Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Salah satu masalah psikososial yang banyak dialami manusia dalam

kehidupan sehari-hari adalah kecemasan. Gangguan kecemasan merupakan

salah satu gangguan mental yang umum dengan prevalensi seumur hidup

yaitu 16%-29%. Dilaporkan bahwa perkiraan gangguan kecemasan pada

dewasa muda di Amerika adalah sekitar 18,1% atau sekitar 42 juta orang

hidup dengan gangguan kecemasan, seperti gangguan panik, gangguan

obsesiv-kompulsif, gangguan stres pasca trauma, gangguan kecemasan

umum dan fobia. Sedangkan gangguan kecemasan terkait jenis kelamin

dilaporkan bahwa prevalensi gangguan kecemasan seumur hidup pada

wanita sebesar 60% lebih tinggi dibandingkan pria.

Di Indonesia prevalensi terkait gangguan kecemasan menurut hasil

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan bahwa

sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta penduduk di

Indonesia mengalami gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan

gejala-gejala kecemasan dan depresi (Kemenkes, 2014).Kecemasan

merupakan hal yang lazim dialami seseorang dan berkaitan dengan perasaan

tidak pasti dan tidak berdaya. Kecemasan adalah perasaan was-was,

khawatir atau tidak nyaman seakan-akan terjadi sesuatu yang dirasakan

sebagai ancaman (Keliat, 2011& Videbeck, 2011).


Kecemasan merupakan gejala normal pada manusia dan disebut

patologis bila gejalanya menetap dalam jangka waktu tertentu dan

mengganggu ketentraman individu. Kecemasan sangat mengganggu

homeostasis dan fungsi individu, karena itu perlu segera dihilangkan dengan

berbagai macam cara penyesuaian.Kecemasan akan meningkatkan

neurotransmitter seperti norepinefrin, serotonin, dan Gama Aminobuyric

Acid (GABA) sehingga peningkatannya akan mengakibatkan terjadinya

gangguan: fisiologis, antara lain perubahan denyut jantung, suhu tubuh,

pernafasan, mual, muntah, diare, sakit kepala, kehilangan nafsu makan,

berat badan menurun ekstrim, kelelahan yang luar biasa. Kemudian gejala

gangguan tingkah laku, antara lain aktivitas psikomotorik bertambah atau

berkurang, sikap menolak, berbicara kasar, sukar tidur, gerakan yang aneh-

aneh. Selanjutnya gejala gangguan mental, antara lain kurang konsentrasi,

pikiran meloncat-loncat, kehilangan kemampuan persepsi, kehilangan

ingatan, phobia, ilusi dan halusinasi (Hawari, 2016).

Kecemasan yang dialami manusia terbagi atas empat tingkatan,

tingkat pertama kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada serta

meningkatkan lapang persepsinya (Keliat, 2011).Kecemasan sedang

memungkinkan seseorang untuk memusatkan hal-hal yang dirasakan

penting sehingga perhatian menjadi lebih selektif namun masih dapat

melakukan sesuatu secara terarah (Keliat, 2011).Kecemasan berat

menyebabkan seseorang mengalami persepsi yang makin menyempit dan


cenderung memusatkan perhatian pada hal yang spesifik. Perilaku yang

ditunjukkan klien kecemasan adalah upaya untuk menurunkan ketegangan.

Kecemasan dapat memicu terjadinya peningkatan adrenalin yang

berpengaruh pada aktivitas jantung yaitu terjadinya vasokonstriksi

pembuluh darah dan dapat meningkatkan tekanan darah, (Keliat, 2011).

Kelompok yang rentan mengalami gangguan mental emosional adalah

kelompok dengan jenis kelamin perempuan (14,0%), kelompok yang

memiliki pendidikan rendah paling tinggi pada kelompok tidak sekolah,

yaitu 21,6%. Selanjutnya kelompok yang tidak bekerja (19,6%), tinggal di

pedesaan (12,3%), serta pada kelompok tingkat pengeluaran rumah tangga

per kapita terendah. Pasien kecemasan akan mengalami peningkatan

tekanan darah, akibat dari adanya peningkatan adrenalin, kondisi ini dapat

membahayakan bagi pasien hipertensi. Oleh karena itu, pasien hipertensi

yang mengalami kecemasan memerlukan penanganan yang baik dalam

menurunkan kecemasannya.

Hipertensi atau dikenal dengan peningkatan tekanan darah merupakan

permasalahan terbesar dalam masyarakat secara global dan berkontribusi

dalam komplikasi penyakit kardiovaskuler dimana sekitar 17 juta orang

meninggal setiap tahunnya (WHO, 2013).Weller (2005) mengatakan bahwa

tekanan darah yang abnormal tinggi pada orang dewasa terjadi kalau

tekanan sistolik dalam posisi berbaring dan istirahat sama dengan atau lebih

dari 140 mmHg dan tekanan diastolik sama dengan atau lebih dari 90

mmHg.
Klasifikasi tekanan darah, dikatakan hipertensi stage 1 bila tekanan

darah sistolik 140-150 mmHg dengan diastolik 90-99 mmHg, dikatakan

hipertensi stage 2 bila tekanan darah lebih dari 150 mmHg dengan diastolik

lebih dari 100 mmHg. Pada pasien dengan hipertensi, tekanan ini akan dapat

terus meningkat sampai usia 80 tahun. Hipertensi sistolik terisolasi terjadi

pada usia kurang dari 40 tahun sebanyak 82 % dan pada usia 40 - 49 tahun

sebanyak 76 %. Kondisi hipertensi akan semakin memburuk bila pasien

mengalami kecemasan.Beberapa terapi tindakan keperawatan untuk

menurunkan tingkat kecemasan yaitu bisa dengan terapi farmakologi seperti

obat anti cemas tetapi bisa mengakibatkan efek kecemasan, terapi non

farmakologi seperti; bina hubungan saling percaya; latihan relaksasi dengan

tarik nafas dalam, mengerutkan dan mengendurkan otot-otot, terapi tertawa,

mengajarkan klien teknik relaksasi untuk kontrol kecemasan salah satunya

dengan pengalihan situasi seperti teknik hipnosis lima jari. Hipnoterapi

merupakan terapi generalis keperawatan di mana pasien melakukan hipnotis

diri sendiri dengan cara pasien memikirkan pengalaman yang

menyenangkan. Dengan demikian diharapkan tingkat kecemasan pasien

akan menurun.

Teknik Hipnoterapi merupakan suatu bentuk pengalihan situasi self

hipnosis yang dapat menimbulkan efek relaksasi, sehingga akan mengurangi

kecemasan, ketegangan, dan stres dari pikiran seseorang yang dapat

berpengaruh pada pernapasan, detak jantung, denyut nadi, tekanan darah,

mengurangi ketegangan otot, memperkuat ingatan pengeluaran


hormoneyang dapat memicu timbulnya kecemasandan mengatur

hormoneyang berkaitan dengan stres (Hastuti & Arumsari, 2015).

Banon dkk, 2014 Efektivitas terapi hipnotis lima jari untuk

menurunkan tingkat ansietas pasien hipertensi. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui terapi hipnotis lima jari dalam menurunkan tingkat

ansietas pasien hipertensi di Kelurahan Pisangan Timur Jakarta Timur..

Survey awal yang dilakukan peneliti bahwa data yang diperoleh dari

studi pendahuluan di Rumah Sakit Dokter Sobirin Kabupaten Musi Rawas

menunjukkan bahwa untuk kasus hipertensi yang dilakukan rawat inap

sebagia berikut : Tahun 2017 jumlah pasien yang mengalami hipertensi dan

dilakikan tindakan rawat inap sebanyak 297 kasus. Sedangkan di tahun

2018, jumlah pasien hipertensi sebanyak 288 pasien .Di ruang nusa indah

Rumah Sakit dr. Sobirin pasien rawat inap dengan hipertensi pada bulan

januari 2019 sampai bulan Februari 2019 sejumlah 25 kasus.Berdasarkan

hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas

mununjukan pasien yang mengalami hipertensi mereka mengatakan cemas

dengan keadaannya. Dalam satu bulan sebanyak 2-4pasien masuk rumah

sakit karenahipertensi. Hasil wawancara kepada 2 perawat yang berjaga di

Ruang Rawat Inap Nusa Indah Rumah Sakit Dr. Sobirin Kabupaten Musi

Rawas diperoleh keterangan bahwa beberapa pasien yang mengalami

hipertensi di Ruang Rawat Inap Nusa Indah Rumah Sakit dr. Sobirin

Kabupaten Musi Rawas belum pernah dilakukan hipnoterapi untuk

mengurangi kecemasan karena Hipertensi.


Berdasarkan fenomena yang terjadi dan dampak ansietas yang

disebabkan oleh hipertensi, maka perlu dilakukan penerapan hipnoterapi.

Oleh karena itu, peneliti ingin mendalami penerpan hipnoterapi terhadap

penurunan tingkat ansietas pada penderita hipertensi di Ruang Nusa Indah

Rumah Sakit dr. Sobirin kabupaten Musi Rawas Tahun 2019.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah

dalam studi kasus ini adalah“Bagaimanakah penurunan kecemasan pada

pasien hipertensi di ruang Rawat Nusa Indah Rumah Sakit dr. Sobirin

Kabupaten Musi Rawas Tahun 2019”.

B. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Tujuan Umum

Diketahui penerapan hipnoterapi terhadap penurunan kecemasan pada

pasien hipertensi di ruang Nusa Inddah Rumah Sakit dr. Sobirin

Kabupaten Musi Rawas Tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui skor kecemasan sebelum melakukan hipnoterapi pada

pasien hipertensi di Ruang Nusa Indah Rumah Sakit dr. Sobirin

Kabupaten Musi Rawas tahun 2019..

b. Dapat menerapkan intervensi penerapan hipnoterapi pada pasien

hipertensi di Ruang Rawat Nusa Indah Rumah Sakit dr. Sobirin

Kabupaten Musi Rawas Tahun 2019 .


c. Diketahui skor kecemasan di hari ke-3 setelah dilakukan

hipnoterapi pada pasien hipertensi di Ruang Nusa Indah Rumah

Sakit Kabupaten Musi Rawas Tahun 2019..

a. Diketahui perubahan kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan

hipnoterapi pada pasien hipertensi di Ruang Nusa Indah Rumah

Sakit Kabupaten Musi Rawas Tahun 2019.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas

Penelitian ini diharapkan dapat membantu bagaimanapenerapan

hipnoterapi untuk mengurangi ansietaskhususnya terhadap penderita

hipertensidi Rumah Sakit Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas.

2. Bagi Prodi Keperawatan Lubuklinggau

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman untuk penelitian

selanjutnya bagi institusi pendidikan serta dapat menambah bahan

perpustakaan sehingga dapat menambah informasi pengetahuan yang

membaca.

3. Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan informasi yang diperoleh serta memberikan

pengalaman dan kemampuan bagi peneliti dalam melakukan suatu

penelitian sesuai dengan metodelogi ilmiah dengan benar.


4. Bagi Mahasiswa

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan

dorongan bagi mahasiswa untuk meningkatkan pengetahuan

mengenai penerapan hipnoterapi dalam mengurangi ansietaspada

pasien hipertensi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah adalah suatu peningkatan abnormal

tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih

dari suatu periode. Hal ini terjadi bila arteriole-arteriole konstriksi.

Konstriksi arteriole membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan

tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi menambah beban kerja

jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat menimbulkan kerusakan

jantung dan pembuluh darah (Wajan, 2010)

Hipertensi juga didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik≥ 140

mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg yang terjadi pada

seseorang klien pada tiga kejadian terpisah. Menurut WHO batasan

tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg,

sedangkan tekanan darah ≥160/95mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.

Tekanan diantara normotensi dan hipertensi disebut borderline

hypertension (Garis Batas Hipertensi). Batasan WHO tersebut tidak

membedakan usia dan jenis kelamin (Wajan, 2010)

Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih

dari 120 mmHg dan tekanan diastolic lebih dari 80 mmHg. Hipertensi

sering menyebabkan perubahan pada pembuluh darah yang dapat

9
10

mengakibatkan semakin tingginya tekanan darah. Pengobatan awal pada

hipertensi sangatlah penting karena dapat mencegah timbulnya

komplikasi pada beberapa organ tubuh seperti jantung, ginjal, dan otak.

Penyelidikan epidemiologis membuktikan bahwa tingginya tekanan

darah berhubungan erat dengan morbiditas dan mortalitas penyakit

kardiovaskular. (Muttaqin, 2014)

2.1.2 Klasifikasi Hipertensi

1. Klasifikasi berdasarkan Etiologi

a. Hipertensi Esensial (Primer)

Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi. Dimana

sampai saat ini belum diketahui penyebabnya secara pasti.

Beberapa factor yang berpe ngaruh dalam terjadinya hipertensi

esensial, seperti : factor genetic, stress, dan psikologis, serta factor

lingkungan dan diet (peningkatan penggunaan garam dan

berkurangnya asupan kalium atau kalsium).

Peningkatan tekanan darah tidak jarang merupakan satu-

satunya tanda hipertensi primer. Umumnya gejala baru terlihat

setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti ginjal, mata,

otak dan jantung.

b. Hipertensi sekunder

Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologi dapat

diketahui dengan jelas sehingga lebih mudah untuk dikendalikan

dengan obat-obatan. Penyebab hipertensi sekunder berupa kelainan


11

ginjal seperti tumor, diabetes, resistensi insulin, hipertiroidisme,

pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral dan kortikosteroid.

