Anda di halaman 1dari 67

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu masalah besar dan serius diseluruh dunia,

di Indonesia sendiri hipertensi merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah

stroke dan tuberkulosis (Arora, 2008. Dari seluruh populasi yang terserang

hipertensi hanya 1/3nya saja yang sudah terdiagnostik, sedangkan 2/3nya tidak

diketahui atau tidak terdiagnostik (Kemenkes, 2017). Hipertensi yang tidak

terkontrol akan menimbulkan berbagai komplikasi, bila mengenai jantung

kemungkinan dapat terjadi infark miokard, jantung koroner, gagal jantung

kongestif, bila mengenai otak terjadi stroke, ensevalopati hipertensif, dan bila

mengenai ginjal terjadi gagal ginjal kronis, sedangkan bila mengenai mata akan

terjadi retinopati hipertensif. Dari berbagai komplikasi yang mungkin timbul

merupakan penyakit yang sangat serius dan berdampak terhadap psikologis

penderita karena kualitas hidupnya rendah terutama pada kasus stroke, gagal

ginjal, dan gagal jantung (Anggarini, 2008).

Jumlah populasi lansia secara global setiap tahun mengalami peningkatan.

Menurut WHO (2013), di kawasan Asia Tenggara populasi lansia pada tahun 2000

sebesar 7,4% dari total populasi atau sekitar 5.300.000 jiwa, mengalami

peningkatan menjadi 9,77% dari total populasi atau sekitar 24.000.000 jiwa pada

tahun 2010, dan diperkirakan jumlah lansia terus meningkat mencapai 11,34% atau

sekitar 28.800.000 jiwa pada tahun 2020. Demikian halnya yang terjadi di

Indonesia, berdasarkan data Susenas (2016), jumlah lansia di Indonesia mencapai

22.4 juta jiwa atau setara dengan 8,69% dari seluruh penduduk Indonesia, dan pada
2

tahun 2020 diperkirakan jumlah lansia akan terus mengalami peningkatan.

Permasalahan kesehatan terbanyak pada lansia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar

tahun 2013 adalah hipertensi (57,6%), artritis (51.9%), Stroke (46,1%), masalah

gigi dan mulut (19,1%), penyakit paru obstruktif menahun (8,6% dan diabetes

melitus (4,8%).

Proporsi hipertensi menempati peringkat terbesar dari seluruh penyakit

yang tidak menular, yaitu sebesar 262.327 atau 58,29% (Profil Kesehatan Provinsi

Jawa Tengah 2017). Berdasarkan surve data awal peneliti yang dilakukan pada

tanggal 15 September 2018 di RPSLU Pucang Gading Semarang terdapat 67 dari

85 lansia dengan usia rata-rata 60 s.d 70 tahun mengalami hipertensi dengan

tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan diastolik >90 mmHg, upaya untuk

mengatasi hipertensi di RPSLU Pucang Gading Semarang adalah dengan diberi

obat anti hipertensi. Penatalaksanaan hipertensi sendiri dapat dilakukan dalam dua

kategori yaitu farmakologis dan non farmakologis, salah satu terapi non

farmakologis yang dapat digunakan adalah terapi humor.

Association for Applied and Therapeutic Humor (AATH) menyatakan

bahwa humor dapat dijadikan intervensi terapeutik menggunakan stimulus-

stimulus yang merangsang ekspresi senang. Intervensi ini dapat meningkatkan

kesehatan atau digunakan sebagai pengobatan komplementer penyakit untuk

memfasilitasi penyembuhan atau mengatasi baik fisik, emosional, kognitif, sosial

dan spiritual. Terapi humor dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan,

konseling, kerja sosial, pendidikan, dan relasi bisnis (Martin, 2010).

Terapi humor merupakan tindakan untuk menstimulasi seseorang untuk

tertawa, tindakan ini mampu merangsang pelepasan opiat endogenous atau yang
3

sering disebut dengan endorfin. Manfaat endorfin yaitu membuat relaksasi yang

berdampak pada pelebaran pembuluh darah sehingga menurunkan tekanan darah,

dengan kondisi relaks juga akan membuat denyut jantung menjadi normal. Terapi

humor dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan melihat film lucu,

mendengarkan kelompok lawak, melihat kartun, komik dan karikatur yang lucu

serta membaca kumpulan cerita lucu (Doulau, 2004). Humor pada dasarnya

mengandung muatan emosi positif. Muatan emosi positif tersebut dapat

diasosiasikan sebagai sesuatu yang dapat menyebabkan turunnya tegangan

(tension) serta berkurangnya perasaan cemas (anxiety). Hal tersebut akhirnya akan

menyebabkan fleksibilitas individu dalam berpikir, yang dibutuhkan untuk mampu

melihat kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah yang sedang dihadapi.

Kemampuan melihat berbagai kemungkinan pemecahan masalah adalah tanda

bahwa individu mengalami healing dalam menjalani proses terapi (Martin, 2010).

Pemberian terapi humor sendiri terbilang efektif dalam penurunan tekanan

darah pada pasien yang akan menjalani hemodialisa. (Mostag At All 2016) Terapi

humor efektif dalam menurunkan tingkat nyeri pada klien dengan hipertensi.

Terapi humor juga tergolong terapi yang murah dan aman karena penggunaannya

dapat dilakukan bersamaan dengan terapi farmakologis dan tidak akan menggangu

efek terapi tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas, terapi humor dengan media film komedi

dapat digunakan sebagai intervensi keperawatan lain yang dimaksudkan dalam

teori konsekuensi fungsional Miller. Menurut Miller (2012) perawat dapat

meningkatkan kesejahteraan lansia melalui tindakan promosi kesehatan dan

tindakan keperawatan lain untuk mengatasi terjadinya konsekuensi fungsional


4

negatif. Terapi Humor dengan melihat film komedi untuk menurunkan tingkat

tekanan darah belum terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada lansia yang

tinggal di panti, oleh karena itu, penulis ingin melakukan penelitian untuk

pengaruh terapi humor dengan media film komedi terhadap perubahan tekanan

darah pada lansia dengan hipertensi.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh terapi humor dengan media film komedi terhadap

penurunan tekanan darah lansia dengan hipertensi?

1.3. Tujuan Penelitian

Menjelaskan pengaruh terapi humor dengan media film komedi

terhadap penurunan tekanan darah lansia dengan hipertensi.

1.3.1. Tujuan Umum

Menjelaskan pengaruh terapi humor dengan media film komedi

terhadap penurunan tekanan darah lansia dengan hipertensi.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi penurunan tekanan darah pada lansia dengan

hipertensi sebelum dan sesudah diberikan terapi humor dengan media

film komedi .

2. Menganalisis pengaruh terapi humor terhadap penurunan tekanan darah

lansia dengan hipertensi pada lansia sebelum dan sesudah intervensi.


5

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Teoritis

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembang ilmu

keperawatan gerontik sebagai pendekatan terapeutik untuk menurunkan

tekanan darah pada lansia di panti.

1.4.2. Praktis

1. Lansia

Lansia mendapatkan manfaat dari upaya penurunan tekanan darah guna

mencapai derajat kesehatan yang optimal.

2. Perawat Panti

Perawat mendapatkan alternatif solusi terapi non farmakologis untuk

menurunkan tekanan darah lansia yang tinggal di panti.

3. Panti

Terapi humor dengan media film komedi dapat digunakan sebagai

program kegiatan rutin di panti untuk menurunkan tingkat hipertensi

pada lansia.

4. Peneliti Selanjunya

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan bagi penelitian

selanjutnya yang berkaitan dengan terapi Non farmakologi; terapi

humor dalam mengatasi masalah-masalah keperawatan.


6

BAB 2

TUJUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Lansia

2.1.1. Pengertian Lansia

Lansia (lanjut usia) merupakan suatu proses alamiah yang harus dilalui

setiap individu (Kristyaningsih, 2011). Lansia merupakan tahap akhir

perkembangan dalam kehidupan manusia yang merupakan proses alami yang tidak

dapat dihindari oleh setiap individu dimana terjadi perubahan-perubahan fisiologis

maupun psikososisal dan berpotensi terhadap masalah kesehatan baik secara

umum maupun kesehatan jiwa (Maryam et al., 2008).

2.1.2. Batasan Lansia

Batasan Umur pada lansia menurut Word Health Organization (2012)

dalam (Nugroho, 2012) meliputi:

1. Midlle Age ( usia pertengahan) : 45-59 tahun

2. Elderly (lanjut usia) : 60-74 tahun

3. Old : 75-90 tahun

4. Very Old : diatas 90 tahun

Batasan-batasan umur pada lansia menurut Departemen Kesehatan RI

(2003) dalam (Maryam et al., 2008) membagi lansia sebagai berikut:

1. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa virilitas

2. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium

3. Kelompok usia lanjut (lebih dari 65 tahun) sebagai senium.


7

2.1.3. Teori Proses Penuaan

1. Teori Genetika dan Mutasi

Proses penuaan disebabkan karena mutasi somatik akibat dari pengaruh

lingkungan yang buruk sehingga terjadi kesalahan dalam proses transkripsi

DNA atau RNA dan proses translasi RNA protein atau enzim. Kesalahan

tersebut apabila terjadi secara terus menerus maka dapat menurunkan

fungsi organ atau perubahan sel kanker (Nugroho, 2012).

2. Teori Imunologi

Teori ini menjelaskan dengan bertambahnya usia seseorang maka

kemampuan sistem imun untuk menghancurkan bakteri, virus dan jamur

melemah. Disfungsi sistem imun ini diperkirakan menjadi faktor dalam

perkembangan penyakit kronis, seperti kanker, diabetes, infeksi dan

penyakit kardiovaskuler (Potter and Perry, 2009).

3. Teori Radikal Bebas

Teori ini menjelaskan penuaan disebabkan karena akumulasi kerusakan

yang bersifat irreversible akibat senyawa oksidator (Potter and Perry,

2009). Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan apabila radikal

bebas tidak stabil dapat mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan

organik sehingga menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

4. Teori Rantai Silang

Proses menua disebabkan oleh karbohidrat, protein, lemak dan asam

nukleat. Reaksi kimia ini menyebabkan ikatan yang kuat pada jaringan

kolagen sehingga mengakibatkan kurangnya elastisitas dan hilangnya

fungsi sel (Nugroho, 2012).


8

2.1.4. Perubahan Pada Lansia

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya (Santoso &

Ismail, 2009):

1. Perubahan kondisi fisik

Perubahan kondisi fisik pada lansia meliputi perubahan dari tingkat sel

sampai ke seluruh sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernafasan,

pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh,

muskolosketal, gastrointestinal, urogenital, endokrin, dan integumen.

