Anda di halaman 1dari 86

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA

ARTHRITIS RHEUMATOID DENGAN MASALAH


NYERI AKUT YANG DI BERIKAN TINDAKAN
KOMPRES HANGAT JAHE MERAH
DI WILAYAH KERJA
UPTD PUSKESMAS
MENGWI I

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

NI LUH DEWI RISMA ASTRIANI, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2022
ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA
ARTHRITIS RHEUMATOID DENGAN MASALAH
NYERI AKUT YANG DI BERIKAN TINDAKAN
KOMPRES HANGAT JAHE MERAH
DI WILAYAH KERJA
UPTD PUSKESMAS
MENGWI I

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners


pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Usada Bali

NI LUH DEWI RISMA ASTRIANI, S.Kep

NIM. C1221066

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2022
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir Ners adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik

yang dikutip maupun di rujuk telah saya nyatakan benar

Nama : Ni Luh Dewi Risma Astriani, S.Kep

NIM : C1221066

Tanda Tangan :

Tanggal : 27 Mei 2022


HALAMAN PERSETUJUAN

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA


ARTHRITIS RHEUMATOID DENGAN MASALAH
NYERI AKUT YANG DI BERIKAN TINDAKAN
KOMPRES HANGAT JAHE MERAH
DI WILAYAH KERJA
UPTD PUSKESMAS
MENGWI I

Diajukan Oleh:

NI LUH DEWI RISMA ASTRIANI, S.KEP


NIM. C1221066

Mangupura, 27 Mei 2022

Telah Disetujui Oleh Dosen Pembimbing

Mengetahui,
Program Studi Profesi Ners Dosen Pembimbing
Ketua

Ns. I Putu Artha Wijaya, S.Kep., M.Kep Ns. Ni Komang Matalia Gandari., S.Kep.,M.H
NIDN: 0821058603 NIDN: 0813098803
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI PROGRAM STUDI PROFESI NERS

Karya Ilmiah Akhir Ners, Mei 2022

Ni Luh Dewi Risma Astriani, S.Kep

Analisis Asuhan Keperawatan Pada Lansia Arthritis Rheumatoid Dengan Masalah


Nyeri Akut Yang Di Berikan Tindakan Kompres Hangat Jahe Merah di Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Mengwi I
COLLEGE OF HEALTH SCIENCES
BINA USADA BALI NERS PROFESSIONAL STUDY PROGRAM

Final Scientific Paper Ners, May 2022

Ni Luh Dewi Risma Astriani, S.Kep


KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan Kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau

Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat Asung Wara Nugraha-Nya lah penulis

dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners ini dengan judul “Analisis Asuhan

Keperawatan Pada Lansia Arthritis Rheumatoid Dengan Masalah Nyeri Akut

Yang Di Berikan Tindakan Kompres Hangat Jahe Merah di Wilayah Kerja UPTD

Puskesmas Mengwi I”.

Laporan akhir Ners ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk

meperoleh gelar Ners pada Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Bina Usada Bali.

Penyusunan laporan akhir Ners ini dapat diselesaikan tentunya tidak lepas

dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu melalui kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. I Putu Santika, MM selaku Ketua STIKES Bina Usada Bali yang telah

memberikan kesempatan mengikuti pendidikan Program Ilmu Keperawatan

di STIKES Bina Usada Bali.

2. Ns. I Putu Artha Wijaya, S.Kep., M.Kep selaku Ketua Program Studi Profesi

Ners STIKES Bina Usada Bali yang memberikan masukan, dan bimbingan

dalam menyelesaikan laporan akhir Ners ini.

3. Ns. Ni Komang Matalia Gandari., S.Kep., M.H selaku pembimbing peneliti

yang telah memberikan waktu luang dengan penuh kesabaran untuk peneliti
dalam memberikan masukan, pengetahuan dan bimbingan dalam

menyelesaikan laporan akhir Ners ini.

4. Dr. M. Ngurah Yogie Khrsna, M.Kes, M. Biomed-AAM sebagai Kepala

UPTD Puskesmas Mengwi I yang telah meberikan ijin dalam

menyelenggarakan penelitian.

5. Ni Wayan Lahariani, SST yang selalu memberikan semangat, doa dan juga

meluangkan waktu untuk berdiskusi serta memberikan masukan dalam

penyusunan laporan akhir Ners ini.

6. Kedua orang tua saya I Wayan Suarma dan Ni Komang Budi Tarini yang

senantiasa memberi dukungan penuh, doa, dan materil dalam proses

penyusunan laporan akhir Ners ini.

7. Teman-teman sejawat profesi Ners yang telah memberikan dukungan dalam

proses penyusunan laporan akhir Ners ini.

8. Dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan akhir

Ners ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, peneliti

mengucapkan terimakasih.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan akhir Ners ini masih jauh dari

sempurna, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun dalam rangka memperbaiki dan menyempurnakan laporan akhir

skripsi ini. Semoga laporan akhir skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Akhir

kata penulis mengucapkan terimakasih.


Mangupura, 27 Mei 2022

Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses penuaan merupakan proses yang berhubungan dengan umur

seseorang. Manusia mengalami perubahan sesuai dengan bertambahnya

umur tersebut. Menurut World Health Organisation (WHO), lanjut usia

adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lanjut usia

merupakan kelompok umur manusia yang telah memasuki tahapan akhir

dari fase kehidupan dan terjadi suatu proses yang disebut aging process

atau proses penuaan. Proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah

baik secara fisik, biologis, sosial, maupun mental. Perubahan-perubahan

terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia.

Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada

semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada

semua sistem musculoskeletal dan jaringan lain yang yang dapat

mengalami gangguan salah satunya rheumatoid arthritis (Noviyanti &

Azwar, 2021).

Pada tahun 2016 angka kejadian arthritis rheumatoid yang

dilaporkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO adalah mencapai 20%

dari penduduk dunia, dimana 5-10% adalah mereka yang berusia 55 tahun.

Data Riskesdas 2018 menunjukan pravalensi penyakit sendi seperti

penderita rheumatoid arthritis di indonesia mencapai 7,30%. Karakteristik


menurut jenis kelamin yang lebih tinggi mengalami rheumatoid arthritis

adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 8,9% dibandingkan laki-

laki dengan persentase 6,1%. Riskesdas 2018 menunjukkan pravalensi

penyakit sendi seperti rheumatoid arthritis terbagi menjadi karakteristik

kelompok umur yaitu umur 45-54 tahun 11,1%; umur 55-64 tahun 15,5%;

umur 65-74 tahun 18,6% dan umur 75 keatas 18,9% (Kemenkes RI, 2018).

Dapat disimpulkan semakin tua umur sesorang semakin tinggi terjadinya

penyakit sendi seperti rheumatoid arthritis. Prevalensi penduduk yang

mengalami penyakit sendi seperti rheumatoid arthritis di Bali pada tahun

2018 adalah 10,46% (Kemenkes RI, 2018).

Penyakit reumatik merupakan salah satu penyakit yang sering

ditemui dalam masyarakat, salah satunya pada kelompok lanjut usia

(lansia) yang ditandai dengan adanya peradangan dari lapisan selaput sendi

(sinovium) yang menyebabkan nyeri yang terjadi secara berulang-ulang,

kekakuan, bengkak, dan merah (Nugroho, 2012). Penatalaksanaan rasa

nyeri yang direkomendasikan oleh World Health Organization

menganjurkan pengobatan nyeri pada lansia dilakukan secara konservatif

dan bertahap untuk mengurangi terjadinya efek samping. Prinsip utama

pada penatalaksanaan rasa nyeri adalah menghilangkan serangan rasa

nyeri. Manajemen nyeri yang efektif bagi lansia dapat dilakukan dengan

pendekatan secara farmakologis dan non farmakologis (Syapitri, 2018).

Salah satu intervensi non farmakologi yang dapat dilakukan secara

mandiri dalam menurunkan skala nyeri reumatik yaitu dengan kompres


hangat jahe. Kandungan jahe bermanfaat untuk mengurangi nyeri reumatik

karena jahe memiliki sifat pedas, pahit, dan aromatik dari oleoresin seperti

zingeron, gingerol dan shogaol. Oleoresin memiliki potensi antiinflamasi

dan antioksidan yang kuat, kandungan air dan minyak pada jahe berfungsi

sebagai enhancer yang dapat meningkatkan permeabilitas oleoresin

menembus kulit tanpa menyebabkan iritasi atau kerusakan hingga ke

sirkulasi perifer (Sunarti & Alhuda, 2018).

Menurut penelitian Hernani dan Hayani (2001) jahe merah

mempunyai kandungan pati (52,9%), minyak atsiri (3,9%), dan ekstrak

yang larut dalam alkohol (9,93%) lebih tinggi dibandingkan jahe emprit

(41,48, 3,5 dan 7,29%) dan jahe gajah (44,25, 2,5, dan 5,81%). Komponen

kimia jahe, seperti gingerol, shogaol dan zinggerone memberi efek

farmakologi dan fisiologi seperti antioksidan, anti-inflamasi, analgesik,

serta antikarsinogenik (Hernani & Winarti, 2014).

Upaya yang dilakukan wilayah kerja UPTD Puskesmas Mengwi I

dalam penanganan nyeri rematik secara farmakologis dan non-

farmakalogis, yaitu cara farmakologis yang sudah dilakukan dengan

pemberian obat golongan NSAID (Nonsteroid Anti-Inflammation Drugs),

sedangkan tindakan non farmakologis yang sudah dilakukan adalah senam

lansia dan olah raga ringan. Tindakan seperti melakukan kompres hangat

jahe merah belum dilakukan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Mengwi I.

Banyaknya penderita nyeri rematik yang terjadi pada lansia tersebut

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis


Asuhan Keperawatan Pada Lansia Arthritis Rheumatoid Dengan Masalah

Nyeri Akut Yang Di Berikan Tindakan Kompres Hangat Jahe Merah di

Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Mengwi I.”

B. Rumusan Masalah

Hasil Perumusan masalah dalam Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N)

ini adalah “Apakah kompres hangat jahe merah efektif menurunkan nyeri

pada lansia rheumatoid atrhitis di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas

Mengwi I?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini bertujuan untuk

mengetahui efektifitas kompres hangat jahe merah dalam mengatasi

nyeri pada lansia rheumatoid atrhitis dengan gangguan rasa nyaman

nyeri di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Mengwi I.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam karya ilmiah ini yaitu:

a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan

rheumatoid arthritis di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Mengwi

I.
b. Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan

rheumatoid arthritis di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Mengwi

I.

c. Menentukan rencana keperawatan pada pasien dengan dengan

rheumatoid arthritis di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Mengwi

I.

d. Mampu melakukan intervensi dan implementasi keperawatan

dalam pemberian kompres jahe merah terhadap pasien dengan

dengan rheumatoid arthritis di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas

Mengwi I.

e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan

dengan Rheumatoid arthritis di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas

Mengwi I.

D. Manfaat Karya Ilmiah

1. Pelayanan Keperawatan

Analisa asuhan keperawatan ini dapat menambah keragaman ilmu

pengetahuan bagi dunia keperawatan yang dapat dijadikan pedoman

untuk ilmu selanjutnya dalam merawat klien Rheumatoid Arthritis

dengan kompres hangat jahe merah.