(Andra, 2013).

2. Klasifikasi berdasarkan derajat hipertensi

a. Menurut European Society of Cardiology :

Tabel 2.1 Klasifikasi


Hipertensi

Kategori Sistolik Diastolik


(mmHg) (mmHg)

Optimal < 120 dan < 80


Normal 120-129 dan/atau 80-84
Normal tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi
Derajat 1(ringan) 140-159 dan/atau 90-99
Derajat 2 (sedang) 160-179 dan/atau 100-109
Derajat 3 (berat) ≥ 180 dan/atau ≥ 110
Isolated systolic hypertension ≥ 140 dan < 90
sumber: ESC,2007.

b. Menurut JNC VII

Tabel 2.2
Klasifikasi Hipertensi

Sistolik Diastolik

Normotensi <130 <80

Pre hipertensi 130-140 80-90

Hipertensi tahap I 140-160 90-100

Hipertensi tahap II >160 >100

Sumber: ESC,2007.
12

2.1.3 Etiologi

Etiologi yang pasti dari hipertensi esensial belum diketahui.

Namun, sejumlah interaksi beberapa energi homeostatik saling terkait.

efek awal diperkirakan pada mekanisme pengaturan cairan tubuh dan

tekanan oleh ginjal. Faktor hereditas berperan penting bila mana

ketidakmampuan genetic dalam mengelola kadar natrium normal.

Kelebihan intake natrium dalam diet dapat meningkatkan volume cairan

dan surah jantung. Pembuluh darah memberikan reaksi atas

peningkatan aliran darah melalui kontriksi atau peningkatan tahan

perifer. Tekanan darah tinggi adalah hasil awal dari peningkatan curah

jantung yang kemudian dipertahankan pada tingkat yang lebih tinggi

sebagai suatu timbal balik peningkatan tahanan perifer. (Wajan, 2010)

Etiologi hipertensi sekunder pada umumnya diketahui. Berikut ini

beberapa kondisi yang menjadi penyebab terjadinya hipertensi

sekunder:

a. Penggunaan kontrasepsi hormonal(estrogen)

Oral kontrasepsi yang berisi estrogen dapat menyebabkan hipertensi

melalui mekanisme renin-aldosteron-mediated volume expansion.

Dengan penghentian oral kontrasepsi, tekanan darah normal kembali

setelah beberapa bulan.

b. Penyakit parenkin dan vaskular ginjal

Merupakan penyebab utama hipertensi sekunder. Hipertensi

renovaskular berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih


13

arteri besar yang secara langsung membawa darah ke ginjal,. Sekitar

90% lesi arteri renal pada klien dengan hipertensi disebabkan oleh

aterosklerosis atau fibrous dysplasia (pertumbuhan abnormal

jaringan fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi,

inflamasi, dan perubahan struktur, serta fungsi ginjal.

c. Gangguan endokrin

Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan

hipertensi sekunder. Adrenal-mediated hypertension disebabkan

kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin. Pada

aldosteronisme primer, kelebihan aldosteron menyebabkan

hipertensi dan hipokalemia. Aldosteronisme primer biasanya timbul

dari benign adenoma korteks adrenal. Pheochromocytomas pada

medula adrenal yan paling umum dan meningkatkan sekresi

katekolamin yang berlebihan. Pada Sindrom Cushing, kelebihan

glukokortikoid yang diekskresi dari korteks adrenal. Sindrom

Cushing‟s munkin disebabkan oleh hiperplasi adrenokortikal atau

adenoma adrenokortikal.

d. Merupakan penyempitan aorta congenital yang mungkin terjadi

beberapa tingkat pada aorta torasik atau aorta abdominal.

Penyempitan menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan

mengakibatkan peningkatan tekanan darah diatas area kontriksi.

e. Neurogenik :tumor otak, encephalitis, dan gangguan psikiatrik.

f. Kehamilan.
14

g. Luka bakar.

h. Peningkatan volume intravaskular.

i. Merokok

Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin.

Peningkatan katekolamin menyebabkan iritabilitas miokardial,

peningkatan denyut jantung, dan menyebabkan vasokontriksi, yang

mana pada akhirnya meningkatkan tekanan darah (Wajan, 2010)

2.1.4 Patofisiologi

Pengetahuan patofisiologi hipertensi essensial sampai sekarang

terus berkembang, karena belum terdapat jawaban yang memuaskan

yang menerangkan terjadinya peningkatan tekanan darah. Tekanan

darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Beberapa

faktor yang mempengaruhi peningkatan TD pada hipertensi essensial

yaitu factor genetik, aktivitas tonus simpatis, faktor hemodinamik,

metabolism Na dalam ginjal, gangguan mekanisme pompa sodium Na

(sodium pump) dan faktor renin, angiotensis, aldosteron. Patofisiologi

disini lebih mengacu pada penyebabnya.

a. Faktor genetik, dibuktikan dengan banyak dijumpai pada penderita

kembar monozigot apabila salah satunya menderita hipertensi.

b. Penin gkatan aktivitas tonus simpatis, pada tahap awal hipertensi

curah jantung meningkat, tahanan perifer normal, pada tahap

selanjutnya curah jantung normal, tahanan perifer meningkat dan


15

terjadilah refleks auto-regulasi yaitu mekanisme tubuh untuk

mempertahankan keadaan hemodinamik yan normal.

c. Pergeseran cairan kapiler antara sirkulasi dan intestinal dikontrol

oleh hormom seperti angiotensin (vasopresin) termasuk system

kontrol yang bereaksi cepat, sedangkan system control yang

bereaksi cepat, sedangkan sistem kontrol yang mempertahankan

TD jangka panjang diatur oleh cairan tubuh yang melibatkan

ginjal.

d. Pengaruh asupan garam terjadi melalui peningkatan volume

plasma, curah jantung dan TD, keadaan ini akan diikuti oleh

peniingkatan eksresi kelebihan garam sehingga kembali ke

keadaan hemodinamik yang normal.

e. Sistem renin, angiotensin dan aldosteron. Renin distimulasi oleh

saraf simpatis yang berperan pada proses konversi angiotensin I

menjadi angio-tensin II yang berefek vasokontriksi. Dengan angio-

tensin II sekresi aldosteron akan meningkat dan menyebabkan

retensi Na dan air (Kartika, 2013)


16

2.1.5 Pathway

Umur Jenis Kelamin Gaya Hidup Obesitas

Elastisitas, arteriosklerosis

HIPERTENSI

Kerusakan Vaskular Pembuluh Darah

Perubahan Struktur

Penyumbatan Pembuluh Darah

Vasokonstriksi

Gangguan Sirkulasi

Otak Perubahan status Pembuluh Darah Retina

Kesehatan

Resisrtensi Suplai 02 Sitemik Koroner Spasme


Pembuluh Otak Kurang terpapar Arteride
Darah Otak Menurun Informasi Kesehatan

Mk.
Kecemasan Vasokonstriksi Iskemi Diplopia
Ansietas Miocard
Mk.
Nyeri Gg Pola Sinkop
Kepala Tidur Afterload Nyeri DadaResti Injury
Meningkat
RisikoCeder
Nyeri Gg. Perfusi
Mk. Nyeri Mk. Risiko
Jaringan Mk. Penurunan Fatique
Akut Perfusi
CurahJantung
Curah Jantung
Serebral Tidak
Efektif
Aktivitas
Mk. Intoleransi
aktivitas

Skema 2.1
WOC HIPERTENSI
17
2.1.6 Manifestasi Klinis

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan

gejala meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan

dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal

sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala,

perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan, yang

bisa saja terjadi, baik pada penderita hipertensi mau pun pada seseorang

dengan tekanan darah yang normal.

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati maka

dapat menimbulkan gejala sebagai berikut:

a. Sakit kepala

b. Kelelahan

c. Mual

d. Muntah

e. Sesak napas

f. Gelisah

g. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan

pada otak, mata, jantung, dan ginjal.

Terkadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan

kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak.

Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan

penanganan segera (Ratna, 2010).


18

2.1.7 Komplikasi

Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan di tanggulangi,

maka dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan arteri di

dalam tubuh sampai organ yang mendapat suplai darah dari arteri

tersebut. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ-organ sebagai

berikut:

a. Jantung

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal

jantung dan penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi,

beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor

dan berkurang elastisitasnya, yang disebut dekompensasi. Akibatnya,

jantung tidak mampu lagi memompa sehingga banyak cairan tertahan

di paru maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak

napas atau oedema. Kondisi ini disebut gagal jantung.

b. Otak

Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke,

apabila tidak diobati risiko stroke 7 kali lebih besar.

c. Ginjal

Tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan ginjal,

tekanan darah tinggi bukan kerusakan system penyaringan didalam

ginjal akibatnya lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat

yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan

terjadi penumpukan di dalam tubuh.


19

d. Mata

Pada mata hipertensin dapat mengakibatkan terjadinya

retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan (Andra,2013)

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik

1. Hitung darah lengkap (Complete Blood cells Count)

Meliputi pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk menilai

viskositas dan indicator factor risiko seperti hiperkoagulabilitas,

anemia.

2. Kimia darah.

a. BUN, kreatinin : peningkatan kadar menandakan penurunan perfusi

atau faal renal.

b. Serum glukosa: hiperglisemia (diabetes mellitus adalah presipitator

hipertensi) akibat dari peninngkatan kadar katekolamin,

c. Kadar kolesterol atau trigliserida: peningkatan kadar

mengindikasikan predisposisi pembentukan plaque atheromatus.

d. Kadar serum aldosteron : menilai adanya aldesteronisme primer.

e. Studi tiroid (T3 dan T4): menilai adanya hipertiroidisme yang

berkontribusi terhadap vasokontriksi dan hipertensi.

f. Asam urat: hiperuricemia merupakan implikasi factor risiko

hipertensi.

3. Elektrolit

a. Serum potasium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan

adanya aldoseronisme atau efek samping terapi diuretik).


20

b. Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi.

4. Urine

a. Analisis urine adanya darah, protein, glukosa daalam urine

mengindikasikan disfungsi renal atau diabetes.

b. Urine VMA (catecholamine metabolite): penin gkatan kadar

mengindikasikan adanya pheochromacytoma.

c. Steroid urine: peningkatan kadar mengindikasikan

hiperadrenalisme, pheochromacytoma, disfungsi pituitary, Sindrom

Cushing‟s; kadar renin juga meningkat.

5. Radiologi

a. Intra Venous Pyelografi (IVP): mengidentifikasi penyebab

hipertensi seperti renal pharen chymal disease, urolithiasis, benign

prostate hyperplasia (BPH).

b. Rontgen toraks: menilai adanya klasifikasi obstruktif katup

jantung, deposit kalsium pada aorta, dan pembesaran jantung.

6. EKG: menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan

konduksi atau disritmia.

2.1.9 Penatalaksanaan Medis

Tujuan penatalaksanaan medis pada klien dengan hipertensi adalah

mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan

mencapai dan mempertahankan tekanan darah tinggi di bawah 140/90

mmHg. Efektifitas setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi,


21

komplikasi, biaya perawatan, dan kualitas hidup sehubungan dengan

terapi.

a. Modifikasi gaya hidup

Beberapa penelitian menunjukan pendekatan nonfarmakologi

yang dapat mengurangi hipertensi adalah sebagai berikut:

1. Teknik-teknik mengurangi stres.

2. Penurunan berat badan.

3. Pembatasan alcohol,natrium, dan tembakau.

4. Olahraga/latihan (meningkatkan lipoprotein berdensitas tinggi).

5. Relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada

setiap terapi antihipertensi.

Klien dengan hipertensi ringan yang berada dalam risiko tinggi

(pria,perokok) atau bila tekanan darah diastoliknya menetap diatas 85

atau 95 mmHg dan sistoliknya diatas 130 sampai 139 mmHg, perlu

dimulai terapi obat-obatan (Muttaqin, 2014).

2.1.10 Konsep Dasar Keperawatan(Friedman, 2013)

a. Pengkajian

1) Pengumpulan Data

Yaitu identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat,

agama, bahasa yang dipakai, pendidikan, asuransi, golongan darah,

no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.


22

2) Riwayat Kesehatan

a) Riwayat kesehatan dahulu

Pasien biasanya sudah lama menderita hipertensi, sering

mengeluh sakit kepala, namun belum sampai dirawat di RS.

b) Riwayat kesehatan sekarang

Pasien umumnya merasa sering sakit kepala dan biasanya

disertai dengan tubuh terasa lemas dan sakit pinggang.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Pasien biasanya mempunyai penyakit menurun yaitu hipertensi,

salah satu anggota keluarganya yang memiliki penyakit hipertensi.

4) Riwayat Psikososial

a) Klien biasanya akan merasa cemas dengan penyakitnya.

b) Kadang kala klien marah pada tim kesehatan terhadap tindakan

yang akan dilakukan.

c) Ada kalanya klien tidak mau ada orang yang menjenguknya.

5) Riwayat Spiritual

Biasanya klien dengan hipertensi sering mengalami gangguan

dalam menjalani ibadah.

6) Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan umum

1) Keadaan umum : cukup/tidak cukup

2) Kesadaran :Apatis, sopor, koma, gelisah,

komposmentis tergantung pada


23

keadaan klien.