Masalah fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada lansia diantaranya

lansia mudah jatuh, mudah lelah, nyeri pada dada, berdebar-debar, sesak

nafas pada saat melakukan aktifitas/kerja fisik, pembengkakan pada kaki

bawah, nyeri pinggang atau punggung, nyeri sendi pinggul, sulit tidur,

sering pusing, berat badan menurun, gangguan fungsi penglihatan dan

pendengaran, serta sulit menahan kencing.

2. Perubahan kondisi mental

Lansia pada umumnya mengalami penurunann fungsi kognitif dan

psikomotor. Perubahan-perubahan ini erat sekali kaitannya dengan

perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau pengetahuan,

dan situasi lingkungan. Dalam segi mental dan emosional lansia sering

muncul perasaan pesimis, perasaan tidak aman dan cemas, adanya

kekacauan mental akut, merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit

atau takut ditelantarkan karena tidak berguna lagi.


9

3. Perubahan kondisi psikosisial

Masalah perubahan psikososial serta reaksi individu terhadap

perubahan ini sangat beragam, bergantung pada kepribadian individu yang

bersangkuatan.

4. Perubahan kondisi kognitif

Perubahan fungsi kognitif pada lansia di antaranya adalah kemunduran

pada tugas-tugas yang membutuhkan kecepatan dan memerlukan memori

jangka pendek, kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran dan

kemampuan verbal akan menetap apabila tidak diikuti dengan penyakit

penyerta.

5. Perubahan kondisi spiritual

Menurut Maslow (1970) menyatakan bahwa agama dan kepercayaan

lansia seiring bertambahnya usia akan semakin terintegrasi dalam

kehidupannya.

2.1.5. Tugas Perkembangan Lansia

Menurut Potter and Perry (2009) tugas perkembangan lansia yaitu sebagai

berikut :

1. Beradaptasi terhadap penurunan kesehatan dan kekuatan fisik

2. Beradaptasi terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan

3. Beradaptasi terhadap kematian pasangan

4. Menerima diri sebagai individu yang menua

5. Mempertahankan kehidupan yang memuaskan

6. Menetapkan kembali hubungan dengan anak yang telah dewasa


10

7. Menemukan cara mempertahankan kualitas hidup.

2.2. Konsep Tekanan Darah

Tekanan darah merupakan bagian dari system peredaran darah, tekanan

darah berfungsi agar darah dapat dialirkan keseluruh tubuh. Tanpa tekanan darah,

darah tidak bisa mencapai organ tubuh yang letaknya lebih tinggi dari jantung

seperti otak dan bagian paling jauh dari jantung seperti akral kaki. Darah mengalir

melalui pembuluh darah dan memiliki kekuaan untuk menekan dinding pembuluh

darah (Martuti, 2009).

Secara umum ada dua komponen tekanan darah menurut Martuti (20090,

yaitu:

1. Tekanan sistolik (angka atas) yaiu tekanan yang timbul akibat pengerutan

bilik jantung sehingga ia akan memompa darah dengan tekanan besar.

2. Tekanan diastolic (angka bawah) yaitu kekuatas penahan pada dinding

pembuluh darah saat jantung mengembang antara denyut terjadi ketika

jangtung dalam keadaan mengembang atau istirahat.

Tekanan sistolik dapat dikatakan jika bagian jantung (ventrikel)

memompa darah untuk dialirkan keseluruh tubuh dan tekanan diastolic

adalah bagian jantung (ventrikel) berhenti memompa untuk satu waktu.

Tekanan darah dapat berubah-ubah setiap waktu. Perubahan tekanan

darah ini normal sepanjang tidak melampaui atau kurang dari batas

normal tekanan darah. Kelainan tekanan darah terdiri dari dua macam

yaitu hipertensi dan hipotensi. Hipertensi jika tekanan darah berada lebih
11

dari batas normal tekanan darah dan hipotensi adalah tekanan darah yang

kurang dari batas normal tekanan darah (Martuti, 2009)

2.3. Konsep Hipertensi

2.3.1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih dari 120

mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg (Muttaqin, 2012). Sedangkan

menurut Wajan (2010) Hipertensi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan

darah dalam pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari suatu periode.

Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh karena

interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga

akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan

oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh

darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik

meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada

penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik

meningkat sampai dekade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung

menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis,

pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik.

Pengaturan tekanan darah yaitu reflex baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya

sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah

ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun (Kumar, 2005).

Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi

vaskuler perifer sebagai hasil temuan akhir tekanan darah meningkat karena
12

merupakan hasil temuan kali curah Jantung (HR x Volume sekuncup) x Tahanan

perifer (Kumar, 2005).

Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa menurut JNC 7 terbagi

menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat

dua (Yogiantoro, 2009).

Klasifikasi Tekanan darah Tekanan Darah Tekanan Darah


Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 <80
Pra Hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi Derajat 2 >160 >100

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7

2.3.2. Penyebab dan Faktor Risiko

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua jenis (Muchid et

al, 2006), yaitu:

1. Hipertensi primer (esensial) adalah hipertensi yang tidak diketahui

penyebabnya. Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan

hipertensi tipe ini. Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk

terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum ada satu teori

yang menegaskan patogenesis hipertensi ini. Faktor genetik memegang

peranan penting dalam jenis hipertensi ini.

2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang meripakan akibat kelainan

penyakit ataupun obat tertentu yang bisa meningkatkan tekanan darah.

Kurang dari 10% pasien menderita jenis hipertensi ini. Pada kebanyakan

kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit


13

renovaskular adalah penyebab hipertensi sekunder yang paling sering. Obat-

obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan

hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah.

Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.

Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan

tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya

hipertensi antara lain :

1. Riwayat keluarga menderita hipertensi (genetic )

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga

itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan

peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium

terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai

risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang

tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi (Wade, 2003). Selain

itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi

dalam keluarga (Yuris, 2003)

2. Obesitas

Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada

kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for

Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan

Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32%

untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17%

untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut

standar internasional). Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat


14

menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah,

yaitu terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf

simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal

(Cortas, 2008).

3. Jenis Kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun

wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause salah

satunya adalah penyakit jantung coroner (Cortas, 2008). Wanita yang belum

mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan

dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar

kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah

terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap

sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada

premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon

estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan.

Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah

kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai

terjadi pada wanita umur 45-55 tahun (Kumar, 2005).

4. Stres

Stress fisik dan emosional juga dapat meningkatkan tekanan darah (Jaret,

2008). Stress emosional atau mental bisa menurunkan kualitas hidup, selain

itu stress mental (psikososial) dapat meningkatkan tekanan darah. Stress

yang sering atau berkepanjangan menyebabkan otot polos vaskuler

hipertropi dan berpengaruh pada jalur pusa integrase otak.


15

5. Kurang Olahraga

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular,

karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang

akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung

sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang

lebih berat karena adanya kondisi tertentu. Kurangnya aktivitas fisik

menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk

menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak

jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada

setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin

besar pula kekuaan yang mendesak arteri

6. Diit

Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)

merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko

terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak

lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari.

Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di

dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan

intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.

Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan

meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya

hipertensi (Shapo, 2003).


16

7. Rokok

Kebiasaan Merokok: merokok menyebabkan peninggian tekanan darah.

Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi

maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami

ateriosklerosis (Armilawaty, 2007) Dalam penelitian kohort prospektif oleh

dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital,

Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat

hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula,

5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang

merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam

median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian

hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok

lebih dari 15 batang perhari (Bowman, 2007)

8. Usia

Insiden hipertensi meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Usia

berpengaruh pada baroreseptor yang berperan dalam regulasi tekanan darah

dan berpengaruh pada elastisitas dinding arteri. Arteri menjadi kurang

elastis ketikan tekanan melalui dinding arteri meningkat. Hal ini sering

terlihat peningkatan secara bertahap tekanan sistolik sesuai dengan

peningkatan usia (Ramlan, 2007).

9. Ras

Hipertensi primer lebih sering terjadi pada kulit hitam dari pada etnis yang

lain. Lebih banyak orang Afrika-Amerika dengan hipertensi mempunyai


17

nilai renin yang lebih rendah dan penurunan eksresi natrium di ginjal pada

saat tekanan darah normal (Koizer, et al, 2009).

10. Diabetes Melitus

Dua per tiga orang dewasa yang mengalami diabetes mellitus jiga

mengalami hipertensi. Perkembangan resiko hipertensi dengan keluarga

menderita diabetes dan obesitas menjadi 2-6 kali lebih besar dari pada tidak

ada riwayat keluarga (Gray, et al, 2002)

11. Konsumsi Alkohol

Insiden hipertensi meningkat pada orang yang minum 3 ons etanol setiap

hari. Konsumsi alkohol dua gelas ayau lebih setiap hari meningkatkan

resiko hipertensi dan menyebabkan resistensi terhadap obat anti hipertensi

(Muttaqin, 2012).

12. Konsumsi cafein

Pengaruh kafein masih kontroversial. Kafein dapat meningkatkan kecepatan

denyut jantung. Kafein meningkatkan tekanan darah secara akut tetapi tidak

mempunyai efek yang terus-menerus (Muttaqin, 2012).

2.3.3. Patifisiologi Hipertensi

Pengaturan tekanan darah arteri meliputi kontrol sistem saraf yang

kompleks dan hormonal yang saling berhubungan satu sama lain dalam

mempengaruhi curah jantung dan tahanan vaskular perifer. Hal lain yang ikut dalam

pengaturan tekanan darah adalah refleks baroreseptor. Curah jantung ditentukan

oleh volume sekuncup dan frekuensi jantung. Tahanan perifer ditentukan oleh

diameter arteriol. Bila diameternya menurun (vasokonstriksi), tahanan perifer


18

meningkat, bila diameternya meningkat (vasodilatsi), tahanan perifer akan menurun

(Muttaqin, 2012).

2.3.4. Komplikasi Hipertensi

Menurut Harvard Health Publications (2009) hipertensi yang tidak

teratasi, dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya seperti:

1. Payah Jantung

Payah jantung (Congestive health failure) merupakan kondisi jantung tidak

lagi mampu memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kerusakan ini dapat

terjadi karena kerusakan otot jantung atau sistem listrik jantung.

2. Stroke

Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah yang lemah

menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah otak, maka terjadi

perdarahan otak yang dapat berakibat pada kematian. Keterlibatan pembuluh

darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan trans-iskemik (TIA)

yang bermanifestasi sebagai peralis sementara pada satu sisi (hemiplegia)

atau gangguan tajam penglihatan. Pada penderita stroke dan hipertensi

disertai serangan iskemia, insiden infark otak menjadi 80%.

