Anda di halaman 1dari 67

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lansia merupakan proses alamiah sesuai dengan peningkatan usia

seseorang. Menurut WHO (2014), di kawasan Asia Tenggara populasi

lansia sebesar 8% atau sekitar 142 juta jiwa. Pada tahun 2050 diperkirakan

populasi lansia meningkat 3 kali lipat dari tahun 2010. Pada tahun 2000

jumlah lansia sekitar 5,300,000 (7,4%) dari total populasi, sedangkan pada

tahun 2010 jumlah lansia 24,000,000 (9,77%) dari total populasi, dan

tahun 2020 diperkirakan jumlah lansia mencapai 28,800,000 (11,34%) dari

total populasi. Di Indonesia pada tahun 2020 diperkirakan jumlah lansia

sekitar 80.000.000 (Depkes, 2016).

Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi aging

process, beberapa perubahan yang menyangkut fisik, psikologis, sosial,

spiritual dan hilangnya respon adaptif sehingga dapat meningkatkan risiko

penyakit tertentu (Cherian, 2019). Dalam proses penuaan lansia sering

mengalami masalah kesehatan secara umum, diantaranya berbagai

serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian, misalnya pada

sistem kardiovaskuler seperti hipertensi (Annisa dan Ifdil, 2016).

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2014

sebanyak 982 juta orang atau 26,4% penduduk di dunia mengalami

hipertensi. Angka ini kemung-kinan akan meningkat menjadi 29,2%

ditahun 2025. Dari 982 juta penderita hipertensi, 342 juta berada di negara
2

maju dan 640 juta sisanya berada di negara sedang berkembang, termasuk

Indonesia. (WHO. 2017)

Laporan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Kementerian Kesehatan tahun 2013, mengemukakan prevalensi hipertensi

di Indonesia sebesar 25,8%. Terdapat 7 provinsi yang mempunyai

prevalensi hipertensi tertinggi diantaranya yaitu pada Daerah Bangka

Belitung menjadi daerah dengan prevalensi hipertensi yang tertinggi yaitu

sebesar (30,9%), kemudian diikuti oleh Kalimantan Selatan (30,8%),

Kalimantan Timur (96,6%), Jawa Barat (29,4%), Gorontalo (29,0%),

Sulawesi Tengah (28,7%), dan Kalimantan Barat (28,3%). (Nurkamila et

al., 2020)

Hipertensi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, salah

satunya gangguan psikologis. Gangguan psikologis yang sering dijumpai

adalah kecemasan, stres, dan depresi. Gangguan psikologis mening-katkan

tekanan darah pada banyak orang. Prevalensi gangguan mental emosional

(distres psikologis) di Indonesia diketahui bahwa terdapat 11,6% orang

yang memiliki gangguan mental emosional tertinggi pada provinsi

Sulawesi Tengah. (Arifuddin & Nur, 2018)

Dampak hipertensi jika tidak segera ditangani yaitu menimbulkan

bahaya atau komplikasi yang mungkin terjadi seperti gagal jantung

kongestif, stroke, dimensia, dan gagal ginjal. Sehingga perlu dilakukan

intervensi seperti intervensi farmakologi dan non farmakologi. Hipertensi

juga merupakan salah satu penyakit yang tidak hanya berdampak secara

fisik tetapi juga dapat mempengaruhi kondisi psikologis (Arifuddin & Nur,

2018)
3

Faktor gangguan psikologis berupa kecemasan, stres, dan depresi

sangat berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah, kondisi

emosional yang tidak stabil juga dapat memicu tekanan darah tinggi atau

hipertensi.Upaya untuk mengatasi kecemasan dapat dilakukan dengan cara

farmakologi, non farmakologi atau keduanya. Contoh terapi non

farmakologi antara lain, dengan teknik relaksasi, terapi musik, terapi

murotal dan aromaterapi (Mottaghi, 2011). Salah satu terapi non

farmakologi untuk mengurangi tingkat kecemasan adalah dengan

melakukan terapi reminiscence (Meléndez, et al. 2013).

Terapi Reminiscence adalah salah satu jenis psikoterapi yang dapat

mengurangi perasaan kesepian, kecemasan dan depresi di antara orang

dewasa yang lebih tua. Reminiscence menurut definisi adalah metode atau

teknik untuk mengingat kenangan masa lalu (Banjar et al., n.d.). Terapi itu

sendiri dapat didefinisikan sebagai cabang ilmu kedokteran yang

berhubungan dengan berbagai metode pengobatan dan penyembuhan

dalam penyembuhan penyakit. Terapi kenang-kenangan dapat

didefinisikan sebagai penggunaan mengingat peristiwa masa lalu, perasaan

dan pikiran untuk memfasilitasi kesenangan, kualitas hidup yang lebih

baik dan penyesuaian yang lebih baik untuk keadaan sekarang. Terapi

kenang-kenangan dapat terstruktur atau tidak terstruktur, dan dilakukan

dalam kelompok atau individu pengaturan. Reminiscence dikenal sebagai

terapi reminiscence ketika melibatkan komunikasi antara dua atau lebih

individu dan pencapaian tujuan tertentu berdasarkan kebutuhan individu.

(Yen & Lin, 2018)


4

Hasil penelitian terdahulu tentang Terapi reminiscence

membuktikan bahwa Terapi reminiscence dapat menurunkan kecemasan

dan stress pada lansia. Sesuai penelitian yang dilakukan oleh Kartika

&Mardalinda (2016)yang dilaksanakan di Wilayah Kerja Panti Sosial

Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar pada bulan Februari tahun

2016 dengan sampel terdiri dari 20 lansia. Hasil penelitian ini diperoleh

rata-rata tingkat stress responden sebelum dilakukan intervensi

Reminiscence Therapy pada lansia adalah 22,25 point sedangkan rata-rata

tingkat stress responden setelah dilakukan intervensi Reminiscence

Therapy pada lansia adalah 16,60 point. Selanjutnya, terdapat perbedaan

tingkat stres responden antara sebelum dan setelah intervensi pelaksanaan

Reminiscence Therapy dengan perbedaan rata-rata tingkat stress 10,50

point dan pvalue = 0,000.

Dari hasil penelitian terdahulu tentang Terapi reminiscence

membuktikan bahwa Terapi reminiscence dapat menurunkan kecemasan.

Sesuai penelitian yang dilakukan oleh Nurkamila (2020) yang

dilaksanakan di Desa Gendingan Sragen pada bulan juni - juli 2020

terhadap 24 responden dengan pemberian terapi reminiscence di dapatkan

hasilanalisis uji wilcoxon menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang

bermakna pada variabel tingkat kecemasan sebelum dan sesudah

pemberian terapi reminiscence dengan nilai p value = 0,001 (p < 0,05).

Pada survey awal yang telah dilakukan terhadap lansia hipertensi di

Puskesmas Lasi Kaupaten Agam didapatkan jumlah lansia hipertensi yang

menggalami kecemasan sedang sebanyak 10 lansia. Pada saat wawancara


5

dengan lansia dari 3 item pertanyaan Kuesioner GAS didapatkan data : 6

orang menjawab sebagian besar waktu, 4 orang menjawab kadang-kadang

merasa jantung berdegup kencang. 5 orang menjawab setiap waktu, 5

orang menjawab sebagian besar waktu mengalami susah tidur. 3 orang

menjawab sama sekali tidak, 4 orang menjawa kadang-kadang, 3 orang

menjawab seagian besar waktu merasa terlalu khawatir akan banyak hal.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang bagaimana “ Apakah Ada Pengaruh Terapi

Reminiscence Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Lansia Hipertensi Di

Wilayah Kerja Puskesmas Lasi Kabupaten Agam Tahun 2021 ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh terapi

reminiscence terhadap tingkat kecemasan pada lansia hipertensi di

wilayah kerja Puskesmas Lasi Kabupaten Agam

2. Tujuan Khusus

1. Diketahui rata-rata tingkat kecemasan sebelum dilakukan

terapi reminiscence terhadap kecemasan pada lansia

hipertensidi Wilayah Kerja Puskesmas Lasi Kabupaten

Agam tahun Tahun 2021

2. Diketahui rata-rata tingkat kecemasan setelah dilakukan

terapi reminiscenceterhadap kecemasan pada lansia


6

hipertensidi Wilayah Kerja Puskesmas Lasi Kabupaten

Agam Tahun 2021

3. Diketahui pengaruh terapi reminiscence terhadap tingkat

kecemasan pada lansia hipertensi di Wilayah

KerjaPuskesmas Lasi Kabupaten Agam tahun 2021.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Sebagai tambahan referensi ilmiah dalam bidang

keperawatan gerontik khususnya mengenai perawatan lansia

penderita hipertensi yang mengalami masalah kesehatan jiwa yakni

kecemasan dengan pendekatan terapi non farmakologi berupa

terapi reminiscence.

2. Manfaat praktis

1. Bagi responden

Membantu lansia agar dapat merespon secara adaktif

terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya

sehingga dapat meminimalisir teradinya masalah kesehatan

jiwa seperti kecemasan.

2. Bagi Perawat Puskesmas Lasi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

yang berguna tentang pelaksanaanpengaruhterapi

reminiscence terhadap tingkat kecemasan pada lasia

hipertensi.
7

3. Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk

menambah wawasan tentang pengaruhterapi reminiscence

terhadap tingkat kecemasan pada lasia hipertensi.

4. Bagi peneliti

Untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan,

pengalaman, dan wawasan dalam penerapan ilmu yang

didapatkan dalam mata kuliah keperawatan gerontik.

