Anda di halaman 1dari 7

PERSPEKTIF

Volume 24 Nomor 2 Tahun 2019 Edisi Mei


P-ISSN 1410-3648 E-ISSN 2406-7385
Kajian Masalah Hukum dan Pembangunan Sekretariat:
Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Jl. Dukuh Kupang XXV No. 54 Surabaya
e-mail & Telp: perspektif_hukum@yahoo.com (08179392500)
Diterbitkan oleh:
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

PENGENDALIAN PRE-PROJECT SELLING


MELALUI PRINSIP PERLINDUNGAN KONSUMEN
BERDASARKAN UU NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Edi Krisharyanto
Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
e-mail: edikrisharyanto@yahoo.co.id

Peni Jati Setyowati


Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
e-mail: penijati.fh@uwks.ac.id
ABSTRAK
Pre-Project Selling merupakan suatu perikatan yang dilakukan oleh para pihak terhadap jual beli
properti sebelum proyek dibangun dan yang dijual baru berupa gambar atau konsep. Alasan pengembang
melakukan praktik Pre-Project Selling ini dalah untuk mengetahui respon pasar atas produk properti yang
akan dibangun. Sesuai dengan syarat sahnya perjanjian dalam pasal 1320 Burgerlijk Wetboek dinyatakan
bahwa salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah adanya objek perjanjian yang jelas. Praktik Pre-
Project Selling merupakan perjanjian khusus. Hal ini disebabkan karena objek perjanjian merupakan
gambar atau konsep dari pengembang. Maraknya Pre-Project Selling ini tentu menghadirkan beberapa
problematika. Salah satunya adalah mengenai perlindungan konsumen dari gambar atau konsep yang
diajukan oleh Pengembang. Dalam penelitian ini akan membahas Pengendalian Pre-Project Selling
Melalui Prinsip Perlindungan Konsumen Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif, yaitu penelitian
yang berdasarkan pada kajian yang sesuai dengan teori dan aturan hukum yang telah ditetapkan. Penelitian
normatif ini juga berfungsi untuk memberikan argumentasi secara yuridis terhadap terjadinya kekosongan,
kekaburan, dan konflik norma. Dengan demikian penelitian ini dirasa sangat penting sebagai bahan
masukan kebijakan agar memeberikan nilai keadilan bagi masyarakat.
Kata Kunci: Perlindungan Konsumen; Pre-Project Selling

ABSTRACT
Pre-Project Selling is an agreement made by the parties to the sale and purchase of properti before
the project is built and the new one is sold in the form of pictures or concepts. The reason developers
develop this Pre-Project Selling practice is to find out the market’s response to the properti product that
will be built (test the water). In accordance with the legal conditions of the agreement in article 1320
Burgerlijk Wetboek stated that one of the conditions that must be met is the existence of a clear object
of the agreement. The Pre-Project Selling practice is a special agreement. This is because the object of
the agreement is an image or concept from the developer. The rise of the Pre-Project Selling certainly
presents some problems. One of them is about protecting consumers from images or concepts proposed
by Developers. In this study will discuss the Urgency of Consumer Protection against Pre-Project Selling
practices that refer to the legal principles in the Consumer Protection Act. This type of research is
normative research, which is research based on studies that are in accordance with the theories and legal
rules that have been determined. This normative research also functions to provide a juridical argument
against the occurrence of emptiness, obscurity, and norm conflicts. Thus this research is considered very
important as a policy input material in order to provide the value of justice for the community.
Keywords: Consumer Protection; Pre-Project Selling

124
PERSPEKTIF
Volume 24 Nomor 2 Tahun 2019 Edisi Mei

PENDAHULUAN
Perkembangan pembangunan perumahan pameran berkaitan dengan pre launching atau pro
dan properti pada beberapa tahun terakhir ini sale. Pada umumnya, para calon konsumen tergiur
menimbulkan maraknya persaingan yang sangat dengan adanya potongan harga sebesar 15% sampai
ketat bagi pengembang atau pengusaha developer dengan 20% yang diberikan oleh para pengusaha
dalam menarik pembeli. Persaingan di antara pengembang. Selain itu, para pengusaha pengembang
para pengembang atau pengusaha developer ini juga memberikan potongan harga tersebut dengan
berdampak pada lahirnya cara-cara praktis dan cepat disertai pemberian bonus alat-alat elektornik yang
untuk menjual perumahan atau properti, diantaranya: besarnya mencapai beberapa jutaan rupiah bahkan
perkantoran, perumahan maupun apartemen atau puluhan juta rupiah.
rumah susun oleh para pengusaha dengan sistem Dalam praktek pemasaran dengan metode
penjualan Pre-Project Selling. PPS, para calon konsumen harus teliti dulu
Pre Project Selling (selanjutnya disebut PPS) sebelum melakukan pembelian terhadap properti
merupakan salah satu strategi pemasaran para yang diperjualbelikan sesuai dengan nasihat yang
pengembang, dengan tujuan utama yaitu pendapatan terkesan klise. Bagi calon konsumen atau pembeli
dana guna modal pembangunan dan keuntungan. rumah, nasihat ini harus diperhatikan, sehingga
Cara dari PPS ini dalah dengan penawaran unit mereka harus benar-benar mengetahui mengenai
hunian berdasarkan brosur yang berisi mengenai siapa pengembang, kualitas bangunan dan riwayat
konsep hunian, rancang bangun, luas hunian, lokasi proyek yang telah dilakukan oleh para pengembang.
hunian, letak strategis hunian, dan lain sebagainya.1 Calon pembeli hanya diyakini melalui brosur,
Konsep PPS yang dilakukan dengan praktik maket, rumah contoh dan penawaran staf pemasaran
pemasaran melalui gambar atau konsep ini semakin yang berpenampilan menarik, padahal jelas sekali
menjadi marak, terutama bagi para pengembang atau produknya masih berupa konsep. Daya tarik yang
pengusaha developer proyek pemukiman. Penjualan diberikan tersebut bukan hanya berkisar pada hadiah
atau pemasaran dilakukan sebelum produk properti atau pun potongan harga yang diberikan namun
yang bersangkutan terwujud. Pada beberapa proyek, banyak digunakan para masyarakat konsumen.
terdapat pula pengembang atau pengusaha developer Dalam praktiknya, Konsep PPS banyak pula
proyek yang melakukan konsep pemasaran PPS menimbulkan permasalahan. Salah satunya mengenai
sebelum dilengkapi persyaratan antara lain: Izin kepastian hukum dan perlindungan konsumen
Mendirikan Bangunan, Izin Konstruksi, dan izin- terhadap praktik jual beli properti atau pemukiman
izin lainnya. yang merupakan objek transaksi dan hanya masih
Dalam praktiknya, PPS merupakan suatu berupa konsep. Berdasarkan Undang-Undang Nomor
proses yang dilakukan penjual atau pengusaha 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
developer untuk mengetahui bagaimana minat dan menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya
reaksi konsumen terhadap produk properti yang adalah:
diperjualbelikan. Dalam perkembangannya, tes 1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan
pasar yang semula tertutup, kemudian dalam praktek keselamatan dalam mengonsumsi barang dan
di masyarakat dibuat terbuka dan dimanfaatkan atau jasa;
langsung oleh pengembang. Hadirnya konsep 2. hak untuk memilih barang dan atau jasa serta
penjualan PPS ini diharapkan dapat menjual secepat mendapatkan barang dan atau jasa tersebut.
dan sebanyak mungkin. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
Daya tarik konsep pemasaran PPS bagi permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian
masyarakat in sangat besar jika dilihat dari reaksi ini adalah Pengendalian PPS melalui prinsip
konsumen atau orang-orang yang mengunjungi acara perlindungan konsumen berdasarkan Undang-
1 Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Fani Martiawan Kumara Putra. (2019). “Urgensi Batasan
Atau Pengendalian Asas Kebebasan Berkontrak Pada Peristiwa Konsumen.
Pre Project Selling.” Jurnal Perspektif. Volume 24 Nomor 1
Tahun 2019. Surabaya: Universitas Wijaya Kusuma Surabaya,
h. 31.