3. Kerusakan ginjal

Dengan adanya peningkatan tekanan darah ke dinding pembuluh darah akan

mempengaruhi kapiler glomerolus pada ginjal mengeras sehingga fungsinya

sebagai penyaring darah menjadi terganggu. Selain itu dapat berdampak

kebocoran pada glomerolus yang menyebabkan urin bercampur protein

(proteinuria).
19

4. Kerusakan penglihatan

Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah mata, sehingga

mengakibatkan penglihatan menjadi kabur atau buta.

2.3.5. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium rutin yang

dilakukan sebelum memulai terapi yang bertujuan menentukan adanya kerusakan

organ dan faktor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi

1. Urin

Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia

(peningkatan urinasi pada malam hari) dan azotemia (peningkatan nitrogen

urea darah-BUN dan kreatinin (Muttaqin, 2012).

2. Elektrokardiografi Elektrokardiografi untuk mengkaji hipertrofi ventrikel

kiri (Muttaqin, 2012).

3. Deteksi terhadap pembuluh darah di retina. Retina (selaput peka cahaya

pada permukaan dalam bagian belakang mata) merupakan satu-satunya

bagian tubuh yang secara langsung menunjukkan adanya efek dari

hipertensi terhadap pembuluh darah kecil (Smeltzer dan Bare, 2002).

2.3.6. Management Hipertensi

Management hipertensi meliputi:

1. Terapi Farmakologi

Obat-obat anti hipertensi dapat digunakan sebagai obat tunggal atau

dicampur dengan obat lain. Klasifikasi oabt anti hipertensi di bagi menjadi
20

empat kategori berikut ini (Joint National Committe on Prevention,

Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure / JNC, 2003).

a. Deuretik

Diuretik yang biasa digunakan sebagai anti hipertensi terdiri atas

hidrokortazid dapat diberikan sendiri pada penderita hipertensi ringan

atau penderita yang baru dan penghambat beta (beta blocker),

digunakan sebagai obat anti hipertensi tahap I atau dikombinasi dengan

diuretik dalam pendekatan tahap II untuk mengobatai hipertensi.

Penghambat beta juga digunakan sebagai antiangina dan antidiritmia.

Efek samping yang ditimbulkan meliputi penurunan denyut jantung,

penurunan tekanan darah yang nyata dan bronkospasme. Penghambat

beta jangan dihentikan secara mendadak karena dapat menimbulkan

angina disritmia dan infark miokardium (Muttaqin, 2012).

b. Simpatolitik

Bekerja dipusat menurunkan respon simpatetik dari batang otak ke

pembuluh darah perifer. Obat-obat golongan ini meliputi: metildopa

(yang pertama digunakan untuk mengontrol hipertensi), klinidin,

guanabenz dan guanfasin. Efek samping dan reaksi yang merugikan

meliputi: rasa mengantuk, mulut kering, pusing dan denyut jantung

lambat (bradikardi).

c. Vasodilator Atrial

Terapi ini merupakan tahap III yang bekerja dengan merelaksasikan

otot-otot polos dari pembuluh darah terutama arteri, sehingga

menyebabkan vasodilatasi. Pemberian terapi bersamaan dengan


21

diuretik. Obat yang sering digunakan adalah hidralazim dan minoksidil

untuk pengobatan hipertensi sedang dan berat. Efek samping yang bisa

timbul berupa takikardi, palpitasi, edema dan gejala-gejala neurologis

atau kesemutan dan baal (Muttaqin, 2012).

d. Antagonis Angioensin (penghambat enzim pengubah angiotensin)

Menghambat pembentukan angiotensin II (vasokonstriktor) dan

menghambat pelepasan aldosteron. Obat yang sering digunakan adalah

captropil, enalapril dan lisinopril. Digunakan pada klien dengan kadar

renin serum yang tinggi. Efek samping obat ini adalah mual, muntah,

diare, sakit kepala, pusing, letih, insomnia, kalium serum yang

berlebihan (hiperkalemia) dan takikardia.

2. Terapi Non-Farmakologi

Mengubah pola hidup pada penderita hipertensi sangat menguntungkan

untuk menurunkan tekanan darah. Beberapa pola hidup yang harus

diperbaiki adalah menurunkan berat badan jika kegemukan, mengurangi

minum alkohol, meningkatkan aktivitas.

2.4. Konsep Humor dan Terapi Humor

2.4.1. Definisi Humor

Lippman & Dunn (2000) menyatakan bahwa humor adalah segala sesuatu

yang dapat meningkatkan rangsangan dan mengarahkan pada perasaan senang dan

nyaman. Humor adalah sesuatu yang sangat berkaitan dengan respon tertawa.

Menurut Ross (1999), humor adalah sesuatu yang membuat orang tertawa ataupun

tersenyum dan digunakan sebagai alat untuk menarik perhatian. Richman (2000)
22

berpendapat bahwa humor ialah sesuatu yang menimbulkan kesenangan dan

ketertarikan bagi banyak orang.

Taber, dkk (2007) menyatakan bahwa humor dapat dilihat dari beberapa

cara, yaitu:

a. Sebagai stimulus, misalnya tayangan humor.

b. Sebagai respon, misalnya tersenyum.

c. Sebagai proses kognitif, misalnya pemahaman terhadap humor.

d. Sebagai karakter kepribadian, misalnya afek dan emosi positif yang

dihasilkan oleh humor.

e. Sebagai intervensi tarapeutik, misalnya terapi humor.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa humor ialah segala

sesuatu (peristiwa, individu, ataupun stimulus-stimulus lainnya) yang dapat

membangkitkan rasa senang.

Humor berbeda dengan komedi. Humor adalah suatu respon untuk tertawa

yang sasarannya adalah diri sendiri ataupun kelompoknya sendiri. Seseorang

yang membawakan humor disebut sebagai humoris, sedangkan komedi adalah

naskah yang dibuat untuk membuat orang lain tertawa. Pelakunya disebut

dengan komedian. Komedian merupakan aktor yang dituntut untuk memiliki

kemampuan acting dan kemampuan menerjemahkan naskah komedi.


23

2.4.2. Tipe – Tipe Humor

Ross (1999) mengemukakan beberapa tipe humor,yaitu:

1. Parodi

Parodi ialah tiruan-tiruan yang bertujuan hanya sebagai hiburan belaka

hingga yang bersifat menyindir. Parodi terdiri dari dua rentang, yaitu ironi

(bersifat sindiran halus) hingga satire (bersifat sindiran yang lebih kasar).

2. Permainan kata atau makna ambigu

Permainan kata atau makna ambigu terdiri atas:

a. Fonologi, yaitu bunyi yang menyusun bahasa. Fonologi terbagi atas dua,

yaitu homofon (kata yang pengucapannya sama namun berbeda dalam

hal penulisan) dan homonim (kata yang memiliki pengucapan dan

penulisan yang sama namun berbeda makna).

b. Grafologi merujuk pada bagaimana cara suatu bahasa ditampilkan

secara visual. Beberapa humor lebih dapat dipahami jika dihadirkan

secara visual dibandingkan jika didengar langsung.

c. Morfologi merujuk pada cara individu membentuk suatu kata.

d. Lexis merujuk pada kata-kata dalam bahasa inggris yang diadaptasi dari

bahasa lain.

e. Sintaks merujuk pada cara bagaimana suatu kalimat dibentuk sesuai

dengan struktur bahasa agar memiliki makna.

3. Melanggar hal-hal yang dianggap tabu (taboo breaking)

Melanggar hal-hal yang dianggap tabu merupakan tipe humor yang

terlepas dari hal-hal yang dianggap suci ataupun dilarang. Hal ini tergantung

pada budaya masyarakat. Humor ini meliputi seks, kematian, agama, dll.
24

4. Hal-hal yang dapat diobsevasi (obversaional)

Tipe humor ini menggunakan hal-hal yang sepele yang mungkin sama

sekali tidak menjadi pusat perhatian seseorang dan biasanya dialami oleh

semua orang sehingga semua orang tanpa terkecuali menjadi bagian dari

humor tersebut.

2.4.3. Teori Humor

Ada beberapa teori humor yang sanga berpengaruh, yaitu:

1. Teori ketidaksesuaian (the incongruity theory)

Teori ini fokus pada elemen keterkejutan (surprise). Humor muncul

akibat adanya ketidaksesuaian pada apa yang diharapkan dengan apa yang

sebenarnya terjadi. ketidaksesuaian terjadi karena adanya makna ambigu

dalam bahasa yang digunakan (Ross, 1999).

2. Teori kekuasaan (The Superioriy theory)

Hobes (dalam Ross, 1999) menyatakan bahwa tertawa merupakan

kesenangan tiba-tiba yang dilakukan oleh orang yang melakukan

penghinaan terhadap orang lain. Humor merupakan bentuk penghinaan

terhadap orang lain untuk menunjukkan status dan kekuasaan mereka.

3. Teori pelepasan perasaan batin (the psychic release)

Teori ini menjelaskan bahwa tertawa dipacu oleh rasa ingin

melepaskan ancaman-ancaman dalam hidup, seperti ingin mengurangi rasa

takut akan kematian (Jacobson dalam Ross, 1999).


25

2.4.4. Dimensi Humor

Menurut Deshefy & Longhi (2004) humor terbagi atas 4 dimensi yaitu

1. Survival Humor

Humor ini digunakan ketika seseorang atau sekelompok orang harus

beradaptasi pada kondisi yang jarang dihadapi, ekstrim, atau yang

mengandung ancaman.

2. Bonding Humor

Humor ini digunakan untuk membentuk ikatan/hubungan diantara individu,

atau untuk membangun hubungan.

3. Celebatory Humor

Humor ini digunakan ketika mengalami sukacita atau kesenangan dan ingin

membaginya dengan orang lain. Anak-anak yang biasanya mahir pada

celebatory humor.

4. Coping Humor

Humor ini digunakan untuk mengatur situasi atau kejadian mengancam

yang menciptakan stres dan ketegangan. Dari uraian diatas dapat

disimpulkan bahwa dimensi humor terbagi atas survival humor, bonding

humor, celebatory humor, dan coping humor.

2.4.5. Fungsi Humor

Humor berperan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari

fungsi yang diberikan humor. Nilsen (dalam Munandar, 1996) membagi humor

menjadi empat fungsi yaitu :


26

1. Fungsi Fisiologik

Humor dapat mengalihkan susunan kimia internal seseorang dan mempunyai

akibat yang sangat besar terhadap sistem tubuh seseorang, termasuk sistem

saraf, peredaran darah, endokrin, dan sistem kekebalan.

2. Fungsi Psikologik

Humor efektif menolong seseorang menghadapi kesukaran. Kemampuan

untuk melihat humor dalam suatu situasi merupakan salah satu yang dapat

digunakan untuk mengatasi krisis dalam hidup, sebagai perlindungan

terhadap perubahan.