3) Tanda-tanda vital : Biasanya tidak normal Tanda tanda

vital karena ada gangguan fungsi

b. Pemeriksaan head to toe

1) Kepala : Biasanya simetris, ada gangguan nyeri

2) Rambut : Kebanyakan rontok

3) Mata : reflek terhadap cahaya baik

4) Hidung : biasanya bersih, tidak ada polip

5) Telinga : Umumnya simetris, bersih tidak ada

serumen

6) Mulut dan gigi : Biasanya mulut bersih, kemampuan

bicara cukup baik

7) Leher : Umumnya tidak ada pembesaran

kelenjar tyroid

8) Torak

Inspeksi : Umumnya bentuk simetris, bergerak

dengan mudah saat respirasi

Palpasi : Biasanya tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Perkusi diatas permukaan paru

biasanya dalam keadaan normal

Auskultasi : Paru-paru biasanya dalam keadaan

normal, yaitu terdapat 3 tipe suara :

1) Bronchial
24

2) Bronchovaskuler

3) Vaskuler

9) Abdomen

Inspeksi : Simetris

Auskultulasi : sering bising usus

Palpasi : umumnya tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Biasanya timpani

10) Genetalia : Perempuan/ laki-laki

11) Kulit : Biasanya bersih, turgor jelek

12) Ekstremitas : - atas : biasanya kekuatan otot lemah,

tangan akan terpasang infus

- bawah : tidak ada edema

7) Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan retina

b) Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan

organ seperti ginjal dan jantung

c) EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri

d) Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa

e) Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram

renal, pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan

kadar urin.

f) Foto dada dan CT scan


25
b. Diagnosis
1) Definisi Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan

yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial.

Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons

klien individu,keluarga dan komunitas terhadap situasi yang

berkaitan dengan kesehatan. ( SDKI,2017 hal: 5 ).

Diagnosis keperawatan menjadi dasar untuk pemilihan intervensi

keperawatan untuk mencapai kriteria hasil yang diharapkan selama

proses perawatan.

2) Klasifikasi Diagnosis Keperawatan

International Council of Nurses ( ICN ) sejak tahun 1991 telah

mengembangkan suatu sistem klasifikasi yang disebut dengan

International Classification for Nursing Practice ( ICNP ). Sistem

klasifikasi ini tidak hanya mencakup klasifikasi intervensi dan

tujuian ( outcome ) keperawatan. ( SDKI,2017 hal: 5 ).

ICNP membagi diagnosis keperawatan menjadi lima kategori, yaitu

Fisiologis, psikologis, Perilaku, Relasional dan Lingkungan ( Wake

& Coenen, 1998 ). Kategori dan subkategori diagnosis keperawatan

dapat dilihat pada skema 2.2 :


26

DiagnosisKeperawatan

Fisiologis Psikologis Perilaku Lingkungan


Relasional

Keamanan
Respirasi Nyeri & Kebersihan Interaksi dan Proteksi
Kenyamanan diri Sosial

Sirkulasi Integritas Penyuluhan&


Ego Pembelajaran

Nutrisi dan
Pertumbuhan
Cairan
dan
perkembanga
Eliminasi
n

Aktifitas &
Istirahat

Neouro Sensori

Reproduksi dan
Seksualitas

Skema 2.2 Klasifikasi Diagnosis Keperawatan (SDKI,2017)

3) Jenis Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu Diagnosis

Positif dan Diagnosis Negatif ( Lihat skema 2.4 ). Diagnosis negatif

menunjukkan bahwa klien dalam kondisi sakit atau berisiko

mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis ini akan

mengarahkan pemberian intervensi keperawatan yang bersifat

penyembuhan, pemulihan dan pencegahan. Diagnosis ini terdiri atas

Diagnosis Aktual dan Diagnosi Risiko. Sedangkan diagnosis Positif

menunjukan bahwa klien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai

kondisi yang lebih sehat atau optimal. Diagnosi ini disebut juga
27

dengan Diagnosis Promosi Kesehatan ( ICNP, 2015; Standar

Praktik Keperawatan Indonesia – PPNI, 2005 dalam SDKI 2017

hal : 6 ). Aktual
Negatif
Risiko
Diagnosis Keperawatan
Promosi
Positif Kesehatan

Skema 2.3 Jenis Diagnosis Keperawatan

Jenis-jenis diagnosis keperawatan tersebut dapat diuraikan sebagai

berikut ( Carpenito, 2013; potter & Perry, 2013 )

a) Diagnosis Aktual

Diagnosis ini menggambarkan respons klien terhadap kondisi

kesehatan atau proses kehidupannya yang menyebabkan klien

mengalami masalah kesehatan. Tanda/gejala mayor dan minor

dapat ditemkan dan divalidasi pada klien.

b) Diagnosis Risiko

Diagnosis ini menggambarkan respons klien terhadap kondisi

kesehatan atau proses kehidupannya yang dapat mrnyebabkan

klien berisiko mengalami masalah kesehatan. Tidak ditemukan

tanda/gejala mayor dan minor pada klien, namun klien memiliki

faktor risiko mengalami masalah kesehatan.

c) Diagnosi Promosi Kesehatan

Diagnosis ini menggambarkan adanya keinginan dan motivasi

klien untuk meningkatkan kondisi kesehatannya ke tingkat yang

lebih baik atau optimal.


28

4) Komponen Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatn memiliki dua komponen utama yaitu masalah

( problem ) atau Label Diagnosis dan Indikator Diagnostik. Masing-

masing komponen diagnosis diuraikan sebagai berikut :

a) Masalah ( problem )

Masalah merupakan label diagnosis keperawatan yang

menggambarkan inti dari respons klien terhadap kondisi kesehatan

atau proses kehidupannya. Label diagnosis terdiri atas penjelas dan

Fokus Diagnostik (Lihat tabel 2.3 ).

No Deskriptor Fokus Diagnostik

1 Tidak Efektif Bersihan Jalan Napas

2 Ganggaun Pertukaran Gas

3 Penurunan Curah Jantung

4 Intoleransi Aktivitas

5 Defisit Pengetahuan

Tabel 2.3. Contoh Deskriptor dan Fokus Diagnostik pada Diagnosis Keperawatan

Deskriptor merupakan pernyataan yang menjelaskan bagaimana

suatu fokus diagnosis terjadi. Beberapa deskriptor yang digunakan

dalam diagnosis keperawatan diuraikan pada tabel 2.4 di bawah ini.


29

No Deskriptor Definisi

1 Defisit Tidak cukup, tidak adekuat

2 Disfungsi Tidak berfungsi secara normal

3 Efektif Menimbulkan efek yang diinginkan

4 Gangguan Mengalami hambatan atau kerusakan

5 Lebih Berada diatas nilai normal atau yang diperlukan

6 Penurunan Berkurang baik dalam ukuran, jumlah maupun

derajat

7 Rendah Berada di bawah nilai normal atau yang diperlukan

8 Tidak Efektif Tidak menimbulkan efek yang diinginkan

Tabel 2.4. Deskriptor dan Definisi Dekriptor pada Diagnosis Keperawatan

b) Indikator Diagnostik

Indikator diagnostik terdiri atas penyebab, tanda / gejala, dan faktor

risiko dengan uraian sebagai berikut,

(1) Penyebab ( Etiology ) merupakan faktor-faktor yang

mempengaruhi perubahan status kesehatan. Etiologi dapat

mencakup empat kategori yaitu :

(a) Fisiologis, Biologis atau Psikologis;

( b ) Efek Terapi/Tindakan;

( c ) Situasional ( lingkungan atau personal ), dan

( d ) Maturasional.

(2) Tanda ( Sign ) dan Gejala ( Symptom ). Tanda merupakan data

objektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium dan prosedur diagnostik, sedangkan gejala merupakan


30

data subjektif yang diperoleh dari hasil anamnesis. Tanda / gejala

dikelompokan menjadi dua kategori yaitu :

-Mayor : Tanda / gejala ditemukan sekitar 80-100% untuk validasi

diagnosis.

-Minor ; Tanda / gejala tidak harus ditemukan , namun jika

ditemukan dapat mendukung penegakan diagnosis.

(3) Faktor Risiko merupakan kondisi atau situasi yang dapat

meningkatkan kerentana klien mengalami masalah kesehatan.

Pada diagnosis aktual , indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab

dan tanda/gejala , hanya mememiliki faktor risiko. Sedangkan pada diagnosis

promosi kesehatan , hanya memiliki tanda/gejala yang menunjukan kesiapan klien

untuk mencapai kondisi yang lebih optimal.

5) Proses Penegakan Diagnosis Keperawatan

Proses penegakan diagnosis ( diagnosis process ) atau mendiagnosis merupakan

suatu proses yang sistematis yang tertdiri atas tiga tahap , yaitu analisis data,

identifikasi masalah dan perumusan diagnosis.

Analisis Data  Bandingkan dengan nilai normal


 Kelompokkan data

Identifikasi  Masalah Aktual, Risiko dn/atau


Masalah Promosi Kesehatan

Perumusan  Aktual : Masalah b.d Penyebab d.d. Tanda/Gejala


Diagnosis  Risiko : Masalah d.d. faktor risiko
 Promkes : Masalah d.d. Tanda/Gejala

Skema 2.4. Tahap Proses Penegakkan Diagnosis (Diagnostic Process) Diadaptasi dari: Axckley, Ladwig &
Makic (2017); Berman, Snydr & Ffrandsen (2015); Potter & Perry (2013)
31
Pada perawat yang telah berpengalaman, proses inindapat dilakukan secara

simultan , namun pada perawat yang belum memiliki pengalaman yang memadai

maka perlu melakukan latihan dan pembiasaan untuk melakukan proses

penegakan diganosis secra sistematis.

Proses penegakan diagnosis diuraikan sebagai berikut.

(a)Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

(1) bandingkan data dengan nilai normal

Data-data yang didapatkan dari pengkajian dibandingkan dengan nilai-nilai

normal dan diidentifikasi tanda/gejala yang bermakna ( significant cues ).

(2) Kelompokan data

Tanda/gejala yang dianggap bermakna dikelompokkan berdasarkan pola

kebutuhan dasar yang meliputi respirasi,sirkulasi,nutrisi/cairan, eliminasi,

aktivitas/istirahat, neurosensori,reproduksi/seksualitas, nyeri/kenyamanan,

integritas ego, pertumbuhan/perkembangan, kebersihan diri,

penyuluhan/pembelajaran, interaksi sosial, dan keamanan/proteksi. Proses

pengelompokan data dapat dilakukan baik secara induktif maupun deduktif.

Secara induktif dengan memilah data sehingga membentuk sebuah p[ola ,

sedangkan secara deduktif dengan menggunakan kategori pola kemudian

mengelompokkan data sesuai kategorinya.

(b) IdentifikasiMasalah

Setelah data dianalisis, perawat dan klien bersama-sama mengidentifikasi masalah

aktual, risiko dan /atau promosi kesehatan. Pernyatan masalah kesehatan merujuk

ke label diagnosis keperawatan.


32

(c) Perumusan Diagnosis Keperawatan

Perumusan atau penulisan diagnosis disesuaikan dengan jenis diagnosis

keperawatan. Terdapat dua metode perumusan diagnosis , yaitu :

-Penulisan Tiga Bagian ( Three Part )

Metode penulisan ini terdiri atas masalah, penyebab dan Tanda/gejala. Metode

penulisan ini hanya dilakuakn pada diagnosis aktual, dengan formulasi sebagai

berikut :

Masalahberhubungan denganPenyebabdibuktikan
denganTanda/Gejala

Frase „berhubungan dengan‟ dapat disingkat b.d dan „dibiktikan dengan‟ dapat

disingkat d.d.

Masalahb.d. Penyebab d.d. Tanda/Gejala

Contoh penulisan :

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungfan dengan spasme jalan napas

dibuktikan dengaan batuk tidak efektif, sputum berlebih, mengi, dispnea, gelisah.

-Penulisan Dua Bagian ( Two Part )

Metode penulisan ini dilakukan pada diagnosis risiko dan diagnosis promosi

kesehatan, dengan formulasi sebagai berikut :

Diagnosis Risiko

Masalahdibuktikan dengan Faktor Risiko


33
Contoh penulisan diagnosis ;
Risiko aspirasi dibuktikan dengan tingkat kesadaran menurun.

Diagnosis Promosi Kesehatan

Masalahdibuktikan dengan Tanda/Gejala

Contoh penulisan diagnosis :

Kesiapan peningkatan eliminasi urin dibuktikan dengan pasien ingin

meningkatkan eliminasi urin, jumlah dan karakteristik urin normal.

Komponen-komponen diagnosis pada masing-masing jenis diagnosis keperawatan

dan metode penulisan diagnosisnya dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut.

No Jenis Diagnosis Komponen dan Penulisan Diagnosis


Keperawata
1 Diagnosis Aktual Masalah b.d. Penyebab d.d. Tanda/Gejala

2 Diagnosis Risiko Masalah d.d. Faktor Risiko

3 Diagnosis Promosi Masalah d.d. Tanda/Gejala


Kesehatan
Keterangan : b.d. : berhubungan dengan; d.d.: dibuktikan dengan

Tabel 2.5. Jenis, Komponen dan Penulisan Diagnosis Keperawatan

Kemungkinan diagnosa yang terjadi pada hipertensi adalah sebagai

berikut:

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.

2) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional.

3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

c. Intervensi
Perencanaan keperawatan adalah langkah ketiga dari proses

keperawatan yang terdiri dari dua langkah. Langkah pertama adalah

menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan bagi klien. Langkah

kedua perencanaan keperawatan adalah merencanakan intervensi

keperawatan yang akan diimplementasikan kepada klien. Dalam


34
menentukan tujuan dan kriteria hasil perawat menggunakan pedoman

Nursing Outcomes Classification (NOC). Sedangkan dalam

merencanakan intervensi keperawatan digunakan Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia (SIKI) sebagaiacuan.