2. Masyarakat

Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penanganan

Rheumatoid arthritis dan menambah keterampilan pada masyarakat


dalam menerapkan kompres hangat jahe merah untuk mengurangi

nyeri.

3. Institusi Pendidikan

Memperbanyak keberagaman analisa asuhan keperawatan pada

pasien yang mengalami nyeri Rheumatoid arthritis, sehingga mampu

dijadikan bahan referensi dalam pengendalian terhadap penurunan

nyeri Rheumatoid arthritis.

4. Pengembangan Ilmu Keperawatan

Karya ilmiah ini diharapkan bermanfaat terhadap perkembangan

pengetahuan khususnya dalam ilmu keperawatan sebagai sumber

mengenai kompres jahe merah untuk mengurangi nyeri rheumatoid

arthritis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Rheumatoid Arhtritis (RA) adalah penyakit inflamasi kronik dan

progresif yang mempengaruhi struktur intra artikular dan

ekstraartikular yang menyebabkan rasa sakit, kecacatan hingga

kematian. Peradangan pada persendian dapat menyebabkan kerusakan

sendi berupa erosi dan kerusakan fungsional pada sebagian besar

pasien. Permulaan penyakit tidak sama pada semua pasien dan

bervariasi dalam hal tipe, jumlah, dan pola keterlibatan sendi.

Jalannya penyakit mungkin juga berbeda sesuai dengan ada atau

tidaknya beberapa variabel termasuk latar belakang genetik,

autoantibodi dalam serum dan tingkat keparahan proses inflamasi

(Heidari, 2014). Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun

yang etiologinya belum diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif

yang simetris dan pada beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan

ekstraartikular (Masyeni, 2017).


2. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi Fisiologi Rangka

Menurut Syaifuddin (2019) Muskuloskeletal berasal dari

kata muscle (otot) dan skeletal (tulang). Rangka (skeletal)

merupakan bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi dan tulang

rawan (kartilago), sebagai tempat menempelnya otot dan

memungkinkan tubuh untuk mempertahankan sikap dan

posisi.Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang – tulang

(sekitar 206 tulang) yang membentuk suatu kerangka tubuh yang

kokoh. Walaupun rangka terutama tersusun dari tulang, rangka di

sebagian tempat dilengkapi dengan kartilago. Rangka

digolongkan menjadi rangka aksial, rangka apendikular, dan

persendian.

1) Rangka aksial, melindungi organ-organ pada kepala, leher,

dan torso.

2) Rangka apendikular, tulang yang membentuk lengan tungkai

dan tulang pectoral serta tonjolan pelvis yang menjadi tempat

melekatnya lengan dan tungkai pada rangkai aksial.

3) Persendian, adalah artikulasi dari dua tulang atau lebih.

Fungsi Sistem Rangka:


1) Tulang sebagai penyangga (penopang); berdirinya tubuh,

tempat melekatnya ligamen-ligamen, otot, jaringan lunak dan

organ, juga memberi bentuk pada tubuh.

2) Pergerakan; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka

saat bergerak, adanya persendian.

3) Melindungi organ-organ halus dan lunak yang ada dalam

tubuh.

4) Pembentukan sel darah (hematopoesis/red marrow).

5) Tempat penyimpanan mineral (kalium dan fosfat) dan lipid

(yellow marrow).

Menurut bentuknya tulang dibagi menjadi 4, yaitu:

1) Tulang panjang, terdapat dalam tulang paha, tulang lengan

atas.

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak tetap dan

didalamnya terdiri dari tulang karang, bagian luas terdiri dari

tulang padat.

3) Tulang ceper yang terdapat pada tulang tengkorak yang

terdiri dari 2 tulang karang di sebelah dalam dan tulang padat

disebelah luar.

4) Bentuk yang tidak beraturan (vertebra) sama seperti tulang

pendek.
Gambar 2.1
Tulang Pada Tubuh Manusia

1) Struktur Tulang

Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi

tulang pendek, panjang, tulang berbentuk rata (flat) dan

tulang dengan bentuk tidak beraturan. Terdapat juga tulang

yang berkembang didalam tendon misalnya tulang patella

(tulang sessamoid). Semua tulang memiliki sponge tetapi

akan bervariasi dari kuantitasnya. Bagian tulang tumbuh

secara longitudinal, bagian tengah disebut epiphyse yang

berbatasan dengan metaphysic yang berbentuk silinder.

Tulang merupakan bagian yang kaya akan vaskuler dengan

total aliran sekitar 200-400 cc/menit. Setiap tulang memiliki

arteri menyuplai darah yang membawa nutrient masuk di


dekat pertengahan tulang kemudian bercabang ke atas dan ke

bawah menjadi pembuluh darah mikroskopis, pembuluh ini

menyuplai korteks, morrow, dan sistem harvest. Serabut saraf

simpatik dan afferent (sensorik) mempersarafi tulang dilatasi

kapiler dan di control oleh saraf simpatis sementara serabut

syaraf efferent menstramisikan rangsangan nyeri.

2) Pertumbuhan dan Metabolisme Tulang

Setelah pubertas tulang mencapai kematangan dan

pertumbuhan maksimal. Tulang merupakan jaringan yang

dinamis walaupun demikian pertumbuhan yang seimbang

pembentukan dan penghancuran hanya berlangsung hanya

sampai usia 35 tahun. Tahun-tahun berikutnya rebsorbsi

tulang mengalami percepatan sehigga tulang mengalami

penurunan massanya dan menjadi rentan terhadap injury.

Pertumbuhan dan metabolisme tulang di pengaruhi oleh

mineral dan hormone sebagai berikut:

a) Kalsium dan Fosfor. Tulang mengandung 99% kalsium

dan 90% fosfor. Konsentrasi ini selalu di pelihara dalam

hubungan terbalik. Apabila kadar kalsium meningkat

maka kadar fosfor akan berkurang, ketika kadar kalsium

dan kadar fosfor berubah, calsitonin dan PTH bekerja

untuk memelihara keseimbangan.


b) Calsitonin di produksi oleh kelenjar tiroid memiliki aksi

dalam menurunkan kadar kalsium jika sekresi meningkat

di atas normal. Menghambat reabsorbsi tulang dan

meningkatkan sekresi fosfor oleh ginjal bila di perlukan.

c) Vit. D diproduksi oleh tubuh dan di trasportasikan ke

dalam darah untuk meningkatkan reabsorbsi kalsium dan

fosfor dari usus halus, juga memberi kesempatan untuk

aktifasi PHT dalam melepas kalsium dari tulang.

3) Proses Pembentukan Tulang

Pada bentuk alamiahnya, vitamin D di proleh dari

radiasi sinar ultraviolet matahari dan beberapa jenis makanan.

Dalam kombinasi denagan kalsium dan fosfor, vitamin ini

penting untuk pembentukan tulang. Vitamin D sebenarnya

merupakan kumpulan vitamin-vitamin, termasuk vitamin D2

dan D3. Substansi yang terjadi secara alamiah ialah D3

(kolekalsiferol), yang dihasilkan olehakifitas foto kimia pada

kulit ketika dikenai sinar ultraviolet matahari. D3 pada kulit

atau makanan diwa ke (liver bound) untuk sebuah alfa-

globulin sebagai transcalsiferin, sebagaian substansi diubah

menjadi 25 dihidroksi kolekalsiferon atau kalsitriol. Calcidiol

kemudian dialirkan ke ginjal untuk transformasi ke dalam

metabolisme vitamin D aktif mayor, 1,25 dihydroxycho


lekalciferol atau calcitriol. Banyaknya kalsitriol yang di

produksi diatur oleh hormone parathyroid (PTH) dan kadar

fosfat di dalam darah, bentuk inorganic dari fosfor

penambahan produksi kalsitriol terjadi bila kalsitriol

meningkat dalam PTH atau pengurangan kadar fosfat dalam

cairan darah.

Kalsitriol dibutuhkan untuk penyerapan kalsium oleh

usus secara optimal dan bekerja dalam kombinasi dengan

PTH untuk membantu pengaturan kalsium darah. Akibatnya,

kalsitriol atau pengurangan vitamin D dihasilkan karena

pengurangan penyerapan kalsium dari usus, dimana pada

gilirannya mengakibatka stimulasi PHT dan pengurangan,

baik itu kadar fosfat maupun kalsium dalam darah.

a) Hormon parathyroid. Saat kadar kalsium dalam serum

menurun sekresi hormone parathyroid akan meningkat

aktifasi osteoclct dalam menyalurkan kalsium ke dalam

darah lebih lanjutnya hormone ini menurunkan hasil

ekskresi kalsium melalui ginjal dan memfasilitasi

absorbsi kalsium dari usus kecil dan sebaliknya.

b) Growth hormone bertanggung jawab dalam peningkatan

panjang tulang dan penentuan matriks tulang yang

dibentuk pada masa sebelum pubertas.


c) Glukokortikoid mengatur metabolism protein. Ketika

diperlukan hormone ini dapat meningkat atau

menurunkan katabolisme untuk mengurangi atau

meningkatkan matriks organic. Tulang ini juga

membantu dalam regulasi absorbsi kalsium dan fosfor

dari usus kecil.

d) Seks hormone estrogen menstimulasi aktifitas

osteobalstik dan menghambat hormone paratiroid. Ketika

kadar estrogen menurun seperti pada masa menopause,

wanita sangat rentan terjadinya massa tulang

(osteoporosis).

4) Persendian

Persendian dapat diklasifikasikan menurut struktur

(berdasarkan ada tidaknya rongga persendian diantara tulang-

tulang yang beratikulasi dan jenis jaringan ikat yang

berhubungan dengan paersendian tersebut) dan menurut

fungsi persendian (berdasarkan jumlah gerakan yang

mungkin dilakukan pada persendian).


Gambar 2.2
Persendian Pada Tubuh Manusia

a) Klasifikasi struktural persendian:

i. Persendian fibrosa

ii. Persendian kartilago

iii. Persendian sinovial.

b) Klasifikasi fungsional persendian:

i. Sendi Sinartrosis atau Sendi Mati

Secara struktural, persendian di dibungkus dengan

jaringan ikat fibrosa atau kartilago.

ii. Amfiartrosis

Sendi dengan pergerakan terbatas yang

memungkinkan terjadinya sedikit gerakan sebagai

respon terhadap torsi dan kompresi.


iii. Diartrosis

Sendi ini dapat bergerak bebas, disebut juga sendi

sinovial.Sendi ini memiliki rongga sendi yang berisi

cairan sinovial, suatu kapsul sendi yang menyambung

kedua tulang, dan ujung tilang pada sendi sinovial

dilapisi kartilago artikular.

c) Klasifikasi persendian sinovial:

i. Sendi fenoidal: memungkinkan rentang gerak yang

lebih besar, menuju ke tiga arah. Contoh: sendi

panggul dan sendi bahu.

ii. Sendi engsel: memungkinkan gerakan ke satu arah

saja. Contoh: persendian pada lutut dan siku.

iii. Sendi kisar: memungkinkan terjadinya rotasi di

sekitar aksis sentral.Contoh: persendian antara bagian

kepala proximal tulang radius dan ulna.

iv. Persendian kondiloid: memungkinkan gerakan ke dua

arah di sudut kanan setiap tulang. Contoh: sendi

antara tulang radius dan tulang karpal.

v. Sendi pelana: Contoh: ibu jari.

vi. Sendi peluru: memungkinkan gerakan meluncur

antara satu tulang dengan tulang lainnya. Contoh:

persendian intervertebra.
b. Anatomi Fisiologi Otot

Otot (muscle) adalah jaringan tubuh yang berfungsi

mengubah energi kimia menjadi kerja mekanik sebagai respon

tubuh terhadap perubahan lingkungannya. Jaringan otot, yang

mencapai 40% -50% berat tubuh,pada umumnya tersusun dari

sel-sel kontraktil yang serabut otot. Melalui kontraksi, sel-sel otot

menghasilkan pergerakan dan melakukan pekerjaan.

Gambar 2.3
Otot Pada Tubuh Manusia
1. Fungsi sistem Muskular

a) Pergerakan.

b) Penopang tubuh dan mempertahankan postur.

c) Produksi panas.

2. Ciri-ciri otot

a) Kontraktilitas

b) Eksitabilitas

c) Ekstensibilitas
d) Elastisitas

3. Klasifikasi Jaringan Otot

Otot diklasifikasikan secara structural berdasarkan ada

tidaknya striasi silang (lurik), dan secara fungsional

berdasarkan kendali konstruksinya, volunter (sadar) atau

involunter (tidak sadar), dan juga berdasarkan lokasi, seperti

otot jantung, yang hanya ditemukan di jantung.

4. Jenis-jenis Otot

a) Otot rangka adalah otot lurik, volunter, dan melekat pada

rangka.

b) Otot polos adalah otot tidak berlurik dan involunter. Jenis

otot ini dapat ditemukan pada dinding organ berongga

seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba,

seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi,

urinarius, dan sistem sirkulasi darah.

c) Otot jantung adalah otot lurik, involunter, dan hanya

ditemukan pada jantung.

3. Etiologi

Etiologi Rhematoid Arthritis belum diketahui secara pasti.

Namun, kejadiannya dihubungkan dengan interaksi yang kompleks

antara faktor genetik dan lingkungan (Suarjana, 2014), yaitu:


a. Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1, faktor ini

memiliki angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%.

b. Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel

induk (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga

muncul timbulnya penyakit Rheumatoid Arhtritis.

c. Heat Shock Protein (HSP), merupakan protein yang diproduksi

sebagai respon terhadap stres. Protein ini mengandung untaian

(sequence) asam amino homolog. Diduga terjadi fenomena

kemiripan molekul dimana antibodi dan sel T mengenali epitop

HSP pada agen infeksi dan sel Host. Sehingga bisa menyebabkan

terjadinya reaksi silang Limfosit dengan sel Host sehingga

mencetuskan reaksi imunologis.

d. Faktor Lingkungan, salah satu contohnya adalah merokok.

4. Klasifikasi

Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4

tipe, yaitu:

a. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria

tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus,

paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

b. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria

tanda dangejala sendi yang harus berlangsung terus menerus,

paling sedikit dalam waktu 6 minggu.


c. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3

kriteria tanda dangejala sendi yang harus berlangsung terus

menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

d. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2

kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus

menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi Rheumatoid Arhtritis dapat ditemukan pada semua

sendi dan tendon, tetapi paling sering dijumpai pada sendi tangan.

Rheumatoid Arhtritis juga dapat menyerang sendi siku, kaki,

pergelangan kaki dan lutut. Sinovial sendi, tendon, dan bursa menebal

akibat radang yang diikuti oleh erosi tulang dan destruksi tulang

disekitar sendi (Sjamsuhidayat, 2012). Ketika penyakit ini aktif bisa

muncul gejala seperti kelelahan dan kekakuan sendi yang biasanya

paling sering terjadi di pagi hari. Manifestasi Rheumatoid Arhtritis

sangat bervariasi dan biasanya mencerminkan stadium serta beratnya

penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritema dan gangguan

fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk Rheumatoid

Arhtritis (C.Smeltzer & G.Bare, 2017).

Secara umum menurut Suarjana (2014) manifestasi klinis RA

terbagi menjadi 3 kategori yaitu;

a. Awitan (onset)
Artritis seringkali diikuti oleh kekakuan sendi pada pagi

hari yang berlangsung selama satu jam atau lebih. Beberapa

penderita juga mempunyai gejala konstitusional berupa

kelemahan, kelelahan, anoreksia, dan demam ringan.

b. Manifestasi artikular

Penderita Rheumatoid Arhtritis pada umumnya mengalami

keluhan nyeri dan kaku pada banyak sendi, walaupun ada

sepertiga penderita mengalami gejala awal pada satu atau

beberapa sendi saja. Walaupun tanda kardinal inflamasi (nyeri,

bengkak, kemerahan, dan teraba hangat) mungkin ditemukan

pada awal penyakit atau selama kekambuhan (flare), namun

kemerahan dan teraba hangat mungkin tidak dijumpai pada

Rheumatoid Arhtritis yang kronik.

c. Manifestasi ekstraartikular

Manifestasi ekstraartikular pada umumnya didapatkan pada

penderita yang mempunyai titer faktor reumatoid (RF) serum

tinggi. Nodul reumatoid merupakan manifestasi kulit yang paling

sering dijumpai, tetapi biasanya tidak memerlukan

intervensikhusus. Nodul reumatoid umumnya ditemukan

ditemukan di daerah ulna, olekranon, jari tangan, tendon achilles

atau bursa Olekranon. Nodul reumatoid hanya ditemukan pada

penderita AR dengan faktor reumatoid positif (sering titernya

tinggi) dan mungkin dikelirukan dengan tofus gout, kista


ganglion, tendon xanthoma. Manifestasi paru juga bisa

didapatkan, tetapi beberapa perubahan patologik hanya ditemukan

saat otopsi.

6. Patofisiologi

Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti

edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular.

Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama

pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi

membentuk panus, atau penutup yang menutupi kartilago. Panus

masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena

radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer.

Kartilago menjadi nekrosis (Masyeni, 2017).

Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat

ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka

terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau

tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang

menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan

subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub

chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.

Lamanya artritisreumatoid berbeda dari tiap orang. Ditandai

dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara

ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak
terserang lagi. Yang lain. terutama yang mempunyai faktor reumatoid

(seropositif gangguan reumatoid) gangguan akan menjadi kronis yang

progresif.

Pada Artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada

jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam

sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi

edema, proliferasi membran sinovial, dan akhirnya membentuk panus.

Panus akan meghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi

tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan

mengalami perubahan generative dengan menghilangnya elastisitas

otot dan kekuatan kontraksi otot.


7. Pathway

Reaksi faktor R dengan Antibodi, faktor metabolik, infeksi


dengan kecenderungan virus

Kurangnya infomasi Reaksi peradangan Nyeri akut


tentang proses
penyakit
Sinovial menebal
Defisiensi
pengetahuan
Pannus Nodul Deformitas
sendi
Infiltrasi ke dalam os. Subcondria

Gangguan
Hambatan nutrisi pada kartilago artikularis
citra tubuh

Kerusakan kartilago & tulang Kartilago nekrosis

Tendon & ligament melemah


Erosi kartilago

Adhesi pada permukaan sendi


Hilangnya kekuatan otot Mudah luksasi &
subluksasi
Ankilosis fibrosa Ankilosis tulang
Resiko jatuh

Kekuatan otot menurun

Terbatasnya gerak sendi

Hambatan mobilitas
fisik
8. Komplikasi

Komplikasi rheumatoid arthritis meliputi (Masyeni, 2017):

a. Fibrosis dan ankilosis.

b. Kontraktur jaringan lunak.

c. Rasa nyeri.

d. Deformitas sendi.

e. Sindrom sjogen.

f. Destruksi vertebra servikalis kedua.

g. Kompresi medulla spinalis.

h. Penyakit sendi temporomandibuler.

i. Infeksi.

j. Osteoporosis.

9. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien rheumatoid

arthritis, yaitu (Masyeni, 2017):

a. Laboratorium

1) Penanda inflamasi: Laju Endap Darah (LED) dan C-Reactive

Protein (CRP) meningkat.

2) Rheumatoid Factor (RF): 80% pasien memiliki RF positif

namun RF negatif tidak menyingkirkan diagnosis.


3) Anti Cyclic Citrullinated Peptide (anti CCP): Biasanya

digunakan dalam diagnosis dini dan penanganan RA dengan

spesifisitas 95-98% dan sensitivitas 70% namun hubungan

antara anti CCP terhadap beratnya penyakit tidak konsisten.

4) Radiologis Dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan

lunak, penyempitan ruang sendi, demineralisasi “juxta

articular”, osteoporosis, erosi tulang, atau subluksasi sendi.

b. Radiologis

Dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak,

penyempitan ruang sendi, demineralisasi “juxta articular”,

osteoporosis, erosi tulang, atau subluksasi sendi.

10. Penatalaksanaan

Rheumatoid Arhtritis (RA) saat ini belum ada obatnya, kecuali

yang dibebabkan oleh infeksi. Obat yang tersedia hanya mengatasi

gejala penyakitnya. Tujuan pengobatan yang dilakukan adalah untuk

mengurangi nyeri, mengurangi terjadinya proses inflamasi pada sendi,

memelihara, dan memperbaiki fungsi sendi dan mencegah kerusakan

tulang. Mengingat keluhan utama penderita Rheumatoid Arhtritis

adalah timbulnya rasa nyeri, inflamasi, kekakuan, maka strategi

penetalaksanaanya nyeri mencangkup pendekatan farmakologi dan

non farmakologi (C.Smeltzer & G.Bare, 2017).

1) Penatalaksanaan Farmakologi
Mengkombinasikan beberapa tipe pengobatan dengan

menghilangkan nyeri. Obat anti infalamasi yang dipilih sebagai

pilihan pertama adalah aspirin dan NSAIDs dan pilihan ke dua

adalah kombinasi terapi terutama Kortikosteroid.

2) Penatalaksanaan Non Farmakologi

Tindakan non farmakologi mencangkup intervensi perilaku

kognitif dan penggunaan agen-agen fisik. Tujuannya adalah

mengubah persepsi penderita tentang penyakit, mengubah

perilaku, dan memberikan rasa pengendalian yang lebih besar.

Terapi modalitas maupun terapi komplementer yang digunakan

pada kasus Rheumatoid Arhtritis pada lansia mencangkup:

a) Terapi Modalitas

Diit makanan merupakan alternatif pengobatan non

farmakologi untuk penderita Rheumatoid Arhtritis.