3. Fungsi Pendidikan

Humor menyebabkan seseorang lebih waspada. Oleh karena itu humor

merupakan alat belajar yang penting. Selain itu humor merupakan alat yang

sangat efektif untuk membawa seseorang agar mendengarkan pembicaraaan

dan merupakan alat persuasi yang baik.

4. Fungsi Sosial

Humor tidak saja dapat digunakan untuk mengikat seseorang atau kelompok

yang disukai tetapi juga dapat menjauhkan seseorang dari orang atau

kelompok yang tidak disukai.

2.4.6. Definisi Terapi Humor

Terapi humor yaitu tindakan untuk menstimulasi seseorang untuk tertawa,

tindakan ini mampu merangsang pelepasan opiat endogenous yang disebut dengan

endorfin. Manfaat endorfin yaitu membuat relaksasi yang berdampak pada


27

pelebaran pembuluh darah sehingga menurunkan tekanan darah, dengan kondisi

relaks juga akan membuat denyut jantung menjadi normal (Dolau, 2004).

Terapi humor adalah penggunaan humor untuk mengurangi rasa sakit fisik

atau emosional dan stres. Tujuannya adalah mengurangi stress dan meningkatkan

kualitas hidup seseorang. Banyak sekali manfaat terapi humor diantaranya,

meningkatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit, mengurangi ketegangan otot

syaraf, memperlancar sistem peredaran tubuh, meningkatkan kualitas hidup,

mendorong relaksasi dan menurunkan tekanan darah tinggi, mengurangi tingkat

depresi dan meningkatkan mood (Purwanto, 2013).

Humor dikenal dalam keperawatan sebagai pembantu klien dalam

menerima, menghargai, dan mengungkapkan sesuatu yang lucu, dapat

ditertawakan, atau menggelikan dalam upaya membina hubungan, meredakan

ketegangan, melepaskan kemarahan, atau mengatasi perasaan yang menyakitkan.

Hal tersebut dapat mengurangi tingkat stress dan depresi pada individu. Secara

psikologis, dapat meredakan kecemasan dan depresi dengan menghambat impuls

yang tidak diterima secara social atau secara pribadi, dengan memfokuskan pada

unsur menggelikan dari sebuah situasi (McCloskey & Bulecheck, 2000, dalam

Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2010).

Humor akan menghasilkan tawa yang secara fisiologis dan psikologis akan

berdampak positif. Secara fisiologis dapat membantu memberikan stimulasi dan

relaksasi terbentuk setelah tertawa, yang mengakibatkan otot pernapasan

berkembang secara baik, menurunkan ketegangan otot. Pemberian terapi humor ini

dapat diberikan dalam berbagai bentuk media seperti tayangan humor, cerita lucu,

atau meragakan sesuatu yang menggelikan (Ariana, 2006, dalam Fahruliana, 2011).
28

2.4.7. Fungsi Terapi Humor

Dalam fungsi psikologis, humor ditengarai merupakan sebuah mekanisme

untuk beradaptasi yang berimplikasi melahirkan ketenangan psikologis, stabilitas

emosi, dan relaksasi kejiwaan. Sekaitan dengan fungsi ini, Deddy Mulyana, seorang

Guru Besar dan pakar ilmu komunikasi Unpad, mengintrodusir pendapat Thorson,

Mc Dougall, Leiber, Shurcliff, Lucas dan Frank Caprio. Dalam fungsi medikal,

selera humor ternyata bisa memberi kita kemampuan untuk menemukan

kesenangan, mengalami kegembiraan, dan juga untuk melepaskan ketegangan

(tension). Ending-nya, humor bisa menjadi alat perawat diri (self-care) yang sangat

efektif (Ridwan, 2010).

Humor merupakan salah satu solusi untuk menyegarkan pikiran kita

ditengah berbagai masalah yang sedang kita hadapi. Apresiasi seseorang terhadap

humor akan sangat membantu dalam menyeimbangkan kondisi emosional dan

kesehatannya (Abdullah, 2012).

2.4.8. Jenis-Jenis Terapi Humor

Berbagai macam jenis humor dapat digunakan untuk terapi. Salah satunya

yaitu humor lawak. Humor lawak biasanya dikenal dengan segala sesuatu yang

lucu, yang membuat orang tertawa.Humor lawak bisa sebagai semacam

pemancingan (stimulasi) yang memancing refleks tertawa (Nurrahmani, 2012).

Humor lawak ini memiliki seni tradisi yang berupa seni suara dan

pertunjukan.Jenis-jenis seni yang dipertunjukan misalnya tari, wayang, ludruk dan

ketoprak. Ketoprak adalah salah satu jenis teater tradisional yang terdapat di daerah

Jawa, yang dahulu dikenal dengan ketoprak ongklek, ketoprak barangan. Ketoprak
29

suatu pertunjukan yang mengandung komponen cerita humor yang akan

menyebabkan seseorang tertawa. Ketoprak terdiri atas aspek pelaku, lakon dan

panggung.Aspek pelaku terdiri atas penari, dalang, niyaga dan pesinden

(Swarawati) (Markamah, 2006, dalam Retnowati, 2013).

2.5. Teori Konsekuensi Miller

2.5.1. Pengertian Teori Konsekuensi Miller

Teori dan model functional consequences disusun berdasarkan konsep dan

penelitian berdasarkan pengkajian fungsional lansia yang berfokus pada

kemampuan aktivitas sehari-hari lansia sehingga dapat memberikan pengaruh bagi

kelangsungan dan kualitas hidup lansia Teori keperawatan bertujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan lansia yang menggabungkan peningkatan

pemahaman kesehatan berkembang sebagai aspek integral perawatan.

Menurut Miller (2012) dasar pikiran Teori Konsekuensi Fungsional yaitu

sebagai berikut :

1. Asuhan keperawatan yang holistik menjadikan tubuh, jiwa dan semangat

lansia saling berkaitan satu sama lain serta ruang lingkup kesejahteraan

lansia lebih dari fungsi fisiologis.

2. Meskipun perubahan usia merupakan hal yang tidak bisa terelakkan,

sebagian besar masalah yang terjadi pada lansia disebabkan oleh adanya

faktor risiko.

3. Konsekuensi fungsional positif dan negatif pada lansia dapat terjadi

karena dipengaruhi oleh kombinasi antara perubahan usia dan adanya

faktor risiko tambahan.


30

4. Penerapan perencanaan tindakan dapat diberikan untuk menghilangkan

atau memodifikasi faktor risiko yang dapat menimbulkan konsekuensi

fungsional negatif.

5. Para perawat dapat meningkatkan kesejahteraan lansia melalui tindakan

promosi kesehatan dan tindakan keperawatan lain untuk mengatasi

terjadinya konsekuensi fungsional negatif.

6. Perencanaan tindakan keperawatan yang tepat dapat menghasilkan

konsekuensi fungsional positif yang juga disebut sebagai kesejahteraan,

sehingga setiap lansia mampu mencapai level terbaik dalam menjalankan

setiap fungsinya walaupun efek perubahan usia dan faktor risikonya dapat

memberikan ancaman bagi mereka.

2.5.2. Komponen Teori Konsekuensi Miller

Menurut Miller (2012) Teori Konsekuensi Fungsional mempunyai beberapa

komponen, yaitu :

1. Functional Consequence yaitu mengobservasi akibat dari tindakan, faktor

resiko, dan perubahan terkait usia yang mempengaruhi kualitas hidup atau

aktivitas sehari-hari dari lansia. Efek tersebut berhubungan dengan semua

tingkat fungsi, termasuk tubuh, pikiran, dan semangat Negative Functional

Consequences yaitu semua hal yang dapat mempengaruhi tingkat

ketergantungan atau kualitas hidup lansia.

2. Positive Functional Consequences (Wellness Outcomes) yaitu Hal-hal yang

memfasilitasi tingkat tertinggi fungsi dari lansia secara baik, sedikit

ketergantungan, dan kualitas hidup terbaik.


31

3. Age Related Changes yaitu perubahan yang progresif dan irreversible yang

terjadi selama proses kehidupan dan kondisi ekstrinsik yang independen

atau patologis.

4. Risk Factor yaitu kondisi yang meningkatkan kerentanan lansia terhadap

konsekuensi fungsional negatif. Faktor-faktor risiko tersebut adalah

penyakit, obat-obatan, lingkungan, gaya hidup, sistem pendukung, keadaan

psikososial dan sikap berdasarkan kurangnya pengetahuan.

5. Person (Older Adults) yaitu kondisi-kondisi yang kemungkinan terjadi pada

orang dewasa lansia yang memiliki efek merugikan signifikan terhadap

kesehatan dan fungsi mereka. Faktor-faktor resiko umumnya muncul dari

kondisi lingkungan, akut dan kronis, kondisi psikososial, atau efek

pengobatan yang buruk.

6. Nursing mempunyai tujuan yaitu meminimalkan dampak negatif dari

perubahan yang berkaitan dengan usia dan faktor risiko, serta

mempromosikan dampak fungsional positif. Hal ini dilakukan melalui

proses keperawatan, dengan menekankan interaksi antara lansia dan

pemberi perawatan pada lansia yang tergantung untuk menghilangkan

faktor risiko atau meminimalkan efek yang terjadi.

7. Health yaitu Kemampuan lansia untuk mengenali fungsi kesehatannya.

Tidak terbatas pada fungsi fisiologis tetapi meliputi fungsi psikologis dan

spiritual. Dengan demikian, kesejahteraan dan kualitas hidup lansia dapat

terpenuhii dengan baik.


32

8. Environment yaitu kondisi eksternal termasuk pemberi asuhan yang

mempengaruhi fungsi lansia. Kondisi ini merupakan faktor risiko ketika

lingkungan mengganggu peningkatan fungsi.


33

Nursing Assesment
1. Age-related changes
2. Risk factors
3. Fungtional consequences

Risk Factors
Age Related Chages Negative Funcional Consequences 1. Pathological conditions
1. ↓ Physiologic 1. ↑ Vulnerability to risk factors 2. Physiologic and
function 2. ↓ Health and functioning psychological stressor
↑ Potential for 3. ↓ Quality of life 3. Enviromental barriers
psychosocial and 4. Adverse medication effects
Spiritual growth 5. Ageist attitudes
6. Lack of information

Nursing Interventions
1. Addressing risk factors
2. Teaching abouth health promotion
3. Referring for additional care

Wellness Outcomes
(Positive Functional Consequences)
1. ↑ Safety and functioning
2. ↑ Quality of life and well-being

Gambar 2.1 Teori Konsekuensi Fungsional oleh Carol A. Miller


(Miller, 2012)
34

Teori yang dipopulerkan oleh Carol A. Miller ini menjelaskan bahwa lansia

mengalami konsekuensi fungsional karena perubahan yang berkaitan dengan usia

dan faktor risiko tambahan. Tidak adanya intervensi yang dilakukan dapat

mengakibatkan konsekuensi fungsional menjadi negatif, tetapi apabila dilakukan

intervensi konsekuensi fungsional menjadi positif. Konsekuensi fungsional

merupakan efek dari tindakan, faktor risiko, dan perubahan yang mempengaruhi

kualitas kehidupan atau kegiatan sehari-hari lansia berkaitan dengan usia. Faktor

risiko dapat berasal dari lingkungan, pengaruh fisiologis dan psikososial.