5. Bagi Peneliti lain

Sebagai pengetahuan dan bahan acuan bagi peneliti

selanjutnya untuk melakukan pengembangan penelitian

lebih lanjut mengenai terapi reminiscence, seperti

melakukan kolaborasi dengan terapi farmakologi maupun

dengan terapi nonfarmakologi lainnya dalam mengatasi

stres pada lansia atau dapat pula membandingkan tingkat

efektifitas terapi reminiscence dengan terapi

nonfarmakologi lainnya.

E. Ruang Lingkup

Peneliti dilakukan oleh mahasiswa program pendidikan nurse

Universitas Fort De Kock Bukittinggi, untuk mengetahui pengaruh terapi

reminiscence terhadap tingkat kecemesan pada lansia hipertensi stage


8

Itahun 2021. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Lasi 2021. Desain

penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakanquasy experiment

dengan rancangan pre and post test with control group. Dalam metode ini

observasi dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen dan

setelah eksperimen. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini

sebanyak 248 lansia penederita hipertensi di wilayah kerja puskesmas lasi

Kab. Agam, Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian

ini adalah disain purposive Sampling.(Dharma, 2011).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. LANSIA
9

1. Definisi

Lansia merupakan proses alamiah sesuai dengan

peningkatan usia seseorang (WHO, 2014)di kawasan Asia

Tenggara populasi lansia sebesar 8% atau sekitar 142 juta jiwa.

Pada tahun 2050 diperkirakan populasi lansia meningkat 3 kali

lipat dari tahun 2010. Pada tahun 2000 jumlah lansia sekitar

5,300,000 (7,4%) dari total populasi, sedangkan pada tahun 2010

jumlah lansia 24,000,000 (9,77%) dari total populasi, dan tahun

2020 diperkirakan jumlah lansia mencapai 28,800,000 (11,34%)

dari total populasi. Di Indonesia pada tahun 2020 diperkirakan

jumlah lansia sekitar 80.000.000 (Depkes, 2016).

Lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia dewasa

tua yang dimulai setelah masa pensiun atau pada usia 65-75 tahun

(Potter and Perry, 2005). Lansia merupakan kelanjutan dari usia

dewasa yang terdiri dari fase prasenium yaitu lansia yang berusia

antara 55-65 tahun, dan fase senium yaitu lansia yang berusia lebih

dari 65 tahun (Nugroho, 2018). Pada masa ini, periode dimana

selsel dalam tubuh telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan

fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan

waktu. Ada beberapa pendapat mengenai usia kemunduran yaitu

sekitar usia 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun (Akhmadi, 2018).

(Nurkamila et al., 2020)

Menurut Depsos (2007) menyebutkan bahwa lansia terbagi

dalam 2 jenis yaitu potensial dan non potensial. Potensial adalah


10

lansia yang masih dapat melakukan kegiatan sehari, sedangkan non

potensial adalah lansia yang tidak bisa memenuhi kebutuhan

hidupnya dan atau begantung dengan orang lain. Berdasarkan

pengertian tersebut, dapat disimpulakan bahwa lansia adalah

seseorang yang telah memasuki masa pensiun atauberusia diatas 60

tahun dan ditandai dengan masa kemunduran dimana sel-sel dalam

tubuh telah mencapai kemasakan dalam hal ukuran dan fungsi

sehingga menyebabkan penurunan dalam hal menghasilkan jasa

atau barang untuk memenuhi kebutuhan seharihari. (Husada, 2018)

2. Klasifikasi lansia

Organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokkan lansia

menjadi empat kategori :

1. Young old (60-69 tahun)

2. Old (70-79 tahun)

3. Old old (80-89 tahun)

4. Very old (90 tahun keatas).

Penggolongan lansia menurut direktorat pengembangan

ketahanan keluarga BKKBN membedakan lansia menjadi :

a. Kelompok lansia awal (45-54 tahun) merupakan kelompok

yang baru memasuki lansia.

b. Kelompok pra lansia (55-59tahun)


11

c. Kelompok lansia 60 tahun keatas (menurut UU No 23 tahun

1998 lansia diindonesia ditetapkan mulai usia tersebut (Dewi

Pandji).

3. Proses Menua

Penuaan adalah akumulasi perubahan progresif seiring waktu

yang berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap penyakit

dan kematian seirig dengan pertambahan usia dan jumlah kerusakan

akibat reaksi radikal bebas yang terus menerus terhadap sel dan

jaringan. Dengan kata lain, kerusakan struktur dan funsi mencirikan

penuaan.(Kusuma et al., 2020)

Penuaan ditandai dengan hilangnya integritas fisiologis yang

progresif, yang memicu gangguan fungsi dan meningkatkan resiko

kematian. Kemunduran fungsi ini menjadi faktor resiko utama patologi

pada manusia meliputi kanker, diabetes, kelainan kardiovaskuler, dan

penyakit neurodegenertif (Zalukhu et al., 2016)

4. Tipe Lansia

a. Tipe arif dan bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri

dengan perubahan zaman, mempuyai kwsibukan, bersikap ramah,

rendah hati, sederhana, dermawan, dan menjadi panutan.

b. Tipe mandiri
12

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif

dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman,dan memenuhi

undangan.

c. Tipe tidak puas

Komflik lahir batin dan menentang proses penuaan

sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit

dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.

d. Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan

agama, dan melakukan pekerjaan saja.

e. Tipe binggung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,

menyesal, pasif dan acuh tak acuh ( R. Siti maryam dan Mia fatma

ekasari).

B. Hipertensi

1. Definisi

Menurut data statistik WHO (2013), menyatakan bahwa

terdapat 24,7% penduduk Asia Tenggara dan23,3% penduduk

Indonesia menderita hipertensi. Penyakit terbanyak yang diderita

lansia adalah hipertensi yaitu sebesar (63,22%) (Riskesdas, 2018).

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Waluyo (2017)


13

menunjukkan bahwa sebagian besar penderita hipertensi

mengalami kecemasan sedang yaitu sebesar 51.7%.Hipertensi

dapat menyebabkan penyakit atau masalah baru, seperti khawatir

dengan tekanan darah yang naik, stroke, gagal jantung dan dapat

berakibat terjadinya kematian. Permasalahan inilah yang membuat

lanisa mengalami cemas akan keadaan dirinya (Sarkamo, 2016).

Hipertensi adalah sindrom atau sekumpulan gejala

kardiovaskuler yang progresif sebagai akibat dari kondisi lain yang

kompleks dan saling berhubungan, WHO menyatakan hipertensi

merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama

dengan 160 mmHg dan atau diastolik sama atau lebih besar 95

mmHg, (JNC VII) berpendapat hipertensi adalah peningkatan

tekanan darah 140/90 mmHg, sedangkan menurut brunner dan

suddarth hipertensi juga diartikan sebagai tekanan darah persisten

dimana tekanan darahnya 140/90 mmHg. Dari uraian tersebut dapat

disimpulkan bahwa hipertensi merupakan peningkatan tekanan

darah sistolik yang persisten diatas 140/90 mmHg sebagai akibat

dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan. (Mega &

Sumintardja, 2017)

Hipertensi secara umum dapat didefinisikan sebagai

tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih

dari 90 mmHg berdasarkan dua atau tiga kali pengukuran darah

dalam rentang waktu lima menit. Tekanan darah tinggi menjadi


14

masalah hanya bila tekanan darah tersebut persisten (Kemenkes RI,

2019).

Hipertensi seringkali disebut sebagai silent killer

“pembunuh diam-diam” karena tanda dan gejalanya sering tanpa

keluhan. Biasanya penderita tidak tahu bahwa dirinya terkena

hipertensi dan baru menyadari setelah terjadi komplikasi,

kebanyakan orang merasa sehat dan energik walaupun hipertensi.

Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang

menyebabkan tekanan darah diatas normal (Depkes, 2018).

Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang

munculnya oleh karena interaksi berbagai faktor, dengan

bertambahnya umur maka tekanan darah juga akan meningkat.

Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan

oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan oto,

sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur sempit dan kaku.

Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh

darah besar yang berkurang pada penambahan usia sampai dekade

ke tujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai

dekade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung

menurun. Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan

peningkatan resistensi vaskular perifer sebagai hasil temuan akhir

tekanan darah meningkat karena merupakan hasil temuan kali

curah jantung (HR x volume sekuncup) x tahanan perifer (Nuraini,

2015).
15

2. Patofisiologi Hipertensi

Tekanan darah sistolik meningkat secara progresif sampai

umur 70-80 tahun, sedangkan tekanan darah diastolik meningkat

sampai umur 50-60 tahun dan kemudian menetap atau sedikit

menurun.kombinasi perubahan ini sangat mungkin mencerminkan

adanya pengakuan pembuluh darah dan penurunan kelenturan arteri

dan ini mengakibatkan peningkatan tekanan nadi sesuai dengan

umur. Efek utama dari ketuaan normal terhadap sistem

kardiovakuler meliputi perubahan orta dan pembuluh darah

sistemik. (R.A kuswardhani Tuty, 2006)

Perubahan ini menyebabkan penurunan compliance aorta

dan pembuluh darah besar mengakibatkan peningkatan tekanan

darah sistolik. Penurunan elatisitas pembuluh darah menyebabkan

peningkatan resistensi vaskuler perifer. Sensitivitas baroreseptor

juga meningkat karena perubahan umur. Penurunan sensivitas

baroreseptor juga menyebabkan kegagalan refleks postural, yang

mengakibatkan hipertensi pada lansia sering terjadi hipotensi

ortostatik dipengaruhi volume sekuncup dan total perifheral

resistance. Apabila terjadi peningkatan dari salah satu variabel

tersebut maka akan menimbulkan hipertensi (R.A kuswardhani

Tuty, 2006)

