Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut World Health Organisation (WHO), lanjut usia adalah

seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lanjut usia

merupakan kelompok umur manusia yang telah memasuki tahapan akhir

dari fase kehidupan dan terjadi suatu proses yang disebut aging process

atau proses penuaan. Proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah

baik secara fisik, biologis, sosial ekonomi, maupun mental. Masalah

mental dan emosional sama halnya dengan masalah fisik yang dapat

mengubah perilaku lansia. Masalah mental yang sering dijumpai pada

lansia adalah stress, depresi, dan kecemasan (Pae, 2017).

Program Epidemiological Catchment Area (ECA) dari National

Institute of Mental Health menemukan bahwa prevalensi gangguan

kecemasan satu bulan pada seseorang yang berusia 65 tahun keatas adalah

5,5%. Gangguan kecemasan dimulai pada masa dewasa awal atau

pertengahan, namun beberapa tampak pertama kalinya pada usia 60 tahun.

(Hardi et al., 2018). Data Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi

ganggunan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala seperti

depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14

juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia (Kemenkes RI, 2016).

Pada data Riskesdas 2018 memunjukkan prevalensi ganggunan mental


emosional mencapai 9,8% dari jumlah penduduk Indonesia (Kemenkes RI,

2018). Ini menunjukan bahwa penduduk Indonesia terjadi peningkatan

angka gangguan mental emosional pada data tahun 2013 dengan 2018.

Prevalensi penduduk yang mengalami gangguan mental emosional di Bali

adalah 4,4% (Kemenkes RI, 2013).

Kecemasan adalah rasa takut atau khawatir yang menyebabkan

kegelisahan karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang serta

ketakutan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Lansia dipanti

mengalami perubahan psikososial dalam kehidupannya lansia takut akan

kesepian, sadar akan kematian, merasa tidak dibutuhkan lagi, kurangnya

dukungan serta kasih sayang dari anggota keluarga perubahan tersebut

akan menimbulkan masalah kecemasan (Maryam, R. S., 2008 dalam

Umamah & Mufarrihah, 2018). Kecemasan apabila tidak ditangani dengan

baik akan mengakibatkan berbagai masalah pada lansia, masalah yang

dialami lansia seperti berkurangnya kemampuan untuk bersosialisasi

dengan orang lain, penyimpangan persepsi dan kehilangan pemikiran yang

rasional. Kondisi tersebut jika berlangsung dalam waktu lebih lama dapat

menyebabkan lansia menjadi kelelahan bahkan kematian (Suwarsi &

Chasanah, 2017).

Upaya yang dilakukan pada lansia yang mengalami kecemasan dapat

diatasi dengan beberapa cara yaitu dengan terapi farmakologi dan non

farmakologi. Terapi farmakologi seperti obat anti cemas dapat membantu

menurunkan kecemasan tetapi obat-obatan tersebut akan berdampak


kurang baik apabila dikonsumsi terus menerus terutama pada lanjut usia.

Sedangkan terapi non farmakologi salah satunya dengan terapi tertawa.

Terapi tertawa adalah cara alami untuk menghadapi sakit mental dan

perasaan tertekan. Penyakit karena faktor mental seperti stress, depresi,

dan kecemasan sangat baik diberikan terapi tertawa, karena hormon-

hormon kebahagiaan yang keluar dapat mengurangi bahkan

menghilangkannya (Artana, 2018). Penelitian yang dilakukan oleh

Widyastuti (2019) menyatakan bahwa adanya pengaruh terapi tertawa

terhadap penurunan tingkat kecemasan pada narapidana golongan B1 pada

Lembaga Pemasyarakatan Tulung Agung Jawa Timur.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Panti Sosial Tresna Werda

Wana Seraya Denpasar didapatkan data jumlah keseluruhan lansia ada 38

orang. Hasil wawancara dari 10 lansia didapatkan 8 lansia yang

mengalami gelisah dan cemas karena jauh dari keluarganya. Berdasarkan

latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Pengaruh Pemberian Terapi Tertawa Terhadap Penurunan

Tingkat Kecemasan Pada Lansia (Lanjut Usia) Di Panti Sosial Tresna

Werda Wana Seraya Denpasar”.