Konsekuensi fungsional positif akan terjadi apabila memfasilitasi tingkat kinerja

tertinggi. Sebaliknya, konsekuensi fungsional negatif akan terjadi apabila lansia

mengalami ketergantungan atau penurunan kualitas hidup. Konsekuensi fungsional

negatif biasanya terjadi karena kombinasi dari perubahan yang berkaitan dengan

usia dan faktor risiko (Miller, 2012).

2.6. Keaslian Penelitian

Tabel 2. 1 Keyword development

Keyword Development

Hipertension
Hipertensi
Humor Therapy
Terapi Humor
Elderly
Lansia

Pencarian artikel ilmiah dengan menggunakan alternatif kata kunci pada

tabel di atas digunakan tiga database yaitu Scopus, Proquest, dan Google Scholar
35

untuk mencari sumber ilmiah yang memiliki kemiripan sebagai literatur

pendukung utama dalam penelitian ini. Hasil yang ditemukan kemudian dipilih

berdasarkan judul, abstrak, dan hasil penelitian dengan cara memasukkan kata

kunci, full text, dan publication date time yang diinginkan. Hasil pencarian

didapatkan 5 artikel di jurnal internasional dan 5 artikel di jurnal nasional sesuai

dengan keinginan peneliti. Berdasarkan hasil pencarian tersebut didapatkan

keaslian penelitian pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.2 Keaslian Data

No Judul Penelitian Metode Hasil


(Desain, Sample,
Variabel, In strumen,
Analisis)
1 Effect Of Humor Therapy D:Ekperimental Terapi humor effektif
On Blood Pressure Of S: 40 Orang dalam menurunkan
Patients Undergoing V: Tekanan Darah tekanan darah pada
Hemodialysis I: Spignomanometer pasien hemodialisa.
(Zahra Mostag, At All, A: Independent T-test,
2016) Paired T-test
2 Successful Ingredients In D: Eksperimental Ada pengaruh terapi
The SMILE Study: S: 389 lansia humor terhadap,
Resident, Staff, And V: Suasana hati, Kualitas peningkaan kualitas
Management Factors Hidup, Ganguan Perilaku, hidup, Suasana hati dan
Influence The Effects Of I: Cornell Scale, CSDD, perubahan perilaku
Humor Therapy In CMAI menuju pada yang lebih
Residential Aged Care A: Mann-Whitney posistif pada lansia.
(Brodaty, Et Al, 2013)
3 Humor Therapy: Relieving D: Quasy-Experiment Hasil dari penelitian ini
Chronic Pain And S: 65 Lansia menunjukan adanya
Enhancing Happiness For V: Nyeri Kronis dan efektivitas Terapi
Older Adults kepuasan Hidup Humor Dalam
(Mimi, Et Al, 2016) I: UCLA, SHS Mengurangi Nyeri
A: Chi- Square, Mann Kronis, Meningkatkan
Whitney, Willcoxon Kebahagiaan Dan
Kehidupan
36

Kepuasan, Dan
Mengurangi Kesepian
Di Lansia Dengan
Nyeri Kronis.
4 Humor Therapy Is D: Quasy-Experiment Hasil penelitian ini
Effective To Reduce S: 4 Penderita Hipertensi menjukan bahwa terapi
Headache V: Sakit Kepala humor efffektif dalam
Related To Hypertension I: Skala Pengukuran menunkan tingkat sakit
(Awaludin, Et Al, 2018) Nyeri Numerik kepala pad pebderita
A: Mann- Whitney hipertensi
5 Humour Therapy D :Quasy-Experiment Terapi humor dapa
Intervention To Reduce S: 10 Anak digunakan sebagai
Stress And Anxiety In V: Stres dan kecemasan srategi efektif untuk
Paediatric I: STAIC-E, Test parker, mengatasi effek
Anaesthetic Induction, A Skala Weisz kecemasan pada anak
Pilot Study A: Mann Whitney U test pasca induksi anastesi
6 Perbedaan Memori Jangka D: Pra- Experiment Penelitian ini
Pendek Lansia Sebelum S: 57 lansia menunjukan terdapat
Dan Sesudah Terapi V: Memori perbedaan memori
Humor Melalui Media I: MMSE jangka pendek sebelum
Dagelan A: Wilcoxon Main Pairy dan sesudah terapi
Jawa Di Unit Pelayanan test humor melalui media
Terpadu (Upt) Panti dagelan Jawa
Werdha
Budhi Dharma Yogyakarta
7 Efektifitas terapi humor D :Pra- experiment Kesimpulan dari
(humor therapy) terhadap S: 30 orang penelitian ini adalah
penurunan tingkat stress V: Stres terapi humor efektif
pada mahasiswa baru I: ICSRLE, STT untuk menurunkan
fakultas psikologi A: Colmogorow Smirnov tingkat stress pada
universitas Airlangga Test mahasiswa baru
Surabaya fakultas psikologi
(atika dian, 2005) Universitas Airlangga.
8 Efektivitas Terapi Humor quasi experiment Hasil penelitian ini
Dengan Media Film S : 18 Orang menyebutkan bahwa
Komedi Untuk V: Kecemasan terapi humor efektif,
Menurunkan Tingkat I: HRS-A dalam menurunkan
Kecemasan Pada Lansia A: Wilcoxon. Mann tingkat kecemasan pada
(Deliyani, Ett All 2015) Whitney Test lansia.
9 Pengaruh Terapi Musik D: True experiment Menurut hasil
Kombinasi Humor S: 40 Orang penelitian terapi music
(Sikkomo) Terhadap kombinasi humor
37

Tekanan Darah Dan V: Tekanan Darah, (SIKKOMO) efektif


Denyut Jantung Denyut Jantung dalam menurunkan
Penderita Hipertensi Di I: Spignomanometer denyut jantung dan
Kelurahan Mersi A: An Uvariat tekanan darah
Purwokerto
(Upoyo Setyo, At All,
2017)
10 Pengaruh Terapi Humor D: Pre Experiment Terdapat pengaruh
Terhadap Penurunan S: 23 Orang pemberian terapi
Kecemasan V: Kecemasan humor terhadap pasien
Pada Pasien Pre Operasi I: Numeric Rating Scale pre operasi dengan
Dengan General Anestesi of Anxiety (NRS-A) general anestesi di RS
Di Rs Telogorejo A: One Group Pretes- Telogorejo Semarang
Semarang (2014) Posttest Design
38

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1.Kerangka Konseptual
Pengkajian Keperawatan
1. Age Related Change
2. Risk Factor
3. Fungional Consequence

Age Related Changes Risk Factors


Negative Fungtional
1. Bertambahnya usia 1. Stres karena kesepian
Consequence
2. Perubahan fisik akibat 2. Obesitas
proses penuaan 3. Genetik
Tekanan Darah mengalami
3. Penurunan fungsi 4. Merokok
peningkatan
fisiologis

Nursing Intervension
Fisiologis Terapi Humor dengan media Film Komedi Psikologis
10 s.d 15 menit

Rangsangan Untuk Tertawa Rangsangan Untuk Tertawa

Otak memproduksi Endorpin Otak Memproduksi Endorpin

Vasokontriksi pembuluh darah Tubuh menjadi Rileks dan Bahagia

Wellness Outcomes (Positive Functional Consequences)

Tekanan Darah Menurun

Keterangan: : diteliti : tidak diteliti


Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Pengaruh Terapi Humor dengan Media Film
Komedi Terhadap Penurunan Tekanan Darah Lansia dengan Hipertensi
Berdasarkan Teori Konsekuensi Miller (2012)
39

Berdasarkan gambar 3.1 dapat dijelaskan pengaruh Terapi Humor dengan

Media Film Komedi Terhadap Penurunan Tekanan Darah Lansia dengan

Hipertensi. Menurut Teori Konsekuensi Fungsional Miller, lansia mengalami

kondisi negative functional consequence yaitu peningkatan tekanan darah

disebabkan karena adanya age related changes dan risk factors. Risk factors yang

dimaksudkan dalam tabel diatas yaitu hipertensi pada lansia yang tinggal di panti

disebabkan stress karena kesepian, fakor genetik, Obesitas dan merokok atau

riwayatnya. Sedangkan Age related changes yang dimaksudkan yaitu perubahan

yang progresif dan bersifat irreversible seperti semakin bertambahnya usia,

perubahan kondisi fisik akibat proses penuaan dan penurunan fungsi fisiologis pada

lansia.

Penanganan masalah hipertensi pada lansia dapat dilakukan dengan

menggunakan pendekatan aspek humor yaitu Terapi Humor dengan media Film

komedi. Melihat film komedi selama kurang lebih 10 s.d 15 menit dapat

merangsang timbulnya hormone endorphin, Aktifnya hormon endorfin akan dapat

merangsang pelebaran pembuluh darah sehingga peredaran darah lebih bagus dan

hipertensi berkurang.

3.2. Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1: Ada pengaruh Terapi Humor dengan Media Film Komedi Terhadap

Penunurunan Tekanan Darah pada Lansia dengan Hipertensi


40

BAB 4

METODE PENELITIAN

Bab ini menyajikan tentang: 1). Desain Penelitian; 2) Populasi, Sampel,

Besar Sampel, dan Sampling; 3) Variabel penelitian 4) Definisi operasional; 5)

Instrumen penelitian; 6) Waktu dan tempat penelitian; 7) Pengumpulan data; 8)

Kerangka operasional; 9) Analisis data; 10) Masalah etik.

4.1. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah suatu hal yang penting guna mencapai tujuan

penelitian yang telah diterapkan, desain penelitian berperan sebagai pedoman atau

penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian (Nursalam., 2016). Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Quasy Experiment dengan rancangan pre-

post test control group design. Pada penelitian ini terlebih dahulu dilakukan pretest

sebelum memberikan perlakuan dan melakukan posttest setelah memberikan

perlakuan.

Table 4.1 Desain Penelitian

Subjek Pre-test Perlakuan Post-test

K-A O-A I O1-A


K-B O-B - O1-B
Time 1 Time 2 Time 3
Pollit (2005)

Keterangan:

K-A : Subjek (lansia hipertensi yang tinggal di panti) perlakuan.


