KEKUASAAN KEHAKIMAN
Pasal 4 ayat (1) Asas Equality Before The Law (persamaan dihadapan hukum).
“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”.
Pasal ini juga bisa dimaknai dengan Asas Audi et alteram partem.
Pasal 5 ayat (1) “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat” – Hakim
boleh melakukan penemuan hukum atau menafsirkan undang-undang.
Pasal 5 ayat (2) “Hakim dan hakim konstitusi wajib menaati Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim”.
Pasal 10 ayat (1) Asas Ius Curia Novit – hakim dianggap tahu akan hukum sehingga
pengadilan tidak boleh menolak perkara meskipun hukumnya tidak jelas.
“Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara
yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib
untuk memeriksa dan mengadilinya”.
Pasal 16 tentang Perkara Koneksitas (perkara gabungan yang dilakukan bersama-sama oleh
oleh warga sipil dan militer. Dalam hal ini perkara diadili di peradilan umum, kecuali dalam
keadaan tertentu menurut keputusan MA harus diadili di peradilan militer.
“Keadaan tertentu” adalah dilihat dari titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana
tersebut. Jika titik berat kerugian terletak pada kepentingan militer, perkara tersebut diadili oleh
pengadilan di lingkungan peradilan militer. Sebaliknya, jika titik berat kerugian tersebut terletak
pada kepentingan umum, maka perkara tersebut diadili oleh peradilan umum.
Pasal 17 tentang sesorang punya hak ingkar terhadap hakim yang memeriksa perkara
disertai alasan yang jelas.
Pasal 17 juga menjelaskan bahwa hakim, jaksa, panitera tidak boleh memeriksa perkara yang
berkaitan dengannya ntah itu ada hubungan darah atau semenda atau ada keterikatan dan
hubungan tertentu dengan kasus tersebut.
Pasal 21 membahas soal organisasi, administrasi dan keuangan semua badan peradilan diatur
oleh MA sendiri dan diatur dalam undang-undang masing2 lingkungan peradilan
Pasal 27 pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan
peradilan yang berada di bawah MA.
Pengadilan khusus antara lain adalah pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan hak asasi
manusia, pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan hubungan industrial dan pengadilan
perikanan yang berada di lingkungan peradilan umum, serta pengadilan pajak yang berada di
lingkungan peradilan tata usaha negara.
Pasal 38 ayat (1) mengatur tentang Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan
Kekuasaan Kehakiman diantaranya: kepolisian, kejaksaan, advokat dan lembaga
pemasyarakatan
Pasal 39 ayat (3) Pengawasan internal atas tingkah laku hakim dilakukan oleh MA.
Pasal 44 ayat (1) Pengawasan hakim konstitusi dilakukan oleh Majelis Kehormatan
Hakim Konstitusi
Jaminan kesejahteraan meliputi gaji pokok, tunjangan, biaya dinas, dan pensiun serta hak lainnya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 52 ayat (1) - Pengadilan wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk
memperoleh informasi yang berakitan dengan putusan dan biaya perkara dalam proses
persidangan.
Pasal 56 ayat (1) - setiap orang punya hak untuk memperoleh bantuan hukum.
Pasal 56 ayat (2)- negara menaggung biaya perkara bagi yang tidak mampu.
Pasal 58 tentang bagi sengketa perdata dapat diselesaikan di luar pengadilan baik melalui
arbitrase maupun alternatif penyelesaian sengketa.
Di Indonesia sendiri ada beberapa lembaga arbitrase dalam penyelesaian kasus sengketa yaitu,
BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia), BAPMI (Badan Arbitrase Pasar Modal) dan
BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional Indonesia).
Alternatif penyelesaian sengketa (Alternative Dispute Resoultion/ADR) dijelaskan di Pasal
60, dapat dilakukan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli.
Hasil Kesepakatan ADR dituangkan dalam bentuk tertulis dan bersifat final dan mengikat
para pihak untuk dilaksanakan dengan iktikad baik.
Pasal 62 Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358) dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.