B. Rumusan Masalah

Hasil dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut: adakah pengaruh pemberian terapi tertawa terhadap penurunan


tingkat kecemasan pada lansia di Kecamatan Denpasar Timur, Kota

Denpasar?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi

tertawa terhadap penurunan tingkat kecemasan pada lansia di Panti

Sosial Tresna Werda Wana Seraya, Kecamatan Denpasar Timur, Kota

Denpasar.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat kecemasan pada lansia sebelum melakukan

pemberian terapi tertawa di Panti Sosial Tresna Werda Wana

Seraya, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar.

b. Mengetahui tingkat kecemasan pada lansia setelah melakukan

pemberian terapi tertawa di Panti Sosial Tresna Werda Wana

Seraya, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar.

c. Menganalisa pengaruh pemberian terapi tertawa terhadap

penurunan tingkat kecemasan pada lansia di Panti Sosial Tresna

Werda Wana Seraya, Kecamatan Denpasar Timur, Kota

Denpasar.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pelayanan Keperawatan


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam

mengembangkan ilmu keperawatan khususnya penanganan non

farmakologi dalam mengatasi tingkat kecemasan pada lansia.

2. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat tentang salah satu teknik

nonfarmakologi yang dapat diterapkan untuk mengatasi tingkat

kecemasan pada lansia.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam

kegiatan proses belajar mengajar serta pengembangan pengetahuan

ilmu kesehatan dalam mengatasi lansia yang mengalami tingkat

kecemasan.

4. Bagi Pengembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam

mengembangkan ilmu keperawatan khususnya penanganan

nonfarmakologi dalam mengatasi tingkat kecemasan pada lansia.

E. Keaslian Penelitian

1. Amin, Mulfianda, Tharida (2019) tentang pengaruh terapi tertawa

terhadap penurunan skor depresi pada lansia di UPTD Rumoh

Seujahtera Geunaseh Sayang Ulee Kareng Kota Banda Aceh. Desain

penelitian ini menggunakan eksperimen semu (quasi experimen)

dengan rancangan penelitian adalah pretest-posttest control group


design. Sampel dalam penelitian ini adalah lansia yang mengalami

depresi sebanyak 15 lansia. Teknik pengambilan sampel dalam

penelitian ini menggunakan total sampling yaitu mengambil seluruh

populasi menjadi sampel penelitian. Pengukuran skor depresi

menggunakan alat ukur BDI. Dari hasil penelitian dapat diketahui

bahwa sebelum diberikan terapi tertawa yaitu skor 22,20 dengan nilai

standar deviasi (SD) sebesar 7,193. Sedangkan nilai rata-rata depresi

setelah diberikan terapi tertawa yaitu 16,13 dengan nilai standar

deviasi (SD) sebesar 4,955. Hasil uji statistik memperlihatkan nilai P

value 0,001 yang artinya ada perbedaan depresi sebelum dan setelah

diberikan terapi tertawa di UPTD Rumoh Seujahtera Geunaseh

Sayang Ulee Kareng Kota Banda Aceh Tahun 2019.

2. Samodara, Palandeng, Kallo (2015) tentang pengaruh terapi tertawa

terhadap stres psikologis pada lanjut usia di Panti Werdha Kota

Manado. Desain penelitian yang digunakan adalah pra eksperimental

dengan One group pretest-posttest design. Populasi pada penelitian ini

adalah semua lanjut usia yang mengalami stres yang berjumlah 37

orang, teknik pengambilan sampel dilakukan dengan total sampling.

Kuesioner untuk mengukur tingkat stres lansia menggunakan

kuesioner Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42). Uji statistik

dengan menggunakan uji T-test Paired Samples Test. Hasil analisa

statistik dengan menggunakan uji T-test Paired Samples Test

diperoleh P value= 0,000 < α = 0,05 pada taraf signifikan 95% atau
tingkat kemaknaan 5% maka Ha diterima, artinya ada pengaruh terapi

tertawa terhadap stres psikologis lansia di Panti Werdha Manado

3. Umamah & Mufarrihah (2018) tentang pengaruh terapi tertawa

terhadap tingkat kecemasan pada lanjut usia di UPTD Griya Werdha

Surabaya. Desain penelitian menggunakan analitik dengan pedekatan

pre eksperimental dengan pendekatan One group pretest-posttest

design. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh lansia yang

mengalami kecemasan berusia 60-74 tahun sebesar 36 orang dengan

besar sampel 33 responden yang di ambil melalui probability

sampling dengan teknik simple random sampling. Pengumpulan data

yang digunakan dengan kuisioner penilaian tingkat kecemasan DASS

42 (Depression Anxiety Stress Scale). Uji statistik menggunakan uji

Wilcoxon Signed Rank Test dengan tingkat kemaknaan α= 0,05. Hasil

penelitian menunjukkan sebelum diberikan terapi tertawa sebagian

besar 17 responden (51,5%) mengalami kecemasan sedang dan setelah

diberikan terapi tertawa didapatkan hampir seluruhnya 30 responden

(90,9%) mengalami kecemasan ringan. Hasil analisis ρ=0,000 dimana

ρ<0,05 berarti H0 ditolak artinya ada pengaruh terapi tertawa terhadap

tingkat kecemasan pada lanjut usia di UPTD Griya Werdha Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai