : Kien mengatakan ada mempraktekkan
dan verbal, beri pujian kepada Tn.A. teknik nafas dalam, minum obat dan verbal. LIZA
2. Melatih mengontrol perilaku kekerasan Tn.A Kien mengatakan senang diajarkan cara
dengan cara spiritual seperti shalat, berdo’a, dzikir, mngontrol emosi dengan cara yang
berwudhu. berikutnya yaitu spiritual.
3. Memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian O : Kien bisa mengulangi cara mengontrol
Tn.A. emosi secara spiritual dengan baik.
A : Kien mampu mengontrol emosi dengan
cara spiritual.
P : Lanjut SP dengan diagnosa berikutnya
yaitu halusinasi. Mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik pada pukul 10.00
WIB di ruangan merpati.

S : Klien mengatakan senang diajarkan cara


1. Mengevaluasi kegiatan menghardik, berikan mengontrol halusinasi dengan obat.
reinforcement positif. O : Klien mampu mengulangi cara AMEL
mengontrol halusinasi dengan obat.

60
2. Melatih dan ajarkan pasien minum obat secara A : Klien mampu mengontrol halusinasi
teratur dengan prinsip 6 benar (benar jenis, guna, dengan obat.
frekuensi cara, kontinuitas, dosis). Jelaskan manfaat P : Lanjut ke SP 3 yaitu bercakap-cakap,
keuntungan minum obat dan kerugiannya. pukul 10.00 WIB di ruangan merpati.
3. Memasukkan dalam jadwal kegiatan untuk
menghardik dan minum obat.

61
62
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Pengkajian yang dilakukan didapatkan data pada tinjauan teoritis dengan kasus yang
didapatkan tidak sesuai penyebab dari resiko perilaku kekerasan
2. Dari data yang didapatkan, penyebab masalah utama perilaku kekerasan adalah lingkungan
keluarga berupa perubahan ekonomi semenjak kehilangan anggota keluarga
3. Pada evaluasi, tujuan umum untuk diagnosa pertama (resiko perilaku kekerasan). Klien
sudah mampu menyadari akibat dari perilaku kekerasan dan mampu untuk mengontrol
emosinya.

B. SARAN
1. Sebelum melaksanakan interaksi dengan klien sebaiknya perawat membekali diri dengan
kemampuan komunikasi terapeutik.
2. Hubungan saling percaya dengan klien merupakan kunci utama demi keberhasilan dalam
perkembangan asuhan keperawatan jiwa.
3. Dalam memberikan perawatan pada pasien dengan gangguan jiwa, kita sebagai perawat
harus menanamkan sikap empati terhadap pasien.

63
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo,
2003

Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung,
2000

Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar.2012. Asuhan Keperawatan Jiwa.Bandung: PT Rafika


Aditama.

Keliat,Budi Anna dan Akemat.2009. Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa.Jakarta:EGC.

Rahayu,Agustina dan Muh. Budiyono.2013.Panduan Keperawatan Jiwa:Stikes IST


Buton.Baubau.

Yosep, Iyus.2010.Keperawatan Jiwa.Bandung: PT Rafika Aditama

64

Anda mungkin juga menyukai