125
Edi Krisharyanto dan Peni Jati Setyowati,
Pengendalian Pre-Project Selling Melalui Prinsip Perlindungan Konsumen Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

PEMBAHASAN brosur-brosur atau iklan penawaran, maka pelaku


PPS merupakan proses jual beli sebelum pembangunan sekurang-kurangnya harus memiliki:3
proyek dibangun di mana properti yang dijual oleh a. Kepastian peruntukkan ruang;
pengusaha developer tersebut hanya berupa gambar b. Kepastian hak atas tanah;
atau konsep. Dalam pelaksanaan di Indonesia, PPS c. Kepastian status penguasaan rumah susun;
dilakukan penyesuaian, sehingga terdapat beberapa d. Perizinan pembangunan rumah susun;
pengembang proyek yang melaksanakan PPS e. Jaminan atas pembangunan rumah susun dari
sebelum prasarana dan sarana dibangun, tetapi ada lembaga penjamin.
juga yang memasarkan setelah sarana dan prasarana Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,
tersebut telah dibangun. berpendapat bahwa perjanjian merupakan perbuatan
Namun dalam praktiknya PPS lebih sering hukum dimana seseorang atau lebih mengikatkan
dilakukan sebelum izin diterbitkan. Hal ini tentu dirinya terhadap seorang lain atau lebih.4 Para pihak
saja tidak hanya melanggar undang-undang, tetapi diberikan kebebasan untuk membuat isi perjanjian
juga berpotensi menempatkan calon konsumen dalam yang mereka sepakat untuk menjadi pengaplikasian
situasi yang penuh risiko dan terjadinya wanprestasi asas kebebasan berkontrak. Namun kebebasan
(prestasi buruk), berupa:2 tersebut dibatasi oleh pengaturan dalam Pasal
1. tidak terlaksananya apa yang diperjanjikan; 1337 Burgerlijk Wetboek yang menghendaki suatu
2. terlaksana tetapi tidak tepat waktu (terlambat); perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan asas
3. terlaksana tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; kesusilaan dan ketertiban umum. Selain itu dalam
dan praktik PPS juga harus tetap berpedoman pada Pasal
4. dilaksanakan akan tetapi menurut perjanjian 1320 Burgerlijk Wetboek yang menentukan bahwa
tidak boleh dilakukan. untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat
Berbicara mengenai dasar hukum pada syarat yaitu:
konsep PPS tidak lepas dari beberapa peraturan, 1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya;
yaitu: Burgerlijk Wetboek, Undang-Undang No. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan 3. Suatu hal tertentu;
Pemukiman, Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 4. Suatu sebab yang diperbolehkan.
tentang Rumah Susun, dan Undang-Undang No. 8 Unsur esensial dari perjanjian pengikatan
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dari jual beli adalah barang dan harga. Para pihak
beberapa undang-undang tersebut yang seringkali yang berkepentingan dalam perjanjian jual beli
digunakan pedoman untuk proses PPS adalah mengikatkan dirinya terhadap barang dan harga
Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 dan Undang- dengan kesepakatan yang telah disepakatinya.
Undang No. 20 Tahun 2011 yang mengatur secara Perjanjian pengikatan jual beli merupakan perjanjian
umum tentang pembangunan rumah. dengan asas konsensualisme.5 Dalam pelaksanaan
Berdasarkan Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang PPS, R. Subekti menyatakan, bahwa perjanjian
No. 1 Tahun 2011 dinyatakan bahwa dalam Proses pengikatan jual beli adalah perjanjian antar pihak
PPS menggunakan Perjanjian Pendahuluan. Selain penjual dan pihak pembeli sebelum dilaksanakannya
itu, dalam Pasal 42 ayat (3) Undang-Undang No. jual beli dikarenakan adanya unsur-unsur yang harus
20 Tahun 2011 dinyatakan bahwa dalam proses PPS dipenuhi untuk jual beli tersebut, antara lain sertifikat
menggunakan Perjanjian Bersyarat. PPS adalah hak atas tanah belum ada karena masih dalam proses,
menjual suatu proyek atau bangunan yang obyeknya
akan ada di masa mendatang. Dalam hal ini, ketika
3
pengusaha developer melakukan pemasaran, produk Urip Santoso. (2014). Hukum Perumahan. Jakarta:
Kencana, h. 428.
yang dipasarkan tersebut belum ada dan hanya berupa 4
Sri Soedewi Masjchoen. (2007). Hukum Jaminan
di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan
Perorangan. Yogyakarta: Liberty, h. 1.
2 5
Luthvi Febryka Nola. (2017). “Permasalahan Hukum J. Andy Hartanto. (2012). “Karakteristik Hak Milik Atas
dalam Pre-Project Selling.” Majalah Info Singkat Hukum. Vol. Satuan Rumah Susun di Indonesia dan Peralihannya.” Disertasi.
IX No. 18/II/Puslit/September/2017. Surabaya: Fakultas Hukum Universitas Airlangga, h. 15.