(1) Definisi Intervensi dan Tindakan Keperawatan

Intervensi Keperawatan adalah segala treatment yang

dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan

penilaian klinis untuk mencapai luaran ( outcome ) yang diharapkan.

Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang

dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi

keperawatan.

(2) Klasifikasi Intervensi Keperawatan

Klasifikasi atau taksonomi merupakan sistem pengelompokan

berdasarkan hierarki dari yang bersifat lebih umum/tinggi ke lebih

khusus/rendah. Pengklasifikasian intervensi keperawatan

dimaksudkan untuk memudahkan penulusuran intervensi

keperawatan, memudahkan untuk memahami beraneka ragam

intervensi keperawatan yang sesuai dengan area praktik dan/atau

cabang disiplin ilmu, serta memudahkan pengkodean (coding)untuk

penggunaan berbasis komputer ( computer-based ).


35

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia menggunakan sistem klasifikasi yang

sama dengan klasifikasi SDKI. Sistem klasifikasi diadaptasi dari sistem klasifikasi

International Classification of Nursing Practice ( ICNP ) yang dikembangkan oleh

international Council of Nurses 9 ICN sejak tahun 1991. Secara skematis,

klasifikasi Standar Intervensi Keperawatan Indonesia ditunjukkan pada Skema

klasifikasi Standar Intewrvensi Keperawatan Indonesia ditunjukkan pada Skema

2.5 (Doenges et al,2013; Wake & Coeen , 1998 ).

Sistem klasifikasi Standar Intervensi Keperawatan Indonesia terdiri atas 5 ( lima )

kategori dan 14 ( empat belas ) subkategori dengan uraian sebagai berikut :

(a) Fisiologis

Kategori intervensi keperawatan yang ditunjukan untuk mendukung fungsi fisik

dan regulasi homeostatis, yang terdiri atas :

- Respirasi, yang memuat kelompok intervensi keperawatan yang

memulihkan fungsi pernapasan dan oksigenasi

- Sirkulasi, yang memuat kelompok intervensi yanmg memulihkan fungsi

jantung dan pembuluh darah

- Nutrisi dan Cairan, yang memuat kelompok intervensi yang

memulihkan fungsi gastrointestinal, metabolisme dan regulasi

cairan/elektrilit

- Eliminasi, memuat kelompok intervensi yang memulihkan fungsi

eliminasi fekal dan urinaria

- Aktivitas dan Istirahat, yang memuat kelompok intervensi yang

memulihkan fungsi muskuloskeletal, penggunaan energi serta

istirahat/tidur

- Neurosensori, memuat kelompok intervensi yang memulihkan fungsi

otak dan saraf


36
- Reproduksi dan seksualitas, yang memuat kelompok intervensi yang

melibatkan fungsi reproduksi dan seksualitas

Intervensi
Keperawatan

Fisiologis Psikologis Perilaku Lingkungan


Relasional

Keamanan
Respirasi Nyeri & Kebersihan Interaksi dan Proteksi
Kenyamanan diri Sosial

Sirkulasi Integritas Penyuluhan&


Ego Pembelajaran

Nutrisi dan Pertumbuhan


Cairan &perkembang
a
Eliminasi

Aktifitas &
Istirahat
Skema 2.5. Klasifikasi Intervensi keperawatan indonesia (SIKI, 2018)
Neouro Sensori

Reproduksi dan
Seksualitas

(b) Psikologis

Kategori intervensi keperawatan yang ditujukan untuk mendukung fungsi dan

proses mental, yang terdiri atas :

- Nyeri dan kenyamanan , yang memuat kelompok intervensi yang

meredahkan nyeri dan meningkatkan kenyamanan

- Integritas Ego, yang memuat kelompok intervensi yang memulihkan

kesejahteraan diri sendiri secara emosional

- Pertumbuhan dan Perkembangan , yang memuat kelompok intervensi

yang memulihkan fungsi pertumbuhan dan perkembangan

(c) Perilaku

Kategori intervensi keperawatan yang ditujukan untuk mendukung perubahan

perilaku atau pola hidup sehat, yang terdiri atas :


37
- Kebersihan Diri, yang memuat kelompok intervensi yang memulihkan

perilaku sehat dan merawat diri

- Penyuluhan dan Pembelajaran, yang memuat kelompok intervensi

yang meningkatkan pengetahuan dan perubahan perilaku sehat

(d) Relasional

Kategori intervensi keperawatan yang ditujukan untuk mendukung hubunhan

interpersonal atau interaksi sosial , terdiri atas :

- Interaksi Sosial, yang memuat kelompok intervensi yang memulihkan

hubungan antara individu dengan dengan individu lainnya.

(e) Lingkungan

Kategori intervensi keperawatan yang ditujukan untuk mendukung keamanan

lingkungan dan menurunkan risiko gangguan kesehatan, yang terdiri atas :

- Keamanan dan proteksi, yang memuat kelompok intervensi yang

meningkatkan keamanan dan menurunkan risiko cedera akibat ancaman dari

lingkungan internal maupun eksternal.

Pengklasifikasian intervensi keperawatan dilakukan berdasarkan analisis

kesetaraan ( similarity anlysis ) dan penilaian klinis ( clinical judgement ).

Intervensi keperawatan yang bersifat multikategori atau dapat diklasifikasikan

kedalam lebih dari satu kategpri, maka dikalsifikasikan berdasarkan

kecenderungan yang paling dominan pada salah satu kategori/subkategori. Pada

proses pengklasifikasikan dihindari terjadinya rujukan silang ( cross–referencing

), sehingga setiap satu intervensi keperawatan hanya dikalsifikasikan ke dalam

satu kategori/subkategori.

(3) Komponen Intervensi Keperawatan

Setiap intervensi keperawatan pada standar ini terdiri atas tiga komponen yaitu

label , definisi dan tindakan , dengan uraian sebagai berikut :

(a) Label

Komponen ini merupakan nama dari intervensi keperawatan yang merupakan kata
38
kunci untuk memperoleh informasi terkait intervensi keperawatan tersebut. Label

intervensi keperawatan terdiri atas satu atau beberapa kata yang diawali dengan

kata benda (nomina), bukan kata kerja (verba), yang berfungsi sebagai deskriptor

atau penjelas dari intervensi keperawatan.

Terdapat sekitar 18 ( delapan belas ) deskriptor pada label intervensi keperawatan

, yaitu :

No Deskriptor Definisi

1 Dukungan Memfasilitasi, memudahkan atau melancaran

2 Edukasi Mengajarkan atau memberikan informasi

3 Kolaborasi Melakukan kerjasama atau interaksi

4 Konseling Memberikan bmbingan

5 Konsultasi Memberikan informasi tambahan atau pertimbangan

6 Latihan Mengajarkan suatu keterampilan atau kemampuan

7 Manajemen Mengidentifikasi dan mengelola

8 Pemantauan Mengumpulkan dan menganalisis data

9 Pemberian Menyiapkan dan memberikan

10 Pemeriksaan Mengobservasi dengan teliti

11 Pencegahan Meminimalkan risiko atau komplikasi

12 Pengontrolan Mengendalikan

13 Perawatan Mengidentifikasi dan merawat

14 Promosi Meningkatkan

15 Rujukan Menyusun penatalaksanaan lebih lanjut

16 Resusitasi Memberikan tindakan secara cepat untuk mempertahankan


kehidupan
17 Skrining Mendeteksi secara dini

18 Terapi Memulihkan kesehatan dan/atau menurunkan risiko

Tabel 2.6. Deskriptor Intervensi Keperawatan


39

(b) Definisi
Komponen ini menjelaskan tentang makna dari label intervensi keperawatan.

Definisi label intervensi keperawatan diawali dengan kata kerja ( verba ) berupa

perilaku yang dilakukan oleh perawat, bukan perilaku pasien.

(c) Tindakan

Komponen ini merupakan rangkaian perilaku atau aktivitas yang dikerjakan oleh

perawat untuk mengimplementasikan intervensi kepertawatan. Tindakan-tindakan

pada intervensi keperawtan terdiri atas observasi , terpeutik, edukasi dan

kolaborasi ( berman et al, 2015 : potter & Perry, 2013 ; Saba , 2007 ; Wilkinson et

al, 2016 ).

-Tindakan Observasi

Tindakan yang ditujukan untuk mengumpullkan dan menganalisis data status

kesehatan pasien. Tindakan ini umumnya menggunakan kata-kata

„periksa‟,‟identifikasi‟ atau „monitor‟. Dianjurkan menghindari penggunaan kata

„kaji‟ karena serupa dengan tahap awal pada proses keperawatan dan agar tidak

rancu dengan tindakan keperawatan yang merupakan tahap pascadiagnosis,

sementara pengkajian merupakan tahap prediagnosis.

-Tindakan Terapeutik

Tindakan yang secara langsung dapat berefek memulihkan status kesehatan pasien

atau dapat mencegah perburukan masalah kesehatan pasien. Tindakan ini

umumnya menggunakan kata-kata „berikan‟,‟lakukan‟, dan kata-kata lainnya.

-Tindakan Edukasi

Tindakan yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan pasien merawat

dirinya dengan membantu pasien memperoleh perilaku baru yang dapat mengatasi

masalah. Tindakan ini umunya menggunakan kata-kata „ajarkan‟, anjurkan, atau

„latih‟.

-Tindakan kolaborasi
40
Tindakan yang membutuhkan kerjasama baik dengan perawat lainnya maupun

dengan profesi kesehatan lainnya. Tindakan ini membutuhkan gabungan

pengetahuan, keterampilan dan keterampilan dari berbagai profesi kesehatan.

Tindakan ini hanya dilakukan jika perawat memerlukan penanganan lebih lanjut.

Tindakan ini umunya menggunakan kata-kata „kolaborasi‟,‟rujuk‟, atau

„konsultasikan‟.

(4) Penentuan Intewrvensi Keperawatan

Dalam menentukan intervensi keperawatan , perawat perlu mempertimbangkan

beberapa faktor sebagai berikut ( DeLaune & Ladner, 2011; Gordon,1994; Potter

& Perry, 2013 );

-Karakteristik diagnosis Keperawatan

Intrvensi keperawatan diharapkan dapat mengatasi etiologi atau tanda/gejala

diagnosis keperawatan. Jika etiologi tidak dapat secara langsung diatasi, maka

intervensi keperawatan diarahkan untuk menagani tanda/gejal diagnosis

keperawatan. Untuk diagnosis risiko, intervensi keperawatan diarahkan untuk

mengeliminasi faktor risiko.

-Luaran ( Outcome 0 Kepertawatan yang Diharapkan

Luaran Keperawatan akan memberiakna arahan yang jelas dalam penentuan

intervensi keperawatan. Luaran keperawatan merupakan hasil akhir yang

diharapkan setelah pemberian intervensi keperawatan.

-Kemampuan Pelaksananan Intewrvensi Kepertawatan

Perawat perlu mempertimbangkan waktu, tenaga /staf dan sumber daya yang

tertsedia sebelum merencanakan dan mengimplementasikan intervensi keperawatn

kepada pasien.

-Kemampuan Perawat

Perawat diharapkan mengetahui rasionalisasi ilmiah terkait intervensi

keperawatan yang akan dilakukan dan memiliki keterampilan psikomotorik yang


41

diperlukan untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan tersebut. Standar

ini memuat intervensi-intervensi yang memerlukan pengetahuan dan

keterampilan khusus, beberapa diantaranya yaitu Manajemen Alat Pacu Jantung,

manajemen Ventilasi Mekanik, Terapi Akuresur, Terapi Akupuntur, Terapi

Bekam, Terapi Hipnosis.

-Penerimaan pasien

Intervensi keperawtan yang dipilih harus dapat diterima oleh pasien dan sesuai

dengan nilai-nilai dan budaya yang dianut oleh pasien.

-Hasil Penelitian

Bukti penelitian akan menunjukkan efektivitas intervenmsi keperawatan pada

pasien tertentu. Jika penelitian belum tersedia, maka perawat dapat menggunakan

prinsip ilmiah atau berkonsultasi dengan perawat spesialis dalam menentukan

pilihan intervensi keperawatan.

Secara skematis, faktor-faktor penentu intervensi tersebut digambarkan pada

skema 2.6.

Diagnosis Keperawatan Hasil yang Diharapkan

Intervensi Keperawatan

Kemampuan Pelaksanaan Hasil Penelitian Kemampuan Perawat


Intervensi
Penerima Pasien

Skema 2.6. Faktor Penentuan Intervensi Keperawatan (SIKI, 2018)


42

d. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan tahap keempat proses

keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana

keperawatan. Pada tahap ini perawat akan mengimplementasikan

intervensi yang telah direncanakan berdasarkan hasil pengkajian dan

penegakan diagnosis keperawatan. Implementasi dari rencana

keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat diharapkan

dapat mencapai tujuan dan hasil sesuai yang diinginkan untuk

mendukung dan meningkatkan status kesehatan klien. Perawat

memberikan pelayanan kesehatan yang memelihara kemampuan

fungsional lansia dan mencegah komplikasi serta meningkatkan

ketidakmampuan.

e. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap kelima dari proses keperawatan. Tahap

ini sangat penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau

kesejahteraan klien. Hal yang perlu diingat adalah evaluasi merupakan

proses kontinu yang terjadi saat perawat melakukan kontak dengan

klien.