Tubuh memiliki sistem pengendali yang berfungsi

mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang diebabakan


16

oleh gangguan sirkulasi dan mempertehankan stabilitas tekanan

darah dalam jangka panjang. Sistem pengendali tekanan darah

sangat komplek, pengendalian dimalai dari sistem reaksi cepat

seperti reflex kardiovaskuler melalui sistem saraf, reflex

kemoreseptor, responiskemia,susunan saraf pusat yang berasal dari

atrium, dan arteri pulmonalis dan otot polos. Sedangkan sistem

pengendali reaksi lambat melalui perpindahan cairan antara

sirkulasi kapiler dan rongga intertial yang dikontrol oleh hormon

angitensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem poten dan

ini berlangsung dalam jangka panjang yang dipertahankan oleh

sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai

organ. (Nuraini, 2015)

Mekanisme terjadiya hipertensi melalui terbentuknya

angiotensin II dari angiontensin I oleh angiontensin I converting

enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologi yang penting

dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung

angiotensinogen yang diproduksi oleh hati. Selanjutnya oleh

hormon renin yang di produksi oleh ginjal dan akan diubah menjadi

angiontensin I. Oleh ACE yang terdapat diparu-paru, angiontensi I

diubah menjadi angiontensin II. Angiontensin inilah yang menjadi

peranan kunci dalam kenaikan tekanan darah melalui dua aksi

(Nuraini, 2015)

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon

antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus


17

(kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur

osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat

sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis),

sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk

mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan

dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya,

volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan

tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron

dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang

memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume

cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl

(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya

konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara

meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya

akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Nuraini, 2015).

Manifestasi klinis yang dapat muncul akibat hipertensi

menurut Elizabeth J. Corwin ialah bahwa sebagian besar gejala

klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun.

Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa nyeri kepala saat

terjaga yang kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat

peningkatan tekanan darah intrakranium, penglihatan kabur akibat

kerusakan retina, ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan

susunan saraf, nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari)

karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus,


18

edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler. (Munirah et

al., 2018). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan

stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai

paralisis sementara pada satu sisi atau hemiplegia atau gangguan

tajam penglihatan. Gejala lain yang sering ditemukan adalah

epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk,

sukar tidur, dan mata berkunang-kunang (Nuraini, 2015).

3. Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi atau tekanan darah tinggi menurut

palmer (2005) terbagi menjadi dua jenis, yaitu :

a. Hipertensi esensial (primer)

Tipe ini terjadi pada sebagian besar kasus hipertensi,

penyebabnya tidak diketahui dengan jelas, walaupun dikaitkan

dengan kombinasi faktor hidup seperti kurang bergerak atau pola

makan.

b. Hipertensi sekunder

Tipe ini jarang terjadi, hanya sekitar 5% dari seluruh kasus

tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi tipe ini disebabkan oleh

kondisi medis lain ( misalnya penyakit ginjal) atau reaksi terhadap

obat obat tertentu (misalnya pil KB)

Menurut Smeltzer (2001), hipertensi pada usia lanjut

diklasifikasikan sebagai berikut :


19

1. Hipertensi dimana tekanan darah sistolik sama atau lebih besar

dari 140 mmHg dan tekanan diastolik sama ataulebih besar dari

90 mmHg.

2. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan darah sistolik

lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg

(Budi S.Pikir dan Muhammad Aminuddin)

Tabel 2.1
Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII

Klasifikasi Tekanan darah Tekanan darah diastolik

sistolik

Normal <120 mmHg <80 mmHg

Pre-hipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg

Hipertensi stage-1 140-159 mmHg 80-99 mmHg

Hipertensi stage-2 >160 mmHg >100 mmHg

Sumber: (Kemenkes RI, 2013).

4. Faktor Resiko Hipertensi

Faktor resiko yang diduga mempunyai resiko hipertensi

yaitu:

a. Usia

Hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya

usia.Usia berpengaruh pada beroreseptor yang berperan pada

regulasi tekanan darah dan berpengaruh pada elastisitas dinding

arteri.Arteri menjadi kurang elastis,tekanan yang melalui

dinding arteri meningkat .Hal ini sering terlihat peningkatan


20

secara bertahap tekanan sistolik sesuai dengan peningkatan usia

(Agnes, 2018)

Penambahan usia dapat meningkat risiko penyakit

hipertensi.Walaupun penyakit-penyakit hipertensi bisa terjadi

pada segala usia ,tetapi paling sering menyerang orang

dewasayang berusia 35 tahun atau lebih (Junaedi,2013).

a) Riwayat keluarga menderita hipertensi atau genetic

Menunjukkan bahwa sekitar 30% pasien hipertensi

primer berkaitan dengan genetik .Gen yang meliputi sistem

renin angiostesin,dan yang berkaitan dengan tonus

vaskuler,transportasi garam dan air ginjal,dan resistensi insulin

berkontribusi terhadap perkembangan hipertensi.

b. Tingkat stress

Stress fisik dan emosi dapat menyebabkan peningkatan

tekanan darah.Tekanan darah berfluatasi setiap hari,meningkat

saat aktivitas,ketidaknyamanan atau respon emosi seperti

marah.Stres yang sering atau berkepanjangan menyebabkan

otot polos vaskuler hipertropi dan berpengaruh pada jalur pusat

integrasi di otak.

c. Tingkat aktivitas

Orang dengan aktivitas kurang mempunyai resiko

mengalami hipertensi.Aktivitas membantu mencegah dan


21

mengontrol hipertensi dengan menurunkan berat badan dan

resistensi perifer serta menurunkan lemak tubuh.

d. Obesitas

Obesitas sentral (penumpukan sel lemak pada abdomen)

mempunyai korelasi yang kuat untuk mengalami hipertensi dari

pada masa indeks tubuh atau ketebalan kulit.Seseoarang

dengan berat pada pantat,pinggul,dan paha (memberi kesan

bentuk buah pear) mempunyai resiko yang lebih untuk

berkembang hipertensi sekunder akibat peningkatan berat

badan secara mandiri.Seseorang mengalami obesitas jika

mempunyai nilai indeks masa tubuh.

e. Konsumsi tinggi garam

Konsumsi tinggi natrium sering berhubungan dengan

retensi cairan.Konsumsi tinggi garam menjadi faktor penting

dalam perkembangan hipertensi primer.Diet tinggi garam dapat

menginduksi pelepasan hormone natriuretrik yang secara tidak

langsung meningkatan tekanan darah.Natriun juga

menstimulasi mekanisme vasopressor melalui sistem saraf

pusat.

f. Merokok

Nikotin dalam rokok dan obat seperti kokain

menyebabkan peningkatan tekanan darah dengan segera dan


22

tergantung dengan dosis kebiasaan mengkonsumsi substansi itu

mempunyai implikasi di dalam insiden hipertensi.

g. Konsumsi alcohol

Insiden hipertensi meningkat pada orang dengan kebiasaan

minum 3 ons etanol setiap hari konsumsi alcohol dua gelas atau

lebih setiap hari meningkatkan risiko hipertensi dan menyebabkan

resistensi terhadap obat anti hipertensi(Sumaryanti, 2019)

5. Penatalaksanaan Hipertensi

Penanganan hipertensi menurut JNC VII bertujuan untuk

mengurangi angka morbiditas dan mortalitas penyakit

kardiovakuler dan ginjal. fokus utama dalam penatalaksanaan

hipertensi adalah pencapaian tekanan sistolik target <140/90

mmHg. Pencapaian target tekanan darah dapat dilakukan dengan

dua cara, yaitu :

a. Tereapi farmakologis

Menurut JNC VI pilihan pertama untuk pengobatan

pada penderita hipertensi lanjut usia adalah diuretic atau

penyekat beta. Pada HST, direkomendasikan penggunaan

diuretic dan antagonis kalsium. Antagonis kalsium nikardipin

dan diuretic tiazid sama dalam menurunkan angka kejadian

kardiovaskuler. Adanya penyakit penyerta lainnya akan

menjadi pertimbangan dalam pemilihan obat antihipertensi.

Pada penderita dengan penyakit jantung koroner, penyekat beta

mungkin sangat bermanfaat; namun demikian terbatas


23

penggunaannya pada keadaan-keadaan seperti penyakit arteri

tepi, gagal jantung/ kelainan bronkus obstruktif. Pada penderita

hipertensi dengan gangguan fungsi jantung dan gagal jantung

kongestif, diuretik, penghambat ACE (angiotensin convening

enzyme) atau kombinasi keduanya merupakan pilihan terbaik.

(R.A kuswardhani Tuty, 2006)

Karena pada lanjut usia sering ditemukan penyakit lain

dan pemberian lebih dari satu jenis obat, maka perlu

diperhatikan adanya interaksi obat antara antihipertensi dengan

obat lainnya. Obat yang potensial memberikan efek

antihipertensi misalnya obat anti psikotik tcrutama fenotiazin,

antidepresan khususnya trisiklik, L-dopa, benzodiapezin,

baklofen dan alcohol (Zalukhu et al., 2016). Obat yang

memberikan efek antagonis antihipertensi adalah kortikosteroid

dan obat antiinflamasi nonsteroid. Interaksi yang menyebabkan

toksisitas adalah:

1. Tiazid

teofilin meningkatkan risiko hipokalemia, lithium

risiko toksisitas meningkat, karbamazepin risiko

hiponatremia menurun.