126
PERSPEKTIF
Volume 24 Nomor 2 Tahun 2019 Edisi Mei

atau belum terjadinya pelunasan harga.6 Oleh sebab perjanjian jual beli. Hal ini perlu dilakukan agar
itu dalam PPS terdapat 2 (dua) perjanjian yaitu para pihak dapat menandatangan perjanjian utama,
Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Perjanjian Jual yaitu perjanjian jual beli dan akta jual beli di hadapan
Beli. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Kemudian
Dalam PPS, Surat Pemesanan (selanjutnya seperti janji dalam melakukan pengurusan sertifikat
disebut SP) merupakan surat yang berisi pemesanan tanah, sebelum jual beli dilakukan sebagaimana
rumah bagi masyarakat yang serius ingin membeli. diminta oleh pihak pembeli, atau janji untuk segera
SP ini merupakan transaksi awal sebab setelah calon melakukan pembayaran oleh pembeli sebagai
pembeli menandatanganinya dan harus melakukan syarat dari penjual, sehingga akta jual beli dapat di
pembayaran terhadap biaya-biaya seperti biaya tandatangani di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah
pemesanan (booking fee) dan uang muka (down (PPAT).
payment/DP). Selain itu, calon pembeli harus Konsep pemasaran PPS ini memang sangat
tunduk dan terikat pula dengan syarat dan ketentuan menguntungkan penjual (developer) karena
dalam SP tersebut. Selanjutnya, setelah pembeli beban investasi yang harus ditanggungnya untuk
membayar sejumlah harga tertentu (biasanya pembangunan konstruksi proyek tersebut terbantu
30% (tiga puluh persen) dari harga rumah), maka oleh dari adanya dana pesanan yang berasal dari
dilakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). dana calon konsumen atau pembeli. Dengan adanya
PPJB tersebut ditandatangani oleh para pihak pesanan ini juga dapat mempermudah perusahaan,
dihadapan para saksi-saksi. Pada saat penandatangan karena pengembang tidak perlu menyediakan modal
PPJB, biasanya calon konsumen/pembeli diberikan pengembangan di depan untuk biaya pembangunan
kesempatan untuk membaca dan mempelajari draft yang cukup besar. Selain itu keadaan pasar juga
PPJB terlebih dahulu dengan dipandu “petugas sudah pasti sehingga unsur spekulasinya lebih kecil.
pembaca PPJB” dari pihak pengembang. Draft PPJB Dalam hal ini terdapat kepercayaan antara penjual
yang diberikan, pada umumnya tidak bisa dibawa (pengembang) dan pembeli, yaitu pengembang