Selama proses evaluasi perawat membuat keputusan-keputusan kinis dan

secara terus menerus mengarah kembali ke asuhan keperawatan. Tujuan asuhan

keperawatan adalah membantu klien menyelesaikan masalah kesehatan aktual,

mencegah terjadinya masalah risiko, dan mempertahankan status kesehatan

sejahtera. Proses evaluasi menentukan keefektivitasan asuhan keperawatan yang

diberikan. Diharapkan dengan penerapan Hipnoterapi dapat menurunkan

ansietas yang dialami oleh pasien.

2.2 Konsep Hipnoterapi

2.2.1 Pengertian

Hipnoterapi adalah salah satu cabang ilmu psikologis yang


43
mempelajari manfaat sugesti untuk mengatasi masalah pikiran,

perasaan, dan perilaku. Jika kita mengikuti hipnoterapi, kita akan

dibimbing memasuki kondisi trance (relaksasi pikiran) agar pikiran

kita siap menerima sugesti yang diberikan oleh hipnoterapis

(Muhammad, 2011).

Hypnosis bisa diartikan sebagai ilmu untuk memberi sugesti atau

perintah kepada pikiran bawah sadar. Orang yang ahli dalam

menggunakan hypnosis untuk terapi disebut hipnoterapi (Muhammad,

2011).

Hypnosis secara perlahan telah menunjukkan keberadaanya

seiring dengan semakin meningkatnya penerimaan pada dunia medis.

Hypnosis banyak digunakan di bidang seperti pengobatan dan

olahraga untuk mengubah mekanisme otak manusia dalam

menginterpretasikan pengalaman dan menghasilkan perubahan pada

persepsi dan tingkah laku. Aplikasi hypnosis untuk tujuan perbaikan

(therapeutic) dikenal sebagai hipnoterapi (Muhammad, 2011).

Menurut Dave Elman “Hypsosis isA state of the mind in which the

critical faculty (CF) of the human mind is bypassed, and selective

thingking is established” Hipnotis yaitu kondisi pikiran ketika critical

faktor seseorang untuk sementara dinonaktifkan dan kondisi ketika

orang tersebut hanya fokus pada satu ide tertentu dan mengabaikan

yang lain (Suwandi, 2010).

2.2.2 Struktur dan Proses Hypnosis dalam Medical Hypnosis

Menurut Budi & Rizali (2010) struktur dan proses hypnosis dalam

medical hypnosis adalah sebagai berikut :

a. Pre-induksi/Pre-talk

Pre-induksi merupakan tahap awal sebelum proses hipnosis

dilakukan. Setiap orang bisa dihipnosis, asalkan bersedia. Tahap


44
pre-induksi inilah yang mengondisikan seseorang untuk bersedia

dan siap untuk dihipnosis. Fungsi pre-induksi adalah untuk

membangunkan hubungan baik dengan klien, mengumpulkan

data dan informasi klien, mengatasi rasa takut klien pada proses

hipnoterapi yang akan dijalankan, dan membangun harapan

klien bahwa dengan hipnosis permasalahannya dapat terbantu.

Pre-induction interview atau pre-talk merupakan tahapan

yang sangat penting. Kegagalan proses hipnosis sering kali

diawali dari proses pre-induction interview/pre-talk yang kurang

mengena.

b. Tes Sugestibilitas

Tes sugestibilitas merupakan proses untuk menguji

sugestibilitas seseorang, apakah mudah untuk disugesti atau tidak.

Dalam hypnostage atau hipnosis untuk hiburan, tes sugestibilitas

digunakan untuk memilih orang dengan mudah dijadikan sasaran

atau mudah disugesti. Dengan memilih orang yang tepat maka

proses untuk menghipnosis (induksi) menjadi lebih cepat dan

sugestif untuk melakukan apa pun yang diperintahkan oleh

penghipnotis, yang nantinya “dieksploitasi” oleh penghipnotis

menjadi tontonan yang menghibur.

Dalam proses terapi, tes sugestibilitas digunakan sebagai

sarana latihan bagi klien untuk merasakan dan nantinya memasuki

kondisi hipnotis. Bagi terapist, dengan melakukan uji

sugestibilitas pada klien, dapat digunakan untuk memilih teknik

induksi yang cocok bagi klien tersebut.


45
c. Induksi
Induksi merupakan proses untuk menurunkan level kesadaran

seseorang. Apabila dilihat dari sisi gelombang otak manusia,

teknik induksi bertujuan untuk mereduksi/menurunkan

gelombang otak manusia dari beta (sadar sepenuhnya, multifokus)

menuju alfa (rileks dan lebih fokus) atau teta (lebih rilkes dan

kondisi meditatif).

Saat ini dikenal beberapa teknik hipnosis yaitu fiksasi mata,

relaksasi, membingungkan pikiran, menyesatkan pikiran,

menghilangkan keseimbangan, dan shock inductionatau rapid

induction (induksi dengan kejutan cepat).

d. Deepening

Deepening merupakan proses untuk memperdalam level

kesadaran seseorang setelah di induksi. Deepening dibutuhkan

terapist untuk menurunkan kedalaman tingkat hipnotis/mencapai

alam pikir bawah sadar terdalam (pada gelombang alfa spindle,

alfa mendekati teta, atau sampai ke gelombang teta) sesuai yang

dibutuhkan agar sugesti yang disampaikan dapat masuk ke pikiran

bawah sadar klien atau terapi dapat berjalan sebagaimana

seharusnya. Teknik yang sering digunakan dalam proses

deepening, yaitu teknik menghitung turun, teknik imajinasi,

teknik fractination, dan teknik re-induksi.

e. Trance Level Test/Depth Level Test

Trance level test atau uji kedalaman hipnotis klien sangat

penting dalam proses hipnoterapi. Karena terapist harus bisa


46

memastikan bahwa klien telah benar-benar memasuki kondisi

hipnotis yang dibutuhkan untuk dilakukan proses terapi. Kenapa ?

karena bisa jadi, klien hanya pura-pura memejamkan mata,

namun sebenarnya klien belum masuk dalam kondisi hipnotis

yang dalam. Jika terjadi seperti itu maka sugesti positif yang

diberikan pada klien tidak akan masuk ke pikiran bawah sadarnya

atau dengan kata lain hipnoterapi tidak bisa dilakukan.

Ada beberapa cara menguji kedalaman hipnotis klien. Bagi

terapist yang terlatih, dapat lebih peka dan berpengalaman untuk

mengetahui apakah klien benar-benar telah masuk dalam kondisi

hipnotis yang dalam atau tidak. Hal itu dapat diketahui dari

beberapa ciri-ciri fisik/fisiologi klien sepert tangan diangkat

kemudian dijatuhan, jika tangan sudah dapat jatuh terkulai atau

tidak terasa tertahan maka berarti klien sudah rileks dan masuk

dalam kondisi hipnotis (baik trance maupun dalam).

f. Sugesti/Afirmasi

Setelah proses deepening dilakukan dan terapist menilai

bahwa klien telah masuk ke kedalaman trance yang dibutuhkan,

selanjutnya terapist memberikan sugesti atau afirmasi. Sugesti

merupakan pesan yang diberikan kepada klien ketika masuk

dalam kondisi hipnotis, pesan tersebut dapat berlangsung

mengakses ke pikiran bahwa sadarnya, yang diketahui

sebelumnya dapat berpengaruh pada sikap dan perilakunya.


47

Ada dua macam sugesti, yaitu sugesti yang bersifat non-

therapeutic dan therapeutic. Sugesti non-therapeutic biasanya

diberikan pada hypnostage, yakni berupa sugesti-sugesti yang

memunculkan perilaku menarik untuk dilihat sebagai hiburan.

Sedangkan, sugesti therapeutic diberikan dalam proses terapi.

Sugesti yang diberikan berupa pesan-pesan positif untuk dapat

mengubah sikap dan perilaku seseorang menjadi lebih baik.

Dalam terapi, digunakan post hypnosis sugestion, yaitu sugesti

yang diberikan pada saat klien dalam kondisi terhipnotis. Sugesti

dapat berlaku setelah seseorang tersebut bangun dari “tidur” nya.

Sugesti dibedakan menjadi dua, yaitu direct sugestion dan

indirect sugestion (metafora). Direct sugestion merupakan teknik

penyampaian sugesti secara langsung. Maksudnya, pesan yang

disampaikan dalam sugesti diberikan secara jelas dan langsung

pada hal yang dituju.

g. Awakening/Emerge

Ini merupakan proses membangunkan klien dari kondisi

hipnotis yang dialaminya. Ada beberapa hal yang harus

diperhatikan ketika membangunkan klien. Membangunkan klien

dapat dilakukan secara pelan-pelan dan tidak mendadak, karena

bisa menyebabkan klien merasa pusing. Kondisi tersebut sama

ketika anda tertidur lelap kemudian tiba-tiba dikagetkan untuk

bangun, kepala jadi terasa pusing.


48

Namun jika memang darurat, misalnya ada bencana atau hal-

hal membahayakan, tidak menjadi masalah. Klien boleh

dibangunkan lebih cepat. Namun lebih baik, setelah dipindahkan

ke tempat yang aman, klien diinduksi kembali kemudian

dibangunkan ulang secara perlahan. Selain itu, sebelum klien

dibangunkan, terapist menyugesti bahwa klien bangun dalam

keadaan segar, sehat dan sadar sepenuhnya.

Jika setelah dibangunkan ternyata klien merasa pusing atau

berat kepalanya maka terapis dapat menginduksi kembali ke

dalam hinotis. Setelah itu, klien diberi sugesti “nyaman dan

rilkes, kepala terasa nyaman, sehat, serta terasa ringan”.

2.2.3 Cara Kerja Hipnoterapi

Istilah hipnoterapi mengacu dari kata Hypno, bahasa yunani, yang

berarti tidur. Seperti dikatakan dalam http:wwwalfanhipnoterapi.com

bahwa metode hipnoterapi diawali dengan mengondisikan klien

masuk dalam kondisi hypnosis. Dalam hal ini, klien masuk fase

relaksasi (seperti orang tertidur) sebelum dilakukan terapi inti.

Hipnoterapi bekerja pada pikiran bahwa sadar Alpha Tetha State

manusia.

Menurut Dr. Erwin, untuk membangkitkan jiwa bahwa sadarnya,

klien harus dalam kondisi relaksasi atau mengistirahatkan jiwa

sadarnya beristirahat, maka jiwa bawah sadarnya akan muncul. Dalam

kondisi ini, rekaman bawah sadarnya, seperti gangguan kesehatan


49

yang dirasakan, akan diketahui. Rekaman bawah sadar yang salah atau

keliru akan diperbaharui dengan memberikan sugesti-sugesti positif

oleh terapis melalui hipnoterapi. Sugesti ini diberikan secara terus

menerus hingga keadaan dimana rekaman bawah sadar yang keliru

menghilang dan digantikan oleh sugesti positif.

Dalam konteks ini, seorang hipnoterapis harus mampu menembus

kritikal mental (Recticular Activation System) klien. Dengan

terbukanya kritikal mental klien, maka dengan mudahnya hipnoterapis

bisa berkomunikasi dengan pikiran bawah sadarnya. Dengan

berkomunikasi dengan pikiran bawah sadarnya, maka seorang

hipnoterapis bisa mengetahui gangguan kesehatan klien.Dari

pengalaman Praktik Dr. Edwin, tingkat keberhasilan sugesti positif

pada pada klien berbeda pada masing-masing orang. Hal ini

tergantung terhadap berat dan ringannya masalah yang diderita, serta

kemauan/keinginan untuk sembuh dari dalam diri.

Proses penyembuhan dengan hipnoterapi terkadang bisa langsung

sembuh dengan sekali terapi. Tetapi, untuk kasus – kasus berat perlu

beberapa kali terapi, misalnya untuk kasus kecanduan narkoba,

kecanduan rokok sangat berat, atau penurunan berat badan.Untuk

mempercepat kesembuhan, klien juga harus proaktif dan mempunyai

kemauan yang kuat untuk sembuh. Dalam hipnoterapis, terapi hanya

berperan sebagai fasilitator, klien harus kooperatif dan sebagai subjek

yang aktif. Agar proses terapi tepat sasaran, klien harus benar-benar

memahami betul maksud dan tujuan hipnoterapi. Harus ada


50

kesepakatan antara klien dan terapis, karena sebenarnya yang paling

tahu kondisi masalah yang dideritanya adalah si klien itu sendiri

2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Proses Keberhasilan Hipnoterapi

Menurut Fitri (2013) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

keberhasilan hipnoterapi memberikan kesembuhan kepada klien

diantara :

a. Klien

Klien yang dimaksud disini mengacu kepada orang diterapi

dengan tujuan untuk memperoleh kesembuhan. Faktor klien

memiliki porsi yang sangat besar menentukan keberhasilan

hipnoterapi.

b. Motivasi untuk Sembuh

Banyak klien yang datang ke ruang hipnoterapi tanpa

mengerti dengan jelas secara spesifik mengenai permasalahan

dalam dirinya yang ingin diproses dengan hipnoterapi. Hal ini

kemudian menjadi proses hipnoterapi tidak fokus dan

menyebabkan hasil tidak maksimal sebagaimana yang

diharapkan.

c. Takut

Ketakutan yang dirasakan oleh klien akan menghambat

proses hipnoterapi. Rasa takut menyebabkan klien tidak bisa

berkomunikasi secara terbuka selama proses terapi, bahkan bukan

tak mungkin masuk kedalam kondisi hipnosis pun akan sulit.