2. Penyekat beta verapamil

Menyebabkan bradikardia, asistole,hipotensi, gagal

jantung digoksin memperberat bradikardia, obat

hipoglikemik oral meningkatkan efek hipoglikemia,


24

menutupi tanda peringatan hipoglikemia (R.A kuswardhani

Tuty, 2006).

b. Non-farmakologis

Terapi non farmakologis terdiri dari menghentikan

kebiasaan merokok, menurunkan berat badan berlebih,

komsumsi alkohol berlebih, asupan garam dan asupan lemak,

latihan fisik serta meningkatkan komsumsi buah dan sayur.

1) Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih

Peningkatan berat badan diusia dewasa sangat

berpengaruh terhadap tekanan darah. Oleh karena itu

manajemen berat badan sangat penting dalam prevelensi

dan kontrol hipertensi.

2) Meningkatkan aktivitas fisik

Orang yang aktifitasnya rendah beresiko terkena

hipertensi 30-50% daripada yang aktif. Oleh karena itu

aktifitas fisik antara 30-45 menit penting sebagi

pencegahan primer hipertensi.

3) Mengurangi asupan nutrium

4) Mengurangi komsumsi kafein dan alkohol (Nuraini, 2015).

C. Kecemasan

1. Definisi

Pengertian Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak

jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaaan tidak pasti


25

dan tidak berdaya (Stuart, 2013). Kecemasan merupakan

pengalaman individu yang bersifat subjektif, yang sering

bermanifestasi sebagai prilaku yang disfungsional yang di artikan

sebagai perasaan “kesulitan” dan kesusahan terhadap kejadian yang

tidak diketahui dengan pasti (Varcarolis, 2007, dalam Donsu,

2017).

Sedangakan menurut Sutejo (2017), Kecemasan atau

ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar samar

karena adanya ketidaknyamanan atau rasa takut yang di sertai suatu

respon. Kecemasan juga dapat pula di terjemahkan sebagai suatu

perasaan takut akan terjadinya sesuatu yang disebabkan oleh

antisipasi bahaya dan merupakan sinyal yang membantu individu

untuk bersiap mengambil tindakan untuk menghadapi bahaya

(Arifuddin & Nur, 2018)

2. Klasifikasi Kecemasan

Kecemasan memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan

aspek membahayakan, yang bergantung pada tingkat kecemasan,

lama kecemasan yang dialami, dan seberapa baik individu

melakukan koping terhadap kecemasan. Menurut Peplau dalam

Videbeck (2008)

Ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu

yaitu ringan, sedang, berat, dan panik.


26

1) Kecemasan ringan

Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari-hari, Kecemasan ini menyebabkan individu menjadi

waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan

ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan

pertumbuhan serta kreativitas (Stuart, 2013). Menurut

Videbeck (2008), respons dari Kecemasan ringan adalah

sebagai berikut :

a) Respons fisik

Ketegangan otot ringan, sadar akan

lingkungan, rileks atau sedikit gelisah, penuh

perhatian, dan rajin.

b) Respon kognitif

Lapang persepsi luas, terlihat tenang,

percaya diri, perasaan gagal sedikit, waspada dan

memperhatikan banyak hal, mempertimbangkan

informasi, dan tingkat pembelajaran optimal.

c) Respons emosional

Perilaku otomatis, sedikit tidak sadar,

aktivitas menyendiri, terstimulasi, dan tenang.

2) Kecemasan sedang

Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal

yang penting dan mengesampingkan yang lain. Pada tingkat

ini lapangan persepsi terhadap lingkungan menurun.


27

Dengan demikian, individu mengalami perhatian yang tidak

selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika

diarahkan untuk melakukannya (Stuart, 2013).

Menurut Videbeck (2008), respons dari Kecemasan

sedang adalah sebagai berikut :

a) Respon fisik

Ketegangan otot sedang, tanda-tanda vital

meningkat, pupil dilatasi, mulai berkeringat, sering

mondar-mandir, memukul tangan, dan suara

berubah (bergetar, nada suara tinggikewaspadaan,

dan ketegangan meningkat, sering berkemih, sakit

kepala, pola tidur berubah, dan nyeri punggung).

b) Respons kognitif

Lapang persepsi menurun, tidak perhatian

secara selektif, fokus terhadap stimulus meningkat,

rentang perhatian menurun, penyelesaian masalah

menurun, dan pembelajaran terjadi dengan

memfokuskan.

c) Respons emosional

Tidak nyaman, mudah tersinggung,

kepercayaan diri goyah, tidak sabar, dan

gembira.
28

3) Kecemasan berat

Pada Kecemasan berat lapangan persepsi menjadi

sangat sempit, individu cenderung memikirkan hal yang

kecil saja dan mengabaikan hal yang lain. Individu tidak

mampu lagi berfikir realistis dan membutuhkan banyak

pengarahan untuk memusatkan perhatian pada area lain

(Stuart, 2013). Menurut Videbeck (2008), respons dari

Kecemasan berat adalah sebagai berikut :

a) Respons fisik

Ketegangan otot berat, hiperventilasi, kontak

mata buruk, pengeluaran keringat meningkat,

bicara cepat, nada suara tinggi, tindakan tanpa

tujuan dan serampangan, rahang menegang,

mengertakan gigi, mondar-mandir, berteriak,

meremas tangan, dan gemetar.

b) Respons kognitif

Lapang persepsi terbatas, proses berpikir

terpecah-pecah, sulit berpikir, penyelesaian

masalah buruk, tidak mampu mempertimbangkan

informasi, hanya memerhatikan ancaman,

preokupasi dengan pikiran sendiri, dan egosentris.


29

c) Respons emosional

Sangat cemas, agitasi, takut, bingung,

merasa tidak adekuat, menarik diri, penyangkalan,

dan ingin bebas

4) Panik

Pada tingkatan ini lapangan persepsi individu sudah

sangat menyempit dan sudah terganggu sehingga tidak

dapat alaupun telah diberikan pengarahan (Stuart, 2013).

Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah

sebagai berikut.

a) Respons fisik

Flight, fight, atau freeze, ketegangan otot

sangat berat, agitasi motorik kasar, pupil dilatasi,

tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun,

tidak dapat tidur, hormon stress dan

neurotransmiter berkurang, wajah menyeringai,

dan mulut ternganga.

b) Respons kognitif Persepsi sangat sempit, pikiran

tidak logis, terganggu, kepribadian kacau, tidak

dapat menyelesaikan masalah, fokus pada pikiran

sendiri, tidak rasional, sulit memahami stimulus

eksternal, halusinasi, waham, dan ilusi mungkin

terjadi.
30

c) Respon emosional Merasa terbebani, merasa tidak

mampu, tidak berdaya, lepas kendali, mengamuk,

putus asa, marah, sangat takut, mengharapkan hasil

yang buruk, kaget, takut, dan lelah

1. Etiologi

Menurut Nasir et al., (2011) stresor dibedakan menjadi 3

golongan, yaitu:

1) Stresor fisik-biologis

Beberapa faktor fisik dan biologis yang dapat menyebabkan

stres antara lain, yaitu:

c) Genetika.

Masa kehamilan merupakan masa rentan

stres pada anak apabila ibunya seorang perokok,

alkoholik, dan penggunaan obat-obatan yang

dilarang selama hamil.

d) Tidur.

Tidur yang cukup memberikan tambahan

energi, semangat dan gairah pada setiap aktivitas

yang dilakukannya.

e) Postur tubuh.

Postur tubuh berperan sebagai stresor.

Seperti, cacat bawaan, dan kecelakaan yang

mengakibatkan anggota tubuhnya hilang atau

rusak.
31

f) Penyakit.

Khususnya untuk penyakit yang kronis,

seperti TBC (Tuberculosis), kanker, impotensi,

stroke, Diabetes Militus, dan lain sebagainya.

2) Faktor Psikologis

Berikut ini adalah beberapa faktor psikologis yang dapat

menyebabkan stres, seperti:

a) Persepsi.

Persepsi orang satu dengan yang lainnya

tentang stres berbeda-beda, tergantung bagaimana

individu tersebut menyikapinya. 18

b) Emosi.

Perbedaan kemampuan untuk mengenal dan

membedakan setiap perasaan emosi sangat

bepengaruh terhadap stres yang dialaminya.

c) Situasi Psikologis.

Hal-hal yang mempengaruhi konsep berpikir

(kognitif) dan penilaian terhadap situasi dapat

menjadi pemicu timbulnya stres.

d) Pengalaman hidup.
32

Pengalaman hidup merupakan keseluruhan

kejadian yang dapat menyebabkan stres, seperti

perubahan hidup, masa transisi, dan krisis

kehidupan.

3) Faktor Lingkungan

a) Lingkungan fisik. Kondisi atau kejadian yang

berada disekeliling individu atau yang dialami

individu dapat menjadi stresor, seperti bencana

alam, cuaca, macet, dan lingkungan yang kotor.

b) Lingkungan Biotik.

Gangguan yang berasal dari makhluk

makroskopik seperti virus atau bakteri. Seperti,

penderita alergi apabila bertempat tinggal di

kawasan kumuh yang dapat menimbulkan adanya

bakteri atau virus akan stres.

c) Lingkungan sosial.

Hubungan yang buruk dengan lingkungan

sekitar, seperti tetangga, orangtua, dan kerabat

dapat menjadi pemicu stresor.

2. Pengukuran Tingkat Kecemasan

Alat ukur yang dirancang untuk digunakan pada orang

dewasa yang lebih tua atau lansia (Segal, et al., 2010., dikutip
33

dalam Yochim et al., 2011). Dibuat berdasarkan berbagai gejala

kecemasan yang termasukdalam Manual Diagnostik dan Statistik

Gangguan Mental dan berbeda dari alat ukur kecemasan lain yang

tidak sepenuhnya membahas tentang gejala DSM yang lengkap.