41

K-B : Subjek (lansia hipertensi yang tinggal di panti) control.

O-A :Pengukuran tekanan darah kepada kelompok perlakuan sebelum pemberian

terapi humor melihat Film komedi.

O-B :Pengukuran tekanan darah kepada kelompok konrol sebelum pemberian

terapi humor melihat Film komedi

I : Dilakukan perlakuan pemberian Terapi Humor

- : Tidak dilakukan perlakuan

O1-A : Pengukuran tekanan darah kepada kelompok perlakuan

O1-B : Pengukuran tekanan darah kepada kelompok sample

4.1.1. Populasi

Populasi penelitian adalah semua objek yang memenuhi kriteria yang telah

ditetapkan (Nursalam., 2016). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia

yang mengalami hipertensi di RPSLU Pucang Gading Semarang dan Griya

Wredha Banyumanik Semarang sejumlah 128 lansia yang mengalami tekanan

darah tinggi.

4.1.2. Sample

Sampel adalah sebagian anggota dari populasi yang dipilih sehingga

diharapkan dapat mewakili populasinya. Sampel yang digunakan harus memenuhi

krieria sampel. Penetuan krieria sampel sangat membantu peneliti untuk

mengurangi bias hasil penelitian. Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi dua
42

bagian yaitu kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah karakteristik

umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan diteliti.

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/ mengeluarkan subjek yang memenuhi

kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2016).

1. Kriteria Inklusi

a. Lansia

b. Hipertensi Ringan s.d Sedang

c. Memiliki tingkat kemandirian dengan nilai A,B,C,D menurut indeks

Katz

d. Lansia yang faham Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia

e. Lansia minum obat/tidak minum obat hipertensi.

2. Kriteria Eklusi

a. Lansia yang mengalami ganguan pendengaran dan penglihatan berat.

3. Kriteria Drop Out

a. Lansia yang mengundurkan diri ditengah penelitian

b. Lansia yang bergabung dalam penelitian orang lain yang serupa.

c. Lansia yang meninggal dunia ditengah penelitian

4.1.3. Besar Sample

Penelitian yang menggunakan analisi data statistik, besar sample dihitung

dengan bantuan kalkulator Statistik Raosof hingga didapatkan jumlah sample untuk

perlakuan sejumlah 48 sample dan control 48 sample, sehingga total sample 96

sample.

Rumus:

x = Z(c/100)2r(100-r)
43

n = N x/((N-1)E2+x)

E = Sqrt [(N-n)x/n(N-1)]

Keterangan:

N : Populasi

r : Kriteria Inklusi

Z(c/100) : Tingkat akurasi

N : Sample

E : Margin eror

4.1.4. Sampling

Teknik sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi (Nursalam., 2016). Teknik sampling dalam penelitian ini

menggunakan teknik non-probability sampling dengan tipe Random Sampling.

Random Sampling merupakan jenis probabilitas yang paling sederhana. Untuk

mencapai sampling ini, setiap elemen diseleksi secara acak (Nursalam, 2016).

4.2. Variabel Penelitian

Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau nilainya

menentukan variabel lain (Nursalam., 2016). Dalam penelitian ini variabel

independen adalah Terapi Humor dengan media Film komedi. Variabel dependen

yaitu variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan oleh variabel lain (Nursalam,

2016). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat tekanan darah lansia.
44

4.3. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah proses perumusan atau pemberian arti atau

makna pada masing-masing variabel untuk kepentingan akurasi, komunikasi dan

replikasi agar memberikan pemahaman yang sama kepada setiap orang mengenai

variabel-variabel yang mungkin dalam suatu penelitian (Nursalam, 2016)

Tabel 4.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Parameter Intrument Skala Skor


Operasional
Independent: Terapi humor: Terapi humor 1. SAK - -
Terapi Humor sebuah metode dengan Media 2. LCD
dengan Media terapi Film Komedi 3. Pengera
Film Komedi menggunakan 1. Sebelum s Suara
media humor dipertontonk
untuk an film
merangsang komedi
munculnya klien diukur
hormon tekanan
endorpin darahnya
terlebih
dahulu
2. Setelah
diukur
tekanan
darahnya
klien
dipertontonk
an film
komedi
selama 10
s.d 15 menit
45

3. Setelah
menonton
film komedi
tekanan
darah klien
kembali
diukur
Dilakukan 6 x
dalam 2 minggu.
Variabel Definisi Parameter Intrument Skala Skor
Operasional
Dependent: peningkatan Spignomano Interval 1. Pra
Tingkat tekanan darah 1. Pra meter Hiperten
Hipertensi sistolik lebih Hipertensi si sistol:
dari 140 sistolik 120- 20-139,
mmHg dan 139, Diastolik Diastol:
tekanan darah 80-90 mmHg 80-90
diastolik lebih 2. Hipertensi mmHg
dari 90 mmHg derajad 1, 2. Hiperte
Sistolik: 140- nsi
159, Diastolik derajad
90-99 mmHg 1,
3. Hipertensi Sistol:
derajad 2, 140-
Sistolik : 159,
>160, Diastol
Diastolik l90-99
>100 mmhg mmHg
3. Hiperte
nsi
derajad
2,
Sistol :
>160,
Diastol
46

>100
mmhg

4.4. Intrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data merupakan alat bantu yang dipilih dan

digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi

sistematis dan mudah (Arikunto, 2013). Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Satuan Acara Kegiatan (SAK), proyektor dan alat pengukur

tekanan darah (spignomanometer).

4.5.1. SAK (Satuan Acara Kegiatan)

Satuan Acara Kegiatan (SAK) digunakan sebagai acuan dalam melakukan

Terapi Humor dengan Media Film Komedi pada lansia yang mengalami hipertensi.

Satuan Acara Kegiatan (SAK) ini berisi tentang topik, sasaran, tempat, waktu,

tujuan, materi, metode, media, pelaksanaan dan evaluasi dari Terapi Humor dengan

Media Film Komedi.

4.5. Alat dan Bahan

4.5.2. Pengeras Suara

Satuan Pengeras suara (Loudspeaker) adalah transduser yang mengubah

sinyal elektrik ke suara dengan cara menggetarkan komponennya yang berbentuk

membran untuk menggetarkan udara sehingga terjadilah gelombang suara sampai

di kendang telinga kita dan dapat kita dengar sebagai suara.

4.5.3. LCD Proyektor


47

LCD Proyektor adalah sebuah media untuk menyalurkan gambar dari

laptop. Lcd proyektor akan menampilkan gambar menjadi lebih besar sehingga

gambar dapat dilihat lebih jelas.

4.5.4. Tensimeter (Spignomanometer)

Tensimeter (Signomanometer) digunakan untuk mengukur tekanan darah

responden. Tensi meter yang digunakan dalam penelitian ini adalah tensi meter

semi mone specific automatique (Reister) ukuran orang dewasa yang sudah

dikalibrasi.

4.6. Waktu dan Tempat Penelitian

Peneliti melakukan penelitian di RPSLU Pucang Gading Semarang dan

Griya Werdha Banyumanik Semarang , pada 5 November – 18 November 2018.

4.7. Pengumpulan Data

4.7.1. Prosedur Administrasi

Langkah awal dalam penelitian ini yaitu permohonan perizinan dari

akademik Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang ditujukan kepada

kepala Bakesbangpol dan linmas Kota Surabaya, kemudian ditujukan ke Kepala

PSLU Pucang Gading Semarang dan Griya Werda Banyumanik Semarang. Peneliti

kemudian melakukan penelitian di PSLU Pucang Gading Semarang dan Griya

Werdha Banyumanik Semarang.

4.7.2. Teknis Pengumpulan Data

Peneliti sebelum mengambil responden terlebih dahulu mengikuti uji etik

yang dilaksanakan di Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga dan dinyatakan

lulus kaji etik, peneliti memulai untuk melakukan pengambilan data. Teknik
48

pengambilan data yaitu sebagai berikut: peneliti melakukan pemilihan dan

perekrutan responden yang dilakukan secara Random sampling, dimana lansia

dengan hipertensi yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi serta bersedia

menjadi responden akan diambil sebagai sampel penelitian secara acak.

Tahap selanjutnya, peneliti membagi responden menjadi 2 kelompok yaitu

lansia sebagai kelompok perlakuan dan lansia kelompok kontrol. Responden yang

tinggal di PSLU Pucang Gading Semarang dan Griya Werdha Banyumanik

Semarang bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed consent

serta mengisi data demografi responden. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian

kepada responden sekaligus melakukan pretest untuk menilai tingkat tekanan darah

lansia dengan spignomanometer oleh peneliti sendiri. Selama proses penelitian

berlangsung, peneliti dibantu oleh tim peneliti yang terdiri dari 1 orang yang juga

menempuh pendidikan di Program Studi Pendidikan Ners Universitas Airlangga

yang sebelumnya diberikan penjelasan tentang penelitian ini agar tidak terjadi

kesalahpahaman antara peneliti, tim peneliti dan responden. Kelompok perlakuan

terdiri dari 48 responden. Kelompok perlakuan diberikan Terapi Humor dengan

Media Film Komedi selama 10 s.d 15 menit selama 3 hari dalam 2 minggu.

4.8. Analisis Data

Pada penelitian ini, data yang telah terkumpul dianalisis Peneliti

menggunakan analisis univariat dan bivariat :

1. Analisis Deskripif
49

Analisis univariat adalah analisis secara deskriptif yang bertujuan untuk

mendeskripsikan karakteristik variabel yang diteliti yaitu usia, jenis

kelamin, status perkawinan, lama menghuni panti dan pendidikan terakhir.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara kedua

variabel (variabel independen dan variabel dependen). Data yang terkumpul

kemudian ditabulasi dengan cara penelitian menggunakan perangkat lunak

dengan uji Wilcoxon Signed Rank Test untuk mengetahui perubahan pretest

dan posttest pada kelompok perlakuan dan kelompok Kontrol, Jika hasil

analisis penelitian didapatkan p ≤ 0,05 berarti terdapat perbedaan tingkat

tekanan darah lansia dengan tekanan darah antara sebelum dan sesudah

diberikan intervensi. Sedangkan uji Mann-Whitney U Test untuk

mengetahui perbedaan posttest tingkat tekanan lansia setelah diberikan

terapi humor dengan media film komedi pada kelompok perlakuan dan

kontrol dengan derajat kemaknaan p ≤ 0,05.


50

4.9. Kerangka Konseptual

Populasi :
Lansia yang tinggal dipanti PSLU Pucang Gading dan Griya Werdha Banyumanik
Semarang

Sample yang memenuhi kriteria Inklusi

48 Responden 48 Responden

Pretest: Kelompok perlakuan Pretest: Kelompok kontrol


dengan mengukur tekanan dengan mengukur tekanan
darah darah

Intervensi: Menonton Terapi


Humor dengan Media Film
Komedi

Postest: kelompok perlakuan Postest: kelompok kontrol


dengan mengukur tekanan dengan mengukur tekanan
darah darah

Analisis data univariat (numerik dan kategorik) dan bivariat (uji


Wilcoxon Signed Rank Test dan Mann Whitney U Testd) dengan
derajat kemaknaan p ≤0,05

Hasil Penelitian
51

4.10. Etika Penelitian

1. Penjelasan sebelum penelitian/Informed Consenttian

Peneliti tidak akan memberikan paksaan terhadap para calon responden

untuk ikut serta dalam penelitian, juga dijelaskan bahwa sudah terdapat

tindakan antisipasi terhadap bahaya yang sudah disiapkan peneliti.

2. Privacy/kerahasiaanPeneliti tidak berhak menceritakan mengenai hal

apapun dari responden yang tidak berkaitan dengan penelitian, juga

menuliskan nama inisial pada data demografi responden. Peneliti

menghargai data yang diberikan dengan tidak memaksa responden

memberikan informasi sesuai keinginan peneliti dan menjadi informasi

hanya digunakan dalam konteks penelitian

3. Manfaat dan resiko

Prinsip ini bertumpu pada aspek manfaat, maka segala bentuk penelitian

yang dilakukan dapat memberikan manfaat pada subyek (manusia). Prinsip

ini dapat diterapkan dengan tidak memberikan atau menimbulkan kekerasan

pada manusia dan menjadikan manusia sebagai objek eksploitasi. Pada

penelitian ini subyek penelitian mendapatkan manfaat dalam upaya

menurunkan tingkat kecemasan untuk mencapai derajat kesehatan yang

optimal.

4. Pemerataan beban

Subyek harus diperlakukan secara adil tanpa adanya diskriminasi baik

sebelum, selama dan sesudah keikutsertaannya dan tidak membedakan

antara kelompok perlakuan dan kontrol, sehingga tidak menimbulkan

kesenjangan di antara klien


52

5. Bujukan/Indocement

Tidak ada bujukan berupa pemberian uang atau barang yang akan

disampaikan di awal, sehingga untuk mengikuti penelitian adalah murni

karena keinginannya atau tertarik pada manfaat penelitian.


53

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2013) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta.

Arora, Anjali. 2008. 5 Langkah Mencegah Dan Mengobati Tekanan Darah


Tinggi.Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.

Anggraini, dkk. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien yang
Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari sampai Juni 2008. c2009
[cited 2011 Oct 7]. Available from : http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009 //.

Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Hypertensive Vascular Disease. Dalam: Robn and Cotran Pathologic
Basis of Disease, 7th edition. Philadelpia: Elsevier Saunders, 2005.p 528- 529.

Bowman ST et al. Clinical Research Hypertension. A Prospective Study of Cigarette Smokey And
Risk of Inciden Hypertension In Bringham And Women Hospital Massachucetts, 2007.p 1-3.

Wade, A Hwheir, D N Cameron, A. 2003. Using a Problem Detection Study (PDS) to Identify and
Compare Health Care Privider and Consumer Views of Antihypertensive therapy. Journal of
Human Hypertension, Jun Vol 17 Issue 6, p: 397.

Yunis Tri, dkk. Blood Presure Survey Indonesia Norvask Epidemiology Study. Medika Volume
XXXIX 2003; 4: 234-8.

Cortas K, et all. Hypertension. Last update May 11 2008. [cited 2015 Jan 10]. Available from:
http//:www.emedicine.com.

Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Hypertensive Vascular Disease. Dalam: Robn and Cotran Pathologic
Basis of Disease, 7th edition. Philadelpia: Elsevier Saunders, 2005.p 528- 529

Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar. Sepuluh Penyakit Terbanyak di Kabupaten Kampar tahun
2006. Bangkinang 2007.

Shapo L, Pomerleau J, McKee M. Epidemiology of Hypertension and Associated Cardiovascular


Risk Factors in a Country in Transition. Albania: Journal Epidemiology Community Health
2003;57:734–739

Armilawaty, Amalia H, Amirudin R. Hipertensi dan Faktor Risikonya dalam Kajian Epidemiologi.
2007 Bagian Epidemiologi FKM UNHAS. [cited 2014 Dec 12]. Available from:
http;//www.CerminDuniaKedokteran.com/in dex.php?option=com_content&task=view&id
=38&Itemid=12).

Bandiyah, Siti. (2009). Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:


Nuha Medika.
54

Deshefy, T. Longhi (2004). How Families Use Humor in Living with


Parkinson’s Disease. American Journal of Psychoterapy, 14, 46-48.

Irza, Syukraini. 2009. Analisis Faktor-Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat


Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat.
Skripsi.http://www.digilibusu.or.id.Fakultas Farmasi USU. Diakses tanggal
4 Sepetmber 2018

JNC VII. 2003. The seventh report of the Joint National Committee on
prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure.
Hypertension, 42: 1206-52.
http://hyper.ahajournals.org/cgi/content/full/42/6/1206, 8 Oktober 2018

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Profi l Kesehatan Indonesia


Tahun 2013. Kementrian Republik Indonesia: Jakarta.

Kozier, B., et al, 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier Erb.
Jakarta: EGC.

Kristyaningsih (2011) ‘Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Tingkat


Depresi Pada Lansia’, Jurnal Keperawatan, 1, p. 1.

Lippman, L. G., & Dunn, M. L. (2000). Contextual connections within puns:


effects on perceived humor and memory (36 paragraf). Journal of
general psychology (On-line serial),
http://minerva.stkate.edu/psychology.nsf
/973d574997ee262886256edd007dl591/097da744802a828086256f9d00
5d 250f/$FILE/E%20Lit%20Review.doc.

Martuti, A. (2009) Hipertensi Merawat dan Menyembuhkan Penyakit Tekanan


Darah Tinggi. Penerbit Kreasi Kencana Perum Sidorejo Bumi Indah
(SBI) Blok F 155 Kasihan Bantul, pp.10-12.

Maryam, R. S. et al. (2008) Mengenai Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:


Salemba Medika.

Maslow, A. H. (1970) Motivation and Personality. Jakarta: PT Pustaka Binaman


Pressindo.
55

Muchid, A., et al, 2006. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi.


Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan. Available from:
http://binfar.depkes.go.id/download/BUKU_SAKU_HIPERTENSI.pdf

Muttaqin, A. (2009). Asuhan keperawatan dengan pasien gangguan


kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Nugroho (2012) Keperawatan Gerontik & Geriatrik. 3rd edn. Edited by M. Ester
& E. Tiar. Jakarta: EGC.

Nursalam. (2016) Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis.


3rd edn. Jakarta: Salemba Medika.

Potter, P. A. and Perry, A. G. (2009) Fundamental Keperawatan. 7th edn. Jakarta:


Salemba Medika.

Richman, j. (2000). Humor and psyche: psychoanalityc perspectives (14


paragraf). American journal of psychotherapy (On-line serial) ,
http://proquest.umi.com/pqdweb?did=57007294&sid=9&Fmt=3&client
Id =63928&RQT=309&VName=PQD.

Ross, A. (1999). The language of humor. London: TJ International.

Santoso, H. and Ismail, A. (2009) Memahami Krisis Lanjut Usia. Jakarta:


Gunung Mulia.

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh
Agung Waluyo…(dkk), EGC, Jakarta.

Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid 1.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Taber, K. H., Redden, M., & Hurley, R. A. (2007). Functional anatomy of


humor: positive affect and chronic mental ilness (13 paragraf). The
journal of neuropsychiatry and clinical neuroscience (On-line serial) ,
56

http://proquest.umi.com/pqdweb?did=1385674881&sid=5%Fmt=3&cli
ent Id=63928&RQT=309&VName=PQD.

Udjianti, Wajan I. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

WHO (2012) Global Health and Aging. USA: U.S Departement of Health and
Human Services.

Yogiantoro, M., 2009. Hipertensi Esensial. In: Sudoyo, A.W., et al eds. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5th ed. Jilid II. Jakarta: Interna Publishing,
1079-1085.

Yogiantoro. 2006. Hipertensi Esensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I. Edisi IV. Jakarta: FKUI.
57

LAMPIRAN

Lampiran 1 Penjelasan Penelitian Bagi Responden

PENJELASAN PENELITIAN

BAGI RESPONDEN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Dewi Masruroh
Alamat : Keputih, gg III c No. 25 VW, Sukolilo Surabaya.
Pekerjaan : Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
Nomor Kontak : 085600883295
E-mail : masrurohd8@gmail.com

Judul Penelitian :Pengaruh Terapi Humor dengan Media Film Komedi


Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia dengan
Hipertensi.

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum :Menjelakan pengaruh terapi humor dengan media film
komedi terhadap penurunan tekanan darah lansia dengan
hipertensi.
Tujuan Khusus :
1. Mengidentifikasi penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi
sebelum dan sesudah diberikan terapi humor dengan media film komedi.
2. Menganalisis pengaruh terapi humor terhadap penurunan tekanan darah
lansia dengan hipertensi pada lansia sebelum dan sesudah intervensi.

Perlakuan yang dilakukan pada subjek


Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen, dalam penelitian ini
responden akan dilakukan:
58

1. Jika subjek menyetujui untuk ikut serta dalam penelitian ini, peneliti akan
membagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan.
2. Pada tahap awal, kelompok kontrol maupun kelompok intervensi diminta
untuk mengisi data demografi lansia dan mendapat perlakuan post test
berupa pengukuran tekanan darah.
3. Lansia kelompok intervensi akan mendapat tontonan berupa video film
komedi dengan durasi 10 s.d 15 menit.
4. Pada tahap akhir setiap sesi, kelompok control mapupun perlakuan akan
mendapat post test berupa pengukuran tekanan darah.
5. Kegiatan akan dilakukan dalam 6 sesi atau 6 kali pertemuan dengan hari
yang berbeda.

Manfaat penelitian bagi subjek penelitian

Rangkaian kegiatan terapi humor dengan media film komedi terhadap


penurunan tekanan darah lansia dengan hipertensi, dapat digunakan sebagai
alternative pilihan dalam menurunkan tekanan darah pada lansia dengan hipertnsi
guna mencapai derajat kesehatan yang optimal

Hak untuk undur diri

Keiikutsertaan lansia dalam penelitian ini bersifat sukarela dan lansia-lansia


berhak untuk mengundurkan diri kapan pun, tanpa menimbulkan konsekuensi yang
bersifat merugikan lansia dan apabila dalam penelitian ini tidak bersedia dijadikan
responden, maka peneliti akan mencari responden yang lain.

Jaminan kerahasiaan data


Semua data dan informasi identitas lansia akan dijaga kerahasiaannya, yaitu dengan
tidak mencantumkan identitas lansia secara jelas dan pada laporan penelitian nama
lansia diibuat kode
Informasi tambahan
Penelitian ini akan menyampaikan hasil penelitian kepada lansia. Jika lansia
mengijinkan, hasil penelitian ini juga akan diberikan kepada institusi pendidikan
dimana peneliti sedang belajar serta pada panti werdha setempat.
59

Pernyataan kesediaan
Apabila lansia telah memahami penjelasan dan setuju sebagai responden
dalam penelitian ini, mohon menandatangani surat pernyataan bersedia
berpartisipasi sebagai responden penelitian.

Surabaya, ….. November 2018


Hormat Saya

Dewi Masruroh
60

Lampiran 2 Informed Consent

SURAT PERNYATAAN
BERSEDIA MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertandatangan dibawah ini, menyatakan BERSEDIA/TIDAK


BERSEDIA *) menjadi peserta/ responden penelitian yang akan dilakukan oleh
Dewi Masruroh, mahasiswi Program Studi S1 Pendidikan Ners Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya, dengan judul:

“Pengaruh Terapi Humor dengan Media Film Komedi Terhadap Penurunan


Tekanan Darah Pada Lansia dengan Hipertensi”

Nama :
Umur :
Alamat :
No Telp/Hp :
Kode ** :

Sebagai responden dari penelitian tersebut, persetujuan ini saya buat dengan
sadar dan tanpa paksaaan dari siapapun. Demikian pernyataan ini saya buat untuk
dapat digunakan sebagaimana mestinya.

*) coret yang tidak perlu

**) diisi oleh peneliti


Surabaya, November 2018
Peneliti Responden

Dewi Masruroh (………………………..)


61

Lampiran 3 Data Demografi

KUISIONER

DATA DEMOGRAFI RESPONDEN

Petunjuk pengisian:

1. Diisi oleh responden


2. Beri tanda (X) pada pilihan jawaban “kode responden”
3. Kotak “kode responden” hanya diisi oleh peneliti

Pertanyaan:
1 Usia Responden:
1. 60 – 69 tahun
2. 70 – 79 tahun
3. ≥ 80 tahun
2 Jenis kelamin responden
1. Laki-laki
2. Perempuan
3 Status perkawinan
1. Tidak menikah
2. Menikah
3. Janda atau duda
4 Pendidikan terakhir responden
1. Tidak sekolah
2. SD ( Sekolah Dasar)
3. SMP ( Sekolah Menengah Pertama)
4. SMA (Sekolah Menengah Atas)
5. Sarjana
5 Pekerjaan sebelum menghuni panti
1. Tidak bekerja
2. Petani
3. Guru
4. Wiraswasta
5. Lain-lain
6 Riwayat hipertensi
1. Sedang
2. Ringan
3. Berat
Obat yang di konsumsi:………..
62

Lampiran 4 Satuan Acara Kegiatan

SATUAN ACARA KEGIATAN (SAK)

PENGARUH TERAPI HUMOR DENGAN MEDIA FILM KOMEDI


TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA DENGAN
HIPERTENSI

Pokok bahasan : Terapi Humor dengan Media Film Komedi


Hari, tanggal :
Waktu Pertemuan : 30 Menit , Pukul 10.00 WIB
Tempat : PSLU Pucang Gading Semarang dan Griya Wredha
Banyumanik Semarang
Sasaran :Lansia yang Tinggal di PSLU Pucang Gading Semarang dan
Griya Wredha Banyumanik Semarang dengan Hipertensi
Ringan s.d Sedang

I. Tujuan Intruksional Umum (TIU)

Setelah mendapakan terapi humor dengan media film komedi terhadap

penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi dapat mengaplikasikan

dalam kehidupan sehari-hari untuk menurunkan tekanan darah pada lansia.

II. Tujuan Intruksional Khusuh (TIK)

Setelah dilaksanakan kegiatan lansia mampu:

1. Memahami pengertian terapi humor

2. Mengetahui manfaat terapi humor

3. Mampu mengaplikasikan erapi humor dalam kehidupan sehari-hari.

III. Materi Pembelajaran

Pokok bahasan: Terapi Humor dengan Media Film Komedi

Sub Pokok Bahasan:

1. Pengertian Terapi Humor

2. Manfaat Terapi Humor


63

3. Menjelaskan cara pengaplikasian terapi humor

IV. Metode Pembelajaran

1. Ceramah

2. Menonton Film Komedi ; Kirun vs Bagiyo, Belong Kancil dan Pojok

Angkringan

V. Media

1. LCD Proyektor

2. Pengeras Suara

VI. Kegiatan

No Waktu Kegiatan

1 5 Menit Pembukaan:

- Mengucapkan Salam

- Menanyakan Kabar

- Melakukan Kontrak Waktu

- Menyampaikan Manfaat dan Tujuan

Pembelajaran dari materi yang akan

disampaikan

2 5 Menit Pre Test:

Mengukur Tekanan Darah Lansia

3 15 Menit Pelaksanaan:

Pertemuan 1:

Melihat video ( Kirun Vs Bagiyo 1)

Pertemuan 2:

Melihat Video ( Belong Kancil 1)


64

Pertemuan 3:

Melihat video (Pojok Angkringan 1)

Pertemuan 4:

Melihat video ( Kirun Vs Bagiyo 2 )

Pertemuan 5:

Melihat Video ( Belong Kancil 2)

Pertemuan 6:

Melihat video (Pojok Angkringan 2)

4 5 Menit Post Test:

Mengukur Tekanan Darah Lansia

VII. Pengorganisasian

Pelaksana : Dewi Masruroh

VIII. Evaluasi

a. Evaluasi Struktur

- Lansia memperhatikan kegiatan dengan baik.

- Penyelengara kegiatan dilakukan oleh mahasiswa keperawatan

- Pengorganisasian dilakukan 1 hari sebelum pelaksanaan kegiatan

b. Evaluasi Proses

- Lansia antusias terhadap materi yang disampaikan

- Lansia tidak meninggalkan tempat selama kegiatan berlangsung

- Lansia terliba aktif dalam kegiatan

c. Evaluasi Hasil

- Ada penurunan tekanan darah pada lansia


65

IX. Lampiran Materi

a. Definisi Terapi Humor

Terapi humor yaitu tindakan untuk menstimulasi seseorang untuk

tertawa, tindakan ini mampu merangsang pelepasan opiat endogenous

yang disebut dengan endorfin. Manfaat endorfin yaitu membuat

relaksasi yang berdampak pada pelebaran pembuluh darah sehingga

menurunkan tekanan darah, dengan kondisi relaks juga akan membuat

denyut jantung menjadi normal. (Dolau, 2004)

Terapi humor adalah penggunaan humor untuk mengurangi rasa

sakit fisik atau emosional dan stres. Tujuannya adalah mengurangi

stress dan meningkatkan kualitas hidup seseorang. Banyak sekali

manfaat terapi humor diantaranya, meningkatkan kekebalan tubuh

terhadap penyakit, mengurangi ketegangan otot syaraf, memperlancar

sistem peredaran tubuh, meningkatkan kualitas hidup, mendorong

relaksasi dan menurunkan tekanan darah tinggi, mengurangi tingkat

depresi dan meningkatkan mood (Purwanto, 2013)

Humor dikenal dalam keperawatan sebagai pembantu klien dalam

menerima, menghargai, dan mengungkapkan sesuatu yang lucu, dapat

ditertawakan, atau menggelikan dalam upaya membina hubungan,

meredakan ketegangan, melepaskan kemarahan, atau mengatasi

perasaan yang menyakitkan. Hal tersebut dapat mengurangi tingkat

stress dan depresi pada individu. Secara psikologis, dapat meredakan

kecemasan dan depresi dengan menghambat impuls yang tidak

diterima secara social atau secara pribadi, dengan memfokuskan pada


66

unsur menggelikan dari sebuah situasi (McCloskey & Bulecheck,

2000, dalam Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2010)

Humor akan menghasilkan tawa yang secara fisiologis dan

psikologis akan berdampak positif. Secara fisiologis dapat membantu

memberikan stimulasi dan relaksasi terbentuk setelah tertawa, yang

mengakibatkan otot pernapasan berkembang secara baik, menurunkan

ketegangan otot. Pemberian terapi humor ini dapat diberikan dalam

berbagai bentuk media seperti tayangan humor, cerita lucu, atau

meragakan sesuatu yang menggelikan (Ariana, 2006, dalam

Fahruliana, 2011

b. Fungsi Terapi Humor

Dalam fungsi psikologis, humor ditengarai merupakan sebuah

mekanisme untuk beradaptasi yang berimplikasi melahirkan

ketenangan psikologis, stabilitas emosi, dan relaksasi kejiwaan.

Sekaitan dengan fungsi ini, Deddy Mulyana, seorang Guru Besar dan

pakar ilmu komunikasi Unpad, mengintrodusir pendapat Thorson, Mc

Dougall, Leiber, Shurcliff, Lucas dan Frank Caprio. Dalam fungsi

medikal, selera humor ternyata bisa memberi kita kemampuan untuk

menemukan kesenangan, mengalami kegembiraan, dan juga untuk

melepaskan ketegangan (tension). Ending-nya, humor bisa menjadi alat

perawat diri (self-care) yang sangat efektif (Ridwan, 2010)

Humor merupakan salah satu solusi untuk menyegarkan pikiran kita

ditengah berbagai masalah yang sedang kita hadapi. Apresiasi

seseorang terhadap humor akan sangat membantu dalam


67

menyeimbangkan kondisi emosional dan kesehatannya (Abdullah,

2012)

c. Jenis-Jenis Terapi Humor

Berbagai macam jenis humor dapat digunakan untuk terapi. Salah

satunya yaitu humor lawak.Humor lawak biasanya dikenal dengan

segala sesuatu yang lucu, yang membuat orang tertawa.Humor lawak

bisa sebagai semacam pemancingan (stimulasi) yang memancing

refleks tertawa (Nurrahmani, 2012). Humor lawak ini memiliki seni

tradisi yang berupa seni suara dan pertunjukan.Jenis-jenis seni yang

dipertunjukan misalnya tari, wayang, ludruk dan ketoprak. Ketoprak

adalah salah satu jenis teater tradisional yang terdapat di daerah Jawa,

yang dahulu dikenal dengan ketoprak ongklek, ketoprak barangan.

Ketoprak suatu pertunjukan yang mengandung komponen cerita humor

yang akan menyebabkan seseorang tertawa. Ketoprak terdiri atas aspek

pelaku, lakon dan panggung.Aspek pelaku terdiri atas penari, dalang,

niyaga dan pesinden (Swarawati) (Markamah, 2006, dalam Retnowati,

2013)

Anda mungkin juga menyukai