pulang oleh calon konsumen dan penjelasan yang percaya bahwa konsumen akan melunasi pembayaran
diberikan oleh pengusaha developer pun hanya yang disepakati sesuai dengan jadwal.
sedikit informasi, sehingga banyak calon pembeli Hubungan hukum antara calon pembeli
yang “terpaksa” asal tanda tangan tanpa memahami dengan pengembang dilandasi oleh perjanjian jual
substansi PPJB. Padahal, di dalam PPJB tersebut beli. Dalam hal ini pihak penjual (pengembang)
banyak tidak paham mengenai klausul-klausul. berkedudukan sebagai penyedia perumahan dan
Hal ini yang kemudian sering menimbulkan akibat konsumen sebagai pembeli. Bank sebagai penerima
hukum yang cenderung merugikan calon pembeli kuasa dari calon pembeli merupakan mitra dari
apabila terjadi permasalahan di kemudian hari. pengembang. Berkaitan dengan akibat hukum
Bila dilihat dari fungsinya, maka seyogyanya yang lahir dari adanya hubungan hukum, maka
PPJB yang merupakan perjanjian pendahuluan untuk akan muncul apabila salah satu para pihak tidak
lahirnya perjanjian pokok, yaitu biasanya isinya menjalankan kewajibannya dengan baik. Apabila
berupa janji-janji dari para pihak yang mengandung hal ini terjadi, maka calon pembeli dapat melakukan
ketentuan tentang syarat-syarat yang disepakati komplain. Komplain juga akan terjadi apabila hasil
untuk sahnya melakukan perjanjian utamanya. yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian yang
Misalnya dalam perjanjian jual beli terhadap hak telah disepakati pada saat transaksi jual beli yang
atas tanah, maka dalam perjanjian pengikatan jual dilakukan. Dalam suatu perjanjian, apabila pelaku
beli ini pada umumnya berisi mengenai janji-janji usaha dapat menyelesaikan kewajibannya dengan
baik dari pihak penjual maupun dari pihak pembelin baik sesuai dengan yang disepakati dalam perjanjian,
tentang pemenuhan terhadap syarat-syarat dalam maka pelaku usaha telah melakukan prestasi
6 (kewajiban). Namun apabila pelaku usaha telah lalai
R. Subekti. (2016). “Aspek-Aspek Hukum Perikatan
Nasional”, dikutip dari Supriyadi. (2016). “Kedudukan Perjanjian dan tidak dapat menyelesaikan prestasi (kewajiban)
Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah dalam Perspektif Hukum dengan baik, maka akan timbul suatu wanprestasi.
Pertanahan.” Jurnal Arena Hukum. Edisi No. 2 Vol. 9. Badan
Pertanahan Nasional Mataram, h. 205.