51
d. Analisis

Klien sibuk menganalisis apa yang dilakukan oleh

hipnoterapisnya. Hal ini menyebabkan klien tetap di kondisi

sadar karena pikiran sadar aktif menganalisis proses terapi yang

dijalaninya.

e. Tidak percaya

Rasa tidak percaya kepada hipnoterapis menyebabkan klien

tidak bisa menceritakan secara terbuka yang menjadi

permasalahan yang dihadapinya.

f. Menutup-nutupi

Ada bagian dari diri klien yang menutup-nutupi usaha

hipnoterapis untuk menentukan sumber permasalahan yang ada

didalam diri klien. Hal ini bisa dikarenakan ada bagian diri yang

tidak ingin zona nyamannya diganggu, atau ada khawatir aib nya

terbuka.

g. Tidak Mengikuti Instruksi Terapis

Klien tidak mengikuti apa yang di instruksikan oleh

hipnoterapis karena tidak mengerti instruksi yang diberikan atau

tidak mau. Hipnoterapis menjadi sulit memberikan arahan kepada

klien mencapai tujuan hasil hipnoterapi yang telah ditetapkan.

2.2.5 Tujuan Hipnoterapi

Sejarah hypnosis sudah ada sejak zaman Yunani Kuno, Mesir

Kuno, bahkan saat orang Babel, yang digunakan sebagai pengobatan.

Untuk itu, penggunaan hipnoterapi sebagai alat penyembuhan seperti

yang terjadi saat ini bukanlah hal baru. Namun demikian, penggunaan
52

hypnosis pada zaman dulu tentunya tidak seperti hypnosis modern

pada saat ini. Hypnosis modern jauh lebih kuat daripada hypnosis

sebelumnya. Dengan penemuan neuro-linguistik programing dan

berbagai penemuan teknik hypnosis lainnya, membuat hypnosis yang

ada saat ini mencapai perubahan internal dan eksternal.Sedangkan

hipnoterapi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1734-1815 oleh

Dr. Frans Anton Mesmer di Viena Austria, digunakan untuk

menyembuhkan psikoterapi, mencegah timbulnya gangguan kesehatan

(prevention of disease), peningkatan taraf kesehatan (health

promotion), serta upaya rehabilitasi lainnya.

Di Amerika Serikat, hipnoterapi sudah sangat diakui sebagai salah

satu alternatif penyembuhan yang telah teruji kebenarannya, sehingga

pemerintah Amerika Serikat telah mengakui hipnoterapi adalah salah

satu cara yang paling efektif untuk penyembuhan berbagai penyakit

yang disebabkan oleh faktor psikis (pikiran), dimana hasil riset

mengyatakan bahwa 70% penyakit fisik disebabkan oleh faktor psikis

yang tidak seimbang.

Saat ini di Indonesia juga sudah mulai berkembang. Dan,

diperguruan tinggi FKUI, medikal hipnotis sudah menjadi seminar

resmi bagi para calon psikiater FKUI. Sedang di RSPAD Gatot

Subroto sebagai pusat hypnosis kedoteran pertama di Indonesia,

menerapkan hypnodonsi (dental hypnosis) untuk para dokter gigi serta

para psikiaternya. Bahkan, dibeberapa perguruan tinggi negeri untuk


53

fakultas psikologi sudah memberikan kurikulum resmi tentang

hipnoterapi bagi mahasiswanya.

Sangat banyak manfaat hipnotis. Tidak ada masalah yang tidak

dibantu dengan hinoterapi. Sebab, hipnoterapi adalah ilmu untuk

mengeksplorasi kekuatan pikiran. Oleh karena itu segala masalah

yang berkaiatan dengan pikiran dan perasaan bisa dibantu dengan

hipnoterapi. Kunci perubahan dan dipikiran bawah sadar. Kita bisa

menjadi apapun yang kita inginkan, asalkan kita bisa mengubah

program yang ada dipikiran bawah sadar kita.

Sebagimana dikatakan sebuah sumber bahwa hipnoterapi telah

terbukti memilik kegunaan untuk mengatasi berbagai permasalahan

yang berkenaan dengan emosi dan perilaku. Bahkan, beberapa kasus

medis serius seperti serangan jantung dan kanker, hipnoterapi mampu

mempercepat pemulihan kondisi seorang penderita. Mereka yang

menjalani hipnoterapi selama dan sesudah kemoterapi hampir tidak

pernah merasakan mual atau muntah seperti lazim yang di alami oleh

klien kemoterapi.

Hal ini sangat dimungkinkan karena hipnoterapi diarahkan untuk

meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan memprogram ulang

penyikapan individu terhadap penyakit yang dideritanya.Hypnosis

sangat berguna dalam mengatasi beragam kasus yang bekenaan

dengan kecemasan, ketegangan, depresi, phobia, dan dapat membantu

untuk menghilangkan kebiasaan buruk, seperti ketergantungan pada

rokok, alkohol, dan obat – obatan. Dengan memberi sugesti, seorang


54

terapis dapat membangun bebagai kondisi emosional positif

berkenaan dengan kondisi seseorang.

Khusus untuk phobia, hipnoterapi digunakan untuk mereduksi

kecemasan yang mengambil alih kontrol individu atas dirinya. Hal ini

dapat diwujudkan dengan menciptakan suatu gamabaran nyata

tentang kondisi yang menyebabkan phobia, namun individu tetap

dalam kondisi rileks, sehinga membantu mereka untuk menyesuaikan

ulang reaksi mereka pada kondisi yang menyebabkan phobia menjadi

normal dan respon yang lebih tenang.

Hipnoterapi dapat digunakan untuk membawa orang mundur ke

masa lampau atau past life regression untuk mengobati trauma dengan

memberikan kesempatan untuk “merubah fokus” perhatian. Penelitian

membuktikan, hipnoterapi juga bisa digunakan untuk meredakan

nyeri, melancarkan pernafasan, serta mengatasi gangguan pencernaan.

Sebuah riset lain dilakukan oleh Carol Ginandes, Ph.D., dan kawan –

kawannya dari universitas Harvard. Mereka menerapkan hipnoterapi

pada klien patah tulang, klien ini menjalankan hipnoterapi selama

beberapa waktu. Hasilnya, hipnoterapi terbukti mempercepat proses

penyembuhan tulang yang patah.

Hipnoterapi juga cukup efektif untuk menangani kista, meskipun

ukurannya sudah agak besar sekalipun. Selain itu, hipnoterapi juga

dapat menurunkan berat badan. Yang satu ini sudah dibuktikan oleh

sebuah studi yang dilaporkan dalam Journal of Consulting and

Clinical Psychology studi tersebut menyebutkan bahwa hipnoterapi


55

bisa memberikan efek ganda Pada proses penurunan berat badan.

Mereka yang menurunkan berat badan dengan cara diet, olahraga,

serta hipnoterapi, jauh lebih cepat penurunan beratnya dibanding

mereka yang tidak menyertainya dengan hipnoterapi.

2.2.6 Teknik – Teknik Hipnoterapi

Berikut ini adalah teknik-teknik secara umum yang biasa

digunakan dalam hipnoterapi. Teknik-teknik ini dapat digunakan

secara terpisah atau digabung satu sama lain sesuai dengan situasi,

kondisi, dan kebutuhan klien.

a. Ideomotor Response

Ini adalah cara untuk mendapat jawaban “ya”, “tidak”, atau

“tidak tahu” dari klien dengan cara menggerakkan salah satu jari

tangan. Teori dibalik teknik ini adalah bahwa orang cenderung

memberikan jawaban yang jujur, sesuai dengan jawaban pikiran

bawah sadar, melalui respons gerakan fisik (ideomotor response)

daripada dalam bentuk verbal atau ucapan.

b. Hypnotic Regresion

Teknik regresi adalah teknik yang membawa klien mundur ke

masa lampau untuk mencari tahu penyebab suatu masalah. Teknik

ini biasanya menggunakan affect bridge (jembatan perasaan) atau

feeling connection.

c. Systematic Desensitization

Sesuai dengan namanya, teknik ini bertujuan untuk

mengurangi sensitivitas klien terhadap phobianya.


56

d. Implosive Dsensitization

Teknik ini digunakan bila klien mengalami abreaction.

Yakni, situasi dalam kedamaian untuk menenangkan dirinya.

Tujuannya adalah menurunkan tingkat intensitas emosi secara

bertahap. Teknik ini juga disebut circle therapy.

e. Desensitization by Object Projection

Teknik ini meminta klien membayangkan emosi, rasa sakit,

atau masalahnya keluar dari tubuh klien dan mengambil suatu

bentuk yang mewakili masalahnya itu. Teknik ini hanya bagus

pada klien yang visual, untuk yang auditori dan konestetik

digunakan proyeksi dalam bentuk suara atau perasaan.

f. The Informed Child technique

Sama hal nya dengan implosive dsensitization, namun kali ini

terapis mensugesti bahwa klien kembali ke masa lampau nya

dengan membawa serta semua pengetahuan, pengalaman,

kebijaksanaan, dan pengertian yang dimiliki saat dewasa

sekarang.

g. Gestalt Therapy

Ini adalah teknik terapi yang dilakukan dengan menggunakan

permainan peran atau role play. Dalam teknik ini, klien diminta

memainkan peran secara bergantian, baik sebagai dirinya sendiri

maupun sebagai orang lain yang menjadi penyebab trauma atau

luka batin.
57
h. Rewriting History (Reframing)
Bagian pertama dari teknik ini dilakukan dengan informed

child technique, bagian lanjutannya dilakukan dengan

menggunakan gestalt therapy yang memungkinkan klien untuk

menyampaiakn apa yang ingin ia katakan pada orang yang

menyebabkan luka batin.

i. Open screen imagery

Teknik ini menggunakan layar bioskop

k. Positive Programmed Imagery

Teknik ini dapat digunakan sebelum klien dibangunkan dari

kondisi trance (rileks yang dalam). Teknik ini hanya efektif bila

dilakukan setelah teknik-teknik lainnya digunakan terlebih

dahulu. Teknik ini bisa digunakan bersamaan dengan

posthypnotic suggestion dan verbalizing.

l. Verbalizing

Dalam teknik ini klien diminta untuk berbicara atau

mengucapkan pemahaman baru atau apa yang menurutnya harus

dilakukan. Apabila klien yang mengucapkannya, efeknya akan

menjadi sangat kuat daripada bila hal yang sama diucapkan oleh

terapis.

m. Direct Suggestion

Sugesti yang bersifat langsung diberikan berdasarkan apa

yang diucapkan oleh klien (verbalizing)

n. Indirect Guided Imagery (Ericksonian Methapors)

Teknik ini menggunakan metafora, terapis perlu membuat

script atau cerita yang telah disiapkan sebelumnya. Cerita yang

disampaikan sepenuhnya tergantung pada terapis. Namun,

penyimpulan makna cerita itu dilakukan klien.


58
o. Inner Guide

Yang dimaksud dengan inner guide bisa berupa penasehat

spiritual, malaikat, orang atau bagian dari diri klien yang

bijaksana. Dalam teknik ini klien dibantu oleh inner guide untuk

menyelesaikan masalah.

p. Part Therapy

Teknik ini digunakan untuk membantu klien menyelesaiakan

inner conflict atau konflik yang timbul dari pertentangan diantara

“bagian-bagian” diri klien.

q. Dream Therapy

Terapi ini menggunakan mimpi sebagai simbol yang

dikomunikasikan oleh pikiran bawah sadar.

i. Jenis – Jenis Hipnoterapi

a. Hypnotherapy / Clinical Hypnosis

Hypnotherapy Adalah aplikasi hipnotis dalam menyembuhkan

gangguan mental dan meringankan gangguan fisik. Hipnotis telah

terbukti secara medis bisa mengatasi berbagai macam gangguan

psikologis maupun fisik. Hipnotis tidak seperti cara pengobatan

lain yang mengobati gejala (simptom) atau akibat yang muncul.

Hipnotis berurusan langsung dengan penyebab suatu masalah.

Dengan menghilangkan penyebabnya maka secara otomatis akibat

yang ditimbulkan akan lenyap atau tersembuhkan.

b. Medical Hypnosis

Yaitu penggunaan hipnotis untuk dunia medis, terutama oleh

dokter ahli bedah dan dokter gigi dalam menciptakan efek

anesthesia tanpa menggunakan obat bius. Teknik hipnotis yang

digunakan untuk anestesi sudah digunakan oleh John Elliotson

(1791-1868). Elliotson adalah dokter yang pertama kali


59
menggunakan mesmerisme (nama kuno dari hypnotism) untuk

melakukan pembedahan tanpa rasa sakit. Pada masa Elliotson

hidup, belum ditemukan anestesi (obat bius) sehingga sebagian

dokter menggunakan hipnotis.

c. Comedy Hypnosis

Comedy hypnosis adalah hipnotis yang digunakan untuk

hiburan semata. Comedy hypnosis juga sering disebut sebagai

Stage Hypnosis. Dinamakan stage hypnosis atau hipnotis panggung

karena pada awalnya hipnotis untuk hiburan hanya diperankan di

atas panggung. Namun comedy hypnosis sekarang tidak terbatas

dalam panggung. Di jalan, taman, mall, kampus atau dimana saja

anda bisa mempraktekkan comedy hypnosis.

d. Forensic Hypnosis

Dalam penyelidikan kepolisian, hipnotis bisa digunakan untuk

menggali informasi dari saksi. Suatu kejadian traumatis seperti

dalam kasus kejahatan yang menakutkan cenderung membuat

pikiran bawah sadar menyembunyikan ingatan yang lengkap

tentang kejadian tersebut agar tidak bisa diingat oleh pikiran sadar.