Pengaturan diit seimbang pada penderita akan menurunkan

kadar asam urat dalam darah. Bertambahnya berat badan

dapat menambah tekanan pada sendi panggul, lutut, dan

sendi-sendi pada kaki.

b) Kompres panas dan dingin serta massase

Penelitian membuktikan bahwa kompres panas dan

dingin sama efektifnya dalam mengurangi nyeri. Kompres air

hangat rebusan jahe merah menurut penelitian Ferawati


(2017) menyatakan bahwa kompres jahe merah bisa

menurunkan skala nyeri pada reumatik.

c) Olah raga dan istirahat

Penderita Rheumatoid Arhtritis harus menyeimbangkan

kehidupannya dengan istirahat dan beraktivitas guna

memperbaiki kondisi penyakit yang dideritanya.

B. Tindakan Penatalaksanaan Kompres Jahe Merah

1. Definisi

Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada daerah

tertentu dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan

hangat pada bagian tubuh yang memerlukan (Price & Wilson, 2012).

Kompres jahe dapat menurunkan nyeri yang diakibatkan oleh rematik.

Kompres jahe merupakan pengobatan tradisional atau terapi

alternative untuk mengurangi nyeri rematik (Smart, 2013).

2. Tujuan

Kompres jahe memiliki kandungan enzim siklo-oksigenasi yang

dapat mengurangi peradangan pada penderita rematik, selain itu jahe

juga memiliki efek farmakologis yaitu rasa panas dan pedas, dimana

rasa panas ini dapat meredakan rasa nyeri, kaku, dan spasme otot atau

terjadinya vasodilatasi pembuluh darah (Smart, 2013).


Kompres hangat rebusan jahe menurunkan nyeri sendi dengan

tahap transduksi, dimana pada tahap ini jahe memiliki kandungan

gingerol yang bias menghambat terbentuknya prostaglandin sebagai

mediator nyeri, sehingga dapat menurunkan nyeri sendi (Pamudi,

2018).

3. Prinsip Pelaksanaan

Respon dari panas yang digunakan untuk keperluan terapi pada

berbagai kondisi dan keadaan yang terjadi dalam tubuh. Panas

menyebabkan vasodilatasi maksimum dalam 15-20 menit, melakukan

kompres lebih dari 20 menit akan mengakibatkan kongesti jaringan

dan klien akan berisiko mengalami luka bakar karena pembuluh darah

yang berkontriksi tidak mampu membuang panas secara adekuat

melalui sirkulasi darah (Pamudi, 2018).

4. Prosedur Penggunaan

Menurut Pamudi (2018) langkah-langkah pelaksanaan kompres

hangat rebusan jahe merah, yaitu;

a. Persiapan alat dan bahan

1) Alat: Parutan jahe dan potongan jahe tipis, baskom kecil dan

handuk kecil

2) Bahan: Jahe merah 100 gram dan air hangat secukupnya.


b. Cara kerja

Untuk pelaksanaan kompres hangat jahe merah dapat mengikuti

langkah-langkah sebagai berikut;

1) Siapkan jahe 100 gram.

2) Cuci jahe dengan air sampai bersih.

3) Potong tipis jahe merah dan parut jahe merah.

4) Siapkan wadah dan isi dengan air hangat suhu 40oC-50oC

secukupnya berisikan potongan jahe merah yang tipis.

5) Masukkan handuk kecil ke dalam air hangat tersebut kemudian

tunggu beberapa saat sebelum handuk diperas.

6) Peraskan handuk kemudian tempelkan ke daerah sendi yang

terasa nyeri.

7) Tambahkan parutan jahe di tengah handuk tersebut.

8) Pengompresan dilakukan selama 5-10 menit.

9) Setelah selesai bereskan semua peralatan yang telah dipakai.

c. Prosedur Tindakan

No. Tahap Kegiatan Waktu

1 Tahap Pre Interaksi 3 menit

1. Kaji indikasi diperlukannya kompres hangat

jahe.

2. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.

2 Tahap Orientasi 5 menit


1. Menyapa klien dengan panggilan yang

disukainya.

2. Menyebutkan tindakan yang akan dilakukan

3. Menjelaskan apa itu kompres hangat jahe

merah.

4. Mengkaji bagian tubuh yang sedang

mengalami nyeri saat ini.

5. Menjelaskan prosedur dan tujuan dilakukan

tindakan.

6. Melakukan kontrak waktu tindakan yang

dilakukan.

7. Memberikan kesempatan pada klien untuk

bertanya sebelum dilakukannya tindakan.

3 Tahap Kerja 10-15

1. Siapkan Klien: Memposisikan klien dengan menit

posisi senyaman mungkin.

2. Pemberian terapi kompres hangat jahe

merah.

3. Dekatkan alat dengan klien.

4. Masukkan handuk kecil ke dalam air hangat

suhu 40oC – 50oC kemudian tunggu

beberapa saat sebelum handuk diperas.

5. Peraskan handuk kemudian tempelkan ke


daerah sendi yang terasa nyeri.

6. Tambahkan parutan jahe di atas handuk

tersebut.

7. Pengompresan dilakukan selama 5-10 menit

4 Tahap Terminasi 5 menit

1. Evaluasi hasil kegiatan.

2. Berikan umpan balik positif.

3. Menyimpulkan hasil kegiatan.

4. Mendokumentasikan waktu pemberian

terapi kompres jahe.

C. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Remathoid Artritis

1. Pengkajian

Data dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan

keterlibatan organ-organ lainnya (misalnya: mata, jantung, paru-paru,

ginjal), tahapan misalnya;

a. Aktivitas/istirahat

Gejala; nyeri sendi karena pergeseran, nyeri tekan, yang

memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan sendi di pagi hari,

biasanyan terjadi secara bilateral dan simetris. Keterbatasan

fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, aktivitas, istirahat,

dan pekerjaan. Gejala lain adalah keletihan dan kelelahan yang


hebat. Tanda; malaise, keterbatasan renatang gerak: atrofil otot,

kulit; kontraktur/kelainan pada sendi dan otot.

b. Kardiovaskuler

Gejala; fenomena Raynaud jari tangan/kaki, misal pucat

intermitten, sianotik, kemudian kemerahan pada jari sebelum

warna kembali normal.

c. Integritas Ego

Gejala; factor-faktor stress akut/kronis, missal financial,

pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan sosial.

Keputusan dan ketidakberdayaan. Ancaman pada konsep diri, citra

tubuh, identitas diri missal ketergantungan pada orang lain, dan

perubahan bentuk anggota tubuh.

d. Makanan/Cairan

Gejala; ketidakmampuan untuk menghasilkan/mengonsumsi

maakan/cairan adekuat; mual, anoreksia, dan kesulitan untuk

mengunyah. Tanda; penurunan berat badan, dan membrane mukosa

kering.

e. Hygiene

Gejala; berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas

perawataan pribadi secara mandiri. Ketergantungan pada orang

lain.

f. Neurosensori
Gejala; kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya

sensasi pada jari tangan. Tanda; pembengkakan sendi simetris.

g. Nyeri/kenyamanan

Gejala; fase akut dari nyeri (disertai/tidak disertai

pembengkakan jaringan lunak pada sendi). Rasa nyeri kronis dan

kekakuan (terutama pada pagi hari).

h. Keamanan

Gejala; kulit mengkilat, tegang; nodus subkutaneus. Lesi

kulit, ulkus kaki, kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan

rumah tangga. Demam ringan menetap, kekeringan pada mata, dan

membran mukosa.

i. Interaksi sosial

Gejala; kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain,

perubahan peran dan isolasi.

j. Penyuluhan

Gejala; Riwayat AR pada keluarga (pada awitan remaja).

Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, “penyembuhan” arthritis

tanpa pengujian. Riwayat perikarditis, lesikatup, fibrosis pulmonal,

pleuritis.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan

remathoid artritis adalah:


a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan

oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas

skeletal, nyeri, penurunan, kekuatan otot.

c. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan perubahan

kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan

penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.

d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya

pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi.

e. Risiko Jatuh berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot.

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No NOC/Tujuan NIC/Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah diberikan NIC Label: Manajemen Nyeri

berhubungan asuhan keperawatan 1. Lakukan pengkajian nyeri

dengan agen selama 3 x 24 jam secara komprehensif (lokasi,

pencedera, diharapkan nyeri durasi, frekuensi, kualitas,

distensi jaringan dapat teratasi, dengan faktor pencetus).

oleh akumulasi kriteria hasil: 2. Observasi adanya petunjuk

cairan/ proses NOC Label: Kontrol nonverval mengenai

inflamasi, Nyeri. ketidaknyamanan terutama

destruksi sendi. 1. Mengenali kapan pada mereka yang tidak

nyeri terjadi yang dapat berkomunikasi secara


dipertahankan efektif.

pada skala 4 dan 3. Ajarkan penggunaan teknik

ditingkatkan nonfarmakologi tanpa obat-

pada skala 5. obatan (kompres hangat

2. Menggunakan dengan jahe merah).

tindakan 4. Berikan individu penurunan

pengurangan nyeri yang optimal dengan

(nyeri) tanpa penerapan analgetik.

analgesik yang 5. Kendalikan faktor

dipertahankan lingkungan yang dapat

pada skala 4 dan mempengaruhi respon

ditingkatkan pasien terhadap

pada skala 5. ketidaknyamanan (suhu,

3. Melaporkan pencahayaan, suara bising).

nyeri yang

terkontrol yang NIC Label: Pemberian

dipertahankan Analgesik

pada skala 4 dan 1. Tentukan lokasi,

ditingkatkan karakteristik, dan keparahan

pada skala 5 nyeri mengobati pasien.

2. Cek adanya riwayat alergi

NOC Label: Tingkat obat.

Nyeri 3. Monitor tanda vital sebelum


1. Nyeri yang dan setelah memberikan

dilaporkan analgesik.

dipertahankan 4. Berikan kebutuhan

pada skala 4 dan kenyamanan dan aktivitas

ditingkatkan lain yang dapat membantu

pada skala 5. relaksasi untuk

2. Ekspresi nyeri memfasilitasi penurunan

wajah yang nyeri.

dipertahankan 5. Berikan analgesik sesuai

pada skala 4 dan waktu paruhnya, terutama

ditingkatkan pada nyeri berat.

pada skala 5.

3. Tekanan darah

yang

dipertahankan

pada skala 4 dan

ditingkatkan

pada skala 5.

2. Hambatan Setelah diberikan NIC Label: Terapi Latihan:

mobilitas fisik asuhan keperawatan Ambulasi

berhubungan selama 3 x 24 jam 1. Beri pasien pakaian yang

dengan diharapkan hambatan tidak mengekang.

deformitas mobilitas fisik dapat 2. Dorong untuk duduk di


skeletal, nyeri, teratasi, dengan tempat tidur, di samping

penurunan, kriteria hasil: tempat tidur, atau di kursi,

kekuatan otot. NOC Label: sebagaimana yang dapat

Koordinasi ditoleransi pasien.

Pergerakan 3. Instruksikan ketersediaan

1. Kontraksi perangkat pendukung, jika

kekuatan otot perlu.

yang 4. Instruksikan pasien untuk

dipertahankan memposisikan diri

pada skala 4 dan sepanjang proses

ditingkatkan pemindahan.

pada skala 5. 5. Bantu pasien untuk

2. Kecepatan berpindah, sesuai

gerakan yang kebutuhan.

dipertahankan

pada skala 4 dan NIC Label: Manajemen

ditingkatkan Lingkungan

pada skala 5. 1. Ciptakan lingkungan yang

3. Keseimbangan aman bagi pasien.

gerakan yang 2. Singkirkan bahaya

dipertahankan lingkungan (misalnya,

pada skala 4 dan karpet yang longgar dan

ditingkatkan kecil, furnitur yang dapat


pada skala 5. dipindahkan).