Secara khusus GAS menilai gejala kecemasan afektif, soamatik

dan kognitif yang semuanya merupakan gejala kecemasan pada

lansia. Pada GAS terdiri dari 30 pertanyaan yang mengarah pada

setiap gejala yang dialami pada minggu lalu sampai saat sekarang.

Menggunakan skala likert dimana masing-masing pertanyaan

terdiri dari empat poin yaitu 0 (tidak sama sekali) sampai 3

(sepanjang hari) (Segal, 2013). GAS adalah salah satu alat ukur

kecemasan terbaru yang dirancang dan digunakan khusus lansia

yang mencakup aspek somatik, afektif dan kognitif yang dialami

lansia dengan kecemasan (Yochim, et al., 2010) dan instrumen ini

akan digunakan dalam penelitian ini.

3. Penatalaksaan

a) Terapi kognitif

Terapi kognitif adalah terapi jangka pendek,

berorientasi pada masalah saat ini, dan bersifat individu

yang bertujuan untuk meredakan gejala-gejala penyakit

serta membantu klien agar dapat mempelajari cara yang

efektif untuk mengatasi masalah yang menyebabkan stres.

(Setyoadi et al., 2011).


34

b) Terapi musik

Terapi musik adalah sebuah terapi kesehatan yang

menggunakan musik di mana tujuannya adalah untuk

meningkatkan atau memperbaiki kondisi fisik, emosi,

kognitif, dan sosial bagi individu (Setyoadi et al., 2011).

Jenis musik yang digunakan adalah disesuaikan dengan

keinginan tiap individdu, seperti musik klasik, keroncong,

orchestra, atau musik-musik modern (Potter, 2005).

c) Terapi spiritual

Terapi spiritual adalah terapi dengan pendekatan

terhadap kepercayaan yang dianut oleh klien yang

bertujuan untuk memperkuat mentalitas dan konsep diri

klien, mengembalikan persepsi yang buruk mengenai

pandangannya, serta dapat menurunkan stres. Terapi

spiritual ini biasanya dengan menggunakan doa dan dzikir

untuk kaum muslim (Setyoadi et al., 2011).

d) Terapi relaksasi nafas dalam

Relaksasi nafas dalam adalah pernafasan abdomen

dengan frekuensi lambat atau perlahan, berirama, dan yang

nyaman dengan memejamkan mata (Brunner dan Suddart,

2002 dalam Setyoadi et al., 2011). Teknik relaksasi ini

merupakan metode untuk mengurangi ketegangan,

mengurangi rasa nyeri, mendapatkan perasaan yang tenang


35

dan nyaman, mengurangi kecemasan serta mengurangi

stres.

D. Reminiscence Therapy

1. Definisi

Reminiscence merupakan proses mengingat kembali

pengalaman yang terjadi di masa lalu pada masing-masing individu

(Errina & Sofia, 2016). Reminiscence mengacu pada ingatan

kenangan dari masa lalu dan saling bertukar kenangan dengan

teman-teman untuk menyampaikan informasi atau ulasan hidup

dan keterampilan yang dimiliki (Cherian, 2019).

Reminiscence tidak hanya kegiatan mengingat peristiwa

masa lalu tetapi juga merupakan proses yang terstruktur secara

sistematis dan berguna untuk merefleksikan kehidupan seseorang

untuk mengevaluasi ulang,menyelesaikan konflik dari masa lalu,

menemukan makna kehidupan, dan menilai koping adaptif mana

yang sebaiknya digunakan. Dari diskusi kelompok tersebut akan

memotivasi seseorang dan sebagai upaya untuk menyelesaikan

masalah.(Kartika, 2018)

Suatu metode yang berhubungan dengan memori, berguna

untuk meningkatkan kesehatan mental dan kualitas hidup.

Reminiscence tidak hanya kegiatan mengingat peristiwa masa lalu

tetapi juga merupakan proses yang terstruktur secara sistematis dan

berguna untuk merefleksikan kehidupan seseorang untuk


36

mengevaluasi ulang, menyelesaikan konflik dari masa lalu,

menemukan makna kehidupan, dan menilai koping adaptif mana

yang sebaiknya digunakan (Liu et al., 2021). Terapi ini dilakukan

dengan cara diskusi tentang kejadian masa lalu yang dialami

seseorang kemudian disharingkan kepada keluarga, kelompok, atau

staf keperawatan. Dari diskusi kelompok tersebut akan memotivasi

seseorang dan sebagai upaya untuk menyelesaikan masalah (Chen

et al., 2012). Terapi ini juga sebagai proses mengingat kejadian

dimasa lalu yang menyenangkan dan indah sehingga dapat

meningkatkan harga diri seseorang (Mackin and Arean cit.

Wheller, 201)

2. Manfaat Reminiscence Therapy

Dari penelitian-penelitian yang sudah dilakukan,

didapatkan beberapa manfaat dari Reminiscence Therapy, antara

lain (Mackin and Arean cit. Wheller, 2018):

1) Meningkatkan harga diri

2) Membantu individu mencapai kesadaran diri

3) Memahami dirinya sendiri

4) Meningkatkan kepuasan hidup

5) Dapat beradaptasi dengan stress

3. Tipe-tipe kelompok Reminiscence Therapy

Menurut Kennard, 2006 cit. Syarniah, 2010, ada 3 tipe

Reminiscence, antara lain:


37

1) Simple atau Positive Reminiscence.

Terapi tipe ini adalah menceritakan kejadian masa

lalu yang menyenangkan dengan cara terapis memberikan

pertanyaan secara langsung. Tujuan dari terapi tipe ini

adalah membantu klien beradaptasi terhadap kehilangan

dan meningkatkan harga diri.

2) Evaluative Reminiscence.

Tipe ini merupakan terapi dalam menyelesaikan


konflik.

3) Offensive Defensive Reminiscence.

Terapi tipe ini adalah menceritakan kejadian masa

lalu yang kurang menyenangkan sehingga sering

menimbulkan perilaku yang destruktif dan emosi.

4. Media Reminiscence Therapy

Media merupakan alat atau benda yang dapat digunakan

untuk menunjang ingatan klien dalam mengingat kejadian-kejadian

masa lalu sehingga klien dapat mengikuti terapi Reminicence.

Menurut Collins (2006), media yang dapat digunakan adalah:

1) Reminiscence Kit (kotak yang berisi alat atau benda yang

dapat membantu dalam mengingat masa lalu; seperti

majalah, alat untuk memasak, alat untuk menjahit, dan

membersihkan)

2) Album foto, musik, video

3) Stimulus bau dan rasa (keju, cuka, coklat, jeruk)


38

4) Bahan-bahan yang dapat menstimulasi sensori (bulu

binatang, wol, flannel)

5. Penatalaksanaan Reminiscence Therapy

Menurut Kennard (2006) cit. Syarniah (2010), terapi

Reminiscence dapat dilakukan dalam kelompok atau individual.

Akan tetapi untuk pemberian terapi secara kelompok dapat

memberikan keuntungan yang lebih, antara lain kesempatan yang

sama untuk saling berbagi pengalaman, meningkatkan komunikasi

dan sosialisasi antar lansia, dan efektivitas waktu, biaya, dan

energi. (yanti etri, 2018)

Terapi Reminiscence dapat dilakukan dalam beberapa

pertemuan (sesi). Terapis dapat menentukan jumlah sesi yang akan

digunakan dalam kegiatan terapi tersebut (Syarniah, 2010). Dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan 3 sesi, yang terdiri dari

Reminiscence Therapy pada masa anak-anak, masa remaja, dan

masa dewasa (tua) dan kejayaannya.

Beberapa pertanyaan yang diajukan oleh perawat dalam

Reminiscence Therapy dan pengalaman lansia, yaitu (Haights,

1989 dalam Collins, 2006):

1) Masa kanak-kanak

a) Hal apa yang diingat pada masa kecil saudara?

b) Masa kecil yang seperti apa yang anda alami?

c) Seperti apa orang tua anda saat anda kecil? Keras atau

lemah?
39

d) Apakah anda mempunyai saudara? Sebutkan nama dan

ceritakan tentang mereka satu persatu?

2) Masa Remaja

a) Apa yang anda ingat saat anda memasuki usia remaja?

Lalu apa yang dirasakan tentang diri dan hidup anda?

b) Hal apa saja yang paling terekam dalam memori saat

anda remaja?

c) Adakah orang yang dekat dengan anda saat itu?

Ceritakan pada saya

d) Bagian apa saja yang menyenangkan dan tidak

meyenangkan saat anda remaja? Coba ceritakan pada

saya.
40

E. Kerangka Teori

Skema 2.1
Kerangka Teori

Faktor yang Penatalaksanaan


mempengaruhi 1. Terapikognitif
2. Terapimusik
a. Stresor fisik-biologis
3. Terapispiritual
b. Faktor Psikologis 4. Terapi relaksasi
c. Faktor Lingkungan nafasdalam

Lanjut Usia

a. Pengertian
lansia
b. klasifikasi Normal
lansia
c. proses
menua kecemasan
d. tipe lansia
Ringan
a. Definisi
b. Etiologi Sedang
c. Jenis-jenis
d. Manifestasi
Hipertensi Perubahan Berat
klinis
a. Definisi e. Tingkatankecema
b. Patofisiologi san Sangat Berat
Hipertensi f. Penatalaksanaan
c. Klasifikasi
Hipertensi
d. Faktor Reminiscence
ResikoHiper
tensi
e. Penatalaksa
naan
Hipertensi

Gambar 1.Kerangka Konsep Penelitian “Pengaruh Reminiscence Therapy

Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Lansia Hipertensi.


41

BAB III
KERANGKA KONSEP

1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu

variabel independen dan dependen. Variabel independen adalah melakukan

terapi Reminiscence. Variabel dependen adalah kecemasan.

Kerangka Konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Skema 3.1
Kerangka Konsep


Pretest Intervensi Post test

Kecemasan Melakukan terapi Kecemasan


(tingkat Reminiscence (tingkat
kecemasan pada kecemasan pada
lansia (variabel (Variabel
lansia (variabel
dependen) Independen) dependen)

B. DEFINISI OPERASIONAL
42

Definisi operasional variabel adalah pengertian variabel (yang di

ungkap dalam definisi konsep) tersebut, secara operasional, secara praktik,

secara nyata dalam lingkup objek penelitian/objek yang diteliti.

Tabel 3.1
Definisi Operasional

No Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat Hasil ukur Skala


ukur ukur
1 Independen Terapi Observasi SOP Dilaksanakan Nominal
Terapi Reminiscenceadalahs
Reminiscence alah satu jenis
psikoterapi yang
dapat mengurangi
perasaan kesepian,
kecemasan dan
depresi pada lansia.
Yang dilakukan
selama 30 menit
dalam 4 kali
pertemuan pada pagi
hari selama 2
minggu.
2 Dependen suatu perasaan tidak Kuesioner GAS Nilai skor Ratio
Tingkat santai yang samar GAS = 0 – 90
kecemasan samar karena adanya
ketidaknyamanan
atau rasa takut yang
di sertai suatu
respon.
C. Hipotesis

Adapun hipotesa dari penelitian ini yang diajukan sehubungan

dengan masalah diatas :

Ha : Ada pengaruhterapi Reminiscenceterhadap menurunkan Tingkat

kecemasan Pada Lansia Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Lasi Kab.

Agam.
43

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
44

Metode penelitian ini menggunakan design Quasy Eksperimental

dengan rancangan Pre-Post Test dalam satu kelompok (One-Grup

Pretest - Posttest Design). Pada penelitian ini mengungkapkan hubungan

sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok

subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi

lagi setelah dilakukan intervensi (Fadhilah, 2019).

Dalam One - Grup Pretest - Posttest Design adalah mengukur apa

yang terjadi pada kelompok percobaan sesuai dengan kondisi awalnya

sebelum eksperimen (Pre-Test) dan perbedaan yang tampak diakhir

eksperimen (Post-Test) tanpa kelompok kontrol.

Skema 4.1

Rancangan penelitian
01 X 02

Keterangan :

01 : Pengukuran tingkat kecemasan sebelum dilakukan terapi

Reminiscence

X : Intervensi terapi Reminiscence

02 : Pengukuran tekanan darah setelah dilakukan terapi Reminiscence

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini diakukan pada Desember tahun 2021 Diwilayah kerja

Puskesmas Lasi Kabupaten Agam.


45

C. Populasi dan sampel

a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah subjek yang memenuhi

kriteria yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2018). Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh pasien lansia hipertensi di wilayah kerja

Puskesmas Lasi Kabupaten Agam, terhitung sejak bulan Desember

2021 yaitu sebanyak 248 pasien dengan hipertensi.

b. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau

sebagai jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi

(Sugoyono, 2012). Teknik sampling yang digunakan adalah purposive

sampling yaitu pengambilan sampel didasarkan pada satu pertimbangan

tertentu yang sudah diketahui sebelumnya.

Menurut Sugiyono (2012) ukuran besar sampel untuk

penelitian sederhana adalah 10 s/d 20 orang. Pada penelitian ini

peneliti mengambil 12 orang pasien lansia dengan hipertensi di

Wilayah Kerja Puskesmas Lasi Kabupaten Agam.

Dengan kriteria sampel sebagai berikut :

1. Kriteria inklusi
46

adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Narusalam,

2011).

a. Pasien dengan penyakit hipertensi stadium I (140-159 mmHg /

80-99 mmHg).

Tekanan darah diatas 140/90 mmHg (hipertensi stadium I)

merupakan hipertensi yang membutuhkan pengobatan

(Utamininhgsih, 2015)

b. Pasien usia lanjut 60-74 tahun

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) dikatakan lanjut

usia adalah rentang umur (60-74 tahun) (Padila, 2013).

c. Pasien yang bersedia menjadi responden penelitian pasien

memiliki hak asasi dan kebebasan untuk menentukan pilihan

ikut atau menolak penelitian (autonomi) (Hidayat, 2007).

2. Kriteria ekslusi

adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab

(Nursalam, 2011).

a. Pasien dengan penyakit komplikasi selain hipertensi

Pasien hipertensi dengan penyakit komplikasi selain hipertensi

tidak dapat diikuti dalam penelitian karena dapat membuat

perbedaan hasil saat dilakukan pengukuran tekanan darah.

b. Pasien dengan gangguan pendengaran


47

c. Pasien dengan gangguan pendengaran tidak dapat dikut

sertakan dalam penelitian karena perlakuan tindakan terapi

remeniscsence melibatkan indra pendengaran.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data (Notoatmodjo, 2012). Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini berupa kuiesioner GAS dan mengguanakan alat

spignomanometer digital untuk mengukur tekanan darah pasien, alat tulis, dan

lembaran observasi. Pengukuran tingkat kecemasan yang digunakan dalam

penelitian ini dengan kuesioner Geriatric Anxiety Scale (GAS) untuk menilai

tingkat kecemasan sebelum dan sesudah pemberian terapi Reminiscence yang

terdiri dari 30 pertanyaan dan masing-masing pertanyaan ada 4 item jawaban

yang harus diberi tanda rumput (√) pada kolom yang tersedia dengan

penilaian sebagai berikut: 0 = tidak sama sekali, 1 = kadang, 2 = sebagian

besar waktu, 3 = sepanjang waktu. Dari jawaban yang diberikan akan

diperoleh hasil maksimal 90 dan nilai minimal dari jawaban yang diperoleh

adalah 0. Skor 0-22 = tingkat kecemasan ringan, 23-45 = tingkat kecemasan

sedang, 46-68 = tingkat kecemasan berat, 69-90 = panik. Analisis data data

meliputi analisis univariat dan analisis bivariat yang menggunakan ujinon

parametrik (Daniel L. Segal, 2020).


48

E. Teknik Pengumpulan Data

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari

responden penelitian (Notoatmodjo, 2012). Data primer yaitu data

yang langsung didapatkan dari responden berupa pengukuran tingkat

kecemasan sewaktu sebelum intervensi (pengukuran pertama) dan

setelah 4 kali dalam seminggu intervensi pemberian terapi

Reminiscence terhadap penurunan tingkat kecemasan (pengukuran 2).

Data primer ini diperoleh melalui observasi.

b. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang didapatkan dari lingkungan

penelitian berupa data di Puskesmas, yaitu data rekam medik, catatan

medik, catatan keperawatan diwilayah kerja Puskesmas Lasi kabupaten

Agam dan sumber lain yang mendukung penelitian ini seperti nama,

umur dan pekerjaan.

F. Prosedur Penelitian

1. Prosedur Penelitian

a. Penelitian mengajukan permohonan izin penelitian

b. Pengumpulan data sekunder penelitian yang diperoleh dari pihak

Puskesmas Lasi Kabupaten Agam

c. Mencari dan menentukan 1 orang reka yang membantu penelitian

dalam melakukan sesuai dengan kriteria yang peneliti tetapkan


49

d. Menjelaskan terapi reminiscence, alur dan prosedur penelitian

kepada 1 orang rekan peneliti yang membantu melakukan

penelitian

e. Mencari dan menetapkan calon responden penelitian

f. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada calon

responden

g. Menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada 12 orang calon

rseponden bahwa terapi Reminiscence yang akan dilakukan melai

dari jam 8-10 pagi selama 30 menit dalam 4 kali intervensi

selama 2 minggu.

h. Mengajukan permohonan menjadi responden penelitian

i. Responden yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan

dijadikan sebagai responden penelitian setelah menyetujui

lembaran persetujaun yang diajukan peneliti

j. Menjelaskan apabila responden tidak mampu melakukan terapi

Reminiscence setelah melakukannya beberapa kali maka akan di

keluarkan sebagai reponden

k. Pelaksanaan penelitian

2. Alur Penelitian

a. Tahap persiapan

1) Persiapan alat intervensi penelitian

a) Persiapan spignomanometerdigital

b) Persiapan lembar observasi dan alat tulis


50

c) Persiapan naskah skanario terapi reminiscence dan

SOP

d) Alat dokumentasi

2) Persiapan responden

a) Menjelaskan maksud dan tujuan kepada responden

b) Mengaujukan permohonan menjadi responden

c) Memberikan lembar persetujuan menjadi

responden

b. Tahap intervensi

1) Intervensi dilakukan pada pagi hari

2) Mengukur tingkat kecemasan responden

3) Melakukan intervensi terapi reminiscence

4) Anjurkan klien mencari posisi yang nyaman menurut

pasien

5) Duduk dengan pasien tetapi tidak menggangu

6) Lakukan pembimbingan dengan baik terhadap pasien

7) Minta pasien untuk memikirkan kenangan-kenangan masa

lalu yang menyenagkan sesuai arahan peneliti atau

pengalaman berharga dengan sopan

8) Jika pasien menunjukan tanda-tanda agitas, gelisah atau

tidak nyaman peneliti harus menghentikan latihan dan

memulainya lagi ketika pasien sudah siap

9) Catat hal-hal yang digambarkan pasien dalam pikiran

untuk terapi selanjutnya


51

10) Intervensi dilakukan selama 30 menit dalam 4 kali

pertemuan selama 2 minggu

11) Pelaksananaan dilakukan dalam ruangan

c. Tahap evaluasi

1) Mengukur tingkat kecemasan responden setelah

intervensi (posttest)

2) Mencari hasil pengukuran kelembar observasi

3) Kontrak waktu untuk intervensi selanjutnya

4) Salam dan berpamitan

G. Etika Pelaksanaan Penelitian

Semua penelitian yang erat kaitannya dengan manusia sebagai objek

harus mempertimbangkan etika. Prinsip etik yang harus dipertimbangkan

adalah self determination, prival, anonymity, binefficence, maleficience dan

juctice informed consent merupakan bentuk persetujuan antara penelitian

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.

Informed concent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lember persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed

concent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian dan

mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus

menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka

peneliti harus harus menghormati hak responden (Hidayat, 2007, hal 93).

Dalam penelitian ini, hendaknya harus memperhatikan hal-hal berikut :


52

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian

untuk mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan

penelitian tesebut. Peneliti juga harus mempersiapkan formulir

pesetujuan subjek (inform concent) yang mencakup penjelasan

manfaat penelitian, penjelasan kemungkinan resiko dan

ketidaknyamanan yang ditimbulkan, penjelasan manfaat yang di

dapatkan, persetujuan penelitian dapat menjawab setiap pertanyaan

yang diajukan subjek berkaitan dengan prosedur penelitian, jaminan

anonimitas dan kerahasiaan terhadap identitas dan informasi yang

diberikan oleh responden.

Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan dari kegiatan

penelitian serta memberikan lembar informed consent kepada pasien

yang mengalami hipertensi.

2. Kerahasiaan (confidentiality)

Kerahasiaan merupakan suatu pertanyaan jaminan bahwa

informasi apapun yang berkaitan dengan responden tidak dilaporkan

dengan cara apapun dan tidak mungkin diakses oleh orang lain selain

tim peneliti. Semua informasi yang telah dikumpulkan dari subyek

dijamin kerahasiaannya.

3. Keadilan (Justice)

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan

kejujuran, keterbukaan, dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan

peneliti perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan,


53

yakni dengan menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini

menjamin bahwa semua sabjek penelitian memperoleh perlakuan dan

keuntungan yang sama, tanpa membedakan gender, agama, etnis dan

sebagainya.

4. Mempertimbangkan Manfaat Dan Kerugian Yang Ditimbulkan

(Balancing Harms And Benefits)

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal

mungkin bagi masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian

khususnya. Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang

merugikan bagi subjek.

H. Pengolahan Data

Alat pengumpulan data dalam penelitian yang digunakan yaitu lembar

observasi. Setelah data terkumpul, dianalisis, kemudian data tersebut diolah.

Menurut Sulistyaningsih (2011) langkah-langkah pengolahan data sebagai

berikut :

1. Pemeriksaan Data (Editing)

Pemeriksaan data dilakukan dengan memeriksa lembar observasi

responden yang meliputi nama (inisial), jenis kelamin, pekerjaan dan

angka tekanan darah responden sebelum dan sesudah dilakukan

intervensi terapi Brisk Walking Exercise terhadap tekanan darah pada

lansia dengan hipertensi diwilayah kerja Puskesmas Batu Basa Kab.


54

Padang Pariaman, kemudian diperiksa kelengkapan observasi, editing

data dilakukan agar seluruh data dapat diolah dengan baik.

2. Pengkodean Data (Coding)

Setelah data diedit semua data diedit, selanjutnya dilakukan

pengkodean/Coding mengubah data berbentuk kalimat atau huruf

menjadi data berbentuk angka atau bilangan. Instrument dalam

penelitian ini menggunakan lembar observasi, untuk mengetahui inisial

responden, usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan angka tekanan darah

Posttest intervensi terapi Brisk Walking Exercise.

3. Memasukkan Data (Processing)

Setelah data lembar observasi dimasukkan kedalam master tabel

berdasarkan variabel penelitian. Langkah selanjutnya peneliti

memasukkan data nama responden (inisial), usia, jenis kelamin,

pekerjaan dan angka tekanan posttest pada responden serta melihat

perubahan rata-rata pengaruh terapi Brisk Walking Exercise terhadap

angka tekanan darah kedalam master tabel.

4. Pembersihan Data (Cleaning)

Setelah semua data dari setiap sumber data atau responden

dimasukkan, masing-masing item variabel perlu dicek kembali untuk

melihat kemungkinan adanya kesalahan, ketidaklengkapan dan

sebagainya kemudian dilakukan koreksi. Sebelum pengolahan data

dilakukan, peneliti memeriksa kembali data yang sudah dimasukkan

apakah semua data sudah benar.


55

5. Menstabulasi Data (Tabulating)

Setelah semua lembar observasi diisi dengan benar, maka

dilakukan pemindahan data kedalam master tabel, kemudian

dikelompokkan sesuai dengan variabel yang yang akan diteliti dengan

menggunkaan tabel distribusi, serta data ditabulasi dan disajikan

dalam bentuk tabel gambaran umum responden, univariat dan bivariat

I. Teknik Analisa Data

Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dan bivariate,

karena didalam penelitian ini peneliti tidak hanya menggambarkan tetapi juga

mencari hubungan antara kedua variabel yaitu variabel independen dan

variabel dependen. Dalam penelitian ini peneliti akan menganalisa dengan :

1. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah suatu teknik analisis data terhadap

satu variabel secara mandiri, tiap variabel dianalisis tanpa

dikaitkan dengan variabel lainnya. Analisis univariat biasa juga

disebut analisis deskriptif atau statistik deskriptif yang bertujuan

menggambarkan kondisi fenomena yang dikaji.

Analisis univariat merupakan metode analisis yang paling

mendasar terhadap suatu data. Hampir dipastikan semua laporan,

baik laporan penelitian, praktek, laporan bulanan, dan informasi

yang menggambarkan suatu fenomena, menggunakan analisis

univariat.
56

2. Analisis Bivariat

Untuk melihat hubungan antara variabel indenpenden dan

dependen digunakan analisa dengan uji t dependen (paired t test).

Penggunaan paired t test adalah untuk menguji efektifitas suatu

perlakuan terhadap suatu besaran variabel yang ingin ditentukan dengan

tingkat kemaknaan p ≤ dari 0,05 dan tingkat kepercayaan 95%.

Rancangan ini paling umum dikenal dengan rancangan pre-post.

Analisa data menggunakan program komputerisasi. (Notoadmodjo,

2010, hal. 183)


57

DAFTAR PUSTAKA

Agnes, E. (2018). No Title. Tingkat Kecemasan Pada Lansia.

Arifuddin, A., & Nur, A. F. (2018). Pengaruh Efek Psikologis Terhadap Tekanan
Darah Penderita Hipertensi di RSU Anutapura Palu. Jurnal Kesehatan
Tadulako, 4(3), 48–53.

Banjar, D. I., Baturiti, L., & Bali, T. (n.d.). Pengaruh terapi reminiscence
terhadap stres lansia di banjar luwus baturiti tabanan bali 1. 2(2355), 130–
138.

Daniel L. Segal, P. . (2020). Geriatric Anxiety Scale ( GAS ). Gariatric Anxiety


Scale, 1, 1–5.

Depkes. (2018). Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan


Republik Indonesia. Jakarta: Depkes RI : 2018.
www.depkes.go.id/article/view/. Diaksespada14 Mei 2019. 2018. 3, 97–102.

Husada, P. S. B. (2018). yang merupakan penyebab kematian dan. Hubungan


Depresi Dengan Kejadian Hipertensi.

Kartika, I. R. (2018). Pengaruh Reminiscence Therapy Terhadap Penurunan


Tingkat Stress Pada Lansia. Human Care Journal, 1(1).
https://doi.org/10.32883/hcj.v1i1.32

Kemenkes RI. (2013). Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi.

Kemenkes RI. (2019). Hipertensi Si Pembunuh Senyap. Kementrian Kesehatan


RI, 1–5.

Kusuma, U., Surakarta, H., Lansia, K., & Hipertensi, D. (2020). ON ANXIETY
LEVELS IN ELDERLY. 001.

Liu, Z., Yang, F., Lou, Y., Zhou, W., & Tong, F. (2021). The Effectiveness of
Reminiscence Therapy on Alleviating Depressive Symptoms in Older Adults :
A Systematic Review. 12(August), 1–13.
https://doi.org/10.3389/fpsyg.2021.709853

Mega, F., & Sumintardja, E. N. (2017). View metadata, citation and similar
papers at core.ac.uk. 42–56.

Munirah, S., Elias, S., Nurs, B., Geront, C., Neville, C., Scott, T., & Hons, B.
(2018). The effectiveness of group reminiscence therapy for loneliness ,
anxiety and depression in older adults in long-term care : A systematic
review. Geriatric Nursing. https://doi.org/10.1016/j.gerinurse.2015.05.004
58

Nuraini, B. (2015). Risk factors of hypertension. 4, 10–19.

Nurkamila, Mi., Setiyawan, & Susilaningsih, endang zulaicha. (2020). Pengaruh


Terapi Reminiscence Terhadap Tingkat Kecemasan Lansia Dengan
Hipertensi. Program Studi Keperawatan Program Sarjana Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Kusuma Husada Surakarta, 001, 1–13.

R.A kuswardhani Tuty. (2006). Tinjauan pustaka PENATALAKSANAAN


HIPERTENSI PADA LANJUT US1A RA Tuty Kuswardhani Divisi Geriatri
Bagian Penyakit Dalam FK . Unud , RSUP Sanglah Denpasar.
Penatalaksanaan Hipertensi Pada Lanjut Usia, 7(Jnc Vi), 135–140.