Tujuan pikiran sadar menyembunyikan informasi itu sesungguhnya

untuk kebaikan diri sendiri, karena apabila ingatan itu muncul,

maka trauma dan rasa takut akan muncul tanpa sebab. Dengan

bantuan hipnotis, korban atau saksi bisa mengingat kembali dengan

jelas dalam kondisi pikiran yang tenang.

ii. ManajemenKecemasan dalam Hipnoterapi

Hipnotis juga efektif digunakan dalam manajeman

Kecemasan/kecemasan dalam prosedur terapi dan lain-lain. Berikut

merupakan cara kerja hipnoterapi dalam mengatasi gangguan

kecemasan. Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa


60
hipnoterapi mengubah pola pikir dan kepercayaan bawah sadar, Para

hipnoterapis mengakses kepercayaan ini dengan menggunakan

hipnosis dan hipnoterapi untuk mengatasi gangguan kecemasan dan

menggunakannya untuk menghilangkan keyakinan yang

mendasarinya atau pemicu kecemasan. Begitu keyakinan dasar telah

runtuh, gejala kecemasan akan berubah secara permanen.

iii. Hipnoterapi dalam Menurunkan Kecemasan

Salah satu metode hipnoterapi adalah mengubah pola pikir dari

yang negatif ke positif. Pendekatan yang umumnya dilakukan adalah

mumunculkan pikiran bawah sadar agar latar belakang permasalahan

dapat diketahui dengan tepat. Hipnoterapi merupakan salah satu cara

cukup ampuh untuk menyembuhkan Kecemasan/kecemasan.

Tahapan pertama untuk menghilangkan kecemasan dengan

hipnoterapi maka perlu mendiskusikan dengan hipnoterapis apa yang

diharapkan dari hipnoterapi. Kemungkinan mereka akan mengajukan

pertanyaan tentang kehidupan pasien untuk mencoba dan

membangun sebab apa pun yang menjadi pemicu kecemasan yang

dirasakan oleh pasien. Terapis kemudian akan menjelaskan

bagaimana hipnosis bekerja dalam mengatasi kecemasan.

Terapis akan menjelaskan prosesnya kepada pasien, dan ketika

sudah nyaman dengan tahapan ini maka selanjutnya setelah

konsultasi awal tadi hipnoterapis akan mulai dengan membantu

pasien memasuki keadaan santai. Mereka mungkin kemudian

meminta pasien untuk fokus pada saat pasien dalam keadaan cemas.

Pasien mungkin diminta untuk fokus pada sensasi fisik, serta

memikirkan apa yang dapat memicu kecemasannya.

Begitu pasien berada pada kondisi cemas, hipnoterapis akan

memberikan kata-kata yang menenangkan yang biasa disebut


61
“sugesti” atau saran. Sugesti apa yang mereka katakan akan

tergantung pada pemicu kecemasan pasien dan kondisi pribadi

pasien. Contohnya, jika pasien mengenali pemicu tekanan di tempat

kerja, sarannya mungkin, “Anda bisa melakukan ini. Luangkan

waktu sejenak untuk bernapas dan bersihkan kepala Anda lalu atasi

masalahnya.”

Jadi cara kerja hipnoterapi dalam mengatasi kecemasan adalah

ketika pasien mulai merasa cemas atau takut, kemudian sugesti/saran

atau kata-kata menenangkan yang sesuai dengan pemicu dari

kecemasan pasien yang sebelumnya telah diketahui dengan teknik

analysis akan masuk ke dalam pikiran sadar pasien dan membantu

pasien mengatasinya.

Hipnoterapis mungkin juga mengajarkan pasien teknik untuk

membantu rileks dan menenangkan diri saat merasakan perasaan

cemas. Karena sebagian besar penderita kecemasan memiliki kadar

zat kimia adrenal dan kortisol yang tinggi dalam aliran darah

mereka, jadi belajar teknik relaksasi dan mempraktikkannya secara

teratur (idealnya setiap hari) akan membantu mengatur ulang

ketidakseimbangan sistem saraf otonom.Caranya adalah, rilekskan

tubuh dalam posisi terlentang di tempat tidur dengan kedua tangan

berada di samping tubuh. Bebaskan pikiran dari hal-hal yang

membebani. Dengan mata terpejam, yakinkan dan ikhlaskan diri

untuk terbebas dari rasa cemas. Bebaskan pikiran hingga benar-benar

rileks. Setelah pikiran benar-benar rileks dan nyaman, pelan-pelan

instruksikan pada diri sendiri sebuah perintah yang lebih kurang

bunyinya, “cemas adalah normal dan wajar, serta tetap sehat,

tekanan darah normal”. Ucapkan kalimat itu berulang-ulang dalam

hati sembari menyakini bahwa hal itu pasti akan terjadi. Dengan
62
kecemasan yang normal dan wajar serta tetapsehat dan tekanan darah

normal akan membentuk pikiran bawah sadar datangnya kecemasan

tidak perlu disertai dengan peningkatan tekanan darah. Sekitar 15

menit kemudian, buka mata. Perasaan hati akan terasa segar dan

nyaman, pikiran terasa lepas dari beban.Instruksi itu dengan

sendirinya menunjukkan pola pikir kita telah berubah. Hipertensi

tidak harus cemas. Selama ini, pikiran kita terpola bahwa

hipertensiitu menimbulkan kecemasan maka benar-benar cemas

dengan tekanan darah yang bisa meningkat kapan saja.

Banon dkk, 2014, Efektivitas terapi hipnotis lima jari untuk

menurunkan tingkat ansietas pasien hipertensi. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui terapi hipnotis lima jari dalam

menurunkan tingkat ansietas pasien hipertensi di Kelurahan Pisangan

Timur Jakarta Timur. Penurunan ansietas pada kelompok intervensi

sebesar 5,16 point dan kelompok control sebesar 2,13 point.

Penelitian ini menunjukkan bahwa hipnosis lima jari dapat

menurunkan ansietas pada pasien hipertensi. Perbedaan dengan

penelitian ini adalah pada respondennya yaitu lansia cemas yang

mengalami hipertensi. Persamaanya yaitu sama-sama menggunakan

terapi hipnosis lima jari.

Evangelista dkk, 2016, Pengaruh hipnosis lima jari terhadap

tingkat kecemasan pasien sirkumsisi di tempat Praktik Mandiri

Mulyorejo Sukun Malang. Hasil penelitian menunjukkan Pre test

sebelum hipnosis 5 jari didapatkan 6 responden yang bersedia,

(83%) 5 responden memiliki kecemasan ringan dan (17%) 1

responden memiliki kecemasan sedang. Post test Sesudah hipnosis 5


63

jari terhadap (83%) 5 responden berubah jadi tidak ada

kecemasan dan (17%) 1 responden.

Penelitian yang dilakukan oleh Ady & Kristiyawati

(2014) tentang Pengaruh Hipnoterapi terhadap penurunan

tingkat kecemasan pada pasien yang menjalani kemoterapi Di

RS telogorejo Semarang, Hipnoterapi berpengaruh terhadap

penurunan tingkat kecemasan pada pasien yang menjalani

kemoterapi di Rumah Sakit Telogorejo Semarang.

Nathalina, 2017 Komunikasi Terapeutik Dalam

Hipnoterapi Pasien Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder)

Di Glow Mind Klinik Hipnoterapi Pekanbaru.Penulis melihat

adanya dampak yang positif dari terapi yang dilakukan oleh

klien penderita kecemasan. dimana penderita merasakan

penerimaan dan adanya rasa nyaman menjadi salah satu hal

utama bagi diri sendiri

Romy, 2010 Keefektifan Hipnoterapi Terhadap

Penurunan Derajat Kecemasan dan Gatal Pasien Liken

Simpleks Kronik Dipoliklinik Penyakit Kulit Dan Kelamin

RSDM Surakarta.dengan hasil hipnoterapi efektif

menurunkan kecemasan pada pasien liken simpleks kronik

dan hipnoterapi efektif menurunkan derajat gatal pada pasien

dengan liken simpleks kronik


78

64
BAB III
METODE
PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif

dengan menggunakan metode studi kasus. Studi kasus adalah

penelitian yang dilakukan dengan meneliti suatu permasalahan melalui

suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal. Unit tunggal dapat

berarti satu orang atau sekelompok penduduk yang terkena suatu

masalah (Notoatmodjo, 2010).

Hasil yang diharapkan oleh peneliti adalah mengetahui

bagaimana penerapan hipnoterapi terhadap kecemasan pada pasien

hipertensi di Ruang Nusa Indah rumah Sakit dr.Sobirin Kabupaten

Musi Rawas Tahun 2019.

3.2 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah 2 orang pasien di ruang rawat inap

Rumah Sakit dr.Sobirin Kabupaten Musi Rawas tahun 2019yang

memiliki kriteria subjek sebagai berikut:

Kriteriainklusi

1. Pasien yang bersedia sebagai responden penelitian.

2. Pasien dengan masalah hipertensi Grade III.

3. Pasiendengan masalah keperawatan ansietas.

4. Pasien bersedia dilakukan hipnoterapi.

5. Pasien kooperatif dalam tindakan hipnoterapi. Kriteria Ekslusi

3.2.1 Pasien membatalkan kesediannya untuk menjadi responden penelitian

3.2.2 Pasien berhalangan hadir atau tidak ada di tempat ketika


65
pengumpulan data dilakukan

3.3 Definisi Operasional

1. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi pada ukuran tertentu. Yakni

tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas

90 mmHg.

2. Kecemasan adalah suatu respon atas suatu keadaan yang tidak

menyenangkan atau tidak nyaman dimana akan ditandai dengan

adanya perubahan perilaku.

3. Hipnoterapi adalah salah satu terapi yang memberi sugesti atau

perintah kepada pikiran bawah sadar.

3.4 Lokasi dan Waktu

1. Studi kasus ini dilakukan di Ruang Nusa Indah Rumah Sakit

Dr.Sobirin Kabupaten Musi Rawas.

2. Waktu Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Juni 2019.

3.5 Instrumen Pengumpulan Data

Pada peneliti ini peneliti menggunakan pedoman lembar

checklist yang terdiri dari SOP hipnoterapi dan lembar ceklist

pengukuran kecemasan DASS kuesioner 14 (terjemahan Damanik).

3.6 Pengumpulan Data

3.6.1 Metode Pengumpulan Data


Pada penelitian ini menggunakan lembar ceklist pertanyaan
Hipnoterapi dan lembar kuisioner pengukuran kecemasan DASS
14 (terjemahan Damanik).

3.6.2 Langkah Pengumpulan Data

a. Mengurus perijinan Institusi Prodi Keperawatan Lubuklinggau

Poltekkes Kemenkes Palembang untuk melakukan penelitian.

b. Mengurus perijinan dengan Rumah Sakit Dr. Sobirin


66
Kabupaten Musi Rawas untuk melakukan penelitian.

c. Menjelaskan maksud, tujuan dan waktu penelitian pada kepala

ruang atau perawat, penanggung jawab ditempat penelitian dan

melibatkan subjek kedalam penelitian.

d. Mengidentifikasi atau mendiskusikan siapa dan kapan subjek

atau keluarga subjek yang akan dilibatkan dalam penelitian

penerapan hipnoterapi.

e. Memperkenalkan terapis yang melakukan hipnoterapi.Sebab

dalam penelitian ini peneliti dibantu oleh hipnoterapis yang

telah mendapatkan sertifikat hipnoterapis.

f. Subjek diminta mengisi kuesioner kecemasan DASS 14

sebelum dilakukan penerapan hipnoterapi.

g. Melakukan pemeriksaan vital sign sebelum penerapan

intervensi hipnoterapi.

h. Mengidentifikasi atau mendiskusikan kepada subjek tentang

hipnoterapi untuk menurukan Kecemasan.

i. Disepakati hipnoterapi dilakukan adalah bertujuan untuk pengobatan.

j. Melakukan hipnoterapi sesuai dengan prosedur yang telah

ditentukan yaitu selama 15 menit.

k. Melakukan pre-induksi/pre-talk kepada klien. Pre-induksi/pre-

talk ini bertujuan untuk mengetahui keluhan klien.

l. Melakukan uji sugesti pada klien, untuk mengetahui tingkat

sugesti klien.

m. Membimbing klien memasuki kondisi yang rileks.

n. Membuat klien semakin tersugesti.

o. Memberikan sugesti positif kepada klien.


67
p. Membangunkan klien dari kondisi yang rileks.

q. Setelah 15 menit dilakukan hipnoterapi subjek diobservasi dan

dilakukan pemeriksaan skala nyeri kembali.

r. Melakukan pengolahan data.

s. Menyajikan hasil pengolahan data atau hasil penelitian dalam

bentuk tabel dan narasi.

3.7 Analisa Data

Pengolahan data menggunakan analisis deskriptif. Analisis

deskriptif adalah digunakan untuk menganalisis data dengan cara

mendiskripsikan data yang terkumpul untuk membuat suatu

kesimpulan (Notoatmodjo, 2010).

Analisa dengan menggunakan tabel distribusi dari tiap

variabel. Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik

perhitungan (%), dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

3.8 Penyajian Data


Setelah data dianalisis dan didapatkan hasil penelitian, maka

data atau hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk narasi atau

tekstular dan tabel.