3. Lindungi pasien dengan

NOC Label: pegangan pada sisi/bantalan

Kemampuan di sisi ruangan yang sesuai.

berpindah 4. Sediakan tempat tidur

1. Berpindah dari dengan ketinggian yang

tempat tidur ke rendah, yang sesuai.

kursi yang 5. Sediakan tempat tidur dan

dipertahankan lingkungan yang bersih dan

pada skala 4 dan nyaman.

ditingkatkan

pada skala 5.

2. Berpindah dari

kursi ke tempat

tidur yang

dipertahankan

pada skala 4 dan

ditingkatkan

pada skala 5.

3. Berpindah dari

kursi ke kursi

yang

dipertahankan
pada skala 4 dan

ditingkatkan

pada skala 5.

3. Gangguan Citra Setelah dilakukan NIC Label: Peningkatan Citra

Tubuh asuhan keperawatan Tubuh

berhubungan 3x24 jam gangguan 1. Bantu pasien untuk

dengan citra tubuh pasien mendiskusikan perubahan -

perubahan teratasi dengan perubahan bagian tubuh

kemampuan kriteria hasil: disebabkan adanya penyakit

untuk atau pembedahan secara tepat.


NOC Label:
melaksanakan
Peningkatan Citra 2. Identifikasi cara untuk
tugas-tugas
Tubuh menurunkan dampak dari
umum,
1. Gambaran adanya perubahan bentuk
peningkatan
internal diri melalui pakaian, rambut
penggunaan
dapat palsu, dll secara tepat
energi,
dipertahankan
3. Bantu pasien memisahkan
ketidakseimbang
pada skala 3
penampilan fisik dari
an mobilitas.
ditingkatkan ke
perasaan berharga secara
skala 4.
pribadi dengan cara yang
2. Kepuasan
tepat
dengan

penampilan

tubuh NIC Label: Peningkatan


dipertahankan Sistem Dukungan

pada skala 1. Identifikasi respon psikologi

3ditingkatkan ke terhadap situasi dan

skala 4. ketersediaan sistem dukungan

3. Penyesuaian 2. Identifikasi tingkat dukungan

terhadap keluarga, dukungan keuangan,

perubahan dan sumber daya lainnya

tampilan fisik 3. Sediakan layanan dengan

dipertahankan sikap perduli dan mendukung

pada skala 3 4. Libatkan keluarga, orang

ditingkatkan ke terdekat, dan teman – teman

skala 4. dalam perawatan dan

perencanaan

NOC Label: Status

Kenyamanan
NIC Label: Peningkatan
Psikospiritual
Harga Diri
1. Konsep diri
1. Monitor pernyataan pasien
dipertahankan
mengenai harga diri.
pada skala 3

ditingkatkan ke 2. Bantu pasien untuk

skala 4 menemukan penerimaan diri.

2. Ketakutan 3. Jangan mengkritisi pasien


dipertahankan
pada skala 3 secara negative.

ditingkatkan ke
4. Fasilitasi lingkungan dan
skala 4
aktivitas-aktivitas yang akan
3. Kesejahteraan
meningkatkan harga diri.
psikologis
5. Buat pernyataan positif
dipertahankan
mengenai pasien.
pada skala 3

ditingkatkan ke 6. Berikan pujian terkait dengan

skala 4 kemajuan pasien dalam

mencapai tujuan.

NOC Label: Harga

Diri

1. Gambaran diri

dipertahankan

pada skala 2

ditingkatkan ke

skala 4

2. Tingkat

kepercayaan diri

dipertahankan

pada skala 2

ditingkatkan ke
skala 4

4. Defisit Setelah dilakukan NIC Label: Pengetahuan

perawatan diri asuhan keperawatan Proses Penyakit

berhubungan 3x24 jam adanya


1. Kaji tingkat pengetahuan
dengan peningkatan
pasien dan keluarga.
kerusakan pengetahuan dengan
2. Jelaskan patofisiologi dari
musculoskeletal, kriteria hasil :
penyakit dan bagaimana hal
penurunan
NOC Label: ini berhubungan dengan
kekuatan, daya
Pengetahuan Proses anatomi dan fisiologi, dengan
tahan, nyeri
Penyakit cara yang tepat.
pada waktu
3. Gambarkan tanda dan gejala
1. Mengetahui
bergerak,
yang biasa muncul pada
penyebab dan
depresi.
penyakit, dengan cara yang
faktor yang
tepat.
berkontribusi
4. Gambarkan proses penyakit,
terjadinya
dengan cara yang tepat.
penyakit
5. Identifikasi kemungkinan
dipertahankan
penyebab, dengan cara yang
pada skala 2
tepat
(jarang
6. Sediakan informasi pada
menunjukkan)
pasien tentang kondisi,
ditingkatkan ke
skala 3 dengan cara yang tepat.

(konsisten 7. Sediakan bagi keluarga

menunjukkan). informasi tentang kemajuan

2. Mengetahui pasien dengan cara yang

tanda dan gejala tepat.

dari penyakit 8. Diskusikan pilihan terapi

dipertahankan atau penanganan tepat atau

pada skala 2 diindikasikan.

(jarang 9. Jelaskan klien gaya hidup

menunjukkan) yang baik.

ditingkatkan ke 10. Eksplorasi kemungkinan

skala 3 sumber atau dukungan,

(konsisten dengan cara yang tepat.

menunjukkan).

3. Dapat

menggunakan

strategi untuk

meminimalisir

laju penyakit

dipertahankan

pada skala 2

(jarang

menunjukkan)
ditingkatkan ke

skala 3

(konsisten

menunjukkan).

5. Risiko Jatuh Setelah dilakukan NIC Label: Pencegahan Jatuh

berhubungan asuhan keperawatan 1. Dukung pasien untuk

dengan 3x24 jam resiko jatuh menggunakan alat bantu.

hilangnya tidak terjadi dengan 2. Letakkan benda-benda

kekuatan otot. kriteria hasil : dalam jangkauan yang

mudah bagi pasien.


NOC Label:
3. Identifikasi faktor yang
Kejadian Jatuh
mempengaruhi resiko jatuh.
1. Mengenali
4. Libatkan anggota keluarga
kemampuan
dalam membantu aktivitas
mengubah
pasien.
prilaku

dipertahankan

pada skala 2

(jarang

menunjukkan)

ditingkatkan ke

skala 3

(konsisten
menunjukkan).

2. Mengidentifikasi

resiko

dipertahankan

pada skala 2

(jarang

menunjukkan)

ditingkatkan ke

skala 3

(konsisten

menunjukkan).

4. Implementasi Keperawatan

Difokuskan pada nyeri akut dengan pemberian kompres hangat jahe

merah.

5. Evaluasi

Hasil evaluasi yang didapatkan pada asuhan keperawatan pada

pasien post operasi apendiktomi dengan nyeri akut adalah:

a. Pasien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu

menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,

mencari bantuan).
b. Pasien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan mengunakan

manajemen nyeri.

c. Pasien mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan

tanda nyeri).

d. Pasien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

BAB III
LAPORAN KASUS KELOLAAN
A. Profil Lahan Praktik

Tempat pengambilan kasus untuk karya tulis ilmiah ini

dilaksanakan di UPTD Puskesmas Mengwi 1 yang merupakan salah satu

dari tiga Puskesmas yang ada di wilayah Kecamatan Mengwi. UPTD

Puskesmas Mengwi I terletak 400 meter di atas atas permukaan air laut,

dan sebagian besar wilayahnya merupakan daerah pertanian. UPTD

Puskesmas Mengwi I terletak di Jalan I Gusti Ngurah Rai, Banjar Panca

Dharma, Desa Mengwitani, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Luas

keseluruhan wilayah kerja UPTD Puskesmas Mengwi I adalah 40,94 km2,

yang terdiri dari sembilan desa yaitu Desa Kuwum, Desa Sembung, Desa

Sobangan, Desa Werdhi Bhuana, Desa Baha, Desa Gulingan, Desa

Mengwi, Desa Mengwi Tani, Desa Kekeran. Batas Wilayah Kerja

Puskesmas yaitu sebelah utara Kabupaten Tabanan, sebelah timur Desa

Penarungan, sebelah selatan Desa Kapal, dan di sebelah Barat Kabupaten

Tabanan. Penduduk di wilayah kerja UPTD Puskesmas Mengwi I per

Januari 2021 secara keseluruhan berjumlah 49.133 jiwa, jumlah kepala

keluarga sebanyak 12.180 KK dan kepadatan penduduk 1.200,1 per km2.

Distribusi penduduk berdasarkan kelompok umur di wilayah kerja

UPTD Puskesmas Mengwi I tahun 2020 berumur 60-75 tahun keatas

sebanyak 4.036 orang lanjut usia. Distribusi penduduk berdasarkan

pekerjaan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Mengwi I per Januari 2021

paling tinggi dengan jumlah 8356 orang adalah petani, urutan kedua

dengan jumlah 5215 orang adalah pegawai swasta dan urutan ketiga
dengan jumlah 3941 orang adalah pedagang. Distribusi penduduk

berdasarkan pendidikan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Mengwi I per

Januari 2021 paling tinggi adalah berpendidikan SMA/MA dengan

persentase 29,2%.

Sarana-sarana kesehatan yang ada di UPTD Puskesmas Mengwi I

diantaranya:

1. Sarana Kesehatan

a. Puskesmas Induk : 1 Unit

b. Puskesmas Keliling : 1 Unit

c. Ambulance : 3 Unit

d. Ambulance Desa : 9 Unit

e. Puskesmas pembantu (Pustu): 8 Unit

1) Pustu Kuwum

2) Pustu Sembung

3) Pustu Sobangan

4) Pustu Werdi Bhuana

5) Pustu Baha

6) Pustu Gulingan

7) Pustu Mengwi

8) Pustu Kekeran

2. Peran Serta Masyarakat

a. Posyandu Balita
1) Jumlah posyandu yang ada : 80 posyandu

2) Jumlah Kader dilatih : 400 orang

3) Jumlah Kader aktif : 400 orang

b. Posyandu Lansia

1) Jumlah posyandu lansia : 34 posyandu

2) Jumlah Kader : 170 orang

c. Poskesdes

1) Jumlah poskesdes : 0 unit

2) Desa Siaga : 9 unit

3) Jumlah Bidan Desa : 9 orang

4) Jumlah kader Desa Siaga : 18 orang

Masyarakat yang berkunjung ke UPTD Puskesmas Mengwi I tidak

hanya mengunjungi satu poliklinik saja, melainkan mengunjungi

poliklinik sesuai dengan keluhan yang dialami. Unit pelayanan kesehatan

yang dikunjungi masyarakat di UPTD Puskesmas Mengwi I tahun 2020,

diantaranya:

1. Poli Umum : 7.584 orang

2. Poli Lansia : 4.423 orang

3. Poli Gigi : 1.453 orang

4. KIA/KB : 2.446 orang

5. MTBS/MTBM : 2.297 orang

6. IMS : 3 orang

7. VCT : 165 orang


8. Laboratorium : 6.613 orang

9. Rawat Inap : 587 orang

10. UGD 24 jam : 13.109 orang

11. VK : 185 orang

12. Konseling Gizi : 151 orang

13. Poli Infeksi : 1.050 orang

UPTD Puskesmas Mengwi I merumuskan suatu visi misi untuk

menunjang terwujudnya tujuan pembangunan kesehatan secara nasional.