Sumaryanti. (2019). Pengaruh Penambahan Isometric Handgrip Exercise Pada


Brisk Walking Exercise Terhadap Penurunan Tekanan Darah Penderita
Hipertensi. Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan, 1, 1–11.

yanti etri, D. (2018). No Title. Terapi Non Farmakologi Terhadap Hipertensi,


2016(Skrt 1995), 1–9.

Yen, H. Y., & Lin, L. J. (2018). A Systematic Review of Reminiscence Therapy


for Older Adults in Taiwan. Journal of Nursing Research, 26(2), 138–150.
https://doi.org/10.1097/jnr.0000000000000233

Zalukhu, M. L., Phyma, A. R., & Pinzon, R. T. (2016). Proses Menua , Stres
Oksidatif , dan Peran Antioksidan. 43(10), 733–736.
59

PERMOHONAN MENJADI RESPONSI

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, mahasiswa Universitas Fort De


Kock Bukittinggi jurusan program studi ilmu keperawatan

Nama : Tessa Oktaviani

NIM : 1814201010

Alamat : Canduang XII Kampuang

Bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Terapi


Reminiscence Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Lansia Hipertensi Di
Wilayah Kerja Puskesmas Lasi Kabupaten Agam Tahun 2022”.

Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bapak/ibu


selaku responden. Kerahasian informasi yang diberikan akan dijaga dan
digunakan untuk kepentingan penelitian saja.

Apabila bapak/ibu menyetujui, maka dengan ini saya mohon kesediannya


untuk menandatangani lembar persetujuan yang disediakan diawah ini

Atas perhatian dan kesediannya Bapak/Ibu seagai responden saya


ucapkam terimakasih.

Bukittinggi, Juli 2022

Peneliti

( )
60

LEMBAR PERSETUJUAN

(INFORMED CONCENT)

Saya yang ertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Saya telah membaca dan mendengar penjelasan dari peneliti maka saya

bersedia dijadikan responden oleh peneliti Tessa Oktaviani Mahasiswi Universitas

Fort De Kock Bukittinggi yang berjudul “Pengaruh Terapi Reminiscence

Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Lansia Hipertensi Di Wilayah Kerja

Puskesmas Lasi Kabupaten Agam Tahun 2022”.

Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak akan memberikan dampak

merugikan terhadap saya, dan jawaan atau informasi yang saya berikan adalah

yang sebenarnya sesuai yang saya ketahui tanpa ada tekanan dari pihak manapun.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya agar dapat

digunakan sebagaimana mestinya.

Bukittinggi, Juli 2022

Responden

(..........................)
61

KUESIONER

1. Biodata

Nama :

Umur : 60 – 74 tahun

74 – 95 tahun

>95 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Perempuan

Pendidikan : DO SD/SD

SMP

SMA

Diploma / PT

Pekerjaan : Pensiunan PNS

Petani

Tidak bekerja/IRT

Lama Menderita Hipertensi : < 1 tahun

>1 tahun

Penyakit lainnya : Ya

Tidak

Jika Ya; sebutkan……………….

Sedang dalam terapi : Ya

Tidak

Jika ya; sebutkan……………….


62

2. Tanda-tanda Vital

Petunjuk: Peneliti mengukur tanda-tanda vital dan hasilnya dicatat pada


kolom dibawah ini

TTV Hasil
Tekana Darah ..............mmHG
Suhu ..............oC
Nadi ..............x/menit
RR ..............x/menit

3. Pertanyaan tentang tingkat kecemasan

Petunjuk: Berikan jawaban tentang keadaan anda selama 1 minggu terakhir


ini, dengan memberikan cheklist (√) pada kolom yang telah tersedia dibawah.
Penjelasannya sebagai berikut:

Tidak pernah (0) :Jika anda tidak pernah merasakan/mengalami

Pernah (1) :Jika anda 1 x merasakan/mengalami

Jarang (2) : Jika anda merasakan/mengalami lebih dari 1 x

Sering (3) : Jika anda merasakan/mengalami hampir setiap hari

No Sama Kadang Sebagian Setiap


Pertanyaan Sekali kadang besar Waktu
Tidak ( 0 ) (1) waktu (3)
(2)
1 Jantung saya berdegup
kencang
2 Napas saya pendek
3 Saya mengalami sakit perut
4 Saya merasa seperti hal-hal
yang tidak nyata atau seperti
berada di luar diri saya atau
seperti melayang
5 Saya merasa seperti
kehilangan kendali atau
control
6 Saya takut dihakimi orang
lain
7 Saya takut dipermalukan
63

8 Saya mengalami susah tidur


9 Saya mengalami kesulitan
untuk memulai tidur
10 Saya mudah tersinggung
11 Saya mudah marah/timbul
marah yang meledak
12 Saya mengalami kesulitan
berkonsentrasi
13 Saya mudah kaget atau kesal
14 Saya kurang tertarik untuk
melakukan sesuatu yang
biasanya saya nikmati/hobi
15 Saya merasa terpisah atau
terisolasi dari orang lain
16 Saya merasa seperti sedang
linglung atau bingung
17 Saya mengalami kesulitan
duduk tenang /diam
18 Saya terlalu khawatir akan
banyak hal
19 Saya tidak bisa
mengendalikan kekwatiran
saya
20 Saya merasa gelisah
21 Saya merasa lelah
22 Otot saya tegang
23 Saya mengalami sakit
punggung, sakit leher, atau
kram otot
24 Saya merasa tidak memiliki
kendali atas hidup saya
25 Saya merasa sesuatu yang
mengerikan akan terjadi pada
saya
26 Saya prihatin dengan
keuangan saya
27 Saya prihatin dengan
kesehatan saya
28 Saya prihatin dengan
anakanak saya
29 Saya takut mati
30 Saya takut menjadi beban
keluarga atau anak-anak saya
64

PROSEDUR PELAKSANAAN
REMINISCENCE THERAPY

Pengertian Terapi Reminiscence adalah salah satu jenis psikoterapi


yang dapat mengurangi perasaan kesepian, kecemasan dan
depresi di antara orang dewasa yang lebih tua.
Manfaat 1. Meningkatkan harga diri
2. Membantu individu mencapai kesadaran diri
3. Memahami dirinya sendiri
4. Meningkatkan kepuasan hidup
5. Dapat beradaptasi dengan stress
Prosedur Alat
persiapan 1. Foto
2. Kertas
3. Pulpen

Lingkungan
Atur lingkungan senyaman mungkin dan setenang
mungkin agar klien mudah berkonsentrasi

Tempat: Di dalam ruangan


Pencapaian
Ya Tidak
Prosedur (tahap
pelaksanaan) Tahap pre interaksi :
a. Persiapan Spignomanometer digital
b. Persiapan lembar observasi
c. Persiapkan skenario terapi
reminiscence
d. Alat dokumentasi
Tahap orientasi :
a. Menyapa dan menyebutkan nama
responden
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur
c. Berikan kesempatan responden untuk
bertanya
d. Menanyakan persetujuan dan
kesiapan pasien
65

Tahap kerja :
a. Bina hubungan saling percaya
b. Intervensi dilakukan pada jam 8-10
pagi selama 30 menit dalam 3 sesi dan
4 kali intervensi selama 2 minggu
c. Dihari pertama dilakukan intervensi
yaitu perkenalan, menjelaskan tujuan
dari intervensi yang akan diberikan dan
memberikan informed consent dan
dilakukan pre test.
d. Pertemuan 2 (Terapi Sesi 1): berbagi
pengalaman masa anak-anak.
Mengungkapkan memori terkait asal
atau keterkaitan hubungan dari keluarga
dengan menggunakan foto atau gambar
keluarga, klien dapat menggambar
genogram dari keluarga asal, nama-
nama anggota keluarga, dan urutan
kelahirannya. Dapat menceritakan
pengalaman masa anak-anak yang
berkaitan dengan permainan yang
paling disenangi, pengalaman yang
menyenangkan pada waktu sekolah
dasar atau setingkat SD pada masa
tersebut, mendiskusikan foto atau
gambar keluarga pada masa anak-anak,
dan kegiatankegiatan menyenangkan
seperti acara perayaan, mengunjungi
tempat-tempat saat masih anak-anak.
e. Pertemuan 3 (Terapi Sesi 2): berbagi
pengalaman masa remaja. Dalam sesi
ini topik yang didiskusikan terkait
66

teman-teman baik atau teman sebaya,


olahraga, hobi, prestasi yang pernah
diraih, dan pengalaman rekreasi
bersama teman pada masa remaja.
f. Pertemuan 4 (Terapi Sesi 3): berbagi
pengalaman masa dewasa. Stimulus
dapat berupa perkerjaan pertama,
peristiwa atau pengalaman-pengalaman,
hubungan yang terkait dengan
pekerjaan, pengalaman keluarga di
rumah dan kegiatan sosial. Topik
kegiatan terapi mencakup Jaatan dalam
pekerjaan, hubungan sosial dan
pertemanan serta pengalaman bersama
keluarga, saat pertama bertemu dengan
pasangan, menikah, hari-hari yang
menyenangkan dari kehidupan
berkeluarga, merayakan hari raya
agama bersama anggota keluarga,
kegiatan yang sering dilakukan di
masyarakat, pertunjukkan atau hiburan
yang sering ada di masyarakat, dan
transportasi serta media-media
elektronik di jaman tersebut.
Tahap evaluasi :
a. Mengukur tingkat kecemasan setelah
melakukan terapi Reminiscence dengan
menggunakan kuesioner (post-test)
b. Mencatat hasil pengukuran kelembar
observasi
c. Kontrak waktu untuk intervensi
selanjutnya.
67

d. Salam dan berpamitan.

Anda mungkin juga menyukai