127
Edi Krisharyanto dan Peni Jati Setyowati,
Pengendalian Pre-Project Selling Melalui Prinsip Perlindungan Konsumen Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Wanprestasi atau cidera janji adalah tidak sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan
terlaksananya prestasi atau kewajiban sebagaimana pelaku usaha secara keseluruhan (Penjelasan Pasal
yang telah disepakati di dalam kontrak. Tindakan 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen). Segala
wanprestasi ini membawa konsekuensi timbulnya upaya dalam perlindungan konsumen terhadap PPS
hak dari pihak yang dirugikan dan menuntut pihak hendaknya senantiasa memberikan manfaat bagi para
yang melakukan wanprestasi untuk memberikan pihak (pengusaha dan calon pembeli). Bagi calon
ganti rugi atau penggantian. Ada tiga macam bentuk pembeli, pemberlakuan UU Perlindungan Konsumen
wanprestasi yaitu: yang mengatur mengenai hak dan kewajiban telah
1. wanprestasi tidak memenuhi prestasi; mempertegas posisinya sebagai konsumen yang
2. wanprestasi terlambat memenuhi prestasi; dan dilindungi oleh hukum. Selain itu, pemberlakuan
3. wanprestasi tidak sempurna memenuhi prestasi. UU Perlindungan Konsumen juga telah memberikan
Di samping adanya hak dan kewajiban yang perlu kemudahan-kemudahan bagi konsumen untuk
diperhatikan oleh pengembang (pelaku usaha), maka menuntut haknya (calon pembeli) apabila dirugikan
terdapat pula tanggung jawab (responsibility) yang oleh pelaku usaha.
harus dipikul oleh pihak pengusaha developer sebagai Berbeda halnya dengan pemberlakuan UU
bagian dari kewajiban yang mengikat kegiatannya Perlindungan Konsumen bagi pengusaha developer.
dalam usaha PPS. Dalam terjadinya kondisi ini, maka Bagi pengusaha developer, tidak dimaksudkan untuk
diharapkan ada kewajiban dari pihak pengusaha mematikan kegiatan usaha pelaku usaha, namun justru
developer untuk selalu bersikap waspada dan hati- ingin menciptkan perlindungan konsumen dan dapat
hati dalam menerbitkan data dan informasi yang ada mendorong iklim berusaha yang sehat khususnya
di dalam brosur kepada konsumen. bisnis dengan PPS. Asas keadilan dengan asas ini
Menurut Shidarta,7 perlindungan konsumen melalui bisnis dengan sistem PPS. dimaksudkan
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian agar adanya partisipasi dari seluruh rakyat dapat
hukum untuk memberikan perlindungan kepada diwujudkan secara maksimal dan memberikan
konsumen. Kepastian hukum untuk memberikan kesempatan bagi para pihak untuk memperoleh
perlindungan kepada konsumen itu ditujukan untuk haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta Asas keseimbangan dalam PPS dimaksudkan
memberikan akses informasi tentang suatu produk. untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan
Dalam kaitannya perlindungan konsumen pada konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam
transaksi PPS, berdasarkan Undang-Undang No. 8 arti materiil dan spiritual, sehingga dalam usaha
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka ini tidak mengejar kekayaan duniawi tapi juga
terdapat beberapa asas yang harus diperhatikan, untuk melindungi kepentingan rohani yang perlu
yaitu: perlindungan konsumen berasaskan manfaat, diperhatikan dan kepentingan stakeholder lainnya.
keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan Asas keamanan dan keselamatan dalam PPS
konsumen, serta kepastian hukum. Dalam hal ini, dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas
kepastian hukum ini meliputi segala aspek dan upaya keamanan konsumen dan keselamatan kepada
berdasarkan hukum untuk memberdayakan calon konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan
pembeli memperoleh atau menentukan pilihannya pemanfaatan barang dan/atau jasa yang digunakan
atas barang dan atau jasa kebutuhannya serta konsumen, maka melalui bisnis dengan PPS ini
mempertahankan atau membela hak-haknya apabila pelaku usaha memulai usaha tetap memperhatikan
dirugikan oleh pelaku usaha penyedia kebutuhan faktor keamanan dan keselamatan konsumen.
konsumen tersebut. Asas kepastian hukum dalam PPS dimaksudkan
Asas manfaat dalam UU Perlindungan agar para pihak (calon pembeli dan pengusaha
Konsumen dimaksudkan untuk mengamanatkan developer) dapat menaati hukum dan memperoleh
bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat konsumen. Selain itu, Negara dalam hal ini
Pemerintah, dapat menjamin kepastian hukum
7
Shidarta. (2000). Hukum Perlindungan Konsumen
terhadap pelaksanaan PPS. Oleh sebab itu para pihak
Indonesia. Jakarta: Grasindo, h. 136.