3.9 Etika Studi Kasus

Menurut Notoadmodjo (2014), secara garis besar dalam


melaksanakan sebuah penelitian ada empat prinsip yang harus
dipegang teguh yakni :
3.9.1 Menghormati Harkat dan Martabat Manusia (Respect for

Human Dignity) Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek

penelitian untuk mendapatkan informasi tentang tujuan penelitian.


68
Disamping itu, peneliti juga memberikan kebebasan kepada subjek

untuk berpartisipasi atau tidak berpartisipasi dalam penelitian.

3.9.2 Menghormati Privasi dan Kerahasiaan SubjekPenelitian

(Respect for Privacy and Confidentially) Peneliti tidak boleh

menampilkan informasi mengenai identitas dan kerahasiaan identitas

subjek.

3.9.3 Keadilan dan Inklusivitas/Keterbukaan (Respect for Justice an

Inclusiveness) Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh

peneliti dengan kejujuran, keterbukaan dan kehati-hatian. Untukitu,

lingkungan peneliti perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinip

keterbukaan, yakni dengan menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip

keadilan ini menjamin bahwa semua obyek penelitian memperoleh

perlakuan dan keuntungan yang samata membedakan gender, agama,

etnis dan sebagainya.

3.9.4 Memperhatikan Manfaat dan Kerugian yang

Ditimbulkan (Balancing Harms and Benefits) Sebuah penelitian

hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi

masyarakat pada umunya, dan subjek penelitian pada

khususnya.Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak

yang merugikan bagi subjek. Oleh sebab itu, pelaksanaan penelitian

harus dapat mencegah atau paling tidak mengurangi rasa sakit, cidera,

stress, maupun kematian subjek penelitian.


69

DAFTAR PUSTAKA

Ady Irianto DS& Sri Puguh Kristiyawati, 2014. tentang Pengaruh Hipnoterapi
terhadap penurunan tingkat kecemasanpada pasien yang menjalani
kemoterapiDi RS telogorejoSemarang.
Andra, 2013. Teori hipertensi. Diakses dari http://mufidah.co.id/teori-
hipertensi.html. Dibuka pada 15 Maret 2019.
Banon dkk, 2014, Efektivitas terapi hipnotis lima jari untuk menurunkan tingkat
ansietas pasien hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
terapi hipnotis lima jari dalam menurunkan tingkat ansietas pasien
hipertensi di Kelurahan Pisangan Timur Jakarta Timur.
Bobi Ahmad Sahid,Achmad Setya Roswendi, R. Acep Hasan,2013. Efektifitas
Hipnoterapi Terhadap Perubahan Tingkat kecemasan Pada Pasien
Praoperatif Apendisitis Diruang Bedah Wanita Rumah Sakit Dustira
Cimahi
Budi, Prabowo Prasetyo & Rizali, Erwin. 2010. Cara Cepat Menguasai Hypno
Healing Hipnosis untuk Penyembuhan. Yogyakarta :
Evangelista 2016, Pengaruh hipnosis lima jari terhadap tingkat kecemasan pasien
sirkumsisi di tempat Praktik Mandiri Mulyorejo Sukun Malang.Grafina
Mediacipta Cv
Evelina Debora Damanik, Faculty of Psychology, University of Indonesia,
Indonesia
Fitri, Alia Nur. 2013. Hipnoterapiku Sukses. (http://hipnoterapiku.com/hipnotera-
piku-sukses-part-i // diakses pada 08 Maret 2017)
Friedman. 2013. Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Kartika 2013. Bahaya hipertensi, Jakarta: Buku panduan bagi Puskesmas.
Keliat, B.A. 2011,& Videbeck, 2008. Manajemen Keperawatan Psikososial dan
Kader Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Muhammad As‟adi. 2011. Melakukan Hinoterapi agar Daya Ingat Anda Sekuat
Cakram. Yogyakarta : DIVA Press
Journal
70

Metode future pacing hypnotherapy untuk menurunkan tingkat kecemasan pada


mahasiswa baru dari juornal ( Journal Of Health Studies)
https://ejournal.unisayogya.ac.id/ejournal/index.php/JHeS/article/view/24
9
Muttaqin dan Kumalasari, 2014. Gangguan gastrointestinal aplikasi asuhan
keperawatan bedah. Jakarta. Salemba Medika.
Natalina Pakpahan, 2017. Komunikasi Terapeutik Dalam Hipnoterapi Pasien
Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Di Glow Mind Klinik
Hipnoterapi Pekanbaru.
PPNI,2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik.Jakarta Selatan.
PPNI, 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Jakarta Selatan.
Ratna. 2010. Penyebab hipertensi pada lansia. dapat diakses:
http://www.suarapembaruan.com/news/2009/10/30/index.html. Dibuka
pada tanggal 22 Maret 2019.
Rumah sakit dr.Sobirin Kabupaten Musi Rawas. 2018. Data rumah sakit dr.
Sobirin kabupaten Musi Rawas. 2018.
Wajan 2010. Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskuler II.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FKUI.
71

SOP HIPNOTERAPY
1. PENGERTIAN Hypnotherapy adalah suatu metode dimana
pasien dibimbing untuk melakukan relaksasi,
dimana setelah kondisi relaksasi dalam ini
tercapai maka secara alamiah gerbang pikiran
bawah sadar sesesorang akan terbuka lebar,
sehingga yang bersangkutan cenderung lebih
mudah untuk menerima sugesti penyembuhan
yang diberikan.

2. TUJUAN Saat ini hipnoterapi dapat digunakan untuk


mengatasi masalah – masalah sebagai berikut:

1. Fisik
2. Masalah Emosi
3. Masalah Perilaku
3. INDIKASI 1. Meningatkan mental klien (kepercayaan diri,
menghilangkan trauma, mengurangi phobia)
2. Menyembuhkan psikosomatis klien (alergi,
asma)
3. Membantu proses penyembuhan
klien(kanker, aids)
4. KONTRAINDIKASI 1. Seseorang yang dalam kondisi tidak tenang,
gaduh gelisah, misalnya pada psikosisakut
sehingga tidak dapat dilakukan kontak
psikis dengan subjek.
2. Seseorang yang dalam keadaan tidak
mengerti apa yang akan dilakukan,
misalnya pada orang imbesil atau dimensia. P
ada mereka tidakdapat dilakukan hipnotis
dengan cara apapun.
72

3. Pada orang yang tidak tahu atau belum


mengerti tentang apa yang kita
katakan,sugesti verbal tidak akan
berpengaruh pada subjek.
4. Subjek yang memiliki kesulitan dengan
kepercayaan dasar seperti pasien
paranoidatau yang memiliki masalah
pengendalian seperti obsesi-kompulsif.
5. Penggunaan hipnosis oleh operator yang
tidak terlatih dengan baik.
6. Penggunaan hipnosis untuk tujuan yang tidak
baik.
5. PERSIAPAN PASIEN 1. Pasien sebagai subjek.
2. Terapis sebagai fasislitator
3. Bersedia dengan sukarela.
4. Memiliki kemampuan untuk fokus
5. Memahami komunikasi verbal.
6. PERSIAPAN ALAT 1. Kursi
2. Bantal jika diperlukan
7. CARA KERJA

A. Pre induction
1. Klien dan penghipnotis memperkenalkan diri
2. Menganjurkan klien untuk menceritakan keluhan yang sedang
dialami
3. Memberikan berbagai pemecahan masalah yang dapat diambil
4. Menjelaskan hipnoterapi secara singkat, jelas, dan mudah dipahami
5. Meminta persetujuan klien dan memberikan inform consent pada
klien untuk dilakukan hipnoterapi
6. Melakukan tes subjektifitas
a. Anjurkan klien duduk dengan nyaman
73

b. Mengajarkan klien tarik napas dalam


c. Menganjurkan klien untuk melakukan hand clasp test yaitu
dengan meminta subjek menangkupkan kedua tangan, kemudian
merekatkan kedua jari telunjuk dan sugestikan bahwa pada kedua
telunjuk terdapat lem yang akan merekatkan jari telunjuk
tersebut. Sugestikan bahwa semakin klien ingin memisahkan
telunjuknya maka jari telunjuknya akan semakin lengket.
Selanjutnya minta klien untuk menyatakan apakah jarinya
semakin lengket atau tidak.
d. Anjurkan klien untuk rileks dan menarik napas dalam
e. Lepaskan jari tangan tersebut.
B. Induction
1. Pada tahap induksi hypnotherapist harus mahir dalam menyusun
variasi kalimat Pacing–Leading (Physical mirroring yaitu
pencerminan fisik, Match the voice yaitu penyelarasan kualitas suara,
Match the breathing yaitu penyelarasan irama nafas, Match the size
of the pieces of information yaitu penyelarasan pengelompokan
informasi, Match their common experience yaitu penyelarasan
pengalaman umum)
2. Posisikan klien lebih rileks lagi dari Normal State ke Hypnosis State
(suasana sangat rileks dan sugestif)
3. Latih klien untuk nafas dalam lagi untuk merilekskan tubuh dan
pikiran klien
4. Bawa klien pada satu titik focus atau tanamkan sugesti yang
berkebalikan pada masalah klien (contoh kalimat “sekarang lihat
telapak tangan saya, bayangkan bahwa ditelapak tangan ini ada
rokok dan rokok ini digantikan dengan petis/makanan yang tidak
disukai oleh klien”)
5. Pastikan klien sudah pada posisi yang benar-benar focus dan rileks
6. Apabila sudah, tepuk kedua tangan hypnoterapist secara cepat dan
keras
74

C. Deepening dan dept level test


1. Pada tahap Deepening hypnotherapist akan membimbing klien untuk
berimajinasi melakukan suatu kegiatan atau berada di suatu tempat
yang mudah dirasakan oleh subjek untuk memasuki trance level
yang lebih dalam.
2. Pastikan bahwa klien hanya mendengarkan suara hypnotherapist
dengan memegang tubuh klien dan memberikan perintah untuk
mendengarkan suara hypnotherapist saja.
3. Pastikan bahwa klien mengerti perintah yang diberikan oleh
hypnotherapist dengan memerintahkan klien untuk menggerakkan
bagian tubuhnya.
4. Bimbing klien untuk berimajinasi ke suatu tempat yang nyaman
untuk klien dengan menggunakan 5 tahap.
a. Lima, perintahkan agar tubuh dan pikiran anda memasuki
relaksasi lebih dalam, total, semakin tenang, semakin lelap.
b. Empat, biarkan tubuh dan pikiran anda memasuki tidur yang
lebih dalam lagi, bahkan saat ini anda dapat membayangkan
berada di suatu tempat lain yang menurut anda adalah tempat
yang nyaman, tempat yang indah, dimanapun itu, buatlah
semakin jelas, semakin riel, semakin nyata, bahkan anda dapat
merasakan detailnya, emosinya.
c. Tiga, semakin lelap, lebih dalam lagi, rasakan tubuh anda
semakin ringan, bahkan anda dapat melupakannya.
d. Dua, masuki tidur lelap berkali lipat lebih dalam, dan rasakan
suasana menjadi sangat hening, bahkan anda benar-benar tidak
menghiraukan suara apapun juga, begitu tenang, fisik anda
terlelap, fikiran anda bersitirahat, bahkan seluruh panca-indra
anda benar-benar beristirahat.
e. Satu, silakan nikmati relaksasi yang sangat luar biasa ini, silakan
anda membayangkan diri anda di suatu tempat yang nyaman dan
indah, dan saat yang sama biarkan fisik dan pikiran anda
75

beristirahat total, nyaman, tenang, damai.


D. Suggestion
1. Sampaikan pada klien untuk merilekskan seluruh tubuhnya hingga
merasa rileks dan nyaman.
2. Setelah pasien sudah merasa nyaman mulailah dengan rangkaian kata
menjadi kalimat yang indah dan mudah difahami klien
3. Kemudian Sampaikan sugesti dengan rangkaian kata yang sudah
biasa di dengar, agar pasien akan mudah memahami dan mudah
mengimajinasikannya seperti “bayangkan oleh anda bahwa anda
sedang berada di tempat yang paling nyaman” dengan kalimat ini si
pasien pasti dapat dengan mudah membayangkannya, karena bahasa
tersebut sudah biasa di dengar dan di lakukan.
4. Tegaskan ke klien untuk memfokuskan hanya pada perkataan terapis.
Contoh “dengarkan kata-kata saya, jika anda menemui rokok anda
membayangkan roko adalah petis. Sesuatu yang menjijikan”.
5. Kata-kata tersebut diulang beberapa kali sampai klien benar-benar
memahami
6. Berikan reinforcement positif pada klien

E. Termination
1. Kaji respon klien
Membangun sugesti positif yang akan membuat tubuh seorang Client
lebih segar dan rileks, kemudian diikuti dengan proses hitungan
beberapa detik untuk membawa Client ke kondisi normal kembali.
Contoh: “Kita akan mengakhiri sesi Hypnotherapy ini … saya akan
menghitung dari 1 sampai dengan 5, dan tepat pada hitungan ke-5
nanti, silakan anda bangun dalam keadaan sehat dan segar, dst.
2. Simpulkan hasil kegiatan
3. Berikan reinforcement positif
4. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
76

5. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik.


8. HASIL

Dokumentasikan tindakan:

1. Respon responden selama Hypnosis (respon subyektif dan obyektif).


2. Tanggal dan waktu pelaksaan tindakan.
3. Nama dan paraf peneliti.
9. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN

1. Klien bersedia untuk dilakukan hypnosis


2. Pastikan klien benar-benar focus saat dilakukannya hypnosis

Anda mungkin juga menyukai