Adapun visi-misi UPTD Puskesmas Mengwi I adalah:

1. Visi

Visi UPTD Puskesmas Mengwi I dalam pembangunan kesehatan

adalah “Pelayanan Prima Menuju Kecamatan Mengwi Sehat 2021”.

2. Misi

Misi UPTD Puskesmas Mengwi I dalam pembangunan kesehatan

sebagai berikut:

a) Meningkatkan manajemen Puskesmas melalui Akreditasi

Puskesmas .

b) Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan

terjangkau oleh masyarakat melalui Puskesmas terakreditasi .

c) Menigkatkan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan puskesmas

d) Meningkatkan kuantitas, kualitas dan kompetensi SDM Puskesmas

e) Mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga dan

masyarakat di wilayah kerja.


f) Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga,

dan masyarakat beserta lingkungannya.

g) Meningkatkan kerjasama lintas sektor terkait.

B. Ringkasan Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian yang di lakukan pada pasien Ny.S 65 tahun jenis

kelamin perempuan alamat Gangga Sari, Kelurahan Kapal,

Kecamatan Mengwi. Ny.S memeriksakan diri tanggal 28 April 2022

dengan keluhan sakit pada kedua lutut disertai bengkak kemerahan,

kesemutan, terasa kaku dan susah di tekuk sejak 1 minggu. Data

pengkajan pada tanggal 28 April 2022 didapat Ny.S mengatakan nyeri

yang dirasakan hilang timbul, nyeri ringan dan skala nyeri 6. P: agen

cedera biologis, Q: seperti di tusuk-tusuk, R: kedua sendi lutut, S:6

sedang (0-10), T: hilang timbul. Ny.S mengatakan lutut terasa kaku

dan sulit untuk beraktifitas, nyeri lebih berat dirasakan apabila cuaca

dingin, saat pagi hari bangun tidur dan terasa kesemutan. Ny.S

mengatakan baru pertama kali memeriksakan nyeri pada kaki di

puskesmas. Keadaan umum klien tampak sedang menahan nyeri,

kesadaran klien composmentis dengan nilai GCS 15 dan nadi:

90x/menit, tekanan darah: 130/85 mmHg, suhu: 36,9˚C, serta

pernafasan 24x/menit. Terlihat pada kedua lutut Ny.S berwarna

kemerahan dan membengkak, Ny.S tampak kesulitan berjalan dan


anaknya membantu memegang Ny.S saat berjalan. Riwayat

pemeriksaan tanggal 06 Januari 2022 pada Ny.S kolesterol total puasa

yaitu 230 mg/dL masuk dalam kategori tinggi. Hasil pemeriksaan

asam urat puasa tanggal 28 April 2022 yaitu 4,7 mg/dL dalam batas

normal dan hasil pemeriksaan kolesterol total puasa yaitu 159 mg/dL

masuk dalam batas normal. Riwayat pengobatan kolestrol (+) tanggal

06 Januari 2022 diberikan obat Simvastatin tablet 10mg.

2. Analisa Data

Setelah memperoleh data yang menunjang proses penyusunan,

penulis melakukan analisis data dengan menarik kesimpulan dari

batasan - batasan karakteristik yang diperoleh saat pengkajian untuk

ditarik menjadi sebuah diagnosa. Berdasarkan dari pengkajian diatas

didapatkan data sebagai berikut:

Data subjektif yang didapatkan Ny.S mengatakan nyeri disertai

bengkak kemerahan, kaku dan kesemutan di kedua lututnya, Ny.S

mengatakan nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri dirasakan pada kedua

sendi lutut dengan skala 6 (1-10), Ny.S mengatakan nyerinya hilang

timbul, nyeri dirasakan bertambah berat jika saat cuaca dingin, pada

pagi hari bangun tidur dan disertai dengan kesemutan, Ny.S

mengatakan nyeri bertambah saat beraktivitas seperti berjalan, nyeri

berkurang saat beristirahat. Data objektif yang didapatkan Ny.S

tampak meringis menahan nyeri dan memengang area yang terasa


nyeri, terlihat kemerahan dan bengkak pada kedua lutut klien, Ny.S di

pegang anaknya saat berjalan, Kesadaran Composmetis dengan GCS

15, pemeriksaan tanda-tanda vital yang didapatkan Tekanan darah

130/85 mmHg, Nadi: 90 x/menit, Suhu 36,9oC, Respirasi: 24 x/menit.

Riwayat pengobatan pada tanggal 06 Januari 2022 diberikan obat

Simvastatin tablet 10mg. Berdasarkan data tersebut penulis

merumuskan masalah keperawatan yaitu Nyeri Akut berhubungan

dengan Agen cidera biologis.

3. Diagnosa Keperawatan

Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cidera biologis ditandai

dengan Ny.S mengatakan nyeri disertai bengkak kemerahan, kaku dan

kesemutan di kedua lututnya, Ny.S mengatakan nyeri seperti tertusuk-

tusuk, nyeri dirasakan pada kedua sendi lutut dengan skala 6 (1-10),

Ny.S mengatakan nyerinya hilang timbul, nyeri dirasakan bertambah

berat jika saat cuaca dingin, pada pagi hari bangun tidur dan disertai

dengan kesemutan, Ny.S mengatakan nyeri bertambah saat beraktivitas

seperti berjalan, nyeri berkurang saat beristirahat. Ny.S tampak

meringis menahan nyeri dan memengang area yang terasa nyeri,

terlihat kemerahan dan bengkak pada kedua lutut klien, Ny.S di

pegang anaknya saat berjalan, Kesadaran Composmetis dengan GCS

15, pemeriksaan tanda-tanda vital yang didapatkan Tekanan darah

130/85 mmHg, Nadi: 90 x/menit, Suhu 36,9oC, Respirasi: 24 x/menit.


4. Intervensi atau Rencana Keperawatan

Berdasarkan rumusan masalah keperawatan yang diperoleh

diatas, maka penulis menyusun rencana keperawatan dengan tujuan

setelah dilakukan kunjungan rumah selama 4x pertemuan/kunjungan

rumah diharapkan pasien dapat mengontrol nyeri hilang atau

berkurang dengan kriteria hasil klien mampu mengontrol nyeri dengan

menggunakan tehnik nonfarmakologi, klien melaporkan bahwa nyeri

berkurang dengan menggunakan terapi manajemen nyeri, klien mampu

mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri), dan klien

menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah

dilakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, dan kualitas dengan rasional dengan

mengetahui nyeri secara komprehensif yang dirasakan klien sehingga

dapatnya ditentukan intervensi yang tepat, dilakukan kontrol

lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,

pencahayaan dan kebisingan dengan rasional suasana lingkungan yang

tenang akan membuat kliennya nyaman sehingga bisa menurunkan

respon terhadap nyeri, kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan

intervensi dengan rasional mengetahui tingkat nyeri pasien dengan

menggunakan pengkajian PQRST (Provokatif, Qualitas, Region, Skala

dan Timing) sehingga bisa ditentukan intervensi yang akan dilakukan

untuk mengatasi nyeri, beri kesempatan waktu beristirahat jika terasa


nyeri dengan rasional istirahat akan merelaksasikan semua jaringan

sehingga data meningkatkan kenyamanan, ajarkan tentang teknik non

farmakologi (kompres air hangat jahe merah) dengan rasional kompres

air hangat jahe merah salah satu tehnik untuk mengurangi nyeri tanpa

menggunakan obat-obatan mudah dilakukan mandiri oleh klien

sehingga saat nyeri muncul klien mampu mengontrol nyeri dengan

mandiri, kalaborasi dengan dokter dalam pemerian analgetik (Natrium

Diklofenac tab 50mg 1x1 pagi hari sesudah makan).

5. Implementasi Keperawatan

Kunjungan hari pertama dilakukan pada hari Kamis, 29 April

2022 jam 10.00 Wita yaitu melakukan pengukuran tanda-tanda vital,

memberikan terapi non farmakologi yaitu mengkompres air hangat

dengan jahe merah selama 15-20 menit dan melakukan pengkajian

nyeri pada pasien. Data subjektif yang didapatkan klien mengatakan

nyeri sudah berkurang sedikit pada kedua lutut dengan skala nyeri 5

(Sedang), klien mengatakan rasa kaku dan kesemutan sedikit

berkurang. Data objektif yang didapatkan ekspresi wajah klien tampak

masih meringis, kedua lutut tampak bengkak dan kemerahan, hasil

pengukuran tanda-tanda vital tekanan darah 130/80 mmHg, nadi

89x/menit, suhu 36,6oC dan respirasi: 24x/menit.

Kunjungan hari kedua dilakukan pada hari Jumat, 30 April 2022

jam 10.00 Wita yaitu melakukan pengukuran tanda-tanda vital,


memberikan terapi non farmakologi yaitu mengkompres air hangat

dengan jahe merah selama 15-20 menit dan melakukan pengkajian

nyeri pada pasien. Data subjektif yang didapatkan klien mengatakan

nyeri pada kedua lututnya sudah mulai berkurang dengan skala nyeri 4

(Sedang), klien mengatakan rasa kaku dan kesemutan mulai berkurang.

Data objektif yang didapatkan ekspresi wajah klien tampak masih

meringis, kemerahan dan bengkak pada lutut klien mulai berkurang,

hasil pengukuran tanda-tanda vital tekanan darah 120/85 mmHg, nadi

87x/menit, suhu 36,5oC dan respirasi: 23x/menit.

Kunjungan hari ketiga dilakukan pada hari Sabtu, 31 April 2022

jam 10.00 Wita yaitu melakukan pengukuran tanda-tanda vital,

memberikan terapi non farmakologi yaitu mengkompres air hangat

dengan jahe merah selama 15-20 menit dan melakukan pengkajian

nyeri pada pasien. Data subjektif yang didapatkan klien mengatakan

nyeri pada kedua lututnya sudah berkurang dengan skala nyeri 3

(Sedang), klien mengatakan sudah tidak merasa kaku dan kesemutan

pada kedua sendi lutut. Data objektif yang didapatkan ekspresi wajah

klien datar dan tenang, kemerahan dan bengkak pada lutut klien

berkurang, hasil pengukuran tanda-tanda vital tekanan darah 120/80

mmHg, nadi 87x/menit, suhu 36,5oC dan respirasi: 22x/menit.

Kunjungan hari keempat dilakukan pada hari Minggu, 01 Mei

2022 jam 10.00 Wita yaitu melakukan pengukuran tanda-tanda vital,

memberikan terapi non farmakologi yaitu mengkompres air hangat


dengan jahe merah selama 15-20 menit dan melakukan pengkajian

nyeri pada pasien. Data subjektif yang didapatkan klien mengatakan

nyeri pada kedua lututnya sudah berkurang dengan skala nyeri 2

(Sedang), klien mengatakan sudah tidak merasa kaku dan kesemutan

pada kedua sendi lutut. Data objektif yang didapatkan ekspresi wajah

klien datar dan tenang, kemerahan dan bengkak pada lutut klien

berkurang, hasil pengukuran tanda-tanda vital tekanan darah 115/80

mmHg, nadi 80x/menit, suhu 36,3oC dan respirasi: 20x/menit.

6. Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan pada hari Minggu, 01 Mei 2022 jam

11.00 Wita dengan diagnosa Nyeri Akut diperoleh Data subjektif klien

mengatakan nyeri pada kedua lututnya sudah berkurang, nyeri seperti

tertusuk-tusuk dengan skala nyeri 2 (Sedang), klien mengatakan sudah

tidak merasa kaku dan kesemutan pada kedua sendi lutut, Ny.S

mengatakan nyeri sendi yang dirasakan hilang timbul. Nyeri dirasakan

bertambah berat jika saat cuaca dingin, pada pagi hari bangun tidur dan

disertai dengan kesemutan. Data objektif yang didapatkan Ny.S

tampak kooperatif dalam pemberian terapi kompres hangat jahe merah,

Ny.S terlihat lebih rileks dan tenang, terdapatnya hasil penurunan

tingkat skala nyeri menjadi skala 2 (ringan), hasil pengukuran tanda-

tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, suhu 36,3 oC

dan respirasi: 20x/menit. Hal ini menyatakan masalah keperawatan


nyeri akut pada klien sudah tercapai dan selanjutnya pertahankan

kondisi klien.

Untuk mempertahankan kondisi klien selanjutnya peneliti

melakukan health education dengan mengaplikasikan kembali terapi

nonfarmaklogi kompres air hangat dengan jahe merah selama 15-20

menit untuk mengurangi bagian sendi yang terasa nyeri maupun

pembengkakan. Hal ini diberikan untuk menjaga kemungkinan apabila

suatu saat nyeri pada pasien kambuh kembali klien mampu mengatasi

nyeri yang dirasakan.


BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Karakteristik Pasien

Hasil pengkajian didapatkan pasien berusia 65 tahun, seorang

perempuan dengan keluhan pasien mengatakan nyeri disertai

bengkak kemerahan, kaku dan kesemutan di kedua lututnya, Ny.S

mengatakan nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri dirasakan pada kedua

sendi lutut dengan skala 6 (1-10), Ny.S mengatakan nyerinya hilang

timbul, nyeri dirasakan bertambah berat jika saat cuaca dingin pada

pagi hari disertai dengan kesemutan, Ny.S mengatakan nyeri

bertambah saat beraktivitas seperti berjalan, nyeri berkurang saat

beristirahat.

Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa menurut Smeltzer &

Bare (2017) manifestasi Rheumatoid Arhtritis sangat bervariasi dan

biasanya mencerminkan stadium serta beratnya penyakit. Rasa nyeri,

pembengkakan, panas, eritema dan gangguan fungsi merupakan

gambaran klinis yang klasik untuk Rheumatoid Arhtritis dan

menurut Suarjana (2014) manifestasi klinis RA, salah satunya adalah

awitan (onset) artritis seringkali diikuti oleh kekakuan sendi pada

pagi hari yang berlangsung selama satu jam atau lebih. Beberapa

penderita juga mempunyai gejala konstitusional berupa kelemahan,

kelelahan, anoreksia, dan demam ringan.


B. Analisis Masalah Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang diangkat pada pasien adalah

Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (proses

penyakit) dibuktikan dengan pasien mengatakan nyeri skala 6 (1-10)

di daerah kedua lutut, nyeri dirasakan hilang timbul, kesulitan dalam

beraktifitas, memberat saat cuaca dingin, saat pagi hari bangun tidur,

terasa kesemutan, pasien tampak meringis menahan nyeri dan pasien

berjalan dibantu oleh anaknya, hasil pengukuran tanda-tanda vital

tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 89x/menit, suhu 36,6 oC dan

respirasi 24x/menit.

Nyeri (Pain) adalah kondisi perasaan yang tidak

menyenangkan. Sifatnya sangat subjektif karna perasaan nyeri

berbeda pada setiap orang baik dalam hal skala ataupun tingkatannya

dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan dan

mengevakuasi rasa nyeri yang dialaminya. Nyeri adalah pengalaman

sensori nyeri dan emosional yang tidak menyenangkan yang

berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial yang tidak

menyenangkan yang terlokalisasi pada suatu bagian tubuh ataupun

sering disebut dengan istilah distruktif dimana jaringan rasanya

seperti di tusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi,

perasaan takut dan mual (Judha, 2012).


Nyeri akut dapat dideskripsikan sebagai nyeri yang terjadi

setelah cedera akut, penyakit atau intervensi bedah, dan memiliki

awitan yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai

berat) serta berlangsung singkat (kurang dari enam bulan) dan

menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih

pada area yang rusak. Nyeri akut biasanya berlangsung singkat.

Pasien yang mengalami nyeri akut biasanya menunjukkan gejala

respirasi meningkat, denyut jantung dan tekanan darah meningkat

serta pallor (Mubarak, 2015).

Antara suatu rangsang sampai dirasakannya sebagai persepsi

nyeri terdapat 5 proses elektrofisiologik yang jelas, dimulai dengan

proses transduksi, konduksi, modulasi, transmisi dan persepsi.

Keseluruhan proses ini disebut nosisepsi (nociception) (Potter &

Perry, 2015). Mekanisme Nyeri Akut melalui proses nosisepsis

adalah sebagai berikut:

1. Transduksi adalah proses di mana suatu stimulus kuat dubah

menjadi aktivitas listrik yang biasa disebut potensial aksi. Dalam

hal nyeri akut yang disebabkan oleh adanya kerusakan jaringan

akan melepaskan mediator kimia, seperti prostaglandin,

bradikinin, serotonin, substasi P, dan histamin. Zat-zat kimia

inilah yang mengsensitasi dan mengaktivasi nosiseptor

mengasilkan suatu potensial aksi (impuls listrik). Perubahan zat-


zat kimia menjadi impuls listrik inilah yang disebut proses

transduksi.

2. Konduksi adalah proses perambatan dan amplifikasi dari

potensial aksi atau impuls listrik tersebut dari nosiseptor sampai

pada kornu posterior medula spinalis pada tulang belakang.

3. Modulasi adalah proses inhibisi terhadap impuls listrik yang

masuk ke dalam kornu posterior, yang terjadi secara spontan

yang kekuatanya berbeda-beda setiap orang, (dipengaruhi oleh

latar belakang pendidikan, kepercayaan atau budaya). Kekuatan

modulasi inilah yang membedakan persepsi nyeri orang per

orang terhadap suatu stimlus yang sama.

4. Transmisi adalah proses perpindahan impuls listrik dari neuron

pertama ke neuron kedua terjadi dikornu posterior medula

spinalis, dari mana ia naik melalui traktus spinotalamikus ke

talamus dan otak tengah. Akhirnya, dari talamus, impuls

mengirim pesan nosiseptif ke korteks somatosensoris, dan sistem

limbik. 5. Persepsi adalah proses yang sangat kompleks yang

sampai saat ini belum diketahui secara jelas. Namun, yang dapat

disimpulkan di sini bahwa persepsi nyeri merupakan pengalaman

sadar dari penggabungan antara aktivitas sensoris di korteks

somatosensoris dengan aktivitas emosional dari sistim limbik,

yang akhirnya dirasakan sebagai persepsi nyeri berupa

“unpleasant sensory and emotional experience” (Judha, 2012).


C. Analisis Intervensi

Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan

adalah dilakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk

lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, dan kualitas dengan rasional

dengan mengetahui nyeri secara komprehensif yang dirasakan klien

sehingga dapatnya ditentukan intervensi yang tepat, dilakukan

kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu

ruangan, pencahayaan dan kebisingan dengan rasional suasana

lingkungan yang tenang akan membuat kliennya nyaman sehingga

bisa menurunkan respon terhadap nyeri, kaji tipe dan sumber nyeri

untuk menentukan intervensi dengan rasional mengetahui tingkat

nyeri pasien dengan menggunakan pengkajian PQRST (Provokatif,

Qualitas, Region, Skala dan Timing) sehingga bisa ditentukan

intervensi yang akan dilakukan untuk mengatasi nyeri, beri

kesempatan waktu beristirahat jika terasa nyeri dengan rasional

istirahat akan merelaksasikan semua jaringan sehingga data

meningkatkan kenyamanan, ajarkan tentang teknik non farmakologi

(kompres air hangat jahe merah) dengan rasional kompres air hangat

jahe merah salah satu tehnik untuk mengurangi nyeri tanpa

menggunakan obat-obatan mudah dilakukan mandiri oleh klien

sehingga saat nyeri muncul klien mampu mengontrol nyeri dengan

mandiri, kalaborasi dengan dokter dalam pemerian analgetik.


Menurut Smeltzer & Bare (2017) penatalaksanaanya nyeri

mencangkup pendekatan farmakologi dan non farmakologi

Penatalaksanaan Farmakologi, yaitu mengkombinasikan beberapa

tipe pengobatan dengan menghilangkan nyeri. Obat anti infalamasi

yang dipilih sebagai pilihan pertama adalah aspirin dan NSAIDs dan

pilihan ke dua adalah kombinasi terapi terutama Kortikosteroid.

Tindakan non farmakologi mencangkup intervensi perilaku kognitif

dan penggunaan agen-agen fisik. Tujuannya adalah mengubah

persepsi penderita tentang penyakit, mengubah perilaku, dan

memberikan rasa pengendalian yang lebih besar. Terapi modalitas

maupun terapi komplementer yang digunakan pada kasus

Rheumatoid Arhtritis pada lansia mencangkup diit makanan

merupakan alternatif pengobatan non farmakologi untuk penderita

Rheumatoid Arhtritis. Pengaturan diit seimbang pada penderita akan

menurunkan kadar asam urat dalam darah. Bertambahnya berat

badan dapat menambah tekanan pada sendi panggul, lutut, dan sendi-

sendi pada kaki. Kompres panas dan dingin serta massage. Penelitian

membuktikan bahwa kompres panas dan dingin sama efektifnya

dalam mengurangi nyeri. Kompres air hangat rebusan jahe merah

menurut penelitian Ferawati (2017) menyatakan bahwa kompres jahe

merah bisa menurunkan skala nyeri pada reumatik. Olah raga dan

istirahat. Penderita Rheumatoid Arhtritis harus menyeimbangkan


kehidupannya dengan istirahat dan beraktivitas guna memperbaiki

kondisi penyakit yang dideritanya.