128
PERSPEKTIF
Volume 24 Nomor 2 Tahun 2019 Edisi Mei

dalam usaha PPS, mendasarkan setiap usaha dengan PENUTUP


berpegang pada prinsip-prinsip tersebut, dari prinsip Kesimpulan
inilah akan menjadi acuan dasar untuk memulai PPS dalam perkembangan jual beli properti wajib
usaha, menjalankan usaha sampai akhir kontrak melindungi hak-hak pembeli dengan berlandaskan
dari usaha tersebut. Hal ini sangat penting bagi pada prinsip-prinsip perlindungan konsumen yang
keberlangsungan usaha dan perlindungan hukum ada berdasarkan UU Perlindungan Konsumen.
para pihak. Posisi konsumen yang lemah harus Perlindungan hak pembeli perlu dilakukan untuk
dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat dan tujuan menghindari terjadinya sengketa dan gugatan
hukum adalah dapat memberikan perlindungan atau berkaitan dengan proses jual beli properti. Oleh
pengayoman kepada masyarakat. karenanya, asas kebebasan berkontrak dalam
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen perjanjian jual beli melalui PPS juga wajib dibatasi
menetapkan 9 (sembilan) hak konsumen, yaitu: untuk melindungi hak-hak pembeli.
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ Rekomendasi
atau jasa; Perkara ada cidera dalam bentuk sosialisasi yang
b. Hak untuk memilih barang dan/jasa serta rutin, dalam bentuk apapun dari pemerintah untuk
mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut menyadarkan para calon pembeli PPS atas hak-
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta haknya, sehingga dapat mengatasi sengketa-sengketa
jaminan yang dijanjikan; yang ada atas dasar penjualan dengan metode PPS.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau DAFTAR PUSTAKA
jasa; Peraturan Perundang-undangan:
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
atas barang dan/atau jasa yang digunakan; Perlindungan Konsumen.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
konsumen secara patut; Perumahan dan Kawasan Pemukiman.
f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang
pendidikan konsumen; Rumah Susun.
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara Burgerlijk Wetboek.
benar dan jujur sertatidak diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi Buku:
dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau Shidarta. (2000). Hukum Perlindungan Konsumen
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian Indonesia. Jakarta: Grasindo.
atau tidak sebagaimana mestinya; Urip Santoso. (2014). Hukum Perumahan. Jakarta:
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan Kencana.
perundang-undangan lainnya
Dalam kaitannya PPS, maka seyogyanya terdapat Jurnal:
kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada Ahmadi Miru. (2000). “Prinsip-prinsip Perlindungan
calon pembeli diharapkan juga mampu meningkatkan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia”. Disertasi.
kesadaran, kemampuan dan kemandiriannya dalam Surabaya: Program Pascasarjana Universitas
melindungi diri sendiri sehingga mampu mengangkat Airlangga.
harkat dan martabat calon pembeli dengan Fani Martiawan Kumara Putra. (2019). “Urgensi
menghindari berbagai akses negatif yang berkaitan Batasan Atau Pengendalian Asas Kebebasan
dengan PPS. Berkontrak Pada Peristiwa Pre Project Selling.”
Jurnal Perspektif. Volume 24 Nomor 1 Tahun
2019. Surabaya: Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya, h. 31.

129
Edi Krisharyanto dan Peni Jati Setyowati,
Pengendalian Pre-Project Selling Melalui Prinsip Perlindungan Konsumen Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

J. Andy Hartanto. (2012). “Karakteristik Hak Milik R. Subekti. (2016). “Aspek-Aspek Hukum Perikatan
Atas Satuan Rumah Susun di Indonesia dan Nasional”, dikutip dari Supriyadi. (2016).
Peralihannya.” Disertasi. Surabaya: Fakultas “Kedudukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli
Hukum Universitas Airlangga. Hak Atas Tanah dalam Perspektif Hukum
Luthvi Febryka Nola. (2017). “Permasalahan Pertanahan.” Jurnal Arena Hukum. Edisi No.
Hukum dalam Pre-Project Selling.” Majalah 2 Vol. 9. Badan Pertanahan Nasional Mataram.
Info Singkat Hukum. Vol. IX No. 18/II/Puslit/
September/2017.

130

Anda mungkin juga menyukai