D. Analisis Implementasi

Terapi non farmakologi diperlukan sebagai pendamping

terapi farmakologi untuk mempersingkat waktu nyeri yang hanya

berlangsung dalam beberapa detik atau menit yang dapat terjadi

berulang. Berbagai macam bentuk terapi non-farmakologi kompres

yang sudah ada yaitu kompres hangat, kompres rebusan air jahe dan

kompres jahe merah. Salah satu jenis terapi non farmakologis yang

digunakan untuk menurunkan intesitas nyeri pada pasien dengan

rheumatoid arthritis adalah dengan kompres jahe merah. Tanaman

jahe merupakan jenis tanaman rimpang yang unik dan banyak

dikenal karena banyak dimanfaatkan oleh manusia. Selain itu, semua

jenis jahe memiliki rasa yang khas berupa pedas hangat sehingga

lazim digunakan sebagai bumbu masakan atau pun digunakan

sebagai bahan untuk membuat minuman. Sudah disinggung

sebelumnya bahwa jahe merah adalah jenis jahe paling unggul di

antara ketiga jenis jahe yang ada di Indonesia. Hal ini dikarenakan

kandungan jahe merah lebih banyak daripada kandungan gizi jahe

putih besar dan kecil. Jahe merah mengandung minyak atsiri paling

tinggi. Kandungan minyak atsiri pada jahe merah yaitu 2,58-2,72%.

Selain itu, jahe merah juga memiliki kandungan yang paling banyak
pada zat gingerol dan oleorosin. Senyawa aktif yang terkandung

dalam jahe seperti gingerol, shogaol, dan paradol diselidiki memiliki

sifat anti-inflamasi, antioksidan, antibakteri, dan anti-platelet.

Gingerol juga memiliki efek analgesik, sedatif dan antibakteri secara

in vitro dan in vivo (Ferawati, 2017).

Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada daerah

tertentu dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan

hangat pada bagian tubuh yang memerlukan (Prince & Wilson,

2012). Kompres jahe dapat menurunkan nyeri yang diakibatkan oleh

rematik. Kompres jahe merupakan pengobatan tradisional atau terapi

alternative untuk mengurangi nyeri rematik (Smart, 2010).

Sejalan dengan penelitian Ferawati (2017) tentang efektifitas

kompres jahe merah dan kompres serai terhadap penurunan

intensitas nyeri arthritis remathoid mengatakan bahwa adanya

pengaruh yang signifikan terhadap penurunan skala nyeri reumatik.

Dari hasil yang didapatkan rata-rata penurunan nyeri dengan

kompres hangat serai sebesar 11,50 sedangkan kompres jahe 19,50

didapatkan selisih penurunan skala nyeri sebesar 4,00 pada kompres

jahe.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Simpulan dari karya ilmiah mengenai analisa asuhan keperawatan

pada Ny.S dalam pemberian kompres jahe merah terhadap

penatalaksanaan nyeri reumatoid athritis di UPTD Puskesmas

Mengwi I sebagai berikut:

1. Pengkajian yang dilakukan dari wawancara dan obsevasi dengan

Ny.S didapatkan data identitas pasien dan data subjektif yang

didapatkan Ny.S mengatakan nyeri disertai bengkak kemerahan,

kaku dan kesemutan di kedua lututnya, Ny.S mengatakan nyeri

seperti tertusuk-tusuk, nyeri dirasakan pada kedua sendi lutut

dengan skala 6 (1-10), Ny.S mengatakan nyerinya hilang timbul,

nyeri dirasakan bertambah berat jika saat cuaca dingin, pada pagi

hari bangun tidur dan disertai dengan kesemutan, Ny.S

mengatakan nyeri bertambah saat beraktivitas seperti berjalan,

nyeri berkurang saat beristirahat. Data objektif yang didapatkan

Ny.S tampak meringis menahan nyeri dan memengang area yang

terasa nyeri, terlihat kemerahan dan bengkak pada kedua lutut

klien, Ny.S di pegang anaknya saat berjalan, Kesadaran

Composmetis dengan GCS 15, pemeriksaan tanda-tanda vital

yang didapatkan Tekanan darah 130/85 mmHg, Nadi: 90


x/menit, Suhu 36,9oC, Respirasi: 24 x/menit. Riwayat

pengobatan pada tanggal 06 Januari 2022 diberikan obat

Simvastatin tablet 10mg.

2. Diagnosa keperawatan yang diangkat ada 1 (satu) yaitu: Nyeri

Akut berhubungan dengan Agen cidera biologis ditandai dengan

Ny.S mengatakan nyeri disertai bengkak kemerahan, kaku dan

kesemutan di kedua lututnya, Ny.S mengatakan nyeri seperti

tertusuk-tusuk, nyeri dirasakan pada kedua sendi lutut dengan

skala 6 (1-10), Ny.S mengatakan nyerinya hilang timbul, nyeri

dirasakan bertambah berat jika saat cuaca dingin, pagi hari

bangun tidur dan disertai dengan kesemutan, Ny.S mengatakan

nyeri bertambah saat beraktivitas seperti berjalan, nyeri

berkurang saat beristirahat. Ny.S tampak meringis menahan nyeri

dan memengang area yang terasa nyeri, terlihat kemerahan dan

bengkak pada kedua lutut klien, Ny.S di pegang anaknya saat

berjalan, Kesadaran Composmetis dengan GCS 15, pemeriksaan

tanda-tanda vital yang didapatkan Tekanan darah 130/85 mmHg,

Nadi: 90 x/menit, Suhu 36,9oC, Respirasi: 24 x/menit.

3. Intervensi yang direncanakan dengan prioritas masalah

keperawatan adalah nyeri, berikut intervensinya: Ny.S koperatif

saat mengikuti tehnik kompres jahe merah dan mengikuti sesuai

presedur. Hasil yang diharapkan adalah nyeri berkurang, wajah

tenang, rasa kaku, bengkak kemerahan serta kesemutan


berkurang. Rencana keperawatan yang direncanakan yaitu

dengan terapi nonfarmakologi kompres jahe merah untuk

menurunkan tingkat nyeri yang dirasakan.

4. Tindakan yang dilakuakan adalah, mengkaji respon nyeri dengan

PQRST (Provokatif, Qualitas, Region, Skala dan Timing),

menjelaskan dan memberikan informasi mengenai semua

prosedur yang akan dilakukan, mengajarkan teknik kompres jahe

merah untuk mengurangi nyeri dan melakukan pengkajian nyeri

setelah dilakukan intervensi.

5. Evaluasi yang didapatkan pada Data subjektif klien mengatakan

nyeri pada kedua lututnya sudah berkurang, nyeri seperti

tertusuk-tusuk dengan skala nyeri 2 (Sedang), klien mengatakan

sudah tidak merasa kaku dan kesemutan pada kedua sendi lutut,

Ny.S mengatakan nyeri sendi yang dirasakan hilang timbul.

Nyeri dirasakan bertambah berat jika saat cuaca dingin, pada

pagi hari bangun tidur dan disertai dengan kesemutan. Data

objektif yang didapatkan Ny.S tampak kooperatif dalam

pemberian terapi kompres hangat jahe merah, Ny.S terlihat lebih

rileks dan tenang, terdapatnya hasil penurunan tingkat skala nyeri

menjadi skala 2 (ringan), hasil pengukuran tanda-tanda vital

tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, suhu 36,3oC dan

respirasi: 20x/menit. Hal ini menyatakan masalah keperawatan


nyeri akut pada klien sudah tercapai dan selanjutnya pertahankan

kondisi klien.

B. Saran

Saran dari penelitian ini adalah

1. Badan Pelayanan Kesehatan

Karya ilmiah ini sudah terbukti secara ilmiah dapat membantu

menurunkan nyeri pasien, sehingga dapat dijadikan terapi

tambahan dalam bidang kesehatan untuk mengatasi nyeri akibat

Athritis rheumatoid.

2. Bidang Pendidikan

Diharapkan institusi mampu meningkatkan mutu pendidikan

sehingga menghasilkan perawat yang professional dan inovatif,

terutama dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien

dengan Athritis rheumatoid.

3. Penulisan Karya Ilmiah Selanjutnya

Karya ilmiah ini diharapkan mampu menjadi acuan dalam

penyusunan karya ilmiah dan dapat dikembangkan lagi sehingga

bisa memberikan kontribusi dalam pemberian asuahan

keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Buffer. (2010). Rheumatoid Arthritis.


http://www.rheumatoid_arthritis.net/dowload.doc

C.Smeltzer, S., & G.Bare, B. (2017). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Ferawati. (2017). Efektifitas Kompres Jahe Merah Hangat Dan Kompres Serai
Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Arthritis Remathoid Pada Lanjut Usia
Di Desa Mojoranu Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro. Jurnal Ilmu
Kesehatan MAKIA, 5(1), 1–9.

Heidari, B. (2014). Knee osteoarthritis prevalence, risk factors, pathogenesis and


features: Part I. Caspian Journal of Internal Medicine, 2(2), 205–212.

Hernani, & Winarti, C. (2014). Kandungan Bahan Aktif Jahe Dan


Pemanfaatannya Dalam Bidang Kesehatan. Status Teknologi Hasil
Penelitian Jahe.

Kemenkes RI. (2018). Laporan Nasional Riskesdas 2018.

Masyeni, K. A. M. (2017). Rheumatoid Arthritis. Fakultas Kedokteran Universitas


Udayana.

Noviyanti, & Azwar, Y. (2021). Efektifitas Kompres Jahe Terhadap Penurunan


Nyeri Sendi Pada Lansia Dengan Arthritis Rhematoid. Jurnal Ilmiah
Permas, 11(1), 185–192.

Nugroho, T. (2012). Mengungkap Tentang Luka Bakar Reumatoid Artritis (Cet.1).


Nuha Medika: Jogjakarta.

Pamudi. (2018). Efektifitas Kompres Hangat Rebusan Jahe Emprit dan Jahe
Merah terhadap Perubahan Nyeri Sendi pada Lansia di UPT Pelayanan
Sosial Tresna Wherda Magetan di Asrama Ponorogo. Stikes Bhakti Husada
Mulia Madiun [STIKES Bhakti Husada Mulia]. http://repository.stikes-
bhm.ac.id/127/

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2012). Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit
(Ed 6). Jakarta: EGC.

Sjamsuhidayat. (2012). Buku Ajar Ilmu Bedah (Ed. 3). Jakarta: EGC.

Smart, A. (2013). Bahagia di Usia Lanjut. Yogyakarta: A Plus Books.

Suarjana. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Ed. V). Jakarta: Interna
Publishing.

Sunarti, & Alhuda. (2018). Pengaruh Kompres Hangat Jahe Merah (Zingiber
Officinale Roscoe) Terhadap Penurunan Skala Nyeri Artritis Reumatoid
Pada Lansia Di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita
Wilayah Binjai Dan Medan. Jurnal Keperawatan Priority, 1(1), 48–60.

Syaifuddin. (2019). Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk


Keperawatan & Kebidanan (Ed.4). Jakarta: EGC.

Syapitri, H. (2018). Kompres Jahe Berkhasiat Dalam Menurunkan Intensitas


Nyeri Pada Penderita Rheumathoid Arthritis. Jurnal Mutiara Ners, 1(1), 57–
64.

Anda mungkin